Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 10, Oktober 2020
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK TALK
WRITE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INGGRIS SUB TEMA TEKS
INTERAKSI INTERPERSONAL PADA KELAS 8.1 SMPN 13 BINTAN SEMESTER GANJIL TAHUN
AJARAN 2019/2020
Haslinda
SMPN Bintan,Kepulauan Riau,Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This
research aims to find out if the Think Talk Write type cooperative learning
model can improve the results of learning English sub-theme Text Interpersonal
Interaction in grade 8.1 The Think Talk Write type cooperative learning model
is one of the models used by teachers to encourage students to increase
activities and results in learning because the Think Talk Write model is
applied based on three important stages, i.e. think, talk, and write. This
research was conducted in SMPN 13 Bintan District
North Bintan Regency. The subjects in this study were
8.1 graders of 17 students. Research data for English learning results are
obtained through evaluation tests from learning in cycles I and 2. The results
showed that by implementing a Cooperative Learning Model type
Think Talk Write can improve English learning outcomes in grade 8.1 students.
This is indicated by an increase in student grades from the initial condition,
cycle I, and cycle II. At the time of initial condition, 7 students completed
in KKM or 43.5%, and who had not completed there were 10 students or 56.5%. In
cycle I there are 11 completed students in KKM or 65.2%, and the unfinished are
6 students or 34.8%, while in cycle II there are 15 students who are completed
in KKM or by 91.3%, and who have not completed in learning there is 1 student
or 8.7%. From the analysis of the data can be concluded that the implementation
of a cooperative learning model type Think Talk Write can improve the English
learning results of grade 8.1 students.�
Keywords:
cooperative
learning model; Think Talk Write type; English learning results
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris sub tema Teks Interaksi Interpersonal di kelas 8.1 model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write merupakan salah satu model yang digunakan oleh guru untuk memberi rangsangan siswa agar meningkatkan aktivitas dan hasil dalam belajar karena model Think Talk Write ini diterapkan berdasarkan tiga tahapan penting, yaitu tahap think (berpikir), talk (berdiskusi), dan write (menulis). Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8.1 yang berjumlah 17 siswa. Data penelitian untuk hasil belajar Bahasa Inggris diperoleh melalui tes evaluasi dari pembelajaran pada siklus I dan 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris pada siswa kelas 8.1. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai siswa dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Pada saat kondisi awal terdapat 7 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 43,5% dan yang belum tuntas terdapat 10 siswa atau sebesar 56,5%. Pada siklus I terdapat 11 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 65,2%, dan yang belum tuntas terdapat 6 siswa atau sebesar 34,8%, sedangkan pada siklus II terdapat 15 siswa yang tuntas dalam KKM atau sebesar 91,3%, dan yang belum tuntas dalam belajar terdapat 1 siswa atau sebesar 8,7 %. Dari analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris siswa kelas 8.1.
Kata kunci: model pembelajaran kooperatif; tipe Think Talk Write; hasil belajar bahasa Inggris
Pendahuluan
Perkembangan
teknologi dan informasi, khususnya yang terjadi di
indonesia terjadi sangat dinamis. Perkembangan tersebut tentu saja berdampak
pada segala bidang, seperti ekonomi, kesehatan, sosial dan tentunya pada bidang pendidikan. Dalam hal ini, Ahmad D. Marimba mengartikan pendidikan sebagai bimbingan yang dilakukan secara
sadar oleh pendidik kepada peserta didik yang bertujuan untuk membentuk
kepribadian secara jasmani dan rohani. Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan dapat dicapai jika
proses pembelajaran dilakukan
secara efektif dan efisien guna
mencapai tujuan yang
optimal (Cholik, 2017).
Pendidikan merupakan
harapan dan cita� cita luhur bagi para
pemimpin bangsa ini khususnya untuk orang tua. Selain itu pendidikan merupakan
hal yang penting dalam kehidupan seseorang terlebih untuk menghadapi persaingan
dan kompetisi global yang semakin tinggi memaksa setiap individu untuk lebih
cerdas dalam menyikapi hal tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Atas
dasar itulah, maka seseorang dituntut untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui pendidikan agar dapat bersaing dan berkompetensi secara global (Mukson, 2017).
