Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 1, No 7 November 2019

 


ANALISIS KNOWLEDGE MANAGEMENT MATURITY LEVEL DENGAN METODE SIEMENS MATURITY LEVEL (STUDI KASUS : STIMIK ESQ)

 

Mariska Aprisciliana Widiatuti, Setyo Arief Arachman dan Agustinus Broto

Magister Manajemen Universitas Budi Luhur

Email: [email protected], [email protected], dan [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kematangan (maturity level) knowledge management di program studi Sistem Informasi STIMIK ESQ dan pengaruh tingkat kematangan (maturity level) terhadap penciptaan pengetahuan baru di program studi Sistem Informasi STIMIK ESQ. Penelitian ini menggunakan pendekatan Siemens Maturity Model dalam pengukurannya. Dalam hal ini dilakukan penelitian terhadap 21 informan yaitu 5 informan dosen dan 16 informan mahasiswa dengan 2 informan yang tidak valid. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sebanyak 60% matakuliah melakukan pembelajaran melalui practical and case study, hanya 80% SAP yang diajarkan, mahasiswa yang mereview materi perkuliahan sebanyak 13,3% dan sebanyak 73,3% baru mereview materi menjelang assessment atau ujian akhir sedangkan 13,3% mahasiswa yang mencari materi perkuliahan selain yang diajarkan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kematangan knowledge management di STIMIK ESQ berada di level repeated sehingga dalam hal ini belum terciptanya pengetahuan di STIMIK ESQ tersebut. Namun terdapat penciptaan pengetahuan di matakuliah tecnopreneur yang didapat melalui proses experience learning dan exploring.

 

Kata kunci : Knowledge Management, Siemens Maturity Level, KMMM

 

Pendahuluan

Pengetahuan dianggap sebagai proses dinamis yang melibatkan interaksi dan adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dicapture, ditransfer dan digunakan (Fidalgo-Blanco, Sein-Echaluce, & Garc�a-Pe�alvo, 2015). Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam bukunya The Knowledge Creating Company mengatakan bahwa pengetahuan dianalisis dengan menggunakan beragam dikotomi mikro yaitu pengetahuan dari sudut pandang individu dan makro yaitu pengetahuan dari sudut pandang organisasi (Fidalgo-Blanco et al., 2015). Pengetahuan adalah keseluruhan badan kognisi dan keterampilan yang digunakan individu untuk memecahkan masalah. Ini termasuk aturan praktikal dan teori sehari-hari dan instruksi untuk tindakan. pengetahuan didasarkan pada data dan informasi, namun tidak seperti keduanya, pengetahuan selalu terikat pada seseorang. Pengetahuan dibangun oleh individu dan mewakili kepercayaan mereka mengenai hubungan kausal (Alipour, Idris, & Karimi, 2011).

Ada dua tipe pengetahuan yakni tacit knowledge dan explicit knowledge. Pengetahuan tacit bersifat pribadi dan spesifik, selain itu juga sulit untuk diformalkan dan dikomunikasikan. pengetahuan tacit pada umumnya lebih sulit ditransmisikan daripada pengetahuan yang dikodifikasi dan hal itu sangat jarang terjadi antar organisasi (Wu & Lin, 2009). Sedangkan menurut Nonaka dan Takeuchi (1995) pengetahuan eksplisit mudah untuk dibagikan karena bisa dikodifikasin. Pengetahuan eksplisit merupaka pengetahuan yang dapat dikodifikasi sehingga dapat dengan mudah ditransmisikan, diproses, dipindahkan dan disimpan dalam database. Jenis pengetahuan ini juga dapat dibentuk dan dipublikasikan sebagai formula atau direktori ilmiah di antara anggota sebuah organisasi. Petunjuk, prinsip, peraturan, prosedur, rincian, dan lain-lain yang dapat dengan mudah ditransmisikan antar anggota organisasi secara formal semuanya dianggap sebagai pengetahuan eksplisit (Siadat, Hoveida, Abbaszadeh, & Moghtadaie, 2012). Untuk mengelola pengetahuan tacit dan eksplisit diperlukan knowledge management. Di dalam knowledge management (KM) terdapat beberapa proses yaitu discovering (menemukan), capturing (menangkap), sharing (berbagi), dan applying (menerapkan) pengetahuan. Di dalam KM terdapat proses dasar salah satunya knowledge sharing. Hasil dari knowledge sharing yaitu knowledge creation.

