Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 2, No. 10, Oktober 2020

 


POTENSI BIOTRANSFORMASI AMPAS TAHU MENJADI PERISA ALMOND DENGAN KONSORSIUM KAPANG-BAKTERI SEBAGAI METODE ALTERNATIF PRODUKSI PERISA ALAMI

 

M. Nugrah Fadillah, G. Eroz Rasman, M. Saskia Putri dan Rhytia A. Christianty

Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur,Indonesia

Email: m.nugenugrahf@gmail.com, [email protected], �[email protected] dan [email protected]

 

Abstract

The production of natural flavors through the extraction of natural materials is considered less effective to meet the growing demand for natural flavors. Biotransformation of sugars and/or amino acids into benzaldehydes which are the main components of almond flavoring can be an alternative method of natural flavor production. However, the accumulation of benzaldehydes in cultures can kill microbes and produce limited yield. This causes biotransformation to be difficult to apply to large-scale production. This narrative review discusses the potential use of the R. oligosporus and P. putida consortiums as well as the potential use of to-know amputate substrates as strategies for increasing production and benzaldehyde resistance in biotransformation processes. Studies are conducted by qualitative descriptive methods using secondary data. The content of phenylalanine in the ampas is known to be a substrate that provides the highest production of benzaldehydes in the biotransformation process. The results of the study also showed that synergistic interactions between R. oligosporus and P. putida can increase cultural resistance to benzaldehyde. Biofilm P. putida increases resistance to benzaldehyde antimicrobial activity in cultures up to 3 times compared to monoculture R. oligoposrus. Based on prediction calculations, increased resistance allows cultures to increase benzaldehyde production by up to 74% or reach 2.25 g/L. The use of HP20 resins added to cultures is known to prevent benzaldehydes from being re-metabolized by cultures into other compounds.

 

Keywords: Biotransformation; Benzaldehyd; P. putida; R. oligosporus

 

Abstrak

Produksi perisa alami melalui ekstraksi bahan alam dinilai kurang efektif untuk memenuhi permintaan perisa alami yang terus meningkat. Biotransformasi gula dan/atau asam amino menjadi benzaldehid yang merupakan komponen utama perisa almond dapat menjadi metode alternatif porduksi perisa alami. Namun, akumulasi benzaldehid pada kultur dapat membunuh mikroba dan menghasilkan yield terbatas. Hal tersebut menyebabkan biotransformasi sulit diaplikasikan pada produksi skala besar. Review naratif ini membahas potensi penggunaan konsorsium R. oligosporus dan P. putida serta potensi penggunaan substrat ampas tahu sebagai strategi peningkatan produksi dan resistensi benzaldehid pada proses biotransformasi. Studi dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif menggunakan data sekunder. Kandungan fenilalanin dalam ampas tahu diketahui merupakan substrat yang memberikan produksi benzaldehid tertinggi pada proses biotransformasi. Hasil studi juga menunjukan bahwa interaksi sinergis antara R. oligosporus dan P. putida dapat meningkatkan resistensi kultur terhadap benzaldehid. Biofilm P. putida meningkatkan resistensi aktifitas antimikroba benzaldehid pada kultur hingga 3 kali lipat dibandingkan dengan monokultur R. oligoposrus. Berdasarkan perhitungan prediksi, peningkatan resistensi memungkinkan kultur mengalami peningkatan produksi benzaldehid hingga 74% atau mencapai 2.25 g/L. Penggunaan resin HP20 yang ditambahkan pada kultur diketahui dapat mencegah benzaldehid dimetabolisme kembali oleh kultur menjadi senyawa lain.

