80
Syntax Idea: pISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X
Vol. 3, No. 1, Januari 2021
HUBUNGAN ASI EKSKLUSIF DAN BBLR DALAM PERTUMBUHAN BAYI
USIA 1-2 TAHUN
Endah Sri Lestari
Akademi Keperawatan RS Dustira Cimahi Jawa Barat,Indonesia
Abstract
to know relations breastfeeding exclusive and birth weight of low birth on the
growth and development of toddlers age 1-2 years in the work area of community
health center Leuwigajah 2019. this research is analytic by approach cross
sectional. The population of the research is baby 1-2 age from April-May 2019 in
the work area community health center Leuwigajah Cimahi about 45 baby. Using
techniques sampling accidental sampling that is about 31 respondents using data
analysis chi square test. respondents most exclusive obtain breastfeeding (68 %),
experienced scene birth weight of low birth (87%), normal growth (84%), normal
development (90%). Based on the data analysis bivariat the results that contact
breastfeeding exclusively on the growth of (P=0,528)>(α= 0,05), breastfeeding
exclusive relation to the development of (P=0,704)>(α=0,05), the relationship birth
weight of low birth on the growth of (P=0,008)>(α = 0,05 ) and relations birth
weight of low birth to the development of (P=0,037)>( α= 0,05) .We recommend
that pregnant women always monitor their nutritional status in order to prevent
the incidence of LBW and postpartum mothers are always supported to provide
exclusive breastfeeding so as to support the optimal growth and development of
toddlers in the golden period.
Keywords: breastfeeding exclusive; birth weight of low birth; growth; the development
Abstrak
Untuk mengetahui hubungan ASI eksklusif dan BBLR terhadap pertumbuhan dan
perkembangan balita usia 1-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas Leuwigajah tahun
2019. Penelitian ini bersifat descriptive corelational dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah bayi usia 1-2 tahun pada bulan
April-Mei 2019 di wilayah kerja Puskesmas Leuwigajah Cimahi sebanyak 45
bayi. Teknik pengambilan sample menggunakan accidental sampling yaitu
sebanyak 31 responden dengan menggunakan analisis data uji chi square.
Responden penelitian sebagian besar memperoleh ASI eksklusif (68%), tidak
mengalami kejadian BBLR (87%), pertumbuhan normal (84%), perkembangan
normal (90%). Berdasarkan uji analisis data bivariat diperoleh hasil bahwa tidak
terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan pertumbuhan dan perkembangan
balita usia 1-2 tahun, dengan nilai p masing-masing 0,528 dan 0,704. Sedangkan,
hasil data bivariat antara kejadian BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan
saling berhubungan dengan nilai p masing-masing 0,008 dan 0,037. Tidak
terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap pertumbuhan dan
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 81
perkembangan. Terdapat hubungan antara kejadian BBLR dengan pertumbuhan
dan perkembangan balita usia 1-2 tahun.
Kata kunci: ASI eksklusif, BBLR; pertumbuhan; perkembangan;
Pendahuluan
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah,
ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, kg), ukuran panjang (cm), umur tulang, dan keseimbangan
metabolis (retensi kalsium dan notrogen tubuh) (Soetjiningsih., 2012).
Perkembangan merupakan suatu proses yang pasti dialami oleh setiap individu,
perkembangan ini adalah proses yang bersifat kualitatif dan berhubungan dengan
kematangan seorang individu yang ditinjau dari perubahan yang bersifat progresif
serta sistematis di dalam diri manusia(Sudrajat, 2008).
Tumbuh kembang anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti
stimulasi orang tua, nutrisi, serta jenis kelamin. Nutrisi dan stimulasi orang tua
merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam keberlangsungan proses tumbuh
kembang anak. Anak yang mendapatkan kebutuhan nutrisi yang cukup dan stimulasi
yang terarah dari orang tua akan memiliki tumbuh kembang yang optimal
(Soetjiningsih., 2012).
Menurut (Staff, 2011) didapat data masih tingginya angka kejadian gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia balita khususnya gangguan
perkembangan motorik (27,5%) atau 3 juta anak mengalami gangguan. Balita di
Indonesia sekitar 16% dilaporkan mengalami gangguan perkembangan berupa
gangguan kecerdasan akibat gangguan perkembangan otak, gangguan pendengaran
dan gangguan motorik (Depkes, 2006). Pada tahun 2010 gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak di Indonesia mencapai 35,7% dan tergolong dalam masalah
kesehatan masyarakat yang tinggi menurut acuan WHO (World Health Organization)
karena masih di atas 30% (R. I. Kemenkes, 2018).
Periode pada tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan fase-fase yang
sangat kritis dan penting dalam hal tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial
yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk
sebagian besar menentukan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa.
