���������������������������������������������� Syntax
Idea : p�ISSN: 2684-6853�
e-ISSN : 2684-883X
Vol.
1, No 8 Desember 2019
PENGALAMAN AUDITOR INTERNAL MENGHADAPI WHISTLEBLOWING SYSTEM : PERSPEKTIF FENOMENOLOGI MERLEAU PONTY
Afifah Awalia Rahma, Ahmad
dan Deny Ardiyansyah
Program Studi Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email����� : [email protected], [email protected], dan
[email protected]
Abstrak
Pengalaman
auditor internal menghadapi kasus whistleblowing dipengaruhi oleh banyaknya
kasus yang ditangani. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pengalaman auditor internal
menghadapi kasus yang timbul dari adanya whistleblowing. Penelitian ini
berada dalam paradigma
interpretif, dengan
pendekatan kualitatif mengaplikasikan
fenomenologi Merleau Ponty sebagai
metode penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan kepada
empat auditor internal yang
berkerja pada sebuah perusahaan BUMN yang bergerak di sektor migas. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga hal
yang menjadi acuan �yaitu pengalaman
rasa, persepsi tubuh, dan persepsi tubuh terhadap� dunia. Pengalaman rasa muncul ketika
menghadapi berbagai macam kasus whistleblowing. Semakin banyak pengalaman maka semakin terbiasa menghadapi berbagai
kasus. Persepsi tubuh merupakan reaksi yang timbul
ketika menghadapi berbagai macam kasus whistleblowing. Reaksi yang ditimbulkan terjadi pada tubuh auditor internal.
Kemudian persepsi tubuh terhadap dunia dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi dunia auditor internal. Karena reaksi yang
ditimbulkan ketika menghadapi kasus dapat mempengaruhi tingkah laku dan citra
auditor internal. Reaksi yang timbul dari diri auditor
internal juga timbul karena dipengaruhi persepsi tubuhnya. Antara
pengalaman rasa, persepsi tubuh, dan persepsi tubuh terhadap dunia memiliki
keterkaitan satu sama lain.
Kata
Kunci: Whistleblowing, Auditor Internal, Pengalaman Rasa, Persepsi Tubuh
�
Pendahuluan
Kasus kecurangan korporasi dan
pelanggaran organisasional telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Banyaknya kasus besar yang terkait dengan penyelewengan keuangan yang melibatkan
perusahaan-perusahaan besar dan kantor akuntan publik membuat tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap profesionalisme dan etika profesi akuntansi semakin menurun.
Sikap skeptis masyarakat makin bertambah karena, di satu sisi banyak laporan keuangan perusahaan mendapatkan opini wajar
tanpa pengecualian, tetapi di sisi lain perusahaan tersebut kemudian mengalami kebangkrutan (Setyadi,
2008).
Proses
pembentukan model dan sistem akuntansi membuahkan perangkat akuntansi baru
seperti; (1) neraca saldo awal, (2) jurnal umum, (3) buku besar, (4) laporan
untung rugi, (5) neraca (Yusup, 2017).
Kasus Enron di tahun 2001,
misalnya, menarik
perhatian masyarakat karena memperlihatkan penipuan akuntansi yang sistematis
dan terstruktur dengan cara mengalihkan aset-aset perusahaan kepada entitas
bertujuan khusus, sehingga menyebabkan nilai perusahaan tampak lebih besar
daripada yang seharusnya, namun gagal dideteksi kantor akuntan publik Arthur
Anderson (Duska, R., B.S. Duska, 2011). Fenomena pelanggaran etika atas
skandal akuntansi dalam perusahaan Enron inilah yang kemudian
mendorong Sherron Watkins, sebagai Wakil Presiden Enron, menjadi whistleblower dan mengungkapkan skandal korporasi Enron kepada
public.
Sherron Watkins tidak
sendirian. Berikutnya ada Cynthia Cooper, Wakil Presiden dalam
divisi Audit Internal perusahaan WorldCom. Ia melaporkan berbagai praktik tidak etis yang dilakukan WorldCom ketika perusahaan tersebut
gagal mencapai laba ekspektasian. Chynthia Cooper merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia lalu berinisiatif membentuk sebuah tim
kecil untuk melakukan investigasi secara sembunyi-sembunyi (id.wikipedia.org). Cynthia kemudian
menyampaikan temuannya dalam RUPS dengan melaporkan adanya restatement sebesar $9 miliar, sebuah jumlah penyimpangan terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat (Duska,
R., B.S. Duska, 2011).
Kemudian terdapat kasus fraud di perusahaan X yang merupakan
situs penelitian. Kasus fraud di
perusahaan ini terdeteksi karena adanya whistleblowing
system. Karena banyaknya whistleblowing
yang masuk maka dibentuklah tim internal auditor fungsi investigasi. Auditor
fungsi investigasi ini yang kemudian menindak lanjuti berbagai macam whistleblowing yang masuk ke system.
Berdasarkan pernyataan di atas terlihat
bahwa kecurangan akuntansi (fraudulent
statement) memicu lahirnya whistleblower.
Padahal kasus kecurangan juga dapat terjadi karena penyalahgunaan aset (misappropriation asset), dan korupsi (corruption). Menurut (Examiners,
2016) selama tahun 2016, diperkirakan besarnya persentase kasus penyalahgunaan aset
adalah sebesar 19% dengan median kerugian sebesar $120.000. Perkiraan persentase
kasus fraud laporan keuangan adalah
sebesar 4% dengan median
kerugian sebesar $1.000.000. Perkiraan persentase
kasus korupsi adalah sebesar 77%
dengan median kerugian sebesar $250.000. Dari data
tersebut diketahui bahwa walaupun fraud
laporan keuangan memiliki persentase kasus terkecil, yaitu sebesar 4%, tetapi menimbulkan median
kerugian terbesar, yaitu sebesar $1.000.000.