Pendidikan sebagai proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang paling actual, menarik dan yang paling hangat dibicarakan sepanjang zaman bahkan sampai sekarang
Pendidikan sendiri merupakan
suatu proses yang memerlukan
perhatian banyak orang, tidak hanya guru sebagai pendidik bahkan peran orang tua, serta peserta
didik perlu diperhatikan oleh berbagai pihak guna meningkatkan
kehidupan yang semakin maju ini (Khoriah, 2020).
Pendidikan memegang
peran penting dalam membentuk karakter suatu bangsa. Kemajuan pendidikan di
suatu Negara selalu berkorelasi positif terhadap kemajuan peradaban bangsa
tersebut. Melalui kegiatan pembelajaran di sekolah, diharapkan tercipta
kesempatan yang luas bagi setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara
optimal, sesuai potensi yang dimiliki dan sesuai pula dengan situasi lingkungan
yang tersedia sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan nasional (Wahab, 2017).
Dalam paradigma
pembelajaran tradisional, proses belajar mengajar biasanya berlangsung di dalam
kelas dengan kehadiran guru di dalam kelas dan pengaturan jadwal yang kaku di
mana proses belajar mengajar hanya bisa berlaku pada waktu dan tempat yang
telah ditetapkan. Peran guru sangat dominan dan bertanggung jawab atas
efektivitas proses belajar mengajar dan guru juga menjadi sumber belajar yang
dominan (Sudjana & Rivai,
2010).
Media pembelajaran
merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan pengirim
kepada penerima, sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
minat peserta didik untuk belajar (Tafonao, 2018).
Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah maupun di luar
sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut
dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi
siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Dari segi guru, proses belajar tersebut
tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Proses belajar tersebut
dapat diamati secara tidak langsung. Jadi yang dimaksud proses belajar tersebut
merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, tetapi dapat dipahami oleh
guru (Muyaroah
& Fajartia, 2017).
Pengetahuan
baru yang siswa peroleh dari proses belajar. Belajar tersebut dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, baik itu
sejak dini dalam keluarga dan di sekolah. Proses belajar atau pembelajaran di sekolah terjadi interaksi antara guru dan siswa. Guru memegang peranan yang penting, antara lain guru berperan sebagai sumber belajar (teacher centered). Peran guru sebagai sumber belajar dalam menyampaikan
materi pelajaran diduga kurang inovatif.
Oleh karena itu, hal tersebut bisa
m engakibatkan pem belajaran yang konvensional (Gasong,
2018).
Upaya untuk mengatasi
permasalahan pembelajaran
yang konvensional, dapat menggunakan model-model pem belajaran yang inovatif. Menurut Kamus Besar
Bahasa Inggris Sub Teks Interaksi
Interpersonal (offline) kata �inovasif� yang bersifat memperkenalkan sesuatu yang baru; bersifat pembaruan (kreasi baru). Jadi, pembelajaran inovatif merupakan pembelajaran yang menggunakan metode atau model baru yang ditemukan sendiri atau dari sumber-sumber
lain yang diterapkan sedemikian
rupa agar tercipta pem belajaran yang kondusif dan berpusat pada siswa. Diharapkan melalui pembelajaran inovatif ini dapat
meningkatkan kualitas siswa.
Kualitas siswa yang dihasilkan menunjukkan berhasil tidaknya proses pembelajaran. Keberhasilan proses
pembelajaran siswa dapat dilihat dari
hasil belajar. Hasil belajar terbagi menjadi tiga aspek
yaitu, kognitif, afektif dan psikomotor. Ada dua faktor yang menyebabkan hasil belajar yaitu, faktor intern (dari diri sendiri) dan faktor ekstern (dari luar atau
lingkungan) (Parendrarti,
2009).
Strategi
pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang
dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik
siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran
yang dirumuskan (Anitah, 2007).
Strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya menyebutkan
bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan (Sudrajat, 2008).