 

Kata kunci: Biotranformasi; Benzaldehyd; P. putida; R. oligosporus

 

Pendahuluan

Perisa almond merupakan salah satu dari tiga jenis perisa yang paling banyak digunakan dalam industri pangan olahan selain vanilla dan kayu manis. Meskipun demikian hanya 30% kebutuhan perisa yang dapat dipenuhi industri lokal. Berdasarkan data Kementrian Perindustrian Tahun 2016, Indonesia harus memenuhi� 70% kebutuhan perisa melalui impor tiap tahunnya (Gunawan, 2009) . Hal tersebut disebabkan karena proses produksi perisa alami yang rumit, hasil panen yang terbatas dan harga perisa almond yang tinggi (Erten, 2016). Rasa dan aroma yang timbul pada perisa almond berasal dari senyawa kimia benzaldehid (Geng et al., 2016). Sintesis benzaldehid secara kimiawi menghasilkan hasil samping yang tidak ramah lingkungan dan berpotensi membentuk campuran rasemat yang dapat meningkatkan biaya pascaproduksi, yang menyebabkan konsumen lebih memilih produk alami (Poornima dan Preetha, 2017). Namun, produksi melalui ekstrak bahan alam menghasilkan konsentrasi yang rendah dan bergantung dengan musim, dan beresiko tinggi kontaminasi akibat penyakit tanaman (Xuemin Li, Liu, Hao, & Wang, 2018). Maka dari itu, diperlukan metode alternatif dalam menghasilkan perisa almond alami dengan konsentrasi tinggi, ramah lingkungan, dan biaya produksi yang terjangkau.

Berdasarkan penelitian Li et al. (2013) ampas tahu mengandung asam amino fenilalanin mencapai 95 mg/g. Ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber L-fenilalanin yang dapat ditransformasi menjadi benzalaldehid dengan menggunakan menggunakan mikroorganisme seperti kapang Rhizopus oligosporus dan bakteri Pseudomonas putida. Namun, konsentrasi belzaldehid yang terlalu tinggi pada kultur dapat bersifat toksik terhadap mikroorganisme hingga menyebabkan kematian sel. Berdasarkan hal tersebut diperlukan modifikasi proses fermentasi diperlukan untuk meningkatkan produksi senyawa benzaldehid (Dastanger, 2009).

Formasi biofilm pada konsorsium bakteri-kapang memungkinkan mikroorganisme memiliki ketahanan lebi terhadap tekanan biotik dan abiotik (Frey-Klett et al., 2011). Disisi lain kapang meningkatkan aksesibilitas bakteri dalam mencari nutrisi. Metode fermentasi substrat padat sangat cocok digunakan pada produksi metabolit senyawa aroma karena dapat meningkatkan resistensi mikroba terhadap represi katabolit atau penghambatan sisntesis enzim pada kondisi substrat melimpah. Selain itu, fermentasi substrat padat memungkinkan pemanfaatan hasil samping agroindustri menjadi produk dengan nilai jual yang lebih tinggi (Rudakiya, 2019). Studi biotransformasi ampas tahu menjadi benzaldehid dengan metode fermentasi substrat padat menggunakan konsorsium bakteri-kapang berpotensi menjadi cara alternatif dalam meningkatkan produksi perisa almond alami dengan memanfaatkan hasil samping produksi dengan harga terjangkau.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan selama 2 bulan secara daring dengan metode deksriptif eksploratif dimana data-data yang diperoleh berasal dari laman publikasi GoogleScholar dan NCBI. Adapun jenis publikasi yang digunakan merupakan publikasi jurnal internasional yang berasal dari 25 tahun terakhir dengan kata kunci pencarian yaitu: biotransformasi, benzaldehid, Rhizopus oligosporus, Psudomonas putida, biofilm, dan solid state fermentation. Berdasarkan pencarian diperoleh 576 jurnal terkait, dimana dipilih 25 jurnal utama sebagai sumber data dan pembahasan pada penelitian ini.