Berbagai kecurangan tersebut sering
juga disebut sebagai occupational fraud, yaitu penggunaan pekerjaan seseorang untuk
memperkaya diri sendiri melalui penyalahgunaan sumber daya atau aset-aset
organisasi yang dilakukan secara sengaja (Examiners,
2016). Kecurangan jenis ini meliputi tiga kategori, yaitu penyalahgunaan
aset, fraud �laporan keuangan, dan korupsi. Penggelapan
aset terkait dengan tindakan karyawan mencuri atau menyalahgunakan sumber daya
organisasi. Fraud
laporan keuangan terkait dengan tindakan karyawan yang secara sengaja
menyebabkan salah saji atau menyembunyikan informasi yang material dalam
laporan keuangan organisasi. Korupsi terkait dengan tindakan karyawan
yang menyalahgunakan pengaruhnya dalam transaksi bisnis yang melanggar tanggung
jawabnya kepada pemberi kerja untuk memperoleh keuntungan secara langsung
maupun tidak langsung (Examiners,
2016).
Tampaknya berbagai kasus
kecurangan akan terus terjadi di masa depan
(Semendawai,
abdul haris, 2011) Terkait fraud, data Pricewaterhouse Coopers (2018), diketahui bahwa 49% responden mengalami kejahatan
ekonomik. Selama tahun 2016, satu dari sepuluh orang yang melaporkan fraud mengalami kerugian lebih dari
US$5 juta, hampir sebagian besar eksekutif senior tidak mengetahui bahwa di
dalam organisasinya terdapat fraud,
pengawasan terhadap transaksi mencurigakan diupayakan sebagai metoda
pendeteksian fraud yang paling
efektif, dan organisasi yang memiliki penilaian risiko terhadap fraud lebih banyak mendeteksi dan
melaporkan fraud.
Kerugian finansial akibat
fraud juga diperkirakan semakin meningkat. Pada tahun 2016, The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) memproyeksikan
potensi kerugian yang diakibatkan fraud
adalah lebih dari $3,5 triliun. Jumlah tersebut setara
dengan 5% dari pendapatan tahunan seluruh organisasi di dunia (Examiners,
2016).
Berdasarkan fenomena di
atas maka peran internal auditor semakin dibutuhkan dan dijadikan komponen
penting dalam perusahaan. Namun demikian, peran internal auditor
menjadi bergeser dan meluas, dari peran yang lebih menekankan pada pemantau
menjadi konsultan bagi perusahaan. Para internal auditor kini lebih
memberikan bantuan kepada organisasi untuk meningkatkan kinerjanya. Tugas
internal auditor yakni, memonitor aktivitas perusahaan, mengidentifikasi dan
meminimalkan resiko pengendalian, memvalidasi laporan untuk manajemen senior,
membantu proses pengambilan keputusan, mereview kegiatan perusahaan yang sudah
berlalu dan sedang berjalan. Selain itu internal auditor juga membantu manajer
mengendalikan aktivitas perusahaan (Audit, 2008).
Dalam hal ini, fungsi
internal audit diperkuat dengan kualitas dan kompetensi, baik hardskill maupun softskill sehingga mampu menunjukkan kemampuan dalam mendeteksi,
mencegah, juga melakukan penyelidikan atas laporan yang diterima dari
whistleblower.
Penelitian mengenai
internal auditor banyak dilakukan akan tetapi penelitian tersebut lebih
menekankan pada peran serta persepsi internal auditor di berbagai perusahaan
maupun instansi dengan menggunakan metode kuantitatif. (Devi & Devi, 2014) melakukan penelitian
tentang profesionalisme internal auditor dan intensi melakukan whistleblowing. Analisisnya memiliki
lima dimensi profesionalisme meliputi afiliasi komunitas, kewajiban sosial,
dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan tuntutan
untuk mandiri. Hasil menunjukkan bahwa pada dimensi afiliasi komunitas tidak
berpengaruh pada intensi whistleblowing.
Ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kesadaran diri internal auditor dan
internal auditor berada dalam posisi dilema. (Lestari, 2016) menemukan bahwa peran audit
internal dan efektivitas whistleblowing
system� berpengaruh terhadap pencegahan
fraud. Semakin baik peran audit
internal serta semakin efektif whistleblowing
system, maka upaya perusahaan dalam pencegahan fraud akan semakin meningkat.
Berdasarkan hal-hal yang
telah diungkapkan diatas mengenai fenomena kasus fraud yang di blow up
oleh whistleblower, kerugian yang
disebabkan oleh fraud, serta
peran-peran internal auditor yang menjadi komponen penting bagi perusahaan.
Hal-hal tersebut mendorong peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang apa yang
dirasakan oleh internal auditor ketika menghadapi kasus yang muncul dari whistleblowing, serta bagaimana suka
duka menjadi internal auditor.
Pengertian
audit internal menurut buku Standar Profesional Audit Internal (SPAI)
menyatakan bahwa Internal auditing atau pemeriksaan
internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi
untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.
Pengertian
auditor internal seperti yang dikemukakan oleh (Mulyadi, 2002)
adalah sebagai berikut:
Auditor
intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun
perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik
atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan
efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi
yang dihasilkan oleh berbagai
Agoes
(2004) mengemukakan bahwa tujuan audit internal adalah membantu manajemen
perusahaan menjalankan tugas melalui analisa, penilaian, dan pemberian saran
dan masukan mengenai kegiatan/program yang diadakan oleh perusahaan.
