Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853�
e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 1, No 7 November 2019
�
FAKTOR-FAKTOR
INTERNAL YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD) (STUDI
EMPIRIS PADA BPK RI PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH)
Hilda Kumala Wulandari
Program
Studi Akuntansi FEB Universitas Muhadi Setiabudi Brebes
Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh
Skeptisme Profesional, Pelatihan Audit Kecurangan, Independensi Auditor dan
Kompetensi Auditor terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.
Populasi dalam penelitian ini adalah 137 auditor yang bekerja di BPK RI
Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan sampel menggunakan sensus. Data penelitian ini
menggunakan data primer dan dari 137 kuesioner, hanya 121 kuesioner yang
kembali. Data dianalisis menggunakan SmartPLS versi 3.2.3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
1)Skeptisme Profesional mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kemampuan
Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud), 2)Pelatihan Audit Kecurangan
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan (Fraud), 3)Independensi Auditor tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) dan 4)Kompetensi
Auditor mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud).
Kata kunci: Skeptisme Profesional, Pelatihan Audit Kecurangan,
Independensi Auditor, ���Kompetensi Auditor dan Kemampuan Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud).
Era globalisasi dizaman ini keberadaan peran profesi auditor
semakin meningkat sesuai dengan perkembangan bisnis yang semakin meningkat.
Perkembangan bisnis ini mendorong adanya persaingan global yang mengakibatkan
peran akuntansi kedepannya semakin lebih berat dan menantang. Laporan keuangan
menuntut adanya audit yang reliabel dan relevan sebagai landasan dasar untuk
pengambilan keputusan dan laporan keuangan disajikan sesuai standar akuntansi
berlaku umum dan harus terbebas dari salah saji material. Saat ini tindak
kecurangan (fraud), khususnya kasus
korupsi di Indonesia sedang marak terjadi.�
Hal ini diperkuat dengan survei dari organisasi pengamat korupsi
internasional yaituTransparency
International dalam situsnya www.transparency.org
yang menempatkan Indonesia pada ranking 114 dari 177 negara dengan skor 32 dari
skor tertinggi yaitu 100, bahkan pada tahun 2013 organisasi ini menyebutkan
bahwa kontrol korupsi itu hanya 27%. Hal ini memperlihatkan bahwa
korupsi di Indonesia sudah sangat memprihatinkan dan segera memperoleh
penanganan yang tepat dan cepat agar bisa memulihkan kembali nama baik Indonesia
di kalangan dunia.
(Sari, 2010) bagian pemeriksaan dengan tujuan tertentu No.06 bahwa
�Auditor dituntut untuk merancang pemeriksaan mendeteksi terjadinya
penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan; kecurangan(fraud)
serta ketidakpatutan (abuse).� Standar ini menjelaskan begitu besar tanggung
jawab auditor dalam menemukan suatu kecurangan, tetapi hal ini begitu
bertentangan dengan fakta-fakta yang terjadi dilapangan, berbagai kasus
kegagalan dan ketidakmampuan auditor dalam mendeteksi adanya tindak kecurangan
membuktikan bahwa masih lemahnya kepatuhan auditor terhadap standar yang telah
ditetapkan. Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia diantaranya yaitu kasus
suap daging impor, kasus korupsi penggelapan dana.
Pembangunan wisma atlit Hambalang oleh Nazarudin, kasus Bank
Century, makelar kasus Gayus Tambunan, kasus penggelapan pajak oleh mantan
kepala Direktorat Jendral Pajak Hadi Purnomo dan masih banyak kasus-kasus
korupsi lainnya yang kasus korupsinya sudah terungkap ataupun yang kasus
korupsinya belum terungkap. Peran pemerintah sangat penting untuk meminimalisir
tindak kecurangan yang telah terjadi. Salah satu wujud nyata dari keseriusan
pemerintah untuk memberantas korupsi terlihat dari pembentukan KPK dan BPK.