Permasalahan yang ada di kelas 8.1 SMPN 13 Bintan
Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan yaitu hasil belajar belajar Bahasa
Inggris Sub Teks Interaksi Interpersonal yang rendah khususnya dalam
keterampilan menulis yaitu materi meringkas isi buku dengan memperhatikan
beberapa mejaan. Hasil belajar Bahasa Inggris Sub Teks Interaksi Interpersonal
yang rendah dapat dilihat dari hasil ulangan harian yang terdapat nilai < 70
karena nilai 70 merupakan batas tuntas utau KKM. Dari 17 siswa diketahui hanya
7 siswa yang memperoleh nilai t 70, sedangkan siswa yang memperoleh nilai <
70 atau belum tuntas sejumlah 10 siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa yang
mencapai KKM adalah 43,48%, sedangkan yang belum dapat mencapai KKM adalah
56,52%.
Dilihat dari jumlah persentase siswa yang belum
tuntas di atas, peneliti menduga masalah tersebut dikarenakan dari faktor
kognitif siswa, lingkungan belajar siswa berupa dorongan atau motivasi orang
tua kepada anak, atau mungkin cara mengajar guru yang konvensional, dan
kurangnya interaksi antar individu dalam kelompok belajar. Adapun dugaan
masalah yang lainnya seperti pandangan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris
Sub Teks Interaksi Interpersonal yang mudah atau menyepelekan karena Bahasa
Inggris Sub Teks Interaksi Interpersonal merupakan bahasa pengantar sehari-hari
untuk perkenalan. Oleh karena itu, agar hasil belajar Bahasa Inggris Sub Teks
Interaksi Interpersonal dapat meningkat, maka seorang guru dituntut menguasai
dan menerapkan beberapa model pembelajaran yang ada sehingga pem belajarannya
dapat bervariasi dan berpusat pada siswa.
Salah satu model pembelajaran
tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write. Model pembelajaran
kooperatif tipe Think
Talk Write dapat dinilai
mampu meningkatkan hasil belajar Bahasa Inggris Sub Teks Interaksi
Interpersonal karena model pembelajaran
tersebut menekankan dalam tiga tahapan
penting, antara lain tahap berpikir, tahap berbicara, dan tahap menulis yang cocok digunakan pada keterampilan menulis.
Berdasarkan dugaan masalah yang telah dijabarkan
pada paragraf-paragraf sebelum nya, peneliti tertarik mengadakan penelitian
yang berjudul �Penerapan Model Pembelajaran Think Talk Write untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris Sub Teks Interaksi Interpersonal di
Kelas 8.1 SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan Utara Kota Kabupaten Bintan Semester
Ganjil Tahun Ajaran 2019/2020�. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
hasil belajar melalui model pembelajaran Think Talk Write siswa kelas
8.1 SMPN 13 Bintan pada mata pelajaran Bahasa Inggris Sub Teks Interaksi
Interpersonal.
Metode
Penelilitian
1.
Setting
dan Katarestik Subyek Penelitian
Peneliti melaksanakan penelitian ini di SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan pada siswa kelas 8.1. Peneliti menggunakan waktu penelitian pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 mulai dari bulan
September sampai bulan Desember.
Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas 8.1 SMPN 13 Bintan. Jumlah siswa kelas
8.1 adalah 17 siswa. Semua siswa tersebut
tergolong normal tidak ada siswa yang mengalami gangguan ABK. Namun demikian, walaupun semua anak dibilang normal atau mampu menerima
pelajaran dengan baik, tetapi ada
salah satu siswa yang bandel, sulit diatur
oleh guru sehingga siswa tersebut sering mendapat nilai yang rendah karena selalu
tidak memperhatikan pelajaran. Pekerjaan orang tua siswa sebagian
besar berprofesi sebagai petani sehingga orang tua siswa kurang memperhatikan
anaknya dalam belajar. Hal ini dikarenakan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah.
2.
Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK ini
bersifat kolaboratif. PTK kolaboratif yaitu kerja sama antara
peneliti dengan guru kelas. Dalam penelitian
ini, peneliti mengambil lokasi di SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan. Tahapan awal peneliti menyiapkan
materi, menyusun RPP, menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk mengajar, kemudian guru kelas yang mengajarkan pada saat pelaksanaan penelitian. Untuk observer dapat dilakukan oleh guru yang
lain yang setara jabatannya.
