How to cite:
Dwijaya, B. A., Krisnanti, S. A., Ramdhani, A., (2021) Kontribusi Ekosistem Mangrove
Terhadap Komunitas Gastropoda Di Pantai Bahagia, Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat
Syntax Idea, 3(9), https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i9.1484
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
Syntax Idea: pISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 3, No. 9, September 2021
KONTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE TERHADAP KOMUNITAS
GASTROPODA DI PANTAI BAHAGIA, MUARA GEMBONG, BEKASI, JAWA
BARAT
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramdhani
Indonesia Biodiversity Conservtion Unit, Bekasi, Jawa Barat, Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
Email: [email protected], sukmaawifan@gmail.com,
Abstrak
Tekanan lingkungan yang disebabkan dari okupasi lahan, alih fungsi lahan, dan
tingginya laju abrasi telah dialami oleh Hutan Mangrove Muara Gembong selama
bertahun-tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi data awal tentang
struktur dan komposisi vegetasi mangrove dan gastropoda mangrove serta hubungan
keduanya terhadap kondisi lingkungan yang diteliti di garis pantai Desa Pantai
Bahagia sebagai landasan evaluasi perubahan yang terjadi pada ekosistem
mangrove. Penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling. Stasiun
penelitian ini dikelompokan menjadi area reforestasi (Stasiun A), area alami tanpa
tekanan dan alami dengan tekanan wisata (Stasiun B), serta stasiun reforestasi
moderat alami (Stasiun C). Hasil pengamatan di lapangan, terdapat 4 spesies
vegetasi mangrove pada area garis pantai penahan abrasi gelombang laut di Pantai
Bahagia. Vegetasi tersebut meliputi Avicennia officinalis, Avicennia marina,
Rhizopora apiculata, dan Rhizopora mucronata. Hasil pengamatan gastropoda,
terdapat 14 spesies gastropoda yang termasuk dalam famili Potamididae, Ellobiidae,
Neritidae, Littorinidae, dan Pupinidae. Stasiun dengan diversitas tertinggi ada pada
stasiun area alami tanpa tekanan (Substasiun B1), dan indeks dominansi tertinggi
ada pada substasiun A2. Distribusi gastropoda menunjukan distribusi mengelompok
kecuali substasiun C2 yang merata. Berdasarkan hasil distribusi, lokasi penelitian ini
menunjukan lingkungan mengalami degradasi lingkungan. Nilai eigen dan korelasi
dari ordinasi CCA menunjukan bahwa pH, kerapatan basal mangrove, tutupan
kanopi, jenis sedimen, dan TDS adalah variabel yang secara holistik berkontribusi
terhadap komunitas gastropoda secara berurutan. Mayoritas takson gastropoda
mengelompok di sisi yang sama dengan pH sebagai variabel dengan nilai korelasi
linear terbesar, yaitu 62,14%. Selanjutnya, kerapatan basal mangrove berkontribusi
secara positif sebesar 34,29% terhadap komunitas gastropoda.
Kata Kunci: Muara Gmbong, Mangrove, Gastropod
Abstract
The Mangrove ecosystem of Muara Gembong has been under continuing stress by
land occupation, land conversion, and abrasion. This study revealed the mangrove
and gastropods community structure within the targeted area. A contribution of the
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2057
environmental factor was also assessed to evaluate the interaction among them and to
track the changes of the ecosystem. Purposive sampling was conducted for this study
within 3 sampling sites, these were a full reforestation site (A), a central site, that
was exist by natural process (B), also a moderate reforestation site (C), with 3
sampling replication each site. About 4 mangrove species within shoreline has been
progressively important as a protective flood barrier and abrasion at Muara
Gembong. These species are Avicennia officinalis, Avicennia marina, Rhizophora
apiculata, and Rhizophora mucronata. We found 14 species of gastropods, including
the taxa within the family of Potamididae, Ellobiidae, Neritidae, Littorinidae, and
Pupinidae. B1 site represent the greatest diversity, while the highest dominance was
found in A2. The C2 site is the only site that showed us a uniform dispersion of
gastropods when the other sites showed a clumped dispersion. It can be implied that
the ecosystem has been gradually degraded. Eigen value from Canonical
Correspondence Analysis (CCA) revealed that a gastropods community was
holistically affected by pH, basal area, canopy, substrate, and TDS. The community
of gastropods was influenced 62.14% by pH, and 34.29% by basal area.
Keywords: Muara Gembong, Mangrove, Gastropod
Received: 2021-08-22; Accepted: 2021-09-05; Published: 2021-09-20
Pendahuluan
Untuk periode waktu yang cukup lama, Hutan Mangrove Muara Gembong yang
terletak di Pantai Utara Pulau Jawa telah mengalami paparan degradasi yang relatif
tinggi. Sejak ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung oleh Menteri Pertanian RI pada
tahun 1954 melalui SK Nomor 92/UM/54, tekanan lingkungan yang disebabkan dari
okupasi lahan, alih fungsi lahan, dan tingginya laju abrasi telah dialami oleh Hutan
Mangrove Muara Gembong. Proses okupasi dan konversi lahan seperti pembukaan
menjadi tambak, sawah, kebun, bahkan permukiman merupakan masalah utama yang
dihadapi oleh area ini. Proses empiris dalam kajian ilmiah dibutuhkan untuk memberi
ruang bagi pengembangan konservasi setempat. Sementara itu, Menteri Kehutanan RI
mengeluarkan Surat Keputusan No. 475/Menhut-II/2005 tentang Alih Status Kawasan
Hutan Lindung Ujung Krawang (Muara Gembong) seluas 5.170 hektar menjadi hutan
produksi tetap (HPT). Kebijakan tersebut membuat kawasan ini dapat dikembangkan
sesuai dengan perencanaan tata ruang Kabupaten Bekasi (Perda Kab. Bekasi No.