Agoes
(2004:227), mengemukakan bahwa independensi auditor internal antara lain
tergantung pada:
1)
Kedudukan Internal
Audit Department (IAD) tersebut dalam
organisasi perusahaan, maksudnya kepada siapa IAD bertanggung jawab.
2)
Apakah IAD dilibatkan dalam kegiatan
operasional.
Terdapat
beberapa peran yang dimiliki dan harus dijalankan oleh auditor internal menurut
(Tampubolon, 2005)
Berikut beberapa peran auditor internal menurut (Tampubolon, 2005)
�yaitu
a.
Peran
auditor internal sebagai pengawas
b.
Peran
auditor internal sebagai konsultan
c.
Peran
auditor internal sebagai katalisator
Merleau Ponty
mengatakan bahwa persepsi ialah pra-pribadi, pra-sadar, dan pintu menuju
realitas (Sobur, 2013).
(Merleau-Ponty, 2004) menjelaskan bahwa penilaian dapat dilihat sebagai persepsi dari
rangkaian objek yang dipersepsi. Penilaian bisa
merupakan interpretasi logis dari tanda yang dihadirkan oleh persepsi sensoris.
Tindakan auditor dapat dilihat dari persepsi Merleau Ponty
dalam melaksanakan tanggung jawabnya. sehingga
auditor internal dapat menilai dan menetapkan temuannya.
Metode Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara empat informan auditor internal fungsi investigasi, dengan
pengalaman kerja minimal 5 tahun. Dengan menggunakan interpretif sebagai paradigma penelitian metode
fenomenologi dengan pendekatan fenomenologi Merleau Ponty.
Hasil dan Pembahasan
1. Yusuf : Auditor Internal Muda, Tampan
dan Modern
a. Tanggung Jawab Pekerjaan
Yusuf bertanggung jawab
melakukan kegiatan penelaahan, lalu mengumpulkan informasi baik melalui dokumen
maupun permintaan keterangan, dan juga hasil dari digital forensik terkait
permasalahan indikasi fraud.
Berikutnya melakukan analisis atas bukti audit yang telah diperoleh, lalu
mengelola kertas kerja atas kasus yang sedang dikerjakan. Kemudian sebagai
anggota, Yusuf juga ikut membantu dalam proses penyusunan hasil audit oleh
ketua tim. Berikut pemaparan Yusuf mengenai prosedur
awal pekerjaannya :
b. Pengalaman Menghadapi Whistleblowing
Saat
melakukan penelaahan atas berbagai pengaduan yang diterima tak jarang Yusuf
menerima pengaduan tanpa bukti. Hal ini
diketahui ketika Yusuf dan tim mulai masuk ke kasus
dan tidak mengandung unsur fraud. Penelaahan
sendiri bagi Yusuf merupakan kunci utama untuk melanjutkan audit investigasi.
Yusuf menjelaskan:
Unsur
suatu kasus yang memenuhi standar untuk dilanjutkan ke tahap investigasi yakni
kasus yang mengandung unsur 5W + 1H.
Pertama, apa kasus yang dihadapi. Kedua,
kapan terjadinya kasus tersebut. Ketiga, dimana lokasi
kejadian. Keempat, siapa saja yang terlibat dalam
kasus tersebut. Dan kelima, mengapa kasus tersebut
bisa terjadi. Ada kasus yang ditangani oleh Yusuf masuk ke tahap
investigasi, akan tetapi tidak menimbulkan kerugian.
c. Pengalaman Melakukan Permintaan
Keterangan
Ketika
suatu kasus dilanjutkan untuk investigasi, maka dibutuhkan permintaan
keterangan untuk melengkapi suatu bukti audit.
Pertama yang dilakukan adalah membuat entry meeting untuk mengadakan pertemuan dalam rangka permintaan
keterangan. Setelah mendapat konfirmasi, maka Yusuf akan
memanggil pihak terkait dan melakukan proses BAP. Melakukan
BAP merupakan suatu pressure
tersendiri bagi Yusuf.
d. Menghadapi Kasus Luar Biasa
Kasus
yang luar biasa bagi Yusuf yakni ketika suatu kasus sampai ke Kejaksaan Agung.
Kasus menjadi luar biasa karena nilai uang yang diselewengkan
diperkirakan mencapai Rp 600 milyar. Kasus ini tidak main-main, karena
si fraudster ini menaruh saham tidak liquid hingga 1,5
triliyun. Ketika menangani kasus ini pun penuh halangan dari
berbagai pihak, termasuk pengacara si fraudster
ini.
Ada
lagi yakni kasus penanaman pohon.
Si fraudster melakukan
penyelewengan baik jumlah bibit maupun wilayah tanam. Tim
investigasi perlu menyewa ahli untuk mengecek radius penanaman pohon. Setelah dicek ternyata koordinat tidak sesuai, ada yang beririsan
dan ada yang tidak terdeteksi karena titik yang diklaim merupakan daerah
pemukiman warga. Ini kasus yang terbilang aneh bagi
Yusuf. Hingga Yusuf pun dipanggil oleh pihak
kepolisian untuk terjun langsung ke hutan mengecek keberadaan pohon. Di situ perasaan Yusuf mulai tidak enak, dan saat ke hutan pun
bersama polisi yang tidak membawa senjata.
e. Auditor Investigatif: Profesi Penuh
Tantangan
Berbagai kasus
telah dialami Yusuf. Dari
kasus internal bahkan eksternal pernah dihadapinya. Yusuf
pun sering mondar-mandir pengadilan sebagai saksi.