�Desain
penelitian yang dipergunakan
berbentuk siklus yang mengacu pada model kemmis dan Mc
Taggart. Siklus ini tidak hanya berlangsung
satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan
yang ingin dicapai, seperti apa yang telah didesain dalam faktor yang diselidiki.
Desain penelitian model Kemmis dan Mc Taggart terdiri dari tiga tahapan
rencana tindakan, antara lain: perencanaan (planning),
pelaksanaan (acting), pengamatan
(observing) dan refleksi (reflecting).
3.
Variabel Penelitian
Sebelum menentukan penelitian, terlebih dahulu peneliti harus menentukan variabel yang akan diteliti. Menurut Sugiono (2010: 60) variabel merupakan �Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulan�. Variabel penelitian berfungsi untuk pembeda dalam
hubungan antar variabel yang satu dengan yang lainnya.
4.
Teknik
dan Instrumen Pengumpulan
Data
Kegiatan pengumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dalam setiap bentuk
penilaian. Kesalahan dalam pengumpulan data akan sangat berpengaruh
terhadap hasil penelitian. Maka data yang diharapkan dalam setiap penelitian adalah data yang benar dan dapat dipercaya. Sesuai dengan pendekatan tindakan kelas dan sumber data maka teknik pengumpulan
data yang digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini meliputi: tes,
observasi, dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan hasil belajar Bahasa Inggris adalah: tes dan lembar observasi atau pengamatan.
5.
Validitas dan Reliabilitas
Sebelum soal diberikan
kepada siswa, maka untuk menguji
valid dan tidaknya suatu
item maka menggunakan validitas instrumen berkaitan dengan sejauh mana suatu instrumen sesuai atau tepat untuk
mengukur tujuan. Untuk menetukan suatu item tertentu valid atau tidak digunakan
pedoman dari Priyatno. Menurut Priyatno (2010: 95) menyatakan suatu item instrumen penelitian dianggap valid jika pada output Item-Total Statistics pada kolom Corrected Item-Total Correlation nilainya
~ nilai r tabel. r tabel dicari pada signifikansi 0,05 dan jumlah data
(n) = 21, maka didapat r tabel sebesar 0,433. Validitas dihitung dengan menggunakan penghitungan SPSS 17. 0 for Windows.
Reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keajegan instrumen dari variabel yang hendak diukur. Pengukuran realibilitas instrumen dalam penelitian ini dengan menggunakan Sekaran dalam Priyatno (2010: 98) sebagai berikut:
D < 0,6������ ��:
kurang baik
0,6 < D ~ 0,8 : dapat diterima
D > 0,8������ � ��:
baik
�
6.
Taraf Kesukaran
Untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi validitas dan reabilitas juga harus memperhatikan keseimbangan dari tingkat kesukaran
soal tersebut. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesangggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab soal, bukan dilihat
dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan
analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar.
7.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dinyatakan
dapat berhasil apabila dapat meningkatkan
skor kriteria hasil belajar siswa
sebanyak 90% dari jumlah keseluruhan siswa kelas 8.1 dengan mencapai nilai t 70.
8.
Teknik
Analisis Data
Jenis data yang peneliti peroleh dari penelitian
tindakan kelas ini adalah data kuantitatif yang berupa skor hasil belajar
siswa dari kegiatan pembelajaran pada siklus I dan 2. Data tersebut diolah dan dianalisis menggunakan r product moment. Untuk
memperoleh signifikasi tindakan yang dilakukan terhadap hasil belajar dengan bantuan program SPSS versi 17.0
for Windows.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil
1.
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan ini dipaparkan
beberapa deskripsi tindakan pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Adapun setiap pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa
tahap, antara lain: perencanaan, tindakan dan observasi, hasil observasi, dan refleksi di akhir.
1)
Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi
yang telah dilakukan di kelas 8.1 SMPN 13 Bintan semester
1 tahun ajaran 2019/2020
yang berjumlah 17 siswa
pada pembelajaran Bahasa Inggris,
terlihat bahwa kompetensi siswa masih rendah. Hal ini bisa terlihat
dari nilai hasil ulangan harian
siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris yang telah dilakukan, ternyata masih terdapat 10 siswa yang memperoleh nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM = 70) dengan
persentase 56,52%, sedangkan
siswa yang tuntas sebanyak 7 siswa dengan persentase 43,48%.