4/2007). Kebijakan ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
kondisi ekosistem mangrove yang sudah rusak akibat berbagai tekanan yang telah
terjadi.
Kebijakan tersebut menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove yang berdampak
pada penurunan diversitas mangrove (Supriadi, Romadhon, & Farid, 2015).
Pembangunan yang dilakukan sebagai dalih pengembangan aspek ekonomi nasional,
menempatkan wilayah pesisir dan pantai pada posisi yang krusial. Pusat-pusat industri,
pusat energi, lokasi rekreasi, permukiman, pertambakan, pembangunan pelabuhan, dan
berbagai fasilitas yang banyak dibangun di wilayah pesisir merupakan dilema bagi
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2058 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
kelestarian mangrove (Herison, 2014). Pemanfaatan lahan mangrove secara signifikan
memengaruhi kelestarian dan keberlanjutan ekosistem mangrove (Fitriani & Sunarto,
2015). Selain penurunan luas dan fungsi mangrove akibat konversi fungsi lahan area
pesisir, kebijakan perubahan status kawasan lindung ini memberi dampak yang
merugikan dan berdampak pada struktur komunitas mangrove di Desa Pantai Bahagia
(Susanto, Soedarti, & Purnobasuki, 2013). Perubahan struktur dan komposisi ini
berpotensi menyebabkan perubahan pada komunitas lain yang kehidupanya bergantung
pada ekosistem mangrove, seperti gastropoda mangrove.
Ekosistem mangrove di Muara Gembong mengalami degradasi yang cukup besar,
pada tahun 2003, luas hutan mangrove Muara Gembong berkurang dengan laju 255,22
ha/tahun dan yang tersisa hanya 386,21 ha (Rachmawati et al., 2014). Hal tersebut terjadi
karena kawasan mangrove di Muara Gembong banyak dialihfungsikan menjadi lahan
tambak oleh masyarakat sekitar. Kerusakan ekosistem mangrove menyebabkan laju
abrasi meningkat dan masalah abrasi yang terjadi hingga kini membutuhkan
penanggulangan yang tepat. Dalam upaya mengatasi permasalahan lingkungan ini,
kerusakan yang terjadi perlu dievaluasi lebih lanjut.
Menurut (Karuniastuti, 2013) dan (Rahardian, Prasetyo, Setiawan, & Wikantika,
2019) mendefinisikan mangrove sebagai individu tumbuhan atau komunitas tumbuhan
yang hidup di kawasan pesisir yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif dan bermanfaat, seperti
pada akar vegetasi mangrove yang merupakan substrat penempelan berbagai organisme
salah satunya adalah gastropoda. Gastropoda mendapat nutrisi dari permukaan sedimen,
substrat dari vegetasi mangrove, sehingga keberadaan mangrove berpengaruh terhadap
kehadiran gastropoda.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui data awal tentang struktur dan
komposisi vegetasi mangrove dan gastropoda mangrove serta hubungan keduanya
terhadap kondisi lingkungan yang diteliti di Desa Pantai Bahagia, Kabupaten Bekasi
sebagai landasan evaluasi perubahan yang terjadi pada ekosistem mangrove. Penelitian
ini dapat bermanfaat sebagai hasil evaluasi empiris yang dapat dimanfaatkan sebagai
informasi publik atau sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk keperluan
konservasi kawasan.
Metode Penelitian
Lokasi penelitian di lapangan secara adminstrasi berada di Desa Pantai Bahagia,
Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan
dari Juli hingga September 2020. Secara geografis lokasi penelitian terletak di sebelah
utara Pulau Jawa (Gambar 1). Metode penelitian yang dilakukan adalah metode
purposive sampling berdasarkan kelompok stasiun. Lokasi penelitian diketahui sebagai
daerah pesisir bermuara. Substasiun A1: 5°55'23.6"LS dan 107°01'30.4"BT. Substasiun
A2: 5°55'34.5"LS dan 107°01'54.7"BT. Substasiun B1: 5°55'25.0"LS dan
107°02'07.1"BT. Substasiun B2: 5°55'26.2"LS dan 107°02'09.8"BT. Substasiun C1:
5°55'40.6"LS dan 107°02'18.4"BT. Substasiun C2: 5°55'40.1"LS dan 107°02'22.1"BT.
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2059
Pengamatan lebih lanjut dilakukan di Laboratorium pada Sekretariat Komunitas
Indonesia Biodiversity Conservation Unit (IBCU).