Kelainan atau penyimpangan apapun bila tidak diintervensi secara dini dengan baik
pada saatnya dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat
purna, yaitu promotif, preventif dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak selanjutnya (Maryam, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Lisa, 2012) di Kelurahan
Brontokusman Kecamatan Mergangsan Yogyakarta dari 231 responden balita usia 7-
60 bulan, dinyatakan jumlah balita yang diberi ASI (Air Susu Ibu) eksklusif
mempunyai perkembangan motorik kasar sesuai umur sebanyak 28 balita dan tidak
sesuai umurnya sebanyak 11 balita. Balita yang tidak diberi ASI eksklusif, lebih dari
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
82 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
setengah balita mengalami perkembangan motorik kasar tidak sesuai umur yaitu
sebanyak 132 balita dan yang sesuai umurnya sebanyak 60 balita Umur anak di bawah
5 tahun merupakan periode emas yang menentukan kualitas hidupnya di masa yang
akan datang. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah
yang sering dijumpai di masyarakat, tetapi terkadang kurang mendapatkan penanganan
yang tepat. Banyak orangtua yang menunda penanganan keterlambatan perkembangan
mengakibatkan prognosis yang kurang baik (Ariani & Yosoprawoto, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Fernando, Loke, & Rahayu, 2013)
yang berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan Balita di Posyandu Surakarta”
menunjukkan hasil bahwa dari 27 responden mayoritas balita yang mengalami
pertumbuhan normal yaitu 24 responden (85%) dan yang mengalami perkembangan
yang sesuai yaitu sebanyak 15 responden (63%).
Rekomendasi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan juga telah ditetapkan oleh
WHO, UNICEF, dan Departemen kesehatan RI melalui SK Menkes No.
450/Men.Kes/SK/IV/2004 yang menjelaskan bahwa untuk mencapai pertumbuhan,
perkembangan, dan kesehatan yang optimal, bayi harus diberikan ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama (Chave et al., 2014).
Bayi yang mendapatkan makanan padat atau cairan kecuali vitamin, mineral,
atau obat sebelum berumur 6 bulan seiring pemberian ASI dikategorikan sebagai ASI
non eksklusif. Berbagai penelitian telah dilakukan di luar negeri mengenai hubungan
pemberian ASI terhadap tumbuh kembang anak. Penelitian di Baltimore, Washington
(2008) didapatkan bahwa bayi yang diberikan ASI eksklusif berat badannya normal
dan tidak cenderung obesitas dibandingkan bayi yang mendapat ASI non eksklusif.
Pemberian ASI eksklusif untuk bayi yang berusia < 6 bulan secara global
dilaporkan kurang dari 40%. Secara nasional cakupan ASI untuk bayi sampai umur 6
bulan mengalami fluktuasi, yaitu 24,3% pada tahun 2008, kemudian meningkat pada
tahun 2009 menjadi 34,3%, dan menurun pada tahun 2010 menjadi 33,6%, di Jawa
Barat sendiri sebesar 39,6% dengan target pencapaian sebesar 80%. Cakupan ASI
eksklusif di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu sebesar 80%.
Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012 pencapaian ASI eksklusif adalah 42%.
Sedangkan, berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan provinsi tahun 2013, cakupan
pemberian ASI 0-6 bulan sebanyak 54,3% (Statistik, 2012).
Pemberian ASI eksklusif di kota Cimahi pada tahun 2018 sebanyak 61% dengan
target 80% (Herdiana, 2018) sementara berdasarkan laporan pemberian ASI eksklusif
0-6 bulan (Fatonah, 2020) sebanyak 76,8% dengan target 85%.
Bayi dengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dapat mengalami gangguan
mental dan fisik pada usia balita. Beberapa penelitian mengungkapkan anak yang lahir
dengan riwayat BBLR mempunyai pola pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan
dengan anak berat lahir normal. Terdapat hambatan pertumbuhan yang serius pada
anak dengan riwayat BBLR yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak
berumur 2 tahun sehingga anak tidak pernah mencapai berat badan ideal (Tajra, 2011)
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 83
Jika tidak mendapatkan perawatan yang baik, hambatan terjadi tidak hanya pada
pertumbuhan fisik saja, melainkan juga pada perkembangannya (Soetjiningsih., 2012).
BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) masih terus menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan secara global karena efek jangka pendek maupun
panjangnya terhadap kesehatan (Organization, 2014). Pada tahun 2011, 15% bayi di
seluruh dunia (lebih dari 20 juta jiwa), lahir dengan BBLR (Organization & UNICEF.,
2013) Prevalensi BBLR di Indonesia masih terdapat 10,2% sedangkan Jawa Barat
sendiri memiliki prevalensi BBLR yang melebihi rata-rata nasional yaitu sebesar
10,8% (Kementrian kesehatan RI, 2018).
Menurut (R. I. Kemenkes, 2013) di Indonesia persentase BBLR tahun 2013
mencapai 10,2% artinya, satu dari sepuluh bayi di Indonesia dilahirkan dengan BBLR.
Jumlah ini masih belum bisa menggambarkan kejadian BBLR yang sesungguhnya,
mengingat angka tersebut didapatkan dari dokumen/catatan yang dimiliki oleh anggota
rumah tangga, seperti buku Kesehatan Ibu dan Anak dan Kartu Menuju Sehat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan provinsi Jawa Barat
(2015) menunjukan angka kejadian BBLR mencapai 18.997 (2,1%) per 100.000 KH
(Kelahiran Hidup). Di Kota Cimahi angka kejadian BBLR sendiri terdapat 333 (3,1%)
per 100.000 KH dan data awal di Puskesmas Leuwigajah pada tahun 2017 sampai
dengan 2018 angka kejadian BBLR adalah sebesar 25,9% per 100.000 KH.