Dilihat dari jumlah persentase siswa yang belum
tuntas, peneliti menduga masalah tersebut dikarenakan dari faktor kognitif
siswa, lingkungan belajar siswa berupa dorongan atau motivasi orang tua kepada
anak, atau mungkin cara mengajar guru yang konvensional, dan kurangnya
interaksi antar individu dalam kelompok belajar. Adapun hal lainnya seperti
pandangan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris yang mudah atau
menyepelekan karena Bahasa Inggris merupakan bahasa pengantar sehari-hari.
Dugaan masalah-masalah tersebut yang menyebabkan
terjadinya hasil belajar siswa yang rendah dapat diatasi dengan cara
menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif salah satunya model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write.
2)
Deskripsi Pelaksanaan Siklus I
����������������������� Pelaksanaan siklus I terdapat
3 kali pertemuan dengan rincian sebagai berikut:
a.
Perencanaan
b.
Tindakan
dan observasi
c.
Hasil
observasi
d.
Refleksi
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran pada siklus I dari pertemuan
pertama dan pertemuan kedua maka selanjutnya
diadakan refleksi dalam bentuk diskusi
mengenai segala kegiatan dalam proses pembelajaran. Diskusi tersebut berisi tentang evaluasi bagaimana pembelajaran Bahasa Inggris melalui model Think
Talk Write bagi guru kelas,
observer, dan siswa. Hasil dari
diskusi tersebut didapatkan bahwa guru kelas dengan menerapkan
model pembelajaran Think Talk Write kegiatan pembelajaran menggambarkan pembelajaran siswa aktif, dan bisa dikatakan aktivitas belajar siswa disini meningkat
pada strategi pembelajaran guru menyampaikan
tujuan pembelajaran, apersepsi memberikan kesempatan siswa mengungkapkan pendapatnya, pada manajemen kelas guru melaksanakan tata tertib kelas, mengelola waktu pembelajaran, pada penilaian guru melakukan penilaian pada tes evaluasi siklus I, dan memberikan pujian. Walaupun demikian masih ada kekurangan
guru yang perlu diperbaiki misalnya ketika guru memberikan bimbingan pada siswa, dan menejemen waktu.
3)
Deskripsi Pelaksanaan Siklus II
Pelaksanaan siklus II terdapat
3 kali pertemuan, manakala pertemuan ketiga digunakan untuk tes evaluasi siklus
II dengan rincian sebagai berikut:
a.
Perencanaan
b.
Tindakan
dan observasi
c.
Hasil
observasi
d.
Refleksi
Dari diskusi ini didapatkan bahwa guru kelas dengan menerapkan model pembelajaran Think Talk Write kegiatan
pembelajaran menggambarkan pembelajaran yang melibatkan semua siswa aktif,
dan bisa dikatakan aktivitas belajar siswa disini meningkat
pada strategi pembelajaran guru menyampaikan
tujuan pembelajaran, apersepsi memberikan kesempatan siswa mengungkapkan pendapatnya mengelola waktu pembelajaran, pada penilaian guru
melakukan penilaian pada tes evaluasi siklus
II, dan memberikan pujian serta hadiah. Walau
demikian masih ditemukan kekurangan guru yaitu mengenai menejeman waktu yang belum sempurna.