1. Pengambilan Data Vegetasi Mangrove dan Faktor Lingkungan
Data struktur vegetasi mangrove diperoleh dari kategori pohon berukuran dbh
(diameter at breast height) minimal 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 m yang diambil
dari plot pohon yang berukuran 10 m x 10 m berupa jumlah tegakan pohon
mangrove dan diameter pohon dalam plot. Sampel sapling (anakan) berupa vegetasi
mangrove dengan dbh 10 dan 1 m < tinggi < 1,5 m dari subplot anakan yang
berukuran 5 m x 5 m. Sampel seedling (semai) berupa vegetasi mangrove dengan
ketinggian < 1 m pada subplot semai yang berukuran 1 m x 1 m. Masing masing plot
dilakukan 3 kali ulangan dimana setiap ulangan berjarak 10 meter (Fachrul, 2012).
Kategori pohon diukur diameter batang setinggi dada dengan mengelilingi keliling
pohon dengan tali dan dikonversi dengan rumus keliling lingkaran. Diameter batang
digunakan untuk data penutupan jenis dan penutupan jenis relatif. Pengukuran faktor
lingkungan di lapangan berupa pH, temperatur, salinitas, TDS, dan tutupan kanopi
menggunakan digital hardware. Sampel sedimen diambil dan diproses di
laboratorium untuk penentuan jenis substrat dengan metode mekanik dan
hidrometrik.
2. Pengambilan Data Gastropoda
Pengambilan data struktur komunitas gastropoda dilakukan dengan plot 1 m x
1 m dengan masing masing stasiun (substasiun) sebanyak 3 kali ulangan. Sampel
diambil dan diamati menggunakan luv atau mikroskop stereo (Fachrul, 2012) di
laboratorium Sekretariat IBCU. Identifikasi gastropoda menggunakan buku
identifikasi Recent Fossil Indonesian Shell (Dharma, 2005).
3. Pengambilan Data Sedimen
Sampel substrat diperoleh pada tiap kerapatan. Analisis klasifikasi substrat
berdasarkan ukuran dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu metode gravimetrik
yang dilakukan untuk mengevaluasi persentase fraksi substrat besar / kasar dengan
diameter fraksi lebih dari 0,05 mm, dan metode hidrometrik untuk mengevaluasi
persentase fraksi substrat dengan jenis ukuran debu dan liat.
Metode gravimetrik diawali dengan membilas sampel substrat dengan air
tawar, kemudian kandungan air dieliminiasi dengan menggunakan oven. Selanjutnya,
sampel kering yang telah dingin ditimbang untuk mengevaluasi bobot kering sampel.
Proses pengayakan sampel dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam sieve
net yang dikocok selama ±15 menit. Hasil ayakan diklasifikasi berdasarkan ukuran
net, kemudian timbang hasil ayakan dari tiap ukuran net. Sampel substrat yang lolos
dari saringan 2 mm, dianalisis lebih lanjut dengan metode hidrometrik (HK, 2018).
Metode hidrometrik diawali dengan menyiapkan 100 gram sampel substrat
kering yang dimasukkan ke dalam beaker glass. Tambahkan 10 gr larutan 0.01 N
natrium oksalat dan 5 gr 0.02 N natrium karbonat, kemudian aduk campuran
tersebut. Larutan 0.01 N natrium oksalat dan 5 gr 0.02 N natrium karbonat
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2060 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
ditambahkan untuk mengeliminasi penggumpalan. Selanjutnya sampel diaduk
bersamaan dengan aquades hingga 1000 ml. Setelah 7 menit 44 detik, sampel
substrat diambil dengan menggunakan pipet pada kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml,
kemudian masukkan ke dalam cawan petri yang telah dipanaskan selama 1 jam dan
juga telah diketahui beratnya. Eliminasi kandungan air sampel dengan oven selama 2
jam, kemudian dinginkan dalam desikator. Setelah dingin, timbang dengan
timbangan digital, berat akhir dikurangi dengan berat cawan petri kosong adalah
berat sampel ukuran 0,002 mm (debu) Setelah 2 jam 3 menit, sampel diambil
kembali dengan pipet pada kedalaman 10 cm sebanyak 20 ml lalu dimasukkan ke
dalam cawan petri. Selanjutnya sampel yang ada di dalam cawan petri tersebut
dikeringkan didalam oven selama 2 jam, didinginkan, dan ditimbang bobotnya
sebagai bobot akhir dengan kalibrasi dengan bobot cawan petri (HK, 2018).
Gambar 1
Peta Lokasi Pengambilan Sampel berdasarkan Citra Google 2015
4. Analisis Data
Penentuan struktur komunitas gasaropoda mangrove dilakukan dengan cara
mengkuantifikasi kerapatan jenis, kerapatan relatif jenis, frekuensi jenis, frekuensi
relatif jenis, penutupan jenis, penutupan relatif jenis, untuk menghasilkan indeks nilai
penting. Distribusi digunakan untuk mnentukan persebaran spesies. Estimasi
Keanekaragaman menggunakan indeks Chao dan Indeks Dominansi Simpson dalam
penelitian ini. Setelah itu, dilakukan analisis multivariat antara faktor fisik dan
biologis ekosistem mangrove dengan komunitas gastropoda dengan metode Canonical
Correspondence Analysis (CCA).