 

Hasil dan Pembahasan

1.         Biosintesis Benzaldehid pada P. putida dan R. oligosporus

Produksi senyawa benzaldehid pada bakteri seperti P. putida, umumnya diperoleh dari oksidasi senyawa fenilasetaldehid yang merupakan produk turunan dari L-Fenilalanin (L-Phe) hasil metabolisme jalur shikimate yang merupakan permulaan biosintesis asam amino aromatic (Noda, Shirai, Oyama, & Kondo, 2016). Oksidasi fenilasetaldehid tejadi ketika sel pecah akibat pemanasan, pH tinggi dan penambahan ion logam yang mengoksidasi fenilasetaldehida dari sel menjadi benzaldehid dan senyawa aromatic lain. P. putida juga dapat memproduksi senyawa benzaldehid pada substrat dengan kandungan asam mandelate (Ben Akacha & Gargouri, 2015). Namun, produksi senyawa benzaldehid melalui bakteri dinilai kurang efisien karena memerlukan tahapan ekstraksi untuk mengeluarkan benzaldehid yang terdapat didalam sel.

Biosintesis benzaldehid pada jamur seperti kapang R. oligosporus secara hipotesis dapat terjadi melalui jalur phenylalanine ammonia lyase (PAL)� dan jalur enzim aminotransferase (Norliza dan Ibrahim, 2005; Valera et al., 2020). Pada jalur aminotransferase, asam amino aromatik berupa L-Phe akan secara langsung diubah menjadi benzaldehid (Norliza dan Ibrahim, 2005). Adapun pada jalur PAL, biotransformasi asam amino aromatik seperti L-Phe terjadi dengan memanfaatkan produk intermediet berupa asam trans-sinamat (t-CA) pada jalur tersebut (Hyun, Yun, Kim, & Kim, 2011; MacDonald & D�Cunha, 2007). Enzim PAL akan mendeaminasi L-Phe menjadi (t-CA) dan ammonia. (t-CA) kemudian secara hipotesis akan dilanjutkan menuju metabolisme senyawa aryl, dimana sebagian (t-CA) teroksidasi menjadi asam α-hidroksilfenilpropionat dan sebagian lainnya akan dihidroksilasi menjadi asam β-hidroksilfenilpropionat sebelum akhirnya terbentuk benzaldehid ekstraseluler (Norliza dan Ibrahim, 2005; Valera et al., 2020).

 

 

A

 

 

 


B

 

 


Gambar 1

Pengaruh Substrat pada Produksi Benzaldehid pada Fungi (Norliza dan Ibrahim, 2005) Keterangan: (A) Pengaruh sumber karbon, (B) Pengaruh sumber nitrogen.

Berdasarkan penelitian Norliza dan Ibrahim 2005, biosintesis senyawa benzaldehid pada R. oligosporus dipengaruhi oleh sumber gula dan nitrogen dalam substrat. Suplementasi berbagai jenis gula pada kultur menunjukkan bahwa pengaruh gula pada pertumbuhan kultur berbanding lurus dengan produksi benzaldehid. D-glukosa memberikan respon pertumbuhan yang paling tinggi yang ditandai dengan produksi glukosamin yang terdeteksi. Suplementasi berbagai sumber nitrogen menunjukan bahwa asam amino berupa L-Phe memberikan produksi benzaldehid tertinggi. Adapun grafik pengaruh sumber karbon dan nitrogen dapan dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan hasil penelitian tersebut terbukti bahwa pemberian subtrat L-Phe secara langsung dapat memberikan hasil benzaldehid yang lebih tinggi dan dapat mempersingkat jalur metabolisme PAL.