Berdasarkan latar belakang pengambilan data awal di Puskesmas Leuwigajah,
Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai “Hubungan ASI Eksklusif
dan BBLR terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Usia 1-2 Tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Leuwigajah Tahun 2019”
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan survei descriptif corelational yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk
melihat hubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain, atau variabel yang
satu dengan variabel yang lain dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya. Pada
umumnya survei deskriptif digunakan untuk membuat penilaian terhadap suatu
kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang, kemudian hasilnya
digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut (Notoatmodjo,
2011).
Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatancross sectional, yaitu suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu
saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2012).
Konsep rancangan survei cross sectional dalam penelitian ini adalah ASI
eksklusif dan BBLR yang merupakan faktor risiko yang diidentifikasi ada atau tidak
pada ibu menyusui dan BBL di waktu yang lalu dan pertumbuhan serta perkembangan
sebagai kasus pada bayi/balita (faktor efek) yang diidentifikasi pada saat yang sama
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
84 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
dengan faktor risiko dan adakah hubungan antara ASI eksklusif dan BBLR terhadap
pertumbuhan dan perkembangan pada balita usia 1-2 tahun.
Rancangan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang ingin dicapai yaitu
mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dan BBLR terhadap pertumbuhan dan
perkembangan pada balita usia 1-2 tahun di wilayah kerja Puskesmas Leuwigajah
tahun 2019.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan laporan penelitian di wilayah
kerja Puskesmas Leuwigajah Cimahi Selatan Kota Cimahi Tahun 2019 adalah
sebagai berikut;
a. ASI Eksklusif
Tabel 1
Distribusi Frekuensi ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas
Leuwigajah Cimahi Selatan Kota Cimahi Tahun 2019
ASI Eksklusif
Frekuensi
Persentasi (%)
Ya
21
68
Tidak
10
32
Total
31
100
Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil bahwa lebih banyak responden yang
menggunakan ASI eksklusif yaitu 21 responden (68%) sedangkan yang tidak
menggunakan ASI eksklusif sebanyak 10 responden (32%).
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
di Wilayah Kerja Puskesmas Leuwigajah Cimahi Selatan
Kota Cimahi Tahun 2019
Berat Badan Lahir rendah
(BBLR)
Frekuensi
Persentasi (%)
Ya
4
13
Tidak
27
87
Total
31
100
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil bahwa lebih banyak responden yang
tidak mengalami kejadian BBLR yaitu 27 responden (87%) sedangkan yang
mengalami kejadian BBLR sebanyak 4 responden (13%).
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 85
c. Pertumbuhan
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Pertumbuhan di Wilayah Kerja Puskesmas Leuwigajah Cimahi
Selatan Kota Cimahi Tahun 2019
Pertumbuhan
Frekuensi
Persentasi (%)
Kurang
5
16
Normal
26
84
Total
31
100
Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil bahwa lebih banyak responden yang
mengalami pertumbuhan normal yaitu sebanyak 26 responden (84%)
sedangkan yang mengalami pertumbuhan tidak normal sebanyak 5 responden
(16%).
d. Perkembangan
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Perkembangan di Wilayah Kerja Puskesmas
Leuwigajah Cimahi Selatan Kota Cimahi Tahun 2019
Perkembangan
Frekuensi
Persentasi (%)
Peyimpangan
0
0
Meragukan
3
10
Normal
28
90
Total
31
100
Berdasarkan tabel 4 diperoleh hasil bahwa lebih banyak responden yang
mengalami perkembangan normal yaitu sebanyak 28 responden (90%)
sedangkan yang mengalami perkembangan meragukan sebanyak 3 responden
(10%) dan tidak ada responden yang mengalami perkembangan menyimpang
(0%).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan ASI eksklusif terhadap pertumbuhan
Tabel 5
Hubungan ASI Eksklusif Terhadap Pertumbuhan Balita Usia 1-2 Tahun di
Puskesmas Leuwigajah Cimahi Tahun 2019
ASI
Eksklusif
pertumbuhan
Persentasi
(%)
Nilai
P
Kurang
Normal
Total
F
%
F
%
Ya
3
14
18
86
21
100
Tidak
2
20
8
80
10
100
0,528
Total
5
16
26
84
31
100
Berdasarkan tabel 5 diperoleh hasil bahwa dari 21 responden yang
menggunakan ASI eksklusif, paling banyak balitanya mengalami pertumbuhan
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
86 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
normal yaitu sebanyak 18 responden (86%) dan balita yang mengalami
pertumbuhan kurang yaitu sebanyak 3 responden (14%), sedangkan balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif terdapat 8 responden (80%) yang mengalami
pertumbuhan normal dan hanya 2 responden (20%) yang mengalami
pertumbuhan kurang. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,528) > (α=0,05),
maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif
terhadap pertumbuhan balita usia 1-2 tahun.