Ia
juga sering merasa bahwa pekerjaannya penuh dengan pengorbanan. Termasuk ketika memperoleh citra bahwa profesi internal audit
dengan fungsi investigasi merupakan pekerjaan yang dianggap buruk.
Pengalaman yang pernah dirasakan Yusuf ketika ia harus menerima bahwa� laporan atas
kasus yang dibuatnya terpublikasi oleh media. Ia
sendiri sampai sekarang belum mengetahui siapa dibalik bocornya laporan itu. Kala itu teman-temannya menyalahkan dirinya atas kejadian itu.
Berbagai ancaman
juga telah diterima. Terkadang
timbul kekhawatiran bahwa pekerjaannya ini merupakan dosa besar. Karena ia merasa telah mendzalimi karena banyak pekerja yang telah
di PHK akibat terbukti melakukan fraud. �Namun rasa bersalah itu coba ditutupi dengan
menuangkan keluh-kesahnya dalam tulisan yang� dibuatnya sebagai dokumen pribadi dan
dengan bercanda bersama teman-teman sejawatnya. Termasuk
meniatkan pekerjaan mencegah fraud
sebagai ibadah. Walaupun
kadang-kadang ia merasa lelah akan pekerjaannya. Ia pun selalu
mengingatkan ke rekan-rekannya atas bahayanya fraud.
2. Desti : Auditor Internal Muda, Enerjik
dan Perfeksionis
Desti adalah
seorang lulusan S1 Hukum di salah satu Perguruan Tinggi Negeri Terkemuka di Yogyakarta.
Kiprahnya dalam dunia hukum sudah tidak diragukan. Desti dulunya adalah seorang pengacara dan pernah bekerja di
beberapa firma hukum di Indonesia. Wanita berusia 30
tahun lebih ini merupakan sosok yang dikenal enerjik. Wanita
penikmat kopi ini menggambarkan seorang wanita karier masa kini. Awal ia bekerja di perusahaan ini pun mengalami kesulitan karena
tidak mengerti audit sama sekali, tetapi ia menganggapnya ini sebuah tantangan
baru.
a. Tugas dan Tanggung Jawab
Sama seperti Yusuf, Desti juga
menangani audit atas pengaduan masyarakat yang disebut whistleblowing. Perbedaannya pada sumber
pengaduan yang ditangani berdasarkan ruang lingkup pengaduan. Desti
menangani pengaduan yang termasuk kasus hulu, gas, dan panas� bumi. Akan tetapi karena sistem pooling
yang diterapkan perusahaan, maka tak jarang ia
menangani kasus di bidang yang lain. Ini semua karena pengaduan yang masuk
tidak semuanya sesuai dengan bidang yang ia pegang.
b. Standar Kinerja
Desti mengatakan bahwa standar
kerja antar bidang di fungsi investigasi pada dasarnya sama.
Pertama tentunya menggunakan standar auditing internasional
yang dikeluarkan oleh organisasi ACFE (Auditing
Certified Fraud Examiner). Khusus untuk investigasi ada standar
tersendiri yakni TKO (Tata Kinerja Organisasi) yang mengatur lebih spesifik
lagi prosedur audit yang digunakan.
c. Kasus yang Dihadapi
Desti sering menghadapi kasus yang
berasal dari proses pengadaan. Desti menceritakan satu case yakni arisan pemenang tender. Jadi dalam
suatu lelang telah ditentukan owner
estimate. Harga telah di markup dan pemenang telah ditentukan. Modusnya
pun banyak, saat pelaksanaan proyek yang sebenernya belum selesai dianggap
selesai, yang sebenernya belum dikerjakan dibilang dikerjakan.
Kasus pengadaan
merupakan kasus yang menurut Desti paling besar nilai yang diselewengkan.
Aktualnya pun seperti itu. Alasannya
karena proyek pengadaan nilainya cukup besar. Proyek
ini pun memiliki dampak kerugian yang signifikan bagi perusahaan. Desti memberikan contoh kasus yang signifikan kerugiannya yakni
proyek pipa gas dan proyek pengeboran sumur.
d. Pengalaman ke Pengadilan Hingga Tekanan
Desti pernah diminta
untuk menjadi saksi di pengadilan hubungan industrial.
Kasus yang saat itu ditangani yakni terkait dengan pekerja
yang merasa tidak terima di PHK. Kemudian sidang kasus lain yakni mengenai tindak pidana korupsi. Pengadilan merupakan tempat yang tidak nyaman menurutnya.
Walaupun ia sendiri berpengalaman menghadiri
persidangan. Baginya, di pengadilan ada tekanan tersendiri.
Karena ia merasa ditantang untuk memberikan kesaksian
yang sesuai, sementara ia harus dihakimi oleh pengacara lawan.
Selain
itu kesulitan yang dihadapi yakni ketika harus membuka kembali kasus yang telah
berlalu. Ini disebabkan oleh kasus yang telah berlalu itu
dibuka kembali oleh pengadilan. Ketika ia harus
fokus dengan audit yang lain, justru ia harus belajar lagi, membaca lagi kasus
yang telah berlalu.� Sementara ia tidak boleh lupa dan tidak boleh salah sebut kasus ketika
menjadi saksi di pengadilan.
e. Bentuk Ancaman yang Didapat Hingga
Perenungan
Desti mengatakan pernah mendapat
ancaman berupa tindakan yakni pengaruh ghaib yang ia
dapat. Suatu hari saat mengaudit ia pernah mengalami sesak nafas� hingga dilarikan ke rumah sakit. Ketika itu dokter mendiagnosa tidak ada suatu penyakit apapun.