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2061
Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan di lapangan terdapat 4 spesies vegetasi mangrove pada area
garis pantai penahan abrasi gelombang laut di Pantai Bahagia. Vegetasi tersebut
meliputi Avicennia officinalis, Avicennia marina, Rhizopora apiculate, dan Rhizopora
mucronata. Avicennia dan Rhizopora dikenal sebagai vegetasi mangrove sejati. Kedua
spesies ini merupakan spesies yang cenderung berada di zonasi terdepan dan berfungsi
sebagai penahan abrasi dari gelombang tinggi (Wulan & Wahyuningsih, 2016). Kedua
genus tersebut merupakan vegetasi yang cocok berada di garis pantai sebagai vegetasi
penahan abrasi gelombang laut.
Lokasi penelitian merupakan lokasi yang diketahui memiliki pengaruh abrasi
yang cukup tinggi, diketahui menurut (Putra, Prasetyo, & Santoso, 2016) proses abrasi
terjadi secara berkelanjutan dari tahun ke tahun pasca ditetapkanya muara gembong
sebagai hutan produksi tetap pada tahun 2005 dan setelah itu terjadi pembukaan lahan
secara besar besaran oleh masyarakat sekitar. Beberapa tahun terakhir, masyarakat
mulai mengalami dampak perubahan yang terjadi seperti turunya permukaan tanah,
banyak rumah yang terendam pasang surut serta semakin majunya garis pantai ke
daratan. Hal tersebut menyebabkan masyarakat menjadi lebih sadar terkait pentingnya
ekosistem mangrove saat ini. Beberapa wilayah penelitian ini adalah wilayah hasil
reforestasi beberapa tahun lalu.
Tabel 1
Indeks Nilai Penting Vegetasi Mangrove
Pohon
Anakan
INP
INP
INP
Stasiun A1
AO
300
300
200
Stasiun A2
AO
300
300
200
Stasiun B1
AM
198,8
300
75
RA
101,2
0
125
Stasiun B2
AO
46,6
0
0
RM
253,4
300
0
Stasiun C1
AO
194,4
243
43,3
RM
105,6
56,9
156,6
Stasiun C2
AO
75,9
60,8
45,8
RM
224
239,2
154,2
catatan: (AO, Avicennia officinalis; AM, Avicennia
marina; RM, Rhizopora mucronata; RA,
Rhizopora apiculata)
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2062 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
Stasiun penelitian dipisahkan menjadi stasiun A, B dan C. Stasiun A adalah
wilayah paling barat dari Desa Pantai Bahagia dengan pengaruh air tawar yang berasal
dari Anak Sungai Sampang, lokasi tersebut merupakan lokasi hasil reforestasi. Stasiun
B adalah wilayah tengah dari Pantai Bahagia dengan pengaruh air tawar yang berasal
dari Anak Sungai Beting, substasiun B1 adalah jenis hutan mangrove yang tumbuh
alami dan berusia tua secara alamiah, namun substasiun B2 merupakan lokasi ekowisata
di pantai bahagia. Stasiun C adalah wilayah Pantai Bahagia paling timur dari Desa
Pantai Bahagia dengan pengaruh air tawar dari Anak Sungai Jeruju yang sungainya
sudah tidak aktif (kehilangan aliran air) sejak tahun 2008, sehingga saat ini tidak ada
pengaruh air tawar lagi pada stasiun tersebut.
Stasiun A, baik pada substasiun A1 maupun A2 hanya ditemukan spesies
Avicennia officinalis. Wilayah ini merupakan wilayah reforestasi dimana A. officinalis
bertindak sebagai pioner dalm suksesi primer buatan. Stasiun B terdapat 4 spesies
vegetasi mangrove yang berhasil ditemukan. Substasiun B1 terdiri dari Avicennia
marina dan Rhizopora apiculata, dimana pada struktur pohon dan anakan A. Marina
lebih mendominasi dan pada struktur semai R. apiculata lebih mendominasi. Substasiun
B2 terdiri dari A. officinalis dan Rhizopora mucronata. Struktur pohon dan anakan
didominasi oleh R. mucronata, pada struktur semai tidak ditemukan individu apapun.
Stasiun C terdapat 2 spesies yang berhasil ditemukan, baik subtasiun C1 maupun C2
berhasil ditemukan A. Officinalis dan R. mucronata. Struktur pohon dan anakan pada
substasiun C1 didominasi oleh A. Officinalis dan pada stuktur semai didominasi oleh R.
mucronata. Struktur pohon, anakan dan semai pada substasiun C2 didominasi oleh R.
mucronata.
Tabel 2
Indeks Nilai Penting Gastropoda Mangrove
INP
Stasiun A1
Cassidula aurisfelis
29,4
Cerithidea alata
25,9
Pupina sp.*
144,7
Stasiun A2
Pupina sp.*
200
Stasiun B1
Cassidula nucleus
12,7
Cassidula aurisfelis*
46,6
Cassidula vespertilionis
8,7
Pythia plicata
4,5
Laemodonta punctigera
12,0
Pirenella cingulata
21,7
Cerithidea quoyii
10,6
Cerithidea alata
15,8
Littoraria scabra
7,6
Littoraria melanostoma
4,5
Littoraria carinifera
8,0
Littoraria articulata
8,4
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2063
Neripteron violaceum
3,8
Pupina sp.
34,9
Stasiun B2
Pirenella cingulata*
113,1
Cerithidea alata
48,4
Pupina sp.
38,4
Stasiun C1
Pirenella cingulata*
111,4
Cerithidea alata
88,6
Stasiun C2
Pirenella cingulata*
95,4
Cerithidea alata
59,5
Pupina sp.
