Afrizal Rinaldo
872 Syntax Idea, Vol.4, No.5, Mei 2022
Pendahuluan
Moonlight merupakan film asal Amerika Serikat dengan genre drama yang di
release pada tahun 2016, dan di sutradarai oleh Berry Jenkins. Film Moonlight
memenangkan penghargaan sebagai film terbaik kategori drama pada Golden Globe
Award tahun 2017, dan film terbaik, adaptasi naskah terbaik, serta aktor pendukung
terbaik pada Academy Award tahun 2017 (Scott, 2015). Moonlight menceritakan
perjalanan hidup Chiron, seorang homoseksual keturunan Afrika-Amerika, yang
mengalami diskriminasi di lingkungan dan keluarganya sendiri. Moonlight
menggambarkan tiga babak krusial yang selalu dilalui manusia yakni anak-anak,
remaja, dan dewasa. Film Moonlight membagi tiga babak tersebut dengan sebutan
Little, Chiron, dan Black. Setiap babak dalam kehidupan tokoh Chiron memiliki
kepribadian yang tidak sama, penonton akan seolah melihat tiga penggalan film dengan
karakter yang berbeda. Film Moonlight menarik untuk dikaji selain karena berbagai
penghargaan yang diterima, juga karena dapat menyajikan tiga karakter dengan sifat
berbeda dalam diri Chiron selama hidupnya, yang penggambarannya didukung oleh
unsur sinematik, khususnya pada aspek mise-en-scene.
Mise-en-scene secara sederhana merupakan semua hal yang terletak di depan
kamera. Mise-en-scene dalam film memiliki empat elemen pembentuk yakni setting,
kostum dan tata rias karakter, pencahayaan, serta pemain dan pergerakannya. Mise-en-
scene dalam sebuah film berfungsi untuk mendukung unsur naratif serta membangun
suasana atau mood, sehingga penonton seakan memiliki hubungan psikologis dengan
tokoh (Syadian & Oktiana, 2021).
Film dan psikologi dapat dikatakan saling berkaitan. Film dapat mempengaruhi
alam bawah sadar dan dapat menggambarkan sebuah realita psikologi. Psikologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Minderop, 2010).
Psikologi berguna dalam mempelajari bagaimana film dapat berinteraksi dengan pikiran
bawah sadar manusia (Zoebazary, 2016). Para tokoh dalam film menampilkan berbagai
tindakan manusiawi atau perilaku terkait dengan kejiwaan dan pengalaman psikologis
ataupun konflik yang dialami di kehidupan sehari-hari. Elemen-elemen mise-en-scene
dapat berguna dalam menjabarkan proses efikasi diri seorang tokoh.
Efikasi diri merupakan keyakinan individu pada kemampuannya untuk melatih
pengendalian terhadap fungsi diri pada peristiwa dilingkungannya (Bandura, Freeman,
& Lightsey, 1999). Efikasi diri dapat disebut sebagai penilaian diri atas keputusan yang
diambil, sehingga Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi mudah menghadapi
masalah. Efikasi diri seseorang dapat dipelajari melalui teori observational learning.
Teori observational learning menjelaskan bahwa perilaku manusia dalam konteks
interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh
lingkungan (Bandura et al., 1999). Terdapat empat unsur pembentuk efikasi diri yakni
penguasaan pengalaman, pemodelan sosial, persuasi sosial, serta kondisi fisik dan
emosi. Jurnal ini menggunakan teori utama mise-en-scene sebagai subjek dalam
menganalisa proses efikasi diri Chiron dalam tiga babak kehidupannya dari segi visual
dan teori observational learning sebagai teori pendukung. Berdasarkan latar belakang