2.      Potensi Ampas Tahu pada Produksi Senyawa Benzaldehid

Kacang kedelai diketahui merupakan salah satu substrat dengan kandungan L-Phe yang relatif tinggi. Penelitian Feng et al. (2007) dan Chukeatirote et al. (2017) �menunjukan adanya aktifitas produksi senyawa benzaldehid pada R. oligosporus yang ditumbuhkan di media berbasis kacang kedelai. Penelitian Norliza dan Ibrahim (2005) juga mengkonfirmasi bahwa penggunaan produk turunan kedelai seperti ampas tahu dapat digunakan sebagai substrat biotransformasi L-Phe menjadi senyawa benzaldehid. Adapun penelitian mengenai produksi senyawa benzaldehid dengan substrat berbasis kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukan bahwa pemanfaatan ampas tahu sebagai substrat produksi benzaldehid sangat mungkin dapat dilakukan. Penggunaan ampas tahu pada proses produksi dapat mengurangi biaya produksi serta memberikan kondisi tumbuh alami pada mikroba.

 

Tabel 1

Produksi benzaldehid pada substrat berbasis kedelai

Mikroba

Jenis Substrat

Hasil

Referensi

R. oligosporus

Ampas tahu dan sekam padi

5.14 mg/g

(Norliza dan Ibrahim, 2005)(Norliza and Ibrahim, 2005)

R. oligosporus,

B. Subtilis

Kacang kedelai

1.55 mg/g

(Chukeatirote et al.,2017)(Chukeatirote et al., 2017)

R. oligosporus

Kacang kedelai

1.03 mg/g

(Chukeatirote et al.,2017)(Chukeatirote et al., 2017)

B. Subtilis

Kacang kedelai

3.24 mg/g

(Chukeatirote et al.,2017)(Chukeatirote et al., 2017)

Bakteri indigenous

Kacang kedelai

7.29 mg/g

(Chukeatirote et al.,2017)(Chukeatirote et al., 2017)

R. oligosporus,

L. plantarum

Kacang kedelai dan jelai

-

(Feng et al., 2007)(Feng et al., 2007)

��� �Keterangan: (-) data tidak tersedia

3.         Resistensi Mikroba terhadap Benzaldehid

Toksisitas benzaldehid terhadap mikroba terjadi akibat gugus fenol yang terdapat pada senyawa. Gugus fenol menyebabkan koagulasi intraselular pada komponen sitoplasma sehingga menyebabkan inhibisi pada pertumbuhan sel (Jing Li, Shi, Adhikari, & Tu, 2017). Pada mikroba yang dapat memetabolisme senyawa aromatik seperti benzaldehid, konsentrasi senyawa aromatik yang terlalu tinggi dapat meningkatkan stress oksidatif endogen menyebabkan gagalnya reaksi oksidasi dalam sel, kerusakan membran yang berujung pada kematian sel (Kim & Park, 2014). Pada fungi seperti R. oligosporus, senyawa aldehid pada konsentrasi yang cukup tinggi dapat menghambat aktivitas metabolik hingga menghambat pertumbuhan dan sporulasi (Zhang, Merino, Okamoto, & Gedalanga, 2018).

Disisi lain, P. putida merupakan salah satu mikroba dengan resistensi terhadap sifat antimikroba pada senyawa aromatik yang cukup tinggi. Hasil penelitian Molina et al. (2014) membuktikan bahwa biofilm pada P. putida meningkatkan resistensi terhadap berbagai senyawa antimikroba 3-40 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sel P. putida planktonik. Adapun perbandingan resistensi senyawa antimikroba pada biofilm dan sel planktonik dapat dilihat pada Tabel 2. Polisakarida kapsular seperti alginat pada biofilm bersifat rekalsitran terhadap senyawa antimikroba dan berperan untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang terkontrol, selain itu komponen biofilm lain berupa selulosa bakteri dan polisakarida berperan penting dalam mempertahankan stabilitas biofilm (Mann & Wozniak, 2012; Zhurina, Gannesen, Zdorovenko, & Plakunov, 2014).