Akhirnya ketika kembali ke kantor, ia diberi air minum
yang telah dibacakan doa oleh ustadz. Selain itu ia
pernah dicari oleh preman setempat ketika ia melakukan audit di suatu daerah,
untungnya ada security setempat yang menangani.
Hingga pada
suatu ketika Desti mencapai titik jenuhnya.
Ia merenung tentang profesinya apakah merugikan orang
lain atau tidak. Ia merasa telah mendzalimi orang lain
atas tindakannya. Desti bertanya-tanya seperti itu dibenaknya
apakah tindakan yang dilakukan sudah benar atau tidak. Sampai akhirnya ia dinasihati oleh seseorang yang membuat ia percaya,
nasihat itu mengembalikan rasa percaya dirinya bahwa yang ia lakukan itu benar.
3. Sentosa : Senior Auditor Internal
Karismatik Sekaligus Traveller
Sentosa
merupakan subjek ketiga dalam penelitian ini.
Beliau adalah seorang lulusan akuntansi Perguruan Tinggi Negeri di kota Medan. Sentosa berusia kurang lebih
40 tahun dan telah dikaruniai 2 orang anak. Dengan pengalaman yang
banyak dalam mengaudit, beliau dipercaya sebagai ketua tim
dalam setiap audit yang dilakukan. Awalnya beliau adalah
seorang auditor eksternal, kemudian pada tahun 2010 memutuskan untuk menjadi
auditor internal perusahaan BUMN terkaya di negara ini. Sertifikasi yang dimiliki pun beragam, mulai dari tingkat nasional
maupun internasional. Sertifikat yang dimiliki beliau
yakni QIA, CFE, dan CfrA. Pada tahun 2010 menduduki jabatan sebagai
auditor madya, kemudian tahun 2012 beliau menjabat sebagai auditor internal
fungsi investigasi, dan pada tahun 2014 hingga sekarang ditunjuk menjadi senior
auditor investigasi. Pria yang ke Bapak-an ini dikenal
sebagai sosok yang humoris penuh canda tawa. Ketika
tertawa sangatlah meledak-ledak sehingga membuat orang disekitarnya ikut
tertawa. Akan tetapi ketika telah dalam masa
penugasan, beliau dikenal sebagai sosok yang tegas dan memiliki analisis yang
bagus dalam mengaudit. Beliau merupakan tempat
berkeluh kesah oleh rekannya ketika jenuh menghadapi pekerjaan yang begitu
berat. Beliau selalu memiliki solusi ketika menghadapi
berbagai masalah dalam pengauditan. Bahkan beliau ini
dikenal oleh polisi-polisi serta pejabat-pejabat di negara ini karena kiprahnya
dalam mengaudit berbagai kasus pengaduan.� Karena citra karismatik
yang melekat di dirinya pun membuatnya dikenal sebagai sosok yang mengerikan.
a. Tanggung Jawab seorang Senior Auditor
Secara garis besar, tugas seorang
senior auditor sama dengan auditor lain. Yang membedakan yakni senior auditor memberikan pengarahan dalam
melakukan audit. Dalam menindak lanjuti investigasi
pun atas persetujuannya. Senior auditor juga harus melaporkan hasil
audit kepada Chief Audit Executive. Sehingga, senior auditor bertanggung jawab
terhadap hasil audit yang dibuat oleh tim.
b. Pengalaman Menghadapi Kasus Whistleblowing
Sentosa
mengatakan bahwa kasus pengaduan yang paling banyak yakni kasus pengadaan
barang. Lalu ia
bercerita bahwa kasus yang menurutnya riskan yakni kasus dana pensiun yang
merupakan kasus jual beli saham. Kemudian ada kasus handling fiktif yang merupakan kasus
pengadaan jasa transportir. Selanjutnya kasus terbaru
yang mulai terpublikasi yakni kasus kapal tongkang. Umumnya kasus seperti
itu dilakukan dengan cara merekayasa proses dan markup harga. Sehingga
mereka para pelaku kecurangan dapat mengambil keuntungan.
Ada juga kasus
perucatan yang membuatnya geram ketika meminta keterangan terhadap auditee.
Kasus perucatan sendiri dilakukan oleh pelaku fraud dengan cara menarik tabung gas rusak
yang beredar di masyarakat. Kemudian tabung tersebut
dicincang sampai membentuk potongan-potongan besi. Nantinya,
hasil dari tabung yang dicincang tersebut dijual dalam bentuk besi bekas.
Ini untuk menghindari supaya jangan sampai tabung gas rusak
itu di salah gunakan oleh masyarakat.
Lalu ada lagi kasus merekayasa
proses. Kasus ini dilakukan dengan modus mengatur pemenang
tender. Proses merekayasa yang dilakukan pun sangat rapih. Sehingga
membuat tim kesulitan menemukan celah fraud. Hal ini mendorong Sentosa sebagai
ketua tim untuk mencari tahu bagaimana cara merekayasa
proses. Dengan bantuan temannya, akhirnya Sentosa mampu membuktikan adanya
rekayasa proses tersebut.
Sentosa sering menerima berbagai ancaman
karena sebagai senior, ia sering menghadapi
kasus.� Ia
pernah menerima ancaman secara verbal oleh preman. Percaya atau tidak bahkan ia pun pernah menerima ancaman berbau gaib. Kemudian suatu
hari saat ia sedang menangani suatu kasus, tiba-tiba
ada seorang penyusup masuk ke ruangannya. Meja kerja Sentosa
berantakan dibuatnya. Untung saja tidak ada korban dan
kehilangan barang.
c. Citra Seorang Sentosa : Auditor Senior
Handal
Dalam menangani
segala kasus, Sentosa selalu berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Ini dikarenakan pengalamannya yang banyak dalam menghadapi
kasus. Sebagai ketua tim, ia sangat diandalkan
oleh anggotanya. Ketika anggota tim merasa stres,
Sentosa berusaha untuk meringankan stres yang dirasakan. Ketika anggota tim merasa tidak mampu, maka Sentosa akan turun tangan
membantu. Karena kepiawaiannya dalam membuktikan fraud, ia seakan ditakuti oleh para
auditee yang pernah dihadapinya.
d. Pengaruh Negatif dan Positif Menjalankan
Profesi
Menjalani profesi sebagai auditor
internal fungsi investigasi�
memiliki dampak negatif tersendiri bagi Sentosa. Menurutnya walaupun menjalani profesi ini banyak berinteraksi
dengan orang, tetapi profesi ini tidak populer. Sentosa
juga mengaku tidak memiliki banyak teman. Karena
teman-teman seprofesinya seolah menyalahkan tindakan yang dilakukan Sentosa.
Pengaruh positif
juga diterima Sentosa karena menjalani profesi ini.
Pertama, ia punya relasi dengan banyak orang diluar
sana. Khususnya pejabat-pejabat dan aparat penegak hukum.
Kedua, secara pribadi Sentosa mengaku tidak terlalu banyak
berpikir. Baginya cukup mudah untuk mengelola stres karena ia telah berpengalaman dengan stres.
Benefit lain yang ia dapatkan yakni pergi dinas keluar kota. Dinas keluar kota baginya adalah jalan-jalan secara gratis. Diberi fasilitas mewah seperti hotel berbintang dan naik pesawat
bagus. Walaupun diberi uang saku dengan jumlah minim
itu tidak masalah baginya. Sentosa mengatakan bahwa minimal sebulan
sekali ia dan tim audit melakukan dinas keluar kota.
4. Doni : Auditor Internal Pendiam dan
Murah Senyum
Subjek
penelitian keempat dalam penelitian ini yakni Doni.
Ia adalah seorang fresh
graduated ketika menjabat sebagai auditor internal II pada tahun 2013
hingga sekarang.� Doni
merupakan lulusan S1 akuntansi dari Universitas Negeri terkenal di Surabaya.
Ketika lulus ia langsung melamar pekerjaan di
perusahaan ini dan langsung diterima. Ia pun
memutuskan untuk pindah ke Jakarta hingga sekarang. Pada saat itupun ia masih memiliki kewajiban sebagai asisten dosen dan harus
pulang pergi Jakarta-Surabaya selama awal-awal bekerja. Walaupun belum memiliki
pengalaman bekerja pada saat itu, akan tetapi ia
dikenal mumpuni. Saat ini ia telah memiliki
sertifikasi QIA, CFE, dan CfrA dengan pengalaman menangani kasus yang cukup
banyak. Pria berusia 28 tahun ini telah beristri dan memiliki
seorang putri berusia 1 tahun. Oleh kerabat seprofesinya ia dikenal sebagai sosok yang pendiam dan suka diledek oleh
teman-temannya. Akan tetapi itu tak membuatnya merasa rendah
diri, justru itu merupakan salah satu hiburannya.
a. Tugas yang Dikerjakan
Doni menjelaskan tugas yang
dikerjakan yakni melakukan audit investigatif berdasarkan sumbernya pengaduan, whistleblowing system, atau dari
manajemen, dari audit operasional yang terindikasi fraud. Yang di audit pertama yakni ada anggaran,
maka yang di audit terkait efisiensi penggunaan anggaran. Yang kedua
terkait dengan tindak lanjut audit operasional. Ketiga
terkait dengan strategic initiative, itu merupakan program corporate secara keseluruhan. Keempat,
terkait dengan SSE (safety, security, environment).
Sistem kerja yang diterapkan pun sama dengan auditor lain. Walaupun
menangani pengaduan di bidang yang berbeda karena sistemnya pooling, maka semua pengaduan yang masuk
ditangani. Ketika kerja Doni dan tim selesai,
sementara tim lain belum, maka Doni dan tim ikut membantu menyelesaikan kasus.
Akan tetapi itu semua tergantung keputusan manajer dan ketua tim.
b. Pengalaman Menghadapi Kasus
Doni menceritakan bahwa sejauh ia mengaudit paling banyak menghadapi kasus whistleblowing. Akan tetapi dari sekian
kasus yang ia hadapi, belum ada satupun yang
terpublikasi. Lalu ia menceritakan kasus yang
baru-baru ia tangani yakni kasus pengadaan tabung LPG. Ketika
terjun ke lapangan untuk memeriksa dokumen, tidak ditemukan tanda-tanda fraud. Ternyata,
ketika menggunakan alternatif digital forensik melalui akuisisi data di laptop
ditemukan fraud-nya. Proses
menemukan fraud-nya dengan me-recovery data di laptop auditee. Setelah
menemukan bukti yang cukup tim menyimpulkan bahwa
bentuk fraud yang dilakukan yakni
memilih vendor pabrikan tabung. Seharusnya semua pabrikan
tabung diundang untuk ikut lelang.
Bagi Doni resiko profesi yang ia jalani cukup berat. Sejak awal menjadi
auditor internal fungsi investigasi, banyak orang yang tidak suka. Saat
dahulu pun Doni telah mengingatkan istrinya bahwa profesinya ini penuh resiko.
Godaan yang ia terima pun banyak. Ia
pernah ditawarkan sejumlah uang tunai oleh auditee, tetapi ia tolak. Kemudian ia juga pernah mendapat jebakan yakni di goda oleh perempuan.
Doni mengatakan bahwa menjalani profesi ini benar-benar harus
kuat iman.
c. Tekanan yang Dihadapi
Menurut Doni, tekanan yang sering ia dihadapi berasal dari atasan. Itu disebabkan karena
atasan-atasan juga mendapat tekanan dari atasan lain. Kemudian ia mengaku pernah mendapat ancaman dari vendor. Saat Doni
sedang dinas di luar kota, ia pernah di intai oleh
orang. Doni juga merasa khawatir karena ia memeriksa
kasus anak perusahaan yakni rumah sakit dan terdapat fraud-nya. Khawatirnya
jika ia mendapat ancaman langsung ketika ia melakukan medical check up, ia akan mendapat
perlakuan tidak baik.
Doni pun cerita
pernah saat melakukan audit tiba-tiba mengalami teror berupa telepon misterius.
Ia pun khawatir jika keluarganya mendapatkan teror
juga. Doni selalu mengingatkan keluarganya jika menerima
telepon dari orang asing jangan di ladenin. Walaupun
mendapat teror seperti itu tetap tidak mempengaruhi objektivitasnya.
Maka dari itu ia selalu menjaga privasinya dengan
hati-hati jika bermain media sosial.
d. Tantangan Serta Tanggapan Menghadapi
Kasus
Menurut Doni
tantangan yang di hadapinya bukan pada kompleksitas kasus.
Kompleksitas kasus bisa teratasi karena kerjasama tim.
Tetapi tantangan disini adalah ketika mencoba
mengkronologiskan suatu kasus. Mengumpulkan dan menyusun
bukti-bukti hingga membentuk suatu kesimpulan atas kasus yang dihadapi.
Dalam proses penyusunannya, Doni seringkali mengalami kesulitan. Kesulitannya
karena apa yang ia lihat belum tentu sama dengan yang
anggota lain lihat. Akan tetapi menurutnya masih lebih sulit
menghadapi tekanan serta ancaman yang diperoleh.
Tanggapan Doni mengenai kasus yang
dihadapi yakni setidaknya ia telah berusaha mencegah
fraud. Jika perusahaan untung maka ia pun mendapatkan
keuntungan berupa insentif dan gaji. Tetapi lain halnya
dengan menghadapi kasus whistleblowing
tentu berpengaruh terhadap reputasinya. Teman-temannya
memiliki asumsi tersendiri terhadapnya. Ia
merasa terasingkan dengan menjabat profesi ini.
1)
Pengalaman Rasa
Selama bekerja sebagai auditor internal, Yusuf pernah
merasakan situasi dimana merasa berada di titik terendah. Yaitu ketika harus menerima bahwa
laporan yang dibuatnya tersebar luas di media. Kala itu ia merasakan orang-orang di sekitarnya seolah menyalahkan
dirinya atas kejadian itu. Padahal menurutnya dengan mempublikasikan laporan
tersebut sama sekali tidak ada untungnya.
Hal yang sama dirasakan Doni dalam menghadapi whistleblowing
sebagai sebuah pengorbanan, dimana ada reputasi yang
dipertaruhkan. Hal tersebut terkait dengan hubungan
pertemanan, yang menimbulkan perpecahan dan putusnya hubungan silaturahmi serta
keakraban. Profesionalisme yang di pertahankan, membuat dirinya dipandang
buruk oleh teman sekaligus auditee-nya.� Awalnya, tekanan batin ia
rasakan, hingga akhirnya tersadar bahwa hal tersebut merupakan bagian dari
resiko pekerjaan. Hingga lambat laun, membuatnya terbiasa akan
hal itu. Tampaknya pengalaman rasa yang membuat dirinya menjadi
tidak memperdulikan apa yang dipikirkan orang,
sehingga membentuk pribadi yang acuh tak acuh.
Sama
hal nya dengan Sentosa. Sebagai
seorang senior auditor, Sentosa sudah banyak menghadapi kasus whistleblowing. Dimana ancaman-ancaman sudah menjadi hal biasa untuknya.
Rasa stres tentu pernah ia rasakan, hanya saja sebagai
ketua tim dirinya berusaha menyembunyikannya. Ia mampu
mengelola rasa stres itu dengan cara tidak terlalu memikirkan apa yang
dihadapi. Karena menurutnya, segala sesuatu yang dihadapi akan
selesai seiring berjalannya waktu.
Atas pengalaman rasa tersebut, Merleau Ponty mengingatkan
hal-hal berikut. Pertama, hubungan tersebut jangan dilihat sebagai hubungan
antara dua fakta yang berbeda dan terpisah (distinct).
Ponty menjelaskan cara pemahaman empirisisme, yakni sensasi sebagai keadaan
atau kualitas tertentu (state of
consciousness). Kedua, dalam kerangka hubungan itu, subjek sensasi bukanlah
seorang pemikir yang menelaah kualitas-kualitas yang ada. Intelektualisme
persis memusatkan subjek dengan rasionalitasnya pada hubungan rasa-merasa.
Akibatnya, pengalaman rasa dimengerti sebagai pengetahuan atau kesadaran akan
rasa (Ponty, 2004:235).
2)
Persepsi Tubuh
Berbagai
kasus whistleblowing yang ditangani
oleh Sentosa, secara bersamaan menimbulkan reaksi terhadap tubuhnya.
Seperti kasus penghancuran tabung gas,
ketika auditee dimintai keterangan, ia tidak mau
mengakui melakukan itu. Sementara Sentosa telah mengetahui
bahwa ialah pelakunya. Sentosa seketika menunjukkan
reaksinya dengan membentak auditee
untuk mengakui tindakannya. Hal ini menunjukkan bahwa
reaksi yang ditimbulkan Sentosa yakni atas dasar refleksivitas.
Pengalaman
Desti bahkan lebih ekstrim, mulai
dari kasus yang lazim dan tak lazim pernah dirasakannya.
Misalnya, seperti kasus sesak nafas yang di artikan sebagai bentuk ancaman berupa santet. Dimana mindset mengenai hal-hal mistis yang
terbentuk, membuatnya selalu merasa bahwa setiap hal buruk yang menimpanya
dipengaruhi oleh hal-hal mistis. Sehingga timbul stigma berpikir dalam
dirinya, ketika merasakan hal-hal aneh yang terjadi pada tubuhnya, ia jadi menyimpulkan bahwa itu pengaruh dari ancaman yang
pernah dihadapinya.
Sejalan dengan pendapat Ponty bahwa tubuh adalah jangkar
yakni merupakan sarana bagi berlangsungnya pengalaman perseptual. Dengan adanya
makna pengalaman rasa, sensasi, organ perasa, dan hubungan rasa-merasa bukanlah
hasil objektivikasi. Tubuh memakai bagian-bagiannya sendiri sebagai sistem
untuk memaknai yang dirasakan (Marshall, 2008:128).
3)
Persepsi Tubuh Terhadap Dunia
Doni merasakan apa yang selama ini ia jalani cukup berat.
Tak jarang karena kasus yang dihadapi membuatnya sulit mengontrol emosi. Sering
merasa kesulitan untuk menyusun kronologi suatu kasus karena berbeda pendapat
dengan teman satu timnya. Karena berdebat pendapat itulah yang menimbulkan
reaksi sakit kepala. Banyaknya ancaman yang ia terima juga membuatnya overprotective� terhadap keluarganya. Itu juga membuatnya
menjadi tipikal yang unsocial dan
berhati-hati dalam menggunakan media sosial karena bisa saja itu menjadi
bumerang untuknya.
Hal yang sama juga dialami oleh Sentosa. Karena seringnya
menghadapi kasus, ia juga pernah merasa stres. Akan tetapi karena stres itu ia
menjadi lihai dalam mengelola rasa stres. Ia pun juga memiliki karismatik
tersendiri. Ketika namanya didengar oleh auditee maka auditee menunjukkan reaksi takut bahkan ada yang sampai pingsan.
Hal ini menunjukkan bahwa ia memang memiliki kredibilitas yang baik dalam
menangani banyak kasus.
Maka dari itu tubuh adalah dasar atau asal bagi
berlangsungnya eksistensi manusia dalam dunia. Ponty menjelaskan bahwa manusia
dibentuk sekaligus membentuk dunia. Manusia mempengaruhi namun kerap
dipengaruhi pula oleh dunia, serta memaknai bahkan dimaknai oleh dunia. Dengan
adanya skema bertubuh, tubuh menjadi terbuka akan serangkaian pengalaman
(Sebastian, 2016:95).
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan:
Pertama, pengalaman rasa�
merupakan suatu hal yang dirasakan oleh�
auditor ketika menghadapi kasus yang timbul dari whistleblowing. Pengalaman rasa dipengaruhi oleh banyaknya kasus
yang dihadapi oleh auditor internal. Sehingga itu mempengaruhi tindakan� auditor internal dalam mengelola dan
menangani kasus-kasus selanjutnya.
Kedua,
pengalaman menimbulkan persepsi di dalam tubuh. Karena para auditor internal
menangani banyaknya kasus maka itu berdampak pula terhadap reaksi yang timbul
pada tubuhnya. Reaksi yang timbul muncul karena adanya mindset yang melekat di dalam diri auditor internal.
Ketiga,
persepsi tubuh terhadap dunia saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Banyaknya
kasus yang ditangani mempengaruhi auditor�
internal dalam kehidupan sosialnya. Hal itu juga mempengaruhi pandangan
orang lain terhadap pribadi�
masing-masing auditor internal.
BIBLIOGRAFI
Audit, Yayasan Pendidikan Audit Internal. (2008). Fondasi
Audit Internal. Jakarta: YPIA.
Devi, Anila, & Devi, Shila. (2014). Audit expectation gap
between auditors and users of financial statements. European Journal of
Business and Management, 6(14), 75�82.
Duska, R., B.S. Duska, dan J. Ragatz. (2011). Accounting
Ethics (2nd Ed). Chichester: John Wiley & Sons.
Examiners, Association of Certi�fed Fraud. (2016). Report
to the Nations. Global Fraud Study.
Lestari, Adisty Ayu. (2016). Pengaruh Kepemilikan
Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility,
Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Non Keuangan Go Public di Bursa Efek
Indonesia.
Merleau-Ponty, Maurice. (2004). The world of perception.
Routledge
.
Mulyadi. (2002). Auditing Buku I. Jakarta: Salemba
Empat.
Semendawai, abdul haris, Dkk. (2011). Memahami
Whistleblower. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Setyadi, D. (2008). The Influnces of Organizational
Commitment, Work Culture, Competitive Strategy, and Economically Members
Participation to Work Motivation and Cooperative Performance in East Kalimantan
Province. Dissertations. Surabaya: Post Graduate Airlangga University.
Sobur, Alex. (2013). Semiotika Komunikasi (cetakan kelima). Bandung:
Rosda.
Tampubolon, Robert. (2005). Risk and Systems-Based Internal
Audit. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Yusup, Junaedi. (2017). Analisis Perumusan Dan Penerapan
Sistem Akuntansi Pada Usaha Kecil Menengah (Studi Kasus Ukm Bakso Pejagan). Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(11), 76�90.