4)
Analisis Komparatif
Hasil belajar pada kondisi awal dilihat
dari hasil ulangan Bahasa Inggris yang dijabarkan dalam tabel di bawah ini
Tabel Hasil Belajar
Siswa pada Kondisi Awal
No |
Rentang Nilai |
Banyak Siswa |
1. |
50 � 59 |
4 |
2. |
60 � 69 |
9 |
3. |
70 � 79 |
10 |
4. |
80 � 89 |
- |
Jumlah Siswa |
23 |
Dari tabel di atas dapat dilihat
hasil ulangan harian Bahasa Inggris khususnya tentang meringkas cerita anak siswa yang belum tuntas sejumlah
10 siswa, sedangkan siswa yang sudah tuntas (KKM = 70) sejumlah 7 siswa yang dapat diuraikan jumlah siswa yang mendapat nilai antara 50-59 sejumlah 2 siswa, nilai antara 60-69 sejumlah 6 siswa, nilai antara 70-79 sejumlah 7 siswa, dan nilai antara 80-89 tidak ada. Jumlah
keseluruhan siswa 17 dengan nilai tertinggi
76 dan nilai terendah 49. Untuk lebih jelasnya
data nilai pada tabel dapat dilihat pada diagram berikut:
������ Diagram Hasil Belajar Bahasa Indonedia pada
Kondisi Awal
Hasil tindakan diperoleh dari hasil
observasi pada kegiatan pembelajaran yang telah diterapkan oleh guru. Untuk
mengukur keberhasilan penerapan menggunakan model Think Talk Write dalam
kegiatan pembelajaran menggunakan lembar observasi yang diambil dari lembar
observasi aktivitas guru dan lembar observasi aktivitas belajar siswa.
Pada siklus I dan siklus II aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think
Talk Write diamati oleh observer. Perbandingan hasil penelitian observer dengan lembar observasi aktivitas guru selama kegiatan pembelajaran dalam siklus I dan siklus II tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Perbandingan
Lembar Observasi Aktivitas
Guru
s |
Rata‑Rata |
Hasil Penelitian |
||
Jumlah Skor |
Persentase |
Kategori |
||
1. |
Siklus I |
42 |
63,64% |
Baik |
2. |
Siklus II |
57 |
86,36% |
Baik Sekali |
Berdasarkan tabel perbandingan
lembar observasi aktivitas guru pada siklus I memperoleh skor 42 dari jumlah skor
pada pertemuan 1 dan pertemuan
2 dari 33 poin kegiatan di tiap pertemuan dengan persentase 63,64% dikatakan baik, sedangkan pada siklus II memperoleh skor 57 dari jumlah
skor pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 dari 33 poin kegiatan di tiap pertemuan dengan persentase 86,36% dikatakan sangat baik.
Selain pembelajaran yang dilakukan oleh guru,
aktivitas belajar siswa juga dinilai oleh observer dengan lembar observasi yang
sudah ditetapkan. Perbandingan hasil penelitian aktivitas belajar siswa selama
mengikuti pembelajaran tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Perbandingan
Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa
No. |
Rata‑Rata |
Hasil Penelitian |
||
Jumlah Skor |
Persentase |
Kategori |
||
1. |
Siklus I |
37 |
61,67% |
Baik |
2. |
Siklus II |
49 |
81,67% |
Baik Sekali |
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa selama mengikuti
model pembelajaran Think Talk Write pada siklus I memperoleh skor 37 dari jumlah
skor pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 dari 30 poin kegiatan di tiap pertemuan dengan persentase 61,67% dikatakan baik, sedangkan siklus II mendapatkan skor 49 dari jumlah skor
pada pertemuan 1 dan pertemuan
2 dari 30 poin kegiatan di tiap pertemuan dengan nilai persentase 81,67% dikatakan baik sekali. Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat lebih jelasnya
pada diagram.
�
Diagram Perbandingan Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa
pada Siklus I dan Siklus II
Berhasil atau tidaknya
model pembelajaran Think Talk Write dapat dilihat dari
hasil belajar Bahasa Inggris. Hasil belajar diperoleh dari hasil tes evaluasi
siswa dari pra siklus, siklus
I dan siklus II. Hasil tes evaluasi siswa pra siklus diperoleh
dari data hasil ulangan Bahasa Inggris. Perbandingan hasil belajar siswa selama
tersaji pada tabel di bawah ini:
Tabel Perbandingan
Nilai Hasil Belajar Bahasa Inggris\
Kondisi Awal, Siklus
I, dan Siklus II
No. |
Ketuntasan Belajar |
Nilai (X) |
Kondisi Awal |
Siklus I |
Siklus II |
|||
Jumlah |
% |
Jumlah |
% |
Jumlah |
% |
|||
1. |
Belum Tuntas |
< 70 |
10 |
57 |
6 |
35 |
2 |
9 |
2. |
Tuntas |
t70 |
7 |
43 |
11 |
65 |
15 |
91 |
Jumlah |
17 |
100 |
17 |
100 |
17 |
100 |
||
Nilai Tertinggi |
76 |
95 |
100 |
|||||
Nilai Terendah |
49 |
50 |
60 |
Dari tabel perbandingan
nilai hasil belajar Bahasa Inggris kondisi awal, siklus
I, dan siklus II pada tabel
dapat dilihat adanya peningkatan jumlah siswa yang tuntas dalam mata
pelajaran Bahasa Inggris terbukti untuk klasifikasi tuntas, sebelum diadakan tindakan yang tuntas hanya 7 siswa, pada siklus I ada 11 siswa dan 15 siswa pada siklus II. Pada klasifikasi tidak tuntas, sebelum
diadakan tindakan terdapat 10 siswa yang belum tuntas pada mata pelajaran Bahasa Inggris, setelah siklus I, siswa yang tuntas dalam pelajaran
Bahasa Inggris ada 6 siswa dan siklus II sebanyak 15 siswa mengalami ketuntasan belajar, dalam arti hanya ada 2 siswa
yang tidak tuntas. Berdasarkan tabel di atas dapat
dilihat lebih jelasnya pada diagram berikut:
�������������������������������������������������
Diagram Perbandingan Nilai Hasil Belajar Bahasa Inggris
pada Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write pada mata
pelajaran Bahasa Inggris kelas 8.1 di SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan Utara Kabupaten Bintan tentang Teks Interaksi
Interpersonal, terjadi peningkatan
hasil belajar bahasa I ndonesia yang diperoleh siswa dari kondisi awal,
siklus I, dan siklus II.
Hal ini dapat dilihat pada kondisi awal nilai ulangan
Bahasa Inggris yang mencapai
kriteria ketuntasan minimal
(KKM = 70) sejumlah 7 siswa
atau 57% sedangkan siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal sejumlah 10 siswa atau 43%. Nilai tertinggi yang berhasil didapatkan oleh siswa pra siklus pada kondisi awal adalah
76 sedangkan nilai terendahnya adalah 49. Pada siklus I perolehan nilai siswa yang mencapai KKM sejumlah 11 siswa atau 65% dan yang belum mencapai KKM sejumlah 6 siswa atau 35%, dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendahnya adalah 50.
Ketuntasan pada siklus I masih
belum optimal, beberapa kekurangan dalam Penelitian Tindakan Kelas siklus I ini
antara lain dalam penyampaian pembelajaran guru terlalu cepat, sehingga siswa
kurang mengerti apa yang harus dipahami ketika pembelajaran. Selain itu pemberian
kesimpulan pada akhir pembelajaran belum optimal, kemudian kurang tepatnya manajemen waktu. Belum semua siswa terlibat aktif dalam kelompok.
Hal tersebut dilihat dari hasil lembar
observasi aktivitas guru
dan belajar siswa oleh
observer. Pada siklus I ini,
persentase dari hasil observasi aktivitas guru adalah 63,64%, sedangkan persentase dari hasil observasi
belajar siswa adalah 61,67%.
Penelitian perbaikan hasil
belajar siswa pada siklus II ini difokuskan pada kekurangan siklus I. Selama
pembelajaran siswa tampak beraktifitas positif karena siswa diajak secara
langsung mengamati objek berupa bengkel dan toko onderdil di sekitar lingkungan
sekolah. Dengan pengamatan secara langsung akan memudahkan siswa dalam menyusun
laporan pengamatan yang menjadi KD dalam pembelajaran siklus II. Dengan hal
tersebut aktivitas belajar siswa menjadi lebih meningkat dibandingkan pada
siklus I. Selain itu, dalam menyampaikan tujuan pembelajaran guru sudah sesuai.
Pemberian kesimpulan pada akhir pembelajaran sudah dilakukan bersama-sama
siswa, walaupun ada satu siswa yang tidak memperhatikan. Manajemen waktunya
sudah cukup sesuai yang diharapkan. Hal tersebut dilihat dari hasil observasi
aktivitas guru yang mengalami peningkatan dari 63,64% menjadi 83,36%. Hasil dari
observasi aktivitas belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 61,67%
menjadi 81,67%.
Melalui penelitian perbaikan yang dilakukan pada siklus II. Hasil belajar yang semula pada siklus I adalah 65,22% meningkat menjadi 91,30%. Penelitian ini dinyatakan berhasil karena telah mencapai 90% dari keseluruhan siswa kelas 8.1 dengan mencapai nilai t 70. Dengan demikian, pembelajaran yang dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk
Write terbukti secara signifikan dapat meningkatakan hasil belajar Bahasa Inggris.
Kesimpulan
Berdasarkan pem bahasa hasil analisis data dalam
penelitian yang dilakukan pada siswa kelas 8.1 SMPN 13 Bintan Kecamatan Bintan
Utara Kabupaten Bintan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write dapat meningkatkan hasil
belajar Bahasa Inggris khususnya tentang materi �Introduce My Self�. Penelitian ini melalui
tiga tahapan dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran Think
Talk Write. Pada materi sub tema
Introduce My Self, siswa dibagikan
masing-masing satu buku untuk dibaca dan belajar untuk mengenalkan
diri sendiri kepada orang lain, kegiatan speaking
ini merupakan tahapan awal dalam
model Think Talk Write ini. Setelah itu siswa dalam
kegiatan berkelompok saling sharing mengenai hal yang didapat pada tahap sebelumnya. Pada tahap terakhir (write) siswa menuliskan hasilnya secara individu.
Kesimpulan ini terdapat
pada kondisi awal siswa yang dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal sejumlah 7 siswa atau 43,48% sedangkan siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal sejumlah 10 siswa atau 56,52% dengan nilai rata-rata 65,5. Pada siklus
I siswa yang mencapai KKM sejumlah 15 siswa 65,2% dan yang belum mencapai KKM sejumlah 6 siswa atau 34,8% dengan nilai rata-rata 75. Pada siklus
II siswa yang mencapai KKM sejumlah 15 siswa atau 91,3% dan yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar sejumlah 2 siswa atau 8,7% dengan nilai rata-rata 85. Selain itu, terdapat peningkatan
proses pembelajaran pada akitivitas
guru dan aktivitas siswa.
Pada siklus I aktivitas
guru persentase hasil observasinya adalah 63,64% dan aktivitas belajar siswa persentase hasil observasinya adalah 61,67%. Sedangkan pada siklus II aktivitas guru persentase hasil observasinya adalah 83,36% dan aktivitas belajar siswa persentase hasil observasinya adalah 81,67%.
BIBILIOGRAFI
Anitah, S. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Cholik, C. A. (2017). Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan
Komunikasi Untuk Meningkatkan Pendidikan Di Indonesia. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(6), 21�30.
Gasong, D. (2018). Belajar dan pembelajaran.
Deepublish.
Khoriah, A. (2020). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Terhadap Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas X TKR
SMK Islamic Centre Cirebon. Jurnal Syntax Transformation, 1(1),
1�5.
Mukson, M. (2017). Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap
Motivasi Belajar Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muhadi
Stiabudi Brebes Tahun 2017. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(7),
116�129.
Muyaroah, S., & Fajartia, M. (2017). Pengembangan Media
Pembelajaran Berbasis Android dengan menggunakan Aplikasi Adobe Flash CS 6 pada
Mata Pelajaran Biologi. Innovative Journal of Curriculum and Educational
Technology, 6(2), 22�26.
Parendrarti, R. (2009). Aplikasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT (Teams-Games-Tournament) Dalam Meningkatkan Motivasi dan
Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun
Ajaran 2008/2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta Perpustakaan.
Sudjana, N., & Rivai, A. (2010). Media pengajaran.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sudrajat, A. (2008). Pengertian pendekatan, strategi,
metode, teknik, taktik, dan model pembelajaran. Online)(Http://Smacepiring.
Wordpress. Com).
Tafonao, T. (2018). Peranan media pembelajaran dalam
meningkatkan minat belajar mahasiswa. Jurnal Komunikasi Pendidikan, 2(2),
103�114.
Wahab, A. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Type Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik Pada Mata Pelajaran
Gambar Konstruksi Bangunan Tentang Gambar Denah Di Kelas XI BB SMK Negeri 2
Bogor Semester III Tahun Pelajaran 2014/2015. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(1), 16�28.