 

 

 

 

 

Tabel 2

Resistensi Antimikroba P. putida Biofilm dan Planktonik (Molina et al., 2014)

Senyawa Antibiotik

P. putida Planktonik (MIC)

P. putida Biofilm (MBEC)

Tetracycline

8

2500

Kanamycin

10

1600

Gentamicin

20

1250

Nalidixic acid

30

625

Spectinomycin

30

1250

Rifampicin

2000

5000

Choramphenicol

376

1800

Ampicillin

625

12500

Amikacin

>100

625

Ceftriaxone

10

1600

Norfloxacin

10

75

Keterangan: Angka mengindikasikan nilai MIC (μg/mL) dan MBEC (μg/mL)

yang dibutuhkan untuk mengahambat 90% pertumbuhan

dan mengahncurkan biofilm

 

Berdasarkan penelitian Li et al. (2006), pengamatan resistensi sel biofilm dan sel planktonik Zymomonas mobilis menunjukan terjadinya peningkatan resistensi hingga 20 mM pada sel penghasil biofilm. Seperti yang dapat diamati pada Gambar 2, ketika diberi perlakuan dengan 30 mM benzaldehid sebanyak kurang lebih 75% sel biofilm masih dapat mempertahankan aktivitas selnya, sedangkan pada sel plaktonik hanya terdapat 50% yang masih bertahan pada konsentrasi tersebut. Pada konsentrasi benzaldehid 50 mM, sebanyak 45% sel biofilm masih dapat mempertahankan aktivitas selnya, sedangkan keseluruhan sel planktonik telah inaktif. Hasil penelitian tersebut mengkonfimasi bahwa biofilm pada sel mikroba peningkatan resisten benzaldehid yang signifikan.

Tanpa Benzaldehid

Benzaldehid 50 mM

 

 

 


Benzaldehid 30 mM

Gambar 2

Uji kualitatif toksisitas benzaldehid pada sel biofilm dan planktonik (Li et al., 2006)

Keterangan: (hijau) menandakan sel aktif dan (merah) menandakan sel inaktif

 

4.         Potensi Konsorsium R. oligosporus dan P. putida terhadap Peningkatan Produksi dan Resistensi Senyawa Aromatik

Pada interaksi sinergis bakteri penghasil biofilm P. putida dan kapang R. oligosporus, biofilm yang dibentuk dan menempel pada permukaan hifa kapang diketahui dapat meningkatkan ketahanan fungi terhadap tekanan lingkungan melalui perlindungan matriks biofilm (Sun et al., 2011). Disisi lain, pada interaksi fungi-bakteri, fungi memungkinkan bakteri untuk berpindah melalui hifa untuk mencari nutrisi, serta meningkatkan bioaksesibilitas bakteri (Perera et al., 2019). Biofilm P. putida yang menempel pada hifa R. oligosporus diharapkan dapat meningkatkan ketahanan kultur terhadap sifat antimikroba benzaldehid sehingga dapat meningkatkan produksi benzaldehid melalui biotransformasi.

5.         Prediksi Yield dan Resistensi Benzaldehid pada Biotranformasi Ampas Tahu dengan Konsorsium R. oligosporus dan P. putida

Pada penelitian (Norliza dan Ibrahim (2005) hasil biotransformasi benzaldehid dengan substrat ampas tahu dan sekam padi selama 4 hari menghasilkan yield dengan konsentrasi 1.3 g/L. Namun, diketahui bahwa rata-rata konsentrasi minimal inhibisi (MIC) benzaldehid untuk menghentikan pertumbuhan kapang adalah 0.99 g/L (Ullah et al., 2015). Penambahan waktu inkubasi pada proses biotransformasi R. oligosporus dari 4 hari menjadi 7 hari tidak akan meningkatkan konsentrasi yield akhir karena pada konsentrasi benzaldehid tersebut kapang akan cenderung berhenti tumbuh meskipun masih terdapat nutrisi dan substrat yang dibutuhkan untuk memproduksi benzaldehid.