45,1
catatan: (*) Spesies INP tertinggi
Hasil pengamatan gastropoda pada penelitian ini telah berhasil menemukan 14
spesies gastropoda (Gambar 2) yang termasuk dalam famili Potamididae, Ellobiidae,
Neritidae, Littorinidae, dan Pupinidae. Berdasarkan hasil formulasi INP substasiun
A1 dan A2 didominasi oleh Pupina sp. Stasiun A adalah stasiun reforestasi
konservasi mangrove, pada substasiun A1 dan A2 terdapat dominansi yang tinggi
oleh spesies tersebut yang diprediksi terjadi karena adanya proses suksesi primer
buatan. Substasiun B1 didominasi Cassidula aurisfelis, disusul Pupina sp. dan
Pirenella cingulata (Sinonim: Cerithidea cingulata). Stasiun B2, C1, dan C2
didominasi P. cingulata.
Gambar 2
Kumpulan Morfologi Cangkang Gastropoda pada Sampel Penelitian: 1. Cerithidea
quoyii; 2. Pythia plicata; 3. Cassidula aurisfelis; 4. Neripteron violaceum; 5.
Littoraria melanostoma; 6. Littoraria carinifera; 7. Cassidula nucleus 8. Pirenella
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2064 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
alata, Synonym: Cerithidea alata; 9. Pirenella cingulata, Synonym: Cerithidea
cingulata; 10. Littoraria scabra; 11. Cassidula vespertilionis; 12 Laemodonta
punctigera; 13 Pupina sp.; 14. Littoraria articulata
Gambar 3
Grafik Indeks Diversitas Chao1 dan Dominansi Simpson
Analisis indeks diversitas dapat dilihat pada Gambar 3. Diversitas tertinggi ada
pada stasiun B1 dengan nilai indeks diversitas sebesar 14, sedangkan stasiun lainya
seperti A1, A2, B2, C1 dan C2 tergolong rendah dengan nilai indeks kurang dari
sama dengan 3. Nilai indeks dominansi tertinggi ada pada stasiun A2 dan A1. Stasiun
A memiliki nilai diversitas rendah karena stasiun tersebut merupakan lokasi restorasi
(artificial ecosystem) yang dibuat warga sekitar dalam menanggulangi laju abrasi
yang terjadi di Pantai Bahagia. Stasiun A merupakan stasiun yang dipengaruhi oleh
muara Anak Sungai Sampang pada Pantai Bahagia. Rendahnya nilai dari indeks
diversitas dan tingginya indeks dominansi menjelaskan bahwa lokasi tersebut masih
tergolong dalam fase suksesi primer seperti apa yang telah dijelaskan (Ernawati,
Andi, Natsir, & Bin, 2013), (Nuha, 2015) dan (Winarno, Effendi, & Damar, 2016).
Stasiun B merupakan stasiun yang dipengaruhi oleh muara Anak Sungai Beting.
Stasiun B merupakan ekosistem alami yang saat ini sedang mengalami laju
kerusakan akibat abrasi yang tinggi. Stasiun B dipisahkan menjadi substasiun B1
dan substasiun B2, substasiun B1 merupakan wilayah alami yang jarang dikunjungi
wisatawan dan substasiun B2 merupakan lokasi titik kumpul dari wisatawan pada
ekowisata mangrove dimana asalnya merupakan ekosistem mangrove alami di
Pantai Bahagia. Hasil analisis indeks diversitas menunjukan bahwa substasiun B1
sangat baik, sedangkan substasiun B2 tergolong rendah. Indeks dominansi pada
substasiun B1 sangat rendah sedangkan substasiun B2 cukup tinggi. Hal tersebut
menunjukan bahwa pada substasiun B1 belum mengalami cekaman yang berarti
dibanding substasiun B2. Substasiun B2 mengalami cekaman baik karena
kemungkinan pengaruh abrasi dan pengaruh tekanan wisata. Stasiun C merupakan
stasiun yang dipengaruhi oleh muara Anak Sungai Jeruju, namun anak sungai ini
telah mati sejak 8 tahun terakhir. Hasil analisis indeks diversitas pada stasiun C
tergolong rendah dan dominansinya tergolong moderat menuju tinggi, yang artinya
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2065
kondisi lingkungan ini tidak baik bagi gastropoda. Stasiun C merupakan transisi
antara ekosistem alami dan ekosistem artifisial.
Tabel 3
Distribusi Gastropoda
Stasiun
A1
A2
B1
B2
C1
C2
Spesies
P
P
CA
CC
CC
CC
S
2
1296.33
867
52
129
1412.33
43
̅
X
35.66
17
33
30
48.33
49
S
2
X
36.34
51
1.5757
4.3
29.22
0.87
Interpretasi
K
K
K
K
K
R
*catatan: Spesies: P, Pupina sp.; CA, Cassidula aurifelis; CC, Cerithidea
cingulata. Interpretasi: K, Mengelompok; R, merata
Analisis distribusi pada komunitas gastropoda dapat dilihat pada Tabel 3.