b. Hubungan ASI eksklusif terhadap perkembangan
Tabel 6
Hubungan ASI Eksklusif Terhadap Perkembangan Balita Usia 1-2 Tahun
di Puskesmas Leuwigajah Cimahi Tahun 2019
ASI
Eksklusif
Perkembangan
Persentasi
(%)
Nilai
P
Penyimpangan
Meragukan
Normal
Total
F
%
F
%
F
%
Ya
0
0
2
9
19
90
21
100
Tidak
0
0
1
10
9
90
10
100
0,704
Total
0
0
3
10
28
90
31
100
Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil bahwa dari 21 responden yang
menggunakan ASI eksklusif, paling banyak balitanya mengalami perkembangan
normal yaitu sebanyak 19 responden (90%), balita yang mengalami
perkembangan meragukan yaitu sebanyak 2 responden (10%) dan tidak ada
balita yang mengalami penyimpangan (0%), sedangkan balita yang tidak
diberikan ASI eksklusif terdapat 9 responden (90%) yang mengalami
perkembangan normal, balita yang mengalami perkembangan meragukan hanya
1 responden (10%) serta tidak ada balita yang mengalami perkembangan
menyimpang (0%). Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,704) > (α=0,05),
maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif
terhadap perkembangan balita usia 1-2 tahun.
c. Hubungan BBLR terhadap pertumbuhan
Tabel 7
Hubungan BBLR Terhadap Pertumbuhan Balita Usia 1-2 Tahun di Puskesmas
Leuwigajah Cimahi Tahun 2019
Berdasarkan tabel 7 diperoleh hasil bahwa dari 27 responden yang tidak
mengalami kejadian BBLR, paling banyak balitanya mengalami pertumbuhan
normal yaitu 25 responden (93%), sedangkan balita yang mengalami
pertumbuhan kurang yaitu sebanyak 2 responden (7%). Dari 4 responden yang
BBLR
Pertumbuhan
Total
Presentase
Nilai
Kurang
Norma
F
%
F
7
(%)
Ya
3
75
1
25
4
100
Tidak
2
7
25
93
27
100
0,008
Total
5
16
26
84
31
100
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 87
mengalami kejadian BBLR terdapat 3 responden (75%) balita yang mengalami
pertumbuhan kurang sedangkan balita yang mengalami pertumbuhan normal
hanya 1 responden (25%). Hasil uji Chi- Square diperoleh nilai (P=0,008) <
(α=0,05), maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan kejadian BBLR terhadap
pertumbuhan balita usia 1-2 tahun.
d. Hubungan BBLR terhadap perkembangan
Tabel 8
Hubungan BBLR terhadap perkembangan balita usia 1-2 tahun di Puskesmas
Leuwigajah Cimahi Tahun 2019
Berdasarkan tabel 8 diperoleh hasil dari 27 balita yang tidak mengalami
BBLR, paling banyak balitanya mengalami perkembangan normal yaitu 26
responden (96%), yang mengalami perkembangan meragukan hanya 1
responden (4%) dan tidak terdapat balita yang mengalami penyimpangan (0%).
Responden balita yang mengalami BBLR terdapat 2 responden (50%) yang
mengalami perkembangan normal, dan 2 responden (50%) balita yang
mengalami perkembangan meragukan serta tidak ada balita yang mengalami
penyimpangan (0%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,037)
< (α=0,05), maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan kejadian BBLR terhadap
perkembangan balita usia 1-2 tahun.
B. Pembahasan
1.
Gambaran ASI Eksklusif di wilayah kerja puskesmas Leuwigajah tahun
2019
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa lebih banyak responden yang
menggunakan ASI eksklusif yaitu 21 responden (68%) sedangkan yang tidak
menggunakan ASI eksklusif sebanyak 10 responden (32%). Pemberian ASI ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dapat berasal dari ibu itu
sendiri maupun faktor dari luar. Faktor yang berasal dari ibu sangat dipengaruhi
oleh perilaku ibu. Hal ini yang terkait adalah faktor predisposisi, faktor
pendukung dan faktor penguat. Faktor-faktor lain di luar ibu yang memengaruhi
pemberian ASI eksklusif yaitu faktor sosial budaya seperti dukungan suami,
ketidaktahuan masyarakat, gencarnya promosi susu formula, dan kurangnya
fasilitas tempat menyusui di tempat kerja dan area publik. Hal-hal tersebut
menjadi kendala utama bagi ibu dalam menyusui (Nengsih & Noviyanti, 2015).
Perkembangan
BBLR
Penyimpangan
Meragukan
Normal
Total
Persentas
i
Nilai
Ya
F
%
F
%
F
%
0
0
0
2
50
2
50
100
0
4
0,037
Tidak
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
88 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
2.
Gambaran BBLRdi wilayah kerja puskesmas Leuwigajah tahun 2019
Hasil penelitian pada tabel 2 diketahui bahwa lebih banyak responden
yang tidak mengalami kejadian BBLR yaitu 27 responden (87%) sedangkan
yang mengalami kejadian BBLR sebanyak 4 responden (13%).