Kemampuan mendeteksi kecurangan adalah
cara atau proses penentu dan penemuan suatu tindakan yang ilegal dan disebabkan
karena adanya salah saji pada laporan keuangan dilakukan dengan disengaja
(Widiyastuti & Pamudji, 2009). Agar auditor mampu dalam pendeteksian
kecurangan yang terjadi didalam auditnya, maka auditor harus mengerti tentang
kecurangan diantarnya: karakteristik kecurangan, jenis kecurangan dan cara
untuk mendeteksi kecurangan. Dalam hal ini untuk dapat mendeteksi kecurangan
yaitu dengan melihat adanya red flags yang dapat diartikan sebagai tanda
peringatan tindakan yang diduga berpotensi dan menyebabkan timbulnya adanya
kecurangan (Simanjuntak & Hasan, 2015). Terdapat opini negatif masyarakat
dengan adanya kasus-kasus korupsi yang terjadi saat ini di Indonesia yaitu
ketidakmampuan profesi auditor dalam menjalankan tugas misalnya pendeteksian
dan pencegahan kecurangan (fraud). Masyarakat menuntut auditor untuk menjaga
keprofesionalannya dan tetap menjaga produk-produk audit yang dia hasilkan. Hal
ini menyangkut laporan keuangan yang diaudit oleh auditor semata-mata tidak
hanya untuk kepentingan instansi/auditinya tetapi juga terdapat hak-hak dan
kepentingan-kepentingan pihak lain yang lebih penting seperti masyarakat
(Imanto, 2017).juga mendukung pernyataan (AKBAR, 2017) bahwa telah terjadi
expectation gap antara auditor dan masyarakat pada saat ini. Masyarakat
menginginkan dalam pemeriksaan auditor seharusnya menemukan kecurangan pada
laporan keuangan namun kenyataannya����������� yang���� terjadi�� auditor
terkadang tidak mampu mengungkapkan kecurangan karena adanya keterbatasan dalam
mendeteksinya
Ada banyak faktor yang menyebabkan ketidakmampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Penyebab ketidakmampuan auditor dalam melakukan
kecurangan didalam laporan keuangan salah satunya adalah melihat dari sisi
minimnya sikap skeptis yang dimiliki oleh auditor. Adanya tuntutan bagi auditor
untuk mampu mendeteksi kecurangan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
berbagai standar audit, mengharuskan auditor untuk meningkatkan kemampuannya
dengan mendapatkan pelatihan audit kecurangan (Kautsarrahmelia, 2013). Untuk meningkatkan
pengetahuan dapat dilihat dari pengalaman khusus dan penambahan pelatihan
formal (Bonner & Walker, 1994). Pengetahuan seorang
auditor tentang kecurangan dan kekeliruan akan mengalami perkembangan dengan
melalui bertambahnya pengalaman dan pelatihan yang telah diikutinya (PUTRI, 2008). Sikap independensi
salah satu hal yang penting dalam keberhasilan pendeteksian kecurangan dan
peningkatan kemampuan auditor. Sikap independensi perlu dimiliki auditor karena
dapat terbebas dari tekanan dan kepentingan pihak manapun sehingga auditor
dapat mendeteksi ada atau tidaknya kecurangan pada instansi yang telah
diauditnya dan jika terdeteksi adanya kecurangan, auditor tidak terlibat untuk
mengamankan praktek kecurangan (fraud)
tersebut (Lastanti, 2008). Kompetensi merupakan
kualitas yang dibutuhkan seorang auditor untuk melakukan audit dengan benar dan
baik sehingga bermanfaat untuk menjaga objektivitas dan integritas auditor.
Adanya suatu kualitas kompetensi yang baik, auditor dapat mengasah kepekaannya
untuk menganalisis laporan keuangan dan mampu mendeteksi trik rekayasa yang
telah dilaksanakan dalam melakukan tingkat kecurangan sehingga dapat mengetahui
apakah didalam tugas auditnya terdapat ada atau tidaknya tindak kecurangan (Noviyanti, 2008).