Distribusi makhluk hidup pada kajian biosfer pada umumnya sering terjadi secara
mengelompok karena faktor nutrisi yang terdistribusi dengan kecendrungan tertentu di
alam, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan respon di dalam suatu habitat. Pola
distribusi mengelompok juga dipengaruhi oleh perilaku strategi reproduksi, ketersediaan
pakan, dan situasi lingkungan (Islami, 2015), dengan mengelompok maka akan mudah
melakukan proses perkawinan. Substasiun A1 (area reforestasi), A2 (area reforestasi),
B2 (area ekowisata), dan C1 (area abrasi tinggi) terdistribusi secara mengelompok karena
lingkungan pada stasiun tersebut tidak stabil, sedangkan pada Stasiun B1 memiliki nilai
distribusi (S
2
X) mendekati 1, yang artinya nilai peralihan antara mengelompok dan
merata. Hasil analisis diversitas stasiun B1 juga terlihat sangat baik. Dari analisis
diversitas dan distribusi ini menjelaskan bahwa substasiun B1 sedang mengalami proses
degradasi lingkungan secara perlahan. Pola sebaran merata dipengaruhi oleh kompetisi
intraspesies. Faktor ini dapat berupa kompetisi sumber daya makanan dan ruang untuk
hidup, sehingga mendorong pembagian ruang secara merata (Listyaningsih, Yulianda,
& Ardli, 2013). Substasiun C2 terdistribusi dengan merata (seragam) diprediksi karena
minimnya masukan bahan organik dari daratan, dengan matinya Anak Sungai Jeruju di
lokasi ini menyebabkan komunitas gastropoda mengalami kompetisi karena hanya
mendapatkan bahan organik secara in situ yang dihasilkan dari ekosistem mangrove di
stasiun tersebut.
Tabel 4
Kerapatan Gastropoda dan Basal Area Mangrove
A1
A2
B1
B2
C1
C2
Dominansi Gastropoda
0,89
1,00
0,21
0,60
0,52
0,46
Diversitas Gastropoda
3,00
1,00
14,00
3,00
2,00
3,00
Kerapatan Gastropoda (ind/m
2
)
38,00
17,00
91,00
40,00
79,00
79,00
Basal Area Mangrove (m/100 m
2
)
25,61
48,78
10,52
6,53
16,54
25,44
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2066 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerapatan gastropoda (Tabel 4) menunjukan
bahwa substasiun B1 memiliki kerapatan tertinggi dan terendah pada substasiun A2.
Pengukuran basal area pada komunitas vegetasi mangrove baik pohon dan pancang
menunjukan bahwa substasiun A2 sebagai stasiun tertinggi dan substasiun B2 sebagai
stasiun terendah. Substasiun A2 memiliki basal area yang tinggi karena stasiun tersebut
hasil reforestasi hutan.
Tabel 5
Faktor Lingkungan Ekosistem Mangrove
A1
A2
B1
B2
C1
C2
pH
6,4
7,2
6,4
6,2
5,3
6,1
Temperatur
27,5
28,9
27,2
28,2
27,9
28,1
Tutupan Kanopi (%)
53,25
55,46
56,47
56,35
53,75
55,69
Jenis Sedimen
LLB
L
LB
L
LB
LB
TDS (ppm)
47
47
74
165
143
53
Salinitas (ppt)
45
40
40
40
40
40
*catatan: Jenis Sedimen: LLB, Lempung Liat Berpasir; L, Lempung; LB,
Lempung Berpasir.
Pengukuran faktor lingkungan meliputi pH, temperatur, tutupan kanopi, jenis
sedimen, TDS, dan salinitas (Tabel 5). pH terendah ada pada substasiun C1 dan pH
tertinggi ada pada substasiun A2. Temperatur terendah ada pada substasiun B1 dan
tertinggi ada pada substasiun A2. Tutupan kanopi tertinggi ada pada substasiun B1 dan
terendah pada substasiun A1. Jenis sedimen pada lokasi penelitian merupakan sedimen
campuran dari aliran air darat dengan pasir yang terbawa oleh gelombang laut, terdapat
3 jenis sedimen yang didapat pada hasil penelitian ini, yaitu lempung, lempung berpasir
dan lempung liat berpasir. TDS (Total Disolve Solid) merupakan zat terlarut yang
umumnya merupakan mineral dalam suatu larutan yang terkandung dalam perairan
(Nurmalasari, Susilowati, Yuliestyan, & Budiaman, 2019). TDS terendah ada pada
stasiun A sedangkan TDS tertinggi pertama dan kedua ada pada substasiun B2 dan C1,
hal ini menunjukan bahwa substasiun C1 kemungkinan berpotensi terpengaruh aliran
Anak Sungai Beting yang berada dekat dengan substasiun B2, substasiun C1 tidak
terpengaruh dengan Sungai Jeruju yang lebih dekat. Salinitas keseluruhan stasiun
berada pada kisaran salinitas laut, karena lokasi penelitian dilakukan di garis pantai.