Faktorfaktor yang dapat memengaruhi terjadinya BBLR adalah
diantaranya: pemeriksaan kehamilan paling sedikit 4 kali selama masa
kehamilan, status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan, periode gestasi paling
sedikit 8 bulan, jarak paling ideal antara 1836 bulan, jika pernah terjadi
komplikasi, umur ibu antara 2035 tahun adalah yang paling baik untuk
kehamilan, serta jumlah kehamilan yang paling ideal yaitu kurang dari 4
(Maryunani & Puspita, 2013).
Penyebab BBLR bersifat multifaktorial, sehingga sulit untuk melakukan
pencegahan. Sebagian besar BBLR disebabkan oleh kelahiran prematur.
Semakin muda usia kehamilan maka semakin tinggi risiko jangka pendek
maupun jangka panjang yang mungkin terjadi. Adapun faktor-faktor yang
berkaitan dengan BBLR yaitu:faktor ibu, faktor janin, faktor plasenta, dan faktor
lingkungan. (Proverawati & Ismawati, 2010).
3.
Gambaran pertumbuhan balita usia 1-2 tahun di wilayah kerja puskesmas
Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Hasil penelitian pada tabel 3 diketahui bahwa lebih banyak responden
yang mengalami pertumbuhan normal yaitu sebanyak 26 responden (84%)
sedangkan yang mengalami pertumbuhan tidak normal sebanyak 5 responden
(16%).
Secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan balita
dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar
(eksternal/ lingkungan). Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau
bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan
kromosom. Adanya suatu kelainan genetik dan kromosom dapat memengaruhi
pertumbuhan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma
Down (Prasetyo, 2010).
Selain faktor internal, faktor eksternal lingkungan juga memengaruhi
pertumbuhan anak. Faktor lingkungan yang banyak memengaruhi pertumbuhan
anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi. Gizi merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses pertumbuhan anak. Menurut
(Atmaja, Sulistyonigrum, Huriyati, Sadewa, & Susilowati, 2016) faktor utama
yang memengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi yang diterima pada
masa pertumbuhan otak, lompatan pertumbuhan pertama atau growth sport
sangat penting untuk balita, karena pada periode inilah pertumbuhan otak sangat
pesat.
4.
Gambaran perkembangan balita usia 1-2 tahun di wilayah kerja puskesmas
Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 89
Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa lebih banyak responden yang
mengalami perkembangan normal yaitu sebanyak 28 responden (90%)
sedangkan yang mengalami perkembangan meragukan sebanyak 3 responden
(10%) dan tidak ada responden yang mengalami perkembangan menyimpang
(0%).
Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara
sempurna tanpa mengalami hambatan apapun. Faktor-faktor yang memengaruhi
proses tersebut antara lain, faktor herediter atau faktor keturunan yang tidak
dapat diubah, faktor lingkungan yang memegang peranan penting dalam
menentukan tercapai atau tidaknya potensi yang dimiliki. Faktor lingkungan ini
meliputi lingkungan perinatal dan lingkungan postnatal. Lingkungan postnatal
antara lain budaya lingkungan, sistem sosial ekonomi, dan yang paling penting
adalah pemberian nutrisi (Riyadi, 2010).
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis.
Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini anak memperoleh asupan
gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila anak pada
masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode
emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh
kembang anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Ariani &
Yosoprawoto, 2013).
5.
Hubungan ASI eksklusif terhadap pertumbuhan balita usia 1-2 tahun di
wilayah kerja puskesmas Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa dari 21 responden yang
menggunakan ASI eksklusif, paling banyak balitanya mengalami pertumbuhan
normal yaitu sebanyak 18 responden (86%) dan balita yang mengalami
pertumbuhan kurang yaitu sebanyak 3 responden (14%), sedangkan balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif terdapat 8 responden (80%) yang mengalami
pertumbuhan normal dan hanya 2 responden (20%) yang mengalami
pertumbuhan kurang. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,528)>(α=0,05),
maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif
terhadap pertumbuhan.
Protein yang terdapat dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhan otak bayi.
ASI mengandung banyak taurin yang berfungsi untuk pertumbuhan susunan
syaraf. Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi pada awal usia
kehidupannya. Hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat gizi,
tetapi juga karena ASI juga mengandung zat immunoglobik yang melindungi
bayi dari infeksi.
Bayi dapat mencapai pertumbuhan optimal apabila diberi ASI eksklusif
sampai usia 4-6 bulan, dan setelah itu tetap diberikan sampai 2 tahun dengan
diberi tambahan makanan pendamping ASI. Islam pun menganjurkan kepada ibu
untuk menyusui bayinya. Sebagaimana disebutkan dalam Al-qur’an panggalan
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
90 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
ayat surah Al-Baqarah (002:233) yang artinya :“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama 2 tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan.”
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh (Suhud, 2013) dengan judul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan
Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa
Antang Makassar” yaitu pemberian ASI eksklusif tidak ada hubungannya
dengan pertumbuhan balita dengan nilai (P=0,053)>(α=0,05).