Menurut UU 2 tahun 1989, pasal 16, ayat (1) tentang pendidikan tinggi telah dijelaskan bahwa: �Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Salah satu tujuan perguruan tinggi adalah mampu menciptakan pengetahuan baru. Perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menggunakan pengetahuan yang sudah ada, tetapi bisa berinovasi dengan menciptakan pengetahuan yang baru. Namun penciptaan pengetahuan baru sulit untuk terlaksana jika perguruan tinggi tidak mengetahui sudah sejauh mana dan sudah di tingkat mana knowledge management yang dipakai. Diperlukan pengukuran untuk mengukur tingkat kematangan (maturity level) knowledge management yang dipakai.

Subjek penelitian ini dilakukan pada mahasiswa dan dosen STIMIK ESQ untuk program studi sistem informasi dengan menggunakan pendekatan Siemens Maturity Level (Siemens KMMM) dengan beberapa tingkatan diantaranya initial, repeatable, defined, managed dan optimizing. Siemens KMMM terdiri dari model analisis dan model pengembangan. Model pengembangan dalam Siemens KMMM menyediakan informasi yang berfungsi untuk mencapai tingkat kematangan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengetahui tingkat kematangan (maturity level) knowledge management di STIMIK ESQ.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif yaitu metode yang mampu memberikan informasi yang lebih kompleks dan mendalam mengenai topic yang diteliti dalam memahami sikap, persepsi, emosi, keyakinan, motif, dan perilaku (Yuliansyah, Hanna Marthatya Hakim, Ani Wilujeng Suryani, 2015).� Selain itu, metode ini juga memberikan informasi mengenai sisi lain dari responden yang sering bertentangan dari sisi perilaku, opini, emosi, dan hubungan individual.� Penelitian ini dilakukan dengan beberapa langkah dari mulai pengumpulan data, analisis hingga hasil. Hal ini dilakukan agar tercapai suatu tujuan penelitian yang diharapkan. Adapun metodologi penelitian yang dilakukan adalah :

1.      Studi Literatur, yaitu dengan membaca jurnal-jurnal yang terkait dengan penelitian mengenai knowledge management, knowledge management maturity dan Siemens KMMM. Selain dari jurnal, studi literatur juga dilakukan melalui buku teks knowledge management.

2.      Melakukan observasi di kampus STIMIK ESQ mengenai kegiatan belajar dan mengajar serta interaksi antara dosen dan mahasiswa.

3.      Melakukan wawancara secara mendalam kepada dosen tetap dan mahasiswa secara terpisah.� Selain itu, metode ini juga memberikan informasi mengenai sisi lain dari responden yang sering bertentangan dari sisi perilaku, opini, emosi, dan hubungan individual.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Analisis Observasi

Hasil observasi diperoleh informan yang terdiri dari 5 orang dosen prodi Sistem Informasi dan 16 mahasiswa prodi Sistem Informasi di STIMIK ESQ. Informan sebanyak 7 orang wanita dan 14 orang pria. Dari 16 mahasiswa, verbatim yang digunakan hanya 14 mahasiswa sedangkan 2 yang lainnya dianggap tidak valid. Data yang tidak valid tersebut karena adanya ketidaksesuaian jawaban dan terdapat perluasan pertanyaan diluar konteks pertanyaan yang diajukan.

Persepsi Mahasiswa Terhadap Matakulia dan Dosen

Kelompok� matakuliah logika��� dan matematika adalah matakuliah yang paling tidak����� disukai� oleh mahasiswa tetapi juga yang paling disukai oleh mahasiswa. Alasan mengapa disukai adalah lebih kepada praktikal, kebenaran yang sudah pasti tidak monoton. Namun untuk sebagian mahasiswa mengatakan bahwa tidak menyukai matakuliah ini karena sulit dipahami. Menariknya, walaupun mahasiswa mengatakan tidak menyukai kelompok matakuliah ini, namun informan tersebut mengatakan berminat, bila mengerti. Sebagian yang mengatakan tidak menyukai matakuliah kelompok ini, mengatakan lebih menyukai matakuliah terapan dan technopreneurship serta hanya sebagian kecil yang menyukai kelompok bisnis enterprise dan manajemen karena sifat belajarnya yang monoton, kurang interaktif dan tidak ada praktek.