Objek penelitian ini diambil dari BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa
Tengah, hal ini dikarenakan terdapatnya banyak kasus yang ditangani oleh BPK,
diantaranya tentang korupsi yang semakin marak terjadi tiap tahunnya di Jawa
Tengah. Masing-masing auditor mempunyai kemampuan yang berbeda didalam
mendeteksi adanya kecurangan dan auditor juga mempunyai keterbatasan dalam
mendeteksi kecurangan. Dalam hal ini keterbatasan yang dimiliki auditor dapat
menyebabkan kesenjangan antara pemakai jasa auditor yang mengharapkan auditor
dapat memberikan keyakinan dan kepercayaan bahwa yang disajikan tidak salah
saji. Pada penelitian (Heider, 1958) menyataka salah satu
penyebab kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan karena mendapat sorotan
publik akibat kasus-kasus yang terjadi sehubungan dengan profesinya, tak
terkecuali auditor pemerintah dan didukung oleh penelitian (Walgito, 2002) penyebab kegagalan
auditor dalam mendeteksi kecurangan karena rendahnya skeptisme profesional yang
di miliki auditor.
Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya sehingga
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) apakah skeptisme profesional
berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), 2) apakah pelatihan audit
kecurangan berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan (fraud), 3) apakah
independensi auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud), 4)
apakah kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud).
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud), 2)
untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan audit kecurangan terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), 3) untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh independensi
auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), 4) untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh kompetensi auditor terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud).
Metodologi
Penelitian
����������� Metode dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pengujian hipotesis yang dimana penelitian ini menerangkan fenomena
dalam bentuk antar variabel yang saling berhubungan. Obyek penelitian ini
adalah Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan teknik survei.
Survei adalah teknik pengumpulan dengan memberikan pertanyaan kepada responden
individu secara keseluruhan (Luthans, 2011). Peneliti secara
langsung menyebarkan kuesioner penelitian kepada responden dengan menjelaskan
penelitian secara detail dan tata cara pengisian kuesioner sebelum responden
mengisi kuesioner tersebut. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer
yang artinya data yang cara pengumpulannya dilakukan secara langsung pada
responden/ subyek penelitian. Data dalam penelitian ini adalah pegawai Badan
Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Instrumen penelitian ini
dalam bentuk kuesioner. Variabel penelitian ini terdiri atas enam yaitu
skeptisme profesional, pelatihan audit kecurangan, independensi auditor,
kompetennsi auditor dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
Populasi adalah wilayah
generalisasi terdiri dari obyek/subyek yang memiliki karakteristik dan kualitas
tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipahami kemudian ditarik kesimpulannya
(Adnyani, Atmadja, SE, Herawati, & AK, 2014). Menurut Bezetting pegawai jumlah auditor yang
ada di Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah adalah 137
auditor. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah seluruh auditor yang ada di
Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Jawa Tengah dengan jumlah yaitu 137 auditor.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi
tersebut (Anggriawan, 2014). Para responden yang mengisi kuesioner dalam penelitian ini tidak perlu
memberikan identitas guna menjamin kerahasiaan responden. Metode sampel yang
digunakan adalah Sensus. Jumlah responden
dalam penelitian ini adalah 137 pegawai auditor yang ada di Badan Pemeriksa
Keuangan RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah. Namun kuesioner yang kembali hanya
121, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 121 responden.
Hasil Dan
Pembahasan
Teknik
analisis data menggunakan metode SEM berbasis PLS dengan software Smart-PLS.
Metode SEM-PLS memerlukan dua tahap untuk menilai fit model dari sebuah model
penelitian. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Model
Pengukuran (Outer Model)
Penelitian
ini menggunakan indikator yang bersifat reflektif untuk mengukur semua variabel
laten sehingga dalam melakukan pengujian model pengukurannya harus memenuhi uji
validitas (konvergen dan diskriminan) dan uji reliabilitas. Uji validitas dimaksudkan untuk menguji apakah
item/indikator yang mempresentasikan konstruk laten valid ataukah tidak dalam
artian indikator yang digunakan dapat menjelaskan konstruk laten untuk diukur. Sedangkan
uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsistensi kuesioner dalam mengukur
suatu konstruk yang sama jika digunakan dari waktu ke waktu dengan hasil yang
akurat. Pengolahan data untuk pengujian ini menggunakan SmartPLS versi 3.2.3.
a. Hasil Uji
Validitas Konvergen
Nilai loading factor untuk tiap indikator konstruk menunjukkan hasil uji
validitas konvergen yang dilakukan. Nilai loading
factor hasil output SmartPLS
3.2.3 iterasi-1 dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar
1
Nilai
Loading Factor Iterasi-1
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017.