Hasil analisis berdasarkan indeks diversitas dan dominansi, nilai pengukuran
kerapatan gastropoda, kerapatan basal vegetasi, nilai stuktur dan komposisi komunitas
gastropoda, dan parameter lingkungan dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis
multivariat CCA (Canonical Correspondence Analysis) (Gambar 4). Nilai eigen dan
korelasi dari ordinasi CCA menunjukan bahwa pH, kerapatan basal mangrove, tutupan
kanopi, jenis sedimen, dan TDS adalah variabel yang secara holistik berkontribusi
terhadap komunitas gastropoda secara berurutan. Hal ini dikonfirmasi dari scatter plot
CCA yang menunjukan bahwa bahwa mayoritas takson gastropoda mengelompok di
sisi yang sama dengan pH sebagai variabel dengan nilai korelasi linear terbesar, yaitu
62,14%. Nilai pH merupakan indikator penting dalam suatu perairan, termasuk
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2067
ekosistem mangrove. Nilai pH merupakan salah satu indikator produktivitas ekosistem
pesisir, termasuk mangrove (Adli, 2016), (Chrisyariati, Hendrarto, & Suryanti, 2014)
dan (Saru, Amri, & Mardi, 2017). Berdasarkan penelitian (Usman & Hamzah, 2013) pH
< 6,5 atau > 8,5 merupakan indikator bahwa perairan tersebut tidak produktif,
sedangkan rentang pH 6,5-8 adalah perairan yang produktif. Berdasarkan standar yang
ada, dapat disimpulkan bahwa Ekosistem Mangrove Pantai Bahagia dikategorikan tidak
produktif. Hal ini juga terlihat dari keanekaragaman vegetasi dan gastropoda yang
rendah di lokasi penelitian. Selain itu, apabila dibandingkan dengan kerapatan vegetasi
dalam penelitian (Marsudi, Satjapradja, & Salampessy, 2018), dapat terlihat bahwa
selama 2 tahun, tidak terdapat penambahan signifikan, bahkan cenderung berkurang
akibat proses pemanfaatan mangrove atau proses reboisasi yang tidak terevaluasi
dengan baik.
Gambar 4
Scatter Plot CCA antara Variabel Lingkungan dengan Kerapatan Basal
Mangrove dan Komunitas Gastropoda
Selanjutnya, kerapatan basal mangrove berkontribusi secara positif sebesar
34,29% terhadap komunitas gastropoda. Kerapatan vegetasi mangrove dapat menjadi
indikator tipe substrat dan penguasaan unsur hara di suatu lokasi. Semakin tinggi
kerapatannya, maka penguasaan unsur hara juga semakin tinggi serta memiliki sirkulasi
air tawar yang baik, sehingga dapat berdampak pada biota asosiasi mangrove, termasuk
gastropoda (Schaduw, 2019) dan (Ray, Majumder, Das, Chowdhury, & Jana, 2014). Hal
serupa juga diperoleh dari hasil penelitian (Ernanto, Agustriani, & Aryawaty, 2010)
yang menunjukan adanya korelasi linear sebesar 84,2% antara kerapatan mangrove dan
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2068 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
komunitas gastropoda. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa komunitas gastropoda
bergantung pada senyawa organik yang disediakan oleh mangrove di lokasi tersebut.
Kesimpulan
Terdapat 4 spesies vegetasi mangrove pada area garis pantai penahan abrasi
gelombang laut di Pantai Bahagia. Vegetasi tersebut meliputi Avicennia officinalis,
Avicennia marina, Rhizopora apiculata, dan Rhizopora mucronata. Hasil pengamatan
gastropoda telah berhasil menemukan 14 spesies gastropoda yang termasuk dalam famili
Potamididae, Ellobiidae, Neritidae, Littorinidae, dan Pupinidae. Lokasi penelitian ini
menunjukan lingkungan mengalami degradasi lingkungan berdasarkan indeks
diversitas, indeks dominasi, dan distribusi gastropoda. Ordinasi CCA menunjukan
bahwa pH, kerapatan basal mangrove, tutupan kanopi, jenis sedimen, dan TDS adalah
variabel yang secara holistik berkontribusi terhadap komunitas gastropoda secara
berurutan. Mayoritas takson gastropoda mengelompok di sisi yang sama dengan pH
sebagai variabel dengan nilai korelasi linear terbesar, yaitu 62,14%. Selanjutnya,
kerapatan basal mangrove berkontribusi secara positif sebesar 34,29% terhadap
komunitas gastropoda.
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2069
BIBLIOGRAFI
Chrisyariati, Ika, Hendrarto, Boedi, & Suryanti, Suryanti. (2014). Kandungan nitrogen
total dan fosfat sedimen mangrove pada umur yang berbeda di lingkungan
pertambakan Mangunharjo, Semarang. Diponegoro University.Google Scholar
Dharma, Bunjamin. (2005). Recent & fossil Indonesian shells. Jakarta. ConchBooks.
Google Scholar
Ernanto, Rafki, Agustriani, Fitri, & Aryawaty, Riris. (2010). Struktur komunitas
gastropoda pada ekosistem mangrove di muara sungai batang ogan komering ilir
sumatera selatan. Maspari Journal: Marine Science Research, 1(1), 7378. Google
Scholar
Ernawati, S. K., Andi, Niartiningsih, Natsir, Nessa M., & Bin, Andi Omar Sharifuddin.
(2013). Suksesi Makroozobentos di Hutan Mangrove Alami dan Rehabilitasi di
Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Bionature, 14(1). Google Scholar
Fachrul, Melati Ferianita. (2012). Metode sampling bioekologi. Aceh. Bumi Aksara.
Google Scholar
Fitriani, Ajeng Kumala Nur, & Sunarto, Sunarto. (2015). Kajian Karakteristik Sedimen
Di Muara Sungai Porong, Sidoarjo Terhadap Perkembangan Ekosistem Mangrove.