Persepsi Mahasiswa Terhadap Proses Transfer Ilmu Pengetahuan

Dalam� proses� pembelajaran,�� dosen�� menyampaikan bahan ajar melalui� slide presentation dan materi yang diberikan sesuai dengan Satuan� Acara�� Perkuliahan (SAP). Tetapi fokus dari proses transfer pengetahuan adalah adanya interaktif dari pemberi pengetahuan dan penerima pengetahuan. Sebanyak 60% terjadi komunikasi interaktif sedangkan sisanya mengatakan cenderung membosankan bila hanya mendengar dari dosen. Dari materi yang diberikan, hanya 13.3% yang melakukan review perkuliahan terencana sedangkan �73.3% mereview materi menjelang waktu assessment dan ujian akhir semester. Hanya 13.3% mahasiswa yang berusaha melakukan eksplorasi materi perkuliahan diluar dari bahan presentasi dosen. Jadi, pada proses delivery materi bahan ajar ini, mahasiswa baru melakukan eksploitasi satu arah dan kurang melakukan eksplorasi. Namun, hal ini tidak terjadi pada matakuliah Technopreneur, sebagian besar nara sumber mengatakan bahwa walaupun tertekan untuk matakuliah ini namun� mahasiswa selain melakukan eksploitasi dari dosen����������� dan dosen�������� tamu, juga memiliki pengalaman melalui eksplorasi secara bebas dengan eksternal. Tertekan disini maksudnya, mahasiswa dipaksa keluar� dari zona nyaman untuk bertemu dan berinteraksi orang-orang di luar lingkungannya secara individu. Proses interaksi ini ternyata������ mendorong mahasiswa untuk melakukan eksplorasi sendiri melalui jaringan baru yang dibentuk (komunitas),����������� sosial��� media, internet dan youtube.

Persepsi Mahasiswa Terhadap Keahlian Dosen

Dosen� memiliki keahlian yang sangat baik, namun kurang bisa menyampaikan materi ke mahasiswa. Bagi mahasiswa yang tergolong cepat tanggap, dosen dianggap menyampaikan materi yang berulang-ulang. Hal ini������ dapat dipahami karena kemampuan mahasiswa di dalam kelas berbeda-beda, sehingga bagi mahasiswa yang pandai, pembelajaran terkesan lambat sedangkan bagi mahasiswa yang kurang, penyampaian materi terkesan cepat sehingga harus diulang-ulang. Dari hasil wawancara, kondisi nyata yang menyebabkan mahasiswa menyukai matakuliah adalah sebagai����� berikut:

�          Practical & Case Study Matakuliah yang mengandung praktek dan studi kasus nyata.

�          Structured Material, Materi yang akan disampaikan, terencana sehingga dapat dipersiapkan oleh mahasiswa.

�          Interactive,terjadi interaksi antara dosen dan mahasiswa sehingga suasana kelas lebih ke arah diskusi.

�          Passion, sesuai dengan kesukaan.���������������������

Persepsi Dosen Terhadap Keahlian dan Kesesuaian Matakuliah yang Diampuh

Menurut wawancara yang dilakukan kepada informan, didapatkan bahwa informan mengajar sesuai dengan latar belakang pekerjaan dan kemampuan yang dimilikinya. Namun ada beberapa informan yang ditugaskan untuk mengajarkan matakuliah yang tidak sesuai dengan latar belakang pekerjaan dan kemampuannya. Ketidaksesuaian tersebut membuat informan berusaha untuk mempelajari materi baru tersebut dari awal sehingga baik dosen maupun mahasiswa sama-sama belajar dari awal. Ketika hal ini terjadi,� yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang berasaldari eksternal (best practice)

Persepsi Dosen Terhadap Proses Transfer Ilmu Pengetahuan

Sebagian dosen merasa mendapat pengetahuan baru dari pertanyaan pertanyaan yang diajukan mahasiswa, beberapa dosen mengungkapkan bahwa matakuliah yang mereka ajarkan tidak memperkaya area penelitian mereka. Pengetahuan����������� baru juga didapatkan dosen dalam berjalannya����������� menyusun materi. Namun, bila hal ini dipasangkan dengan informan mahasiswa, maka pengetahuan hanya dapat terbentuk ketika mahasiswa aktif berinteraksi. Sumber pengetahuan dari dosen didapatkan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan studi����� kasus perusahaan, buku literatur, workshop dan komunitas, internship di industry serta pengetahuan baru hasil dari diskusi dengan professional maupun mahasiswa yang pernah menjalankan internship. Pengetahuan ini diberikan kepada mahasiswa dengan harapan diterima oleh mahasiswa dan mendapatkan feedback dari mahasiswa berupa pengetahuan yang baru. Sedangkan mahasiswa mendapatkan����������� pengetahuan tidak hanya dari��� dosen tetapi juga dari kalangan professional, komunitas dan jaringan yang dibangun.

 

2.    Analisis Domain

Untuk memfokuskan penelitian maka dilakukan analisis domain, domain yang dipilih yaitu penyebab matakuliah disukai.