Berdasarkan hasil output
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa terdapat satu (1) indikator yang memiliki nilai loading dibawah 0,7 yaitu indikator
KAMK2 pada variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Nilai loading KAMK2 adalah 0,698. Mengingat nilai dibawah 0,7 sehingga
indikator tersebut dihapus/ didrop. Selanjutnya model dilakukan re-estimasi
kembali dan hasil nilai loading masing-masing indikator hasil iterasi-2 dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2
�Nilai Loading
Factor Iterasi-2
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017
Berdasarkan hasil output
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa setelah dilakukan
iterasi-2 semua nilai loading factor
diatas 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa semua indikator yang digunakan pada
iterasi-2 sudah memenuhi validitas konvergen. Indikator-indikator yang memiliki
nilai diatas 0,7 tersebut yang selanjutnya akan digunakan dalam pengolahan
data.
Selain itu, untuk melihat validitas konvergen secara
keseluruhan yang digunakan pada setiap variabel konstruk dapat juga dilihat
dari nilai Average Variance Extracted
(AVE). Nilai AVE direkomendasikan harus lebih
besar dari 0.5. Nilai AVE masing-masing variabel dari hasil output SmartPLS 3.2.3 terlihat pada
Tabel 4.5. Sesuai dengan Tabel 4.5 terlihat bahwa nilai AVE semua konstruk
lebih besar dari 0.5, sehingga memenuhi validitas konvergen.
Tabel 1
Nilai Average Variance
Extracted (AVE)
Variabel |
Average Variance Extracted (AVE) |
Skeptisme Profesional |
0,637 |
Pelatihan Audit Kecurangan |
0,564 |
Independensi Auditor |
0,616 |
Kompetensi Auditor |
0,554 |
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan (Fraud) |
0,567 |
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017.
b. Hasil Uji
Validitas Diskriminan
Discriminant validity dilakukan untuk memastikan bahwa
setiap konsep dari masing variabel laten berbeda dengan variabel lainnya. Model
mempunyai discriminant validity yang baik jika setiap nilai loading dari
setiap indikator dari sebuah variabel laten memiliki nilai loading yang paling
besar dengan nilai loading lain terhadap variabel laten lainnya. Hasil output discriminant validity dapat
dilihat pada Tabel 2
�������
Tabel
2
Output Discriminant Validity
(Cross Loading)
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017
Pada Tabel 2 diatas dapat
dilihat bahwa beberapa nilai looding
factor untuk setiap indikator dari masing-masing variabel laten memiliki
nilai looding factor yang paling besar dibanding nilai loading
jika dihubungkan dengan variabel laten lainnya. Dari hasil pengujian
tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap variabel laten memiliki discriminant
validity yang baik.
c. Hasil Uji
Reliabilitas
Uji
reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan melihat nilai Cronbach�s Alpha dan composite reliability. Nilai cronbach alpha dan composite reliability lebih besar dari 0,70 dikatakan memiliki
nilai reliabilitas yang baik. Nilai cronbach
alpha dan composite reliability
dari output SmartPLS 3.2.1 tersaji
dalam Tabel 3
Tabel 3
Nilai Cronbach�s Alpha
dan Composite Reliability
|
Cronbach�s Alpha |
Composite Reliability |
Skeptisme Profesional |
0,886 |
0,913 |
Pelatihan Audit Kecurangan |
0,845 |
0,886 |
Independensi Auditor |
0,875 |
0,906 |
Kompetensi Auditor |
0,839 |
0,882 |
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) |
0,809 |
0,868 |
Sumber: Output
SmartPLS 3.2.3, 2017.
Sesuai Tabel 3 terlihat bahwa
nilai cronbach�s alpha pada semua
variabel/konstruk yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai lebih
besar dari 0,7. Begitu juga dengan nilai composite
reliability semua konstruk juga memiliki nilai lebih besar dari 0,7. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa model dalam penelitian ini memenuhi persyaratan
reliabilitas.
2. Pengujian Model
Stuktural (Inner Model)
Penilaian
model struktural dengan PLS, dimulai dengan melihat nilai R-Square untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan
prediksi dari model struktural serta perubahan nilai R-Square dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten
eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang
substantive. Hasil pengujian R-Square dari output SmartPLS 3.2.1 tersaji dalam
Tabel 4
Tabel 4
Hasil Pengujian R-Square
|
R-Square |
R-Square Adjusted |
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan(Fraud) |
0,708 |
0,698 |
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017.
���� Dari
Tabel 4 dapat
dilihat untuk nilai R-Square dari
model struktural penelitian adalah sebesar 0,708 atau 70,8% dan R-Square Adjusted sebesar 0,698 atau
69,8%, berarti untuk konstruk laten endogen dalam model struktural memiliki
kontribusi yang baik. Selanjutnya menurut responden variabilitas konstruk
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) yang dapat dijelaskan oleh konstruk skeptisme profesional,
pelatihan audit kecurangan, independensi auditor dan kompetensi auditor adalah
sebesar 0,708 atau 70,8%. Sedangkan 0,292 atau 29,2% dapat dijelaskan oleh
faktor-faktor lain diluar model penelitian.
Gambar
3 Bootstrapping
Signifikansi
Sumber:
Output SmartPLS 3.2.3, 2017
Tabel 5
Path
Coefficients
|
Original
Sample
(O) |
Sample
Mean
(M) |
Standard
Deviation
(STDEV) |
T Statistics (|O/STDEV|) |
P
Values |
Skeptisme Profesional -> Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) |
0,270 |
0,263 |
0,095 |
2,856 |
0,004 |
Pelatihan Audit Kecurangan -> Kemampuan Auditor
Dalam Mendeteksi Kecurangan (Fraud) |
0,221 |
0,226 |
0,107 |
2,058 |
0,040 |
Independensi Auditor -> Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud) |
0,169 |
0,179 |
0,093 |
1,825 |
0,069 |
Kompetensi Auditor -> Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud) |
0,267 |
0,261 |
0,101 |
2,637 |
0,009 |
Sumber: Output SmartPLS 3.2.3, 2017
Untuk menguji hipotesis mengenai hubungan yang dikembangkan dalam model
ini, besaran nilai t-statistics dan p-value menjadi dasar dari signifikansi
hubungan antara variabel laten eksogen dan endogen. Penelitian ini menggunakan
tingkat signifikansi 5%. Nilai t-statistics
> 1.96 dan p-value� < 0,05 dikatakan signifikan pada alpha 5% yang berarti hipotesis diterima
pada alpha 5%. Sedangkan nilai t-statistics < 1,96 dan p-value > 0,05 dikatakan tidak
signifikan pada alpha 5% yang berarti
hipotesis ditolak pada alpha 5%.
Penelitian ini menggunakan SmartPLS 3.2.3 terlihat pada output Path Coefficients yang dapat dilihat pada Tabel 4.9. Hasil pengujian
dengan Bootstrapping dari analisis PLS adalah sebagai berikut:
1.
Pengujian
Hipotesis 1 (Skeptisme
Profesional)
Hipotesis pertama (H1) menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh
positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil pengujian ditunjukan pada�
Tabel 4.9 baris pertama. Berdasarkan tabel tersebut bahwa hasil uji
terhadap koefisien parameter beta pada original
sample dan sample mean antara
skeptisme profesional dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) terdapat pengaruh positif
masing-masing sebesar 0,270 dan 0,263 dengan nilai t-statistic sebesar 2,856 (>1,96) dan nilai p-value sebesar 0,004 (p <0,05) yang berarti signifikan pada alpha 5%. Jadi
dapat disimpulkan bahwa skeptisme profesional berpengaruh signifikan terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), sehingga hipotesis pertama (H1) diterima.
2.
Pengujian
Hipotesis 2 (Pelatihan
Audit Kecurangan)
Hipotesis kedua (H2) menyatakan bahwa pelatihan audit kecurangan
berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil pengujian ditunjukan pada�
Tabel 4.9 baris kedua. Berdasarkan tabel tersebut bahwa hasil uji
terhadap koefisien parameter beta pada original
sample dan sample mean antara
pelatihan audit kecurangan dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
(fraud) terdapat pengaruh positif
masing-masing sebesar 0,221 dan 0,226 dengan nilai t-statistic sebesar 2,058 (>1,96) dan nilai p-value sebesar 0,040 (p <0,05) yang berarti signifikan pada alpha 5%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pelatihan audit kecurangan berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud),
sehingga hipotesis kedua (H2) diterima.
3.
Pengujian
Hipotesis 3 (Independensi
Auditor)
Hipotesis ketiga (H3) menyatakan bahwa independensi auditor berpengaruh
positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil pengujian ditunjukan pada�
Tabel 4.9 baris ketiga. Berdasarkan tabel tersebut bahwa hasil uji
terhadap koefisien parameter beta pada original
sample dan sample mean antara
independensi auditor dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) terdapat pengaruh positif
masing-masing sebesar 0,169 dan 0,179 dengan nilai t-statistic sebesar 1,825(<1,96) dan nilai p-value sebesar 0,069 (p >0,05) yang berarti tidak signifikan
pada alpha 5%. Jadi dapat
disimpulkan bahwa independensi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), sehingga hipotesis ketiga (H3) ditolak.
4.
Pengujian
Hipotesis 4 (Kompetensi
Auditor)
Hipotesis keempat (H4) menyatakan bahwa kompetensi auditor berpengaruh
positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil pengujian ditunjukan pada�
Tabel 4.9 baris keempat. Berdasarkan tabel tersebut bahwa hasil uji
terhadap koefisien parameter beta pada original
sample dan sample mean antara
kompetensi auditor dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) terdapat pengaruh positif
masing-masing sebesar 0,267 dan 0,261 dengan nilai t-statistic sebesar 2,637 (>1,96) dan nilai p-value sebesar 0,009(p <0,05) yang berarti signifikan pada alpha 5%. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kompetensi auditor berpengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor
dalam mendeteksi kecurangan (fraud),
sehingga hipotesis keempat (H4) diterima.
Kesimpulan
Berdasarkan dari penelitian yang sudah dilakukan, maka kesimpulan
dari penelitian ini adalah:
1. Variabel skeptisme profesional mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), hal ini dibuktikan dengan nilai t-statistic sebesar 2,856 (>1,96) dan
nilai p-value sebesar 0,004 (p
<0,05). Kondisi ini mengindikasikan bahwa penting auditor memiliki
skeptisme profesional sehingga bukti yang dikumpulkan dapat dijadikan landasan
dasar auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud).
2. Variabel pelatihan audit kecurangan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud), hal ini dibuktikan dengan nilai t-statistic sebesar 2,058 (>1,96) dan
nilai p-value sebesar 0,040 (p
<0,05). Kondisi ini mengindikasikan bahwa adanya tuntutan bagi auditor
untuk mampu mendeteksi kecurangan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam standar
audit, mengharuskan auditor untuk meningkatkan kemampuannya dengan mendapatkan
pelatihan audit kecurangan. Pengarahan yang diberikan auditor senior kepada
auditor junior (pemula) dianggap sebagai bentuk pelatihan karena kegiatan ini
dapat meningkatkan kemampuan kinerja seorang auditor. Dengan adanya program
pelatihan para auditor mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan situasi yang nantinya akan ia temui.