Berdasarkan data yang diperoleh riwayat pemberian ASI eksklusiftidak
berhubungan terhadap pertumbuhan anak usia toddler karena padabalita faktor
ASI saja tidak cukup untuk mendapatkan pertumbuhan yangoptimal walaupun di
dalam ASI terdapat zat makro maupun zat mikroyang sangat membantu dalam
perkembangan balita, tetapi setelah umur balita melewati 6 bulan sebaiknya,
balita diberikan makanan tambahanyang menunjang ASI (MP-ASI) dimana hal
tersebut akanmemengaruhi status gizi balita yang bergantung dari pemberian
asupan makanan (Fatimah, Hadju, Bahar, & Abdullah, 2011).
6.
Hubungan ASI eksklusif terhadap perkembangan balita usia 1-2 tahun di
wilayah kerja Puskesmas Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil bahwa dari 21 responden yang
menggunakan ASI eksklusif, paling banyak balitanya mengalami perkembangan
normal yaitu sebanyak 19 responden (90%), balita yang mengalami
perkembangan meragukan yaitu sebanyak 2 responden (10%) dan tidak ada
balita yang mengalami penyimpangan, sedangkan balita yang tidak diberikan
ASI eksklusif terdapat 9 responden (90%) yang mengalami perkembangan
normal, balita yang mengalami perkembangan meragukan hanya 1 responden
(10%) serta tidak ada balita yang mengalami perkembangan menyimpang (0%).
Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,704) > (α=0,05), maka Ho diterima
artinya tidak terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
perkembangan balita usia 1-2 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan status perkembangan
meragukan yaitu sebanyak 2 responden (10%). Hal ini berdasarkan pengamatan
peneliti pada saat dilakukan wawancara, bahwa masih terdapat balita usia 15
bulan yang mengalami gangguan motorik halus dan motorik kasar, seperti balita
yang belum dapat mempertemukan dua kubus kecil yang ia pegang, balita belum
dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik, dan belum dapat
membungkuk untuk memungut mainan di lantai kemudian berdiri kembali.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Amelia, Suherni, &
Margono, 2013) di Yogyakarta yang berjudul “Usia Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Gangguan Perkembangan Motorik
Halus Bayi”ditemukan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI setelah bayi
berusia 6 bulan mempunyai perkembangan motorik halus yang sesuai dengan
usia perkembangannya. Hal tersebut disebabkan karena pemberian MP-ASI
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 91
setelah bayi berusia 6 bulan merupakan tindakan yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi bayi.
Berbagai faktor baik genetik maupun lingkungan yang begitu majemuk
menghubungi kualitas tumbuh kembang anak sejak masa prenatal, perinatal dan
postnatal. Faktor-faktor lain yang berhubungan yaitu upaya peningkatan kualitas
tumbuh kembang anak terutama setelah postnatal sangat bergantung pada gizi.
(Suhud, 2013).
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Sari, 2012)
yang menemukan tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan
perkembangan motorik anak di wilayah kerja Puskesmas Dersalam Kabupaten
Kudus, dengan nilai p value = 0,053 (p value > 0,05).
7.
Hubungan BBLR terhadap pertumbuhan balita usia 1-2 tahun di wilayah
kerja puskesmas Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa dari 27 responden yang tidak
mengalami kejadian BBLR, paling banyak balitanya mengalami pertumbuhan
normal yaitu 25 responden (93%), sedangkan balita yang mengalami
pertumbuhan kurang yaitu sebanyak 2 responden (7%). Dari 4 responden yang
mengalami kejadian BBLR terdapat 3 responden (75%) balita yang mengalami
pertumbuhan kurang sedangkan balita yang mengalami pertumbuhan normal
hanya 1 responden (25%). Hasil uji Chi- Square diperoleh nilai (P=0,008) <
(α=0,05), maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan kejadian BBLR terhadap
pertumbuhan.
Berdasarkan wawancara terhadap ibu yang memiliki balita menyatakan
bahwa masih terdapat balita yang mengalami gangguan perkembangan motorik
halus. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Idriansari,
2014) dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia Toddler (1-3 Tahun) dengan Riwayat Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR)” menunjukkan hasil yang sama yaitu BBLR memiliki
risiko untuk mengalami hambatan pertumbuhan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa riwayat kelahiran BBLR menyebabkan
balita mengalami pertumbuhan tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Sistiarani, 2008) yang menjelaskan bahwa Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
berakibat jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak di masa yang akan
datang.
Dampak bayi dengan BBLR ini adalah pertumbuhannya akan lambat. Hal
ini terjadi karena bayi yang lahir BBLR baik dismatur maupun prematuritas
murni sejak dalam kandungan sudah mengalami berbagai masalah yang
menyebabkan bayi tersebut lahir BBLR tetapi, pada bayi dengan BBLSR
biasanya tidak akan mampu mengejar pertumbuhan fisiknya terutama jika tidak
mendapatkan asupan nutrisi yang tidak mencukupi, dan atau lingkungan
perawatan yang tidak adekuat. Bayi tersebut akan mengalami gangguan
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
92 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
pertumbuhan yang ditandai dengan berat badan dan tinggi badan yang tidak
sesuai dengan kriteria atau standar yang normal(Nengsih & Noviyanti, 2015).
8.