Jurnal Bumi Indonesia, 4(1). Google Scholar
Hamidy, Rasoel. (2010). Struktur dan keragaman komunitas kepiting di kawasan hutan
mangrove stasiun kelautan Universitas Riau, Desa Purnama Dumai. Jurnal Ilmu
Lingkungan, 4(02), 8191. Google Scholar
Jamil, Novian. (2007). Analisis opsi pola penggunaan lahan di wilayah pesisir
kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi. Jurnal Tanah Lingkungan. Google
Scholar
Karuniastuti, Nurhenu. (2013). Peranan hutan mangrove bagi lingkungan hidup. Forum
Manajemen, 6(01), 110. Google Scholar
Kresnasari, D. (2010). Analisis Bioekologi: Sebaran Ukuran Kerang Totok
(Polymesoda erosa) Di Segara Anakan Cilacap. Tesis. Google Scholar
Listyaningsih, Dyah Dwi, Yulianda, Fredinan, & Ardli, Erwin Riyanto. (2013). Kajian
Degradasi Ekosistem Mangrove Terhadap Populasi Polymesoda Erosa di Segara
Anakan, Cilacap. Google Scholar
Marsudi, Bagas, Satjapradja, Ombo, & Salampessy, Messalina L. (2018). Komposisi
jenis pohon dan struktur tegakan hutan mangrove di Desa Pantai Bahagia,
Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Belantara, 1(2), 115122. Google Scholar
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramhani
2070 Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021
Mulyadi, Edi, Hendriyanto, Okik, & Fitriani, Nur. (2010). Konservasi hutan mangrove
sebagai ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 2(1), 1118. Google Scholar
Nuha, Ulin. (2015). Keanekaragaman Gastropoda pada Lingkungan Terendam Rob
Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. UIN Walisongo. Google
Scholar
Nurmalasari, Diah Puspita, Susilowati, Susilowati, Yuliestyan, Avido, & Budiaman, I.
Gusti S. (2019). Influence of Sodium Carbonate Activator Concentration and
Activated Carbon Size on The Reduction of Total Dissolved Solid (TDS) and
Chemical Oxygen Demand (COD) of Water. Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan, 4. Google Scholar
Putra, Hermansyah, Prasetyo, Lilik Budi, & Santoso, Nyoto. (2016). Monitoring
perubahan garis pantai dengan citra satelit di Muara Gembong Bekasi. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan (Journal of Natural Resources
and Environmental Management), 6(2), 178. Google Scholar
Rahardian, A., Prasetyo, LILIK BUDI, Setiawan, YUDI, & Wikantika, KETUT. (2019).
Tinjauan historis data dan informasi luas mangrove Indonesia. Media Konservasi,
24(2), 163178. Google Scholar
Ray, Raghab, Majumder, Natasha, Das, Subhajit, Chowdhury, Chumki, & Jana, Tapan
Kumar. (2014). Biogeochemical cycle of nitrogen in a tropical mangrove
ecosystem, east coast of India. Marine Chemistry, 167, 3343. Google Scholar
Saru, Amran, Amri, Khairul, & Mardi, Mardi. (2017). Konektivitas Struktur Vegetasi
Mangrove dengan Keasaman dan Bahan Organik Total pada Sedimen di
Kecamatan Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Ilmu Kelautan
SPERMONDE, 3(1). Google Scholar
Schaduw, Joshian Nicolas William. (2019). Struktur Komunitas dan Persentase
Penutupan Kanopi Mangrove Pulau Salawati Kabupaten Kepulauan Raja Ampat
Provinsi Papua Barat. Majalah Geografi Indonesia, 33(1), 2634. Google Scholar
Supriadi, S., Romadhon, Agus, & Farid, Akhmad. (2015). Struktur Komunitas
Mangrove di Desa Martajasah Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan: Indonesian
Journal of Marine Science and Technology, 8(1), 4451. Google Scholar
Susanto, Ade Hermawan, Soedarti, Thin, & Purnobasuki, Hery. (2013). Struktur
komunitas mangrove di sekitar Jembatan Suramadu sisi Surabaya. Skripsi (Tidak
Dipublikasikan): Universitas Airlangga, Surabaya. Google Scholar
Taqwa, Amrullah. (2010). Analisis produktivitas primer fitoplankton dan struktur
komunitas fauna makrobenthos berdasarkan kerapatan mangrove di kawasan
konservasi mangrove dan bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Universitas
Diponegoro. Google Scholar
Kontribusi Ekosistem Mangrove terhadap Kounitas Gasropoda di Pantai Bahagia,
Muara Gembong, Beasi, Jawa Barat
Syntax Idea, Vol. 3, No. 9, September 2021 2071
Usman, Laila, & Hamzah, Sri Nuryatin. (2013). Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau
Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara. The NIKe Journal, 1(1).
Google Scholar
Winarno, Sigit, Effendi, Hefni, & Damar, Ario. (2016). Damage level and claimed
value estimation of damage mangrove ecosystem in Bintan Bay, Bintan District.
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 8(1), 115128. Google Scholar
Wulan, Edwin Maulana1 Theresia Retno, & Wahyuningsih, Dwi Sri. (2016). Strategi
pengurangan risiko abrasi di pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Google
Scholar
Copyright holder:
Bayu Awifan Dwijaya, Sukma Awifan Krisnanti, Ardo Ramdhani (2021)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: