Nung Ati Nurhayati
216 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
(Gondo, 2012) menjelaskan postpartum blues pada pasca persalinan jika tidak
mendapatkan penanganan yang baik akan berkembang menjadi depresi pasca
melahirkan mayor, walaupun jarang terjadi depresi pasca melahirkan dapat berkembang
menjadi psikosa pasca persalinan yang terburuk dari komplikasi ini ialah bunuh diri
atau pembunuhan terhadap anaknya sendiri.
Angka kejadian postpartum blues cukup tinggi, di luar negeri sangat bervariasi
antara 26-85%, di Tanzania sebanyak 80%, di Asia bervariasi antara 3,5%-63,3%
dengan peringkat terendah di Malaysia dan tertinggi di pakistan. secara keseluruhan
rata-rata sebanyak 80% ibu mengalami postpartum blues. Di Indonesia angka kejadian
postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan (Hidayat, 2007), hasil
penelitian menunjukan angka kejadian postpartum blues antara 50-70 (Rosdiana, 2012).
Penelitian di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang, menunjukan 44% ibu
pasca melahirkan mengalami gejala postpartum blues, (Fatimah,2009). penelitian yang
dilakukan di DKI Jakarta oleh Irawati menunjukkan 25% dari 580 ibu. Di Jakarta,
Yogyakarta dan Surabaya, ditemukan bahwa angka kejadiannya 11-30 %, di RSUD
Koja Jakarta Utara pada tahun 2009 sebanyak 30% ibu pasca melahirkan mengalami
gangguan postpartum blues (Rosdiana, 2012).
Di Jawa Barat angka postpartum blues yang formal belum dapat ditemukan tetapi
angka kejadian psikosa pasca melahirkan yang dirawat di RS. Jiwa Provinsi Jawa Barat
periode 2013 sebanyak 5 orang (Andini, 2017), namun dengan banyaknya kejadian
pembunuhan anak balita oleh ibu sudah waktunya untuk mengantisifasi kemungkinan
adanya perempuan pasca melahirkan yang mengalami postpartum blues sedini mungkin
Faktor-faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya postpartum blues menurut
(Novita, 2011) adalah:Faktor hormonal, Ketidaknyamanan fisik yang dialami,
keadekuatan dukungan sosial dari suami, stress dalam keluarga misal faktor ekonomi
memburuk. Dukungan sosial suami dalam pasca melahirkan menurut (Murtiningsih,
2012) antara lain: dukungan Informatif berupa pemberian informasi tentang perubahan-
perubahan yang dialami, perhatian emosional berupa dukungan simpati dan empati,
cinta, kepercayaan, dan penghargaan. Bantuan instrumental merupakan bantuan
langsung seperti merawat bayi, bantuan penilaian yaitu suatu bentuk penghargaan yang
diberikan suami kepada istrinya misalnya memberikan dukungan bahwa perubahan
yang dialami istrinya merupakan hal yang wajar dan fisiologis. Dukungan sosial suami
tersebut sangat berpengaruh pada kekuatan koping ibu pasca melahirkan karena suami
merupakan orang terdekat yang paling berarti sebab kelahiran seorang anak merupakan
tanggung jawab suami dan istri.
Kenyataannya seringkali orang yang paling diharapkan mendampingi dan
memberikan support pada moment penting ini tidak bisa hadir karena berbagai faktor,
misalnya sedang menjalankan tugas kedinasan yang berkaitan dengan pekerjaannya
seperti yang sering terjadi pada istri dari para Tentara Nasional Indinesia (TNI) atau
keluarga Sipil lainnya yang harus menjalankan tugas di luar kota, atau pada ibu single
parent, sehingga mengharuskan seorang perempuan berjuang menghadapi persalinan
tanpa kehadiran seorang suami. Hal ini harus menjadi perhatian para perawat dalam