 

B

�

A

�

 

Gambar 3

Yield dan resistensi benzaldehid pada monokultur dan konsorsium

Keterangan: (A) Resisntesi benzaldehid, (B) Yield benzaldehid, (RO*) R. oligosporus (Ullah et al., 2015), (RO**) R. oligosporus (Norliza dan Ibrahim, 2005), �(RO-PP) R. oligosporus-P.putida (prediksi)

 

Berdasarkan penelitian Molina et al. (2014) diketahui bahwa biofilm P. putida meningkatkan resistensi kultur terhadap senyawa antimikroba sedikitnya 3 kali lipat dari konsentrasi yang dibutuhkan untuk inaktifasi sel non-biofilm. Berdasarkan informasi tersebut, penambahan P. putida pada kultur R. oligosporus juga akan meingkatkan ketahanan kultur terhadap aktifitas antimikroba benzaldehid. Hasil perhitungan prediksi menunjukan bahwa biofilm P. putida meningkatkan MIC benzaldehid R. oligosporus menjadi 2.97 g/L. Penambahan waktu inkubasi menjadi 7 hari pada proses biotransformasi konsentrasi benzaldehid yang dapat diperoleh dibandingkan biotransformasi hanya dengan R. oligosporus. Berdasarkan perhitungan prediksi, penggunaan konsorsium R. oligosporus dan P. putida pada fermentasi substrat padat ampas tahu dapat menghasilkan benzaldehid dengan konsentrasi sebesar 2.25 g/L pada hari ke-7. Perbandingan yield benzaldehid dari hasil biotransformasi dapat dilihat pada Gambar 3.

 

6.         Strategi Produksi dan Pemisahan Benzaldehid dengan Resin HP20

Pada berbagai penelitian terdahulu telah teruji bahwa kromatografi resin dapat meningkatkan produksi senyawa aromatik seperti benzaldehid pada mikroorganisme. Resin HP20 merupakan salah satu resin yang terjangkau dan memiliki kemampuan tinggi dalam meningkatkan stabilitas produksi senyawa aromatic (Le Goff, Adelin, Cortial, Servy, & Ouazzani, 2013). Berdasarkan penelitian Lomascolo et al. (2001), diketahui bahwa penambahan resin pada kultur Trametes suaveolens CBS 334.85 dapat meningkatkan konsentrasi benzalaldehid dari 33 mg/L menjadi 710 mg/L. Peningkatan yied yang diperoleh terjadi akibat resin mencegah benzaldehid dimetabolisme kembali menjadi benzil alkohol. Proses pemisahan benzaldehid dari substrat pasca-fermentasi dapat dilakukan dengan mudah, karena hifa yang tumbuh diantara resin membentuk suatu lapisan yang menyebabkan resin menjadi mudah dipisahkan. Adapun lapisan hifa pada resin dapat dilihat pada Gambar 4.

Resin

Resin

Hifa

Hifa

 


Gambar 4

�Hifa Kapang dan Resin HP20 pada Fermentasi Substrat Padat (Le Goff et al., 2013)

 

Penggunaan tray sebagai medium biotransformasi dilakukan untuk mencegah peningkatan suhu yang dapat memperngaruhi pertumbuhan mikroba dibagian tengah substrat akibat panas hasil metabolisme mikroba yang terperangkap (B�ck, Casciatori, Thom�o, & Tsotsas, 2015). Tray juga memaksimalkan pemerangkapan benzaldehid ekstraselular oleh resin HP20 yang diletakkan dibagian atas dan bawah substrat ampas tahu, diman resin di bagian atas digunakan untuk menangkap benzaldehid volatil sedangkan resin di bagian bawah digunakan untuk mengikat benzaldehid pada bagian bawah substrat. Penambahan resin dibagian atas substrat dilakukan setelah spora R. oligosporus ditambahkan, sedangkan penambahan inokulum P. putida dilakukan setelah R. oligosporus diinkubasi selama 4 hari. Hal tersebut dilakukan karena pada waktu tersebut akumulasi benzaldehid mencapai batas maksimal toleransi akumulasi benzaldehid oleh R. oligosporus. Penambahan inokulum P. putida setelah 4 hari inkubasi juga dilakukan untuk mencegah biofilm yang terbentuk terlalu tebal dan mengganggu difusi oksigen yang dibutuhkan oleh R. oligosporus (Halan et al., 2011). Adapun ilustrasi gambaran tahapan produksi dapat dilihat pada Gambar 5.