Hubungan BBLR terhadap perkembangan balita Usia 1-2 tahun di Wilayah
kerja puskesmas Leuwigajah Cimahi tahun 2019
Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa dari 27 balita yang tidak mengalami
BBLR, paling banyak balita yang mengalami perkembangan normal yaitu 26
responden (96%), yang mengalami perkembangan meragukan hanya 1
responden (4%) dan tidak terdapat balita yang mengalami penyimpangan (0%).
Balita yang mengalami BBLR terdapat 2 responden (50%) dan mengalami
perkembangan normal, terdapat 2 responden (50%) balita yang mengalami
perkembangan meragukan serta tidak ada balita yang mengalami penyimpangan
(0%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai (P=0,037) < (α=0,05),
maka Ho ditolak artinya terdapat hubungan kejadian BBLR terhadap
perkembangan
Hasil penelitian bahwa terdapat responden yang mengalami gangguan
perkembangan motorik halus dan motorik kasar. Hal ini berdasarkan hasil
wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa masih terdapat balita
dengan kejadian BBLR mengalami gangguan pada perkembangannya seperti
pada balita usia 15 bulan belum dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama
30 detik.
Berat badan lahir rendah dianggap sebagai faktor risiko yang kuat untuk
keterlambatan perkembangan motorik (Chaves et al., 2015). Bayi BBLR rentan
terhadap abnormal tanda-tanda neurologis, koordinasi dan reflex, karena
komplikasi neonatal yang menyebabkan deficit perkembangan motor dan
penundaan pada anak yang menunjukkan gangguan motorik yang akan
memengaruhi fungsi tangan dan kinerja balita saat memasuki usia sekolah (Nazi,
Aliabadi, & Maghfouri, 2012).
Sesuai dengan penelitian (Nazi et al., 2012) di Posyandu Gonila Kartasura
dengan judul “Hubungan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah dengan
Perkembangan Motorik Halus”, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara
riwayat berat badan lahir dengan perkembangan motorik anak.
Demikian masih ada anak dengan riwayat berat badan lahir normal yang
perkembangan motorik halusnya cenderung terhambat, hal ini mungkin
disebabkan oleh berbagai faktor lain yang memengaruhi diantaranya pemberian
stimulasi yang baik. Menurut (RI Kemenkes, 2016) stimulasi tumbuh kembang
anak dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan anak,
pengganti/pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di
lingkungan rumah tangga masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemberian stimulasi ini bisa diberikan berbagai cara, seperti mengajak anak
bermain, bernyanyi, bervariasi, menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada
hukuman, menggunakan alat bantu/permainan yang sederhana dan aman.
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 93
Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak
bahkan gangguan menetap.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas
Leuwigajah Cimahi Selatan Kota Cimahi tahun 2019 untuk mengetahui hubungan ASI
eksklusif dan BBLR terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita usia 1-2 tahun
diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1.) Ditemukan lebih banyak responden yang
menggunakan ASI eksklusif yaitu 21 responden (68%). (2.) Ditemukan lebih banyak
responden yang tidak mengalami kejadian BBLR yaitu 27 responden (87%). (3.)
Ditemukan lebih banyak responden yang mengalami pertumbuhan normal yaitu
sebanyak 26 responden (84%). (4.) Ditemukan lebih banyak responden yang
mengalami perkembangan normal yaitu sebanyak 28 responden (90%).Tidak terdapat
hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap pertumbuhan balita dengan nilai
(P=0,528) > (α=0,05). (5.) Tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI eksklusif
terhadap perkembangan balita dengan nilai (P=0,704) > (α=0,05).Terdapat hubungan
antara kejadian BBLR dengan pertumbuhan balita dengan diperoleh nilai (P=0,008) <
(α=0,05), maka Ho ditolak Ha diterima. (6.) Terdapat hubungan antara kejadian BBLR
dengan perkembangan balita dengan diperoleh nilai (P=0,037)<(α=0,05).
BIBLIOGRAFI
Amelia, Sylvi Wafda Nur, Suherni, Suherni, & Margono, Margono. (2013). Usia
pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) dengan gangguan
perkembangan motorik halus bayi. Jurnal Ilmu Kebidanan (Journal of Midwivery
Science), 1(1), 16.
Ariani, Ariani, & Yosoprawoto, Mardhani. (2013). Usia anak dan pendidikan ibu
sebagai faktor risiko gangguan perkembangan anak. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 27(2), 118121.
Atmaja, Ratih Feraritra Danu, Sulistyonigrum, Dian Caturini, Huriyati, Emy, Sadewa,
Ahmad Hamim, & Susilowati, Rina. (2016). Correlation of methylation of toll-
like receptor 4 (TLR4) and interleukin-6 (IL6) promoter with insulin resistance in
obese adolescents. Journal of the Medical Sciences (Berkala Ilmu Kedokteran),
48(1).
Chave, Jérôme, RéjouMéchain, Maxime, Búrquez, Alberto, Chidumayo, Emmanuel,
Colgan, Matthew S., Delitti, Welington B. C., Duque, Alvaro, Eid, Tron,
Fearnside, Philip M., & Goodman, Rosa C. (2014). Improved allometric models
to estimate the aboveground biomass of tropical trees. Global Change Biology,
20(10), 31773190.