Gambar 1

Analisis Domain

 

Diambil dari persepsi informan, perkuliahan yang ideal itu dilihat dari 3 (tiga) hal yaitu delivery way (cara penyampaian), material planning (rencana materi), dan research (penelitian). Cara penyampaian (delivery way) terbagi menjadi 2 yaitu practical and case study (praktek dan studi kasus) dan interactive (interaktif). Di dalam interactive dan practical and case study terdapat 2 cara yaitu melalui experience learning (pembelajaran dengan pengalaman) dan exploring (eksplorasi). Untuk material planning dibagi menjadi 2 (dua) yaitu structured material dan teaching and learning planning. Di dalam structured material dan teaching and learning planning, terdapat 2 fungsi yaitu sebagai time planning (perencanaan waktu) dan reference (referensi).

 

 

3. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis domain diatas didapatkan hasil penelitian berupa diagram pada gambar 2. Terdapat 3 indikator yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu delivery (cara penyampaian), material planning (rencana materi), dan research (penelitian). Adapun penjelasannya sebagai berikut :

a.         Di tingkat initial dosen memberikan materi namun materinya tidak dishare ke mahasiswa, selain itu materi perkuliahan juga belum tersusun. Di tingkat ini dosen tidak melakukan penelitian.

b.        Di tingkat repeated, dosen memberikan materi berupa slide yang sama yang pernah dipelajari di semester sebelumnya. Di tingkat ini juga dosen menyampaikan susunan materi secara berulang. Di bidang penelitian pun, area penelitian dosen kurang berkembang karena bidang penelitiannya sama..

c.         Di tingkat defined, dosen memberikan materi perkuliahan berupa practical. Di tingkat ini juga sebagian materi perkuliahan berasal dari penelitian dosen selain itu juga dosen melakukan penelitian yang terintegrasi dengan matakuliah.

d.        Di tingkat managed, penyampaian materi sudah melalui proses exploring dengan penyusunan materi yang didapat dari pengetahuan eksternal. Selain itu penelitian yang dilakukan dosen berdasarkan kompetensinya.

e.         Di tingkat optimized, penyampaian dan penyampaian materi melalui experience learning yang dikombinasikan dengan exploring. Selain itu pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan dipakai dosen untuk penelitian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2

Hasil Penelitian

Berdasarkan Gambar 2, bisa disimpulkan bahwa knowledge management maturity level di STIMIK ESQ berada di level repeated. Hal ini berdasarkan data yang didapatkan dari informan bahwa dosen menyampaikan materi yang sama secara penciptaan pengetahuan yang terjadi di prodi Sistem Informasi STIMIK ESQ. Namun penciptaan pengetahuan yang baru ada di matakuliah technopreneurship. Hal ini dikarenakan di matakuliah tersebut penyampaian materi dilakukan melalui experience learning dan exploring berulang dan materi yang disusun merupakan materi yang pernah dipakai dosen di semester sebelumnya. Hal ini juga menyebabkan belum adanya

 

 

 

 

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan metode kualitatif dengan menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan, didapati kesimpulan sebagai berikut :

1.      Knowledge management maturity level di STIMIK ESQ berada di level repeated.

2.      Di tingkat repeated tersebut, belum adanya penciptaan pengetahuan yang baru. Hal ini dikarenakan di tingkat repeated, dosen menyampaikan materi yang sama secara berulang dan materi yang disusun merupakan materi yang pernah dipakai dosen di semester sebelumnya. Namun penciptaan pengetahuan yang baru ada di matakuliah technopreneurship. Hal ini dikarenakan di matakuliah tersebut penyampaian materi dilakukan melalui experience learning dan exploring.�

3.      Penyampaian materi sebagian besar melalui practical and case study.

4.      Penyebab mahasiswa menyukai matakuliah yaitu practical and case study, structured material, interactive, planned teaching method, dan passion.

5.      Sebanyak 60% matakuliah melakukan pembelajaran melalui practical and case study. Sebanyak 80% SAP yang diperlihatkan kepada mahasiswa. Mahasiswa yang mereview materi perkuliahan sebanyak 13,3% dan sebanyak 73,3% baru mereview materi menjelang assessment atau ujian akhir. Hanya 13,3% mahasiswa yang mencari materi perkuliahan selain yang disampaikan oleh dosen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Alipour, F., Idris, K., & Karimi, R. (2011). Knowledge creation and transfer: Role of learning organization. International Journal of Business Administration, 2(3), 61.

 

Fidalgo-Blanco, A., Sein-Echaluce, M. L., & Garc�a-Pe�alvo, F. (2015). Epistemological and ontological spirals: From individual experience in educational innovation to the organisational knowledge in the university sector. Program, 49(3), 266�288.

 

Siadat, S. A., Hoveida, R., Abbaszadeh, M., & Moghtadaie, L. (2012). Knowledge creation in universities and some related factors. Journal of Management Development, 31(8), 845�872.

 

Wu, C., & Lin, C. (2009). Case study of knowledge creation facilitated by Six Sigma. International Journal of Quality & Reliability Management, 26(9), 911�932.