3. Variabel independensi
auditor tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud), hal ini dibuktikan dengan nilai t-statistic sebesar 1,825 (<1,96) dan
nilai p-value sebesar 0,069 (p
>0,05). Kondisi
ini mengindikasikan bahwa sikap
independensi masih kurang dalam keberhasilan pendeteksian kecurangan dan
peningkatan kemampuan auditor, sehingga auditor belum dapat mendeteksi ada atau
tidaknya kecurangan pada instansi yang diauditnya dengan tepat dan setelah
kecurangan tersebut terdeteksi. Independensi belum berperan dalam membantu
tugas auditor untuk mendeteksi kecurangan (fraud).
4. Variabel kompetensi
auditor mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud), hal ini dibuktikan dengan nilai t-statistic sebesar 2,637 (>1,96) dan nilai p-value sebesar 0,009 (p <0,05). Kondisi ini mengindikasikan bahwa
kompetensi merupakan kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk
melaksanakan audit dengan benar dan juga bermanfaat untuk auditor. Kompetensi harus dievaluasi melalui proses yang
mempertimbangkan perilaku pribadi dan kemampuan untuk menerapkan keterampilan
dan pengetahuan yang diperoleh melalui pekerjaan, pendidikan dan pengalaman
audit.
BIBLIOGRAFI
Adnyani, N., Atmadja, A. T., SE, A., Herawati, N. T., & AK, S. E.
(2014). Pengaruh skeptisme profesional auditor, independensi, dan pengalaman
auditor terhadap tanggungjawab auditor dalam mendeteksi kecurangan dan
kekeliruan laporan keuangan (Studi kasus pada Kantor Akuntan Publik (KAP)
wilayah Bali). JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 2(1).
Akbar, A. (2017). Pengaruh kompetensi auditor Danperan
Whistleblower terhadap Pendeteksian Kecurangan Pada Pengadaan Barang Dan Jasa.
Anggriawan, E. F. (2014). Pengaruh pengalaman kerja,
skeptisme profesional dan tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi fraud (Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik di DIY). Nominal,
Barometer Riset Akuntansi Dan Manajemen, 3(2).
Bonner, S. E., & Walker, P. L. (1994). The effects of
instruction and experience on the acquisition of auditing knowledge. Accounting
Review, 157�178.
Heider, F. (1958). The psychology of interpersonal re la tio
ns. New York.
Imanto, T. (2017). Pengaruh Pengalaman Kerja, Keahlian,
Latar Belakang Pendidikan Dan Pelatihan Berkelanjutan, Independensi, Dan
Integritas Terhadap Kualitas Hasil Audit (Studi Kasus di Perwakilan BPKP
Provinsi Lampung).
Kautsarrahmelia, T. (2013). Pengaruh Indepensi, Keahlian,
Pengetahuan Akuntansi dan Auditing serta Skeptisme Profesional Auditor terhadap
Ketepatan Pemberian Opini Audit oleh Akuntan Publik.
Lastanti, H. S. (2008). Tinjauan Terhadap Kompetensi dan
Independensi Akuntan Publik: Refleksi Atas Skandal Keuangan. Media Riset
Akuntansi, Auditing & Informasi, 5(1), 85�97.
Luthans, F. (2011). Organizational behavior an evidence-based
approach 12th edition. McGrawHill Irwin. Fq, 141.
Noviyanti, S. (2008). Skeptisme profesional auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 5(1),
102�125.
PUTRI, J. (2008). Pengaruh Pengalaman Dan Pelatihan
Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan. Prodi Akuntansi
Unika Soegijapranata.
Sari, M. P. (2010). ANALISIS PERBANDINGAN SPAP, IAS DAN SPKN.
Jurnal Dinamika Akuntansi, 2(1).
Simanjuntak, S., & Hasan, A. (2015). Pengaruh
Independensi, Kompetensi, Skeptisme Profesional Dan Profesionalisme Terhadap
Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Fraud) Pada Auditor Di BPK RI Perwakilan
Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Riau, 2(2).
Walgito, B. (2002). Pengantar Psikologi Umum Ed. 3 Cet 1.
Yogyakarta: Andi Offset.
Widiyastuti, M., & Pamudji, S. (2009). Pengaruh
Kompetensi, Independensi, dan Profesionalisme Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Fraud). Value Added| Majalah Ekonomi Dan Bisnis, 5(2).