Chaves, Raquel, Baxter-Jones, Adam, Gomes, Thayse, Souza, Michele, Pereira, Sara,
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
94 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
& Maia, José. (2015). Effects of individual and school-level characteristics on a
childs gross motor coordination development. International Journal of
Environmental Research and Public Health, 12(8), 88838896.
Depkes, R. I. (2006). Pedoman penyelenggaraan dan prosedur rekam medis rumah
sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Fatimah, Siti, Hadju, Veni, Bahar, Burhanuddin, & Abdullah, Zulkifli. (2011). Pola
konsumsi dan kadar hemoglobin pada ibu hamil di Kabupaten Maros, Sulawesi
Selatan. Makara Kesehatan, 15(1), 3136.
Fatonah, Sofa. (2020). Hubungan pola asuh ibu dalam pemberian makan dengan
kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di puskesmas Leuwigajah Cimahi
Selatan 2019. Jurnal Kesehatan Budi Luhur: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Keperawatan, Dan Kebidanan, 13(2), 293300.
Fernando, Niroshinie, Loke, Seng W., & Rahayu, Wenny. (2013). Mobile cloud
computing: A survey. Future Generation Computer Systems, 29(1), 84106.
Herdiana, Oding. (2018). Perencanaan Framework Togaf ADM untuk pengembangan
enterprise architecture berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM) Pada
Dinas Kesehatan Kota Cimahi. Universitas Komputer Indonesia.
Idriansari, Antarini. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pertumbuhan
dan perkembangan anak usia Toddler (1-3 Tahun) dengan riwayat bayi berat lahir
rendah. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 6370.
Kemenkes, R. I. (2013). Riskesdas 2013. Jakarta: Balitbangkes RI.
Kemenkes, R. I. (2018). Data dan informasi profil kesehatan Indonesia tahun 2016.
Jakarta, Indonesia.
Kemenkes, RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2016.
Kementrian kesehatan RI. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. 61.
Lisa, Ulfa Farrah. (2012). Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan
motorik kasar balita di Kelurahan Brontokusuman Kecamatan Mergangsan
Yogyakarta. Avilable from: Http://Ejournal. Uui. Ac. Id/Ju
Rnal/Ulfa_Farrah_Lisa-Uha-5-Ulfa_farrah_lisa. Pdf.
Maryam, Siti. (2018). Gambaran tingkat pendidikan dan pola asuh ibu pada anak usia
dini di Gampong Pante Gajah Kecamatan Matang Glumpang Dua Kabupaten
Bireuen. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies,
3(2), 6776.
Maryunani, Anik, & Puspita, Eka. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: TIM.
Endah Sri Lestari
Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021 95
Nazi, Sepideh, Aliabadi, Faranak, & Maghfouri, Bahare. (2012). Fine Motor
Development of Low Birth Weight Infants Corrected Aged 8 to 12 Months.
Iranian Rehabilitation Journal, 10(2), 2225.
Nengsih, Uki, & Noviyanti, Dedi S. Djamhuri. (2015). Hubungan riwayat kelahiran
berat bayi lahir rendah dengan pertumbuhan anak usia balita. Jurnal Bidan, 2(2),
234046.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta, 413.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan.
Organization, World Health. (2014). Global status report on noncommunicable
diseases 2014. World Health Organization.
Organization, World Health, & Unicef. (2013). Progress on sanitation and drinking-
water. World Health Organization.
Prasetyo, Sigit Nian. (2010). Konsep dan proses keperawatan nyeri.
Proverawati, Atikah, & Ismawati, Cahyo. (2010). BBLR (berat badan lahir rendah).
Yogyakarta: Nuha Medika, 61.
Riyadi, Slamet. (2010). Koneksi photovoltaic ke sistem melalui VSI berbasis kendali
arus untuk pembagian beban. The Journal of Information Technology and
Electrical Engineering, 2(1), 3237.
Sari, Hanika Novita. (2012). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan
Perkembangan Motorik Anak Usia 6-8 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Dersalam Kabupaten Kudus Tahun 2011. Universitas Negeri Semarang.
Sistiarani, Colti. (2008). Faktor maternal dan kualitas pelayanan antenatal yang
berisiko terhadap kejadian berat badan lahir rendah (BBLR) studi pada ibu yang
periksa hamil ke tenaga kesehatan dan melahirkan di rsud banyumas tahun 2008.
Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Soetjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: .EGC.
Staff, UNICEF. (2011). The state of the worlds children 2011-executive summary:
Adolescence an age of opportunity. Unicef.
Statistik, Badan Pusat. (2012). Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Sudrajat, Akhmad. (2008). Pengertian pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik, dan
model pembelajaran. Online)(Http://Smacepiring. Wordpress. Com).
Hubungan ASI Eksklusif dan BBLR dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 1-2
tahun
96 Syntax Idea, Vol. 3, No 1, Januari 2021
Suhud, Charis. (2013). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan Tumbuh Kembang
Anak Usia Toddler di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa. Univeritas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Tajra, Sanmya Feitosa. (2011). Informática na Educação: novas ferramentas
pedagógicas para o professor na atualidade. Saraiva Educação SA.