 

(A)������������������������������������������������������ (B)

 

Gambar 5

�Ilustrasi metode biotransformasi dengan konsorsium kapang-bakteri dan resin HP20 Keterangan: (A) Tahapan proses biotransformasi, (B) Tahapan pemisahan benzaldehid

Kesimpulan

Biotransformasi merupakan metode yang sangat potensial untuk digunakan pada proses produksi perisa alami. Berdasarkan penelitian terdahulu, penggunaan kapang dan bakteri diketahui dapat mengatasi hambatan produksi benzaldehid atau senyawa aroma almond melalui proses biotransformasi. Biofilm P. putida diketahui dapat meningkatkan resistensi mikroba terhada aktifitas senyawa antimikroba seperti benzaldehid. Hasil perhitungan prediksi menunjukan bahwa penggunaan konsorsium R. oligosporus dan P. putida dapat memberikan yield benzaldehid dengan konsentrasi mencapai 2.25 g/L. Nilai tersebut 74% lebih tinggi dibandingkan pada proses biotransformasi benzaldehid monokultur R. oligosporus. Penggunaan ampas tahu dipilih karena merupakan substrat yang terjangkau dan memiliki kandungan asam amino tinggi, sedangkan resin HP20 digunakan untuk meningkatkan kestabilan produk selama produksi.

 

 

 

 

 

 

 

BIBILIOGRAFI

 

Ben Akacha, Najla, & Gargouri, Mohamed. (2015). Microbial and enzymatic technologies used for the production of natural aroma compounds: Synthesis, recovery modeling, and bioprocesses. Food and Bioproducts Processing, 94(September 2014), 675�706.

 

B�ck, A., Casciatori, F. P., Thom�o, J. C., & Tsotsas, E. (2015). NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/). ScienceDirect Model-based control of enzyme yield in solid-state fermentation. Procedia Engineering, 102, 362�371.

 

Chukeatirote, E., Eungwanichayapant, P. D., & Kanghae, A. (2017). Determination of volatile components in fermented soybean prepared by a co-culture of bacillus subtilis and rhizopus oligosporus. Food Research, 1(6), 225�233.

 

Dastanger, Syed. (2009). Biotechnology for agro-industrial residues utilisation: Utilisation of agro-residues. In Biotechnology for Agro-Industrial Residues Utilisation: Utilisation of Agro-Residues (pp. 105�127).

 

Erten, Edibe Seda. (2016). Characterization of Aroma Components of Raw and Roasted.

Feng, J., Liu, X., Xu, Z. R., Lu, Y. P., & Liu, Y. Y. (2007). The effect of Aspergillus oryzae fermented soybean meal on growth performance, digestibility of dietary components and activities of intestinal enzymes in weaned piglets. Animal Feed Science and Technology, 134(3�4), 295�303.

 

Frey-Klett, P., Burlinson, P., Deveau, A., Barret, M., Tarkka, M., & Sarniguet, A. (2011). Bacterial-Fungal Interactions: Hyphens between Agricultural, Clinical, Environmental, and Food Microbiologists. Microbiology and Molecular Biology Reviews, 75(4), 583�609.

 

Geng, Huiling, Yu, Xinchi, Lu, Ailin, Cao, Haoqiang, Zhou, Bohang, Zhou, Le, & Zhao, Zhong. (2016). Extraction, chemical composition, and antifungal activity of essential oil of bitter almond. International Journal of Molecular Sciences, 17(9).

 

Gunawan, W. (2009). Kualitas Dan Nilai Minyak Atsiri , Implikasi pada Pengembangan Turunannya. Himpunan Kimia Indonesia Jawa Tengah. Kimia Bervisi SETS (Science, Environment, Technology, Society) Kontribusi Bagi Kemajuan Pendidikan Dan Industri, Diselengarakan Himpunan Kimia Indonesia Jawa Tengah, Pada Tangal 21, 1�11.

 

Halan, Babu, Schmid, Andreas, & Buehler, Katja. (2011). Real-time solvent tolerance analysis of Pseudomonas sp. Strain VLB120ΔC catalytic biofilms. Applied and Environmental Microbiology, 77(5), 1563�1571.

 

Hyun, Min Woo, Yun, Yeo Hong, Kim, Jun Young, & Kim, Seong Hwan. (2011). Fungal and plant phenylalanine ammonia-lyase. Mycobiology, 39(4), 257�265.

 

Kim, Jisun, & Park, Woojun. (2014). Oxidative stress response in Pseudomonas putida. Applied Microbiology and Biotechnology, Vol. 98, 6933�6946.

 

Le Goff, G�raldine, Adelin, Emilie, Cortial, Sylvie, Servy, Claudine, & Ouazzani, Jamal. (2013). Application of solid-phase extraction to agar-supported fermentation. Bioprocess and Biosystems Engineering, 36(9), 1285�1290.

 

Li, Jing, Shi, Suan, Adhikari, Sushil, & Tu, Maobing. (2017). Inhibition effect of aromatic aldehydes on butanol fermentation by Clostridium acetobutylicum. RSC Advances, 7(3), 1241�1250.

 

Li, Shuhong, Zhu, Dan, Li, Kejuan, Yang, Yingnan, Lei, Zhongfang, & Zhang, Zhenya. (2013). Soybean Curd Residue: Composition, Utilization, and Related Limiting Factors. ISRN Industrial Engineering, 2013, 1�8.

 

Li, Xuan Zhong, Webb, Jeremy S., Kielleberg, Staffan, & Rosche, Bettina. (2006). Erratum: Enhanced benzaldehyde tolerance in Zymomonas mobilis biofilms and the potential of biofilm applications in fine-chemical production (Applied and Environmental Microbiology [2006]72,2[1639-1644]). Applied and Environmental Microbiology, 72(8), 5678.

 

Li, Xuemin, Liu, Yinan, Hao, Jianxiu, & Wang, Weihong. (2018). Study of almond shell characteristics. Materials, 11(9).

 

Lomascolo, A., Asther, M., Navarro, D., Antona, C., Delattre, M., & Lesage-Meessen, L. (2001). Shifting the biotransformation pathways of L-phenylalanine into benzaldehyde by Trametes suaveolens CBS 334.85 using HP20 resin. Letters in Applied Microbiology, 32(4), 262�267.

 

MacDonald, M. Jason, & D�Cunha, Godwin B. (2007). A modern view of phenylalanine ammonia lyase. Biochemistry and Cell Biology, 85(3), 273�282.

 

Mann, & Wozniak. (2012). Pseudomonas biofilm matrix composition and niche biology. Physiology & Behavior, 176(3), 139�148.

 

Molina, L�zaro, Udaondo, Zulema, Duque, Estrella, Fern�ndez, Matilde, Molina-Santiago, Carlos, Roca, Amalia, Porcel, Mario, De La Torre, Jes�s, Segura, Ana, Plesiat, Patrick, Jeannot, Katy, & Ramos, Juan Luis. (2014). Antibiotic resistance determinants in a Pseudomonas putida strain isolated from a hospital. PLoS ONE, 9(1).

 

Noda, Shuhei, Shirai, Tomokazu, Oyama, Sachiko, & Kondo, Akihiko. (2016). Metabolic design of a platform Escherichia coli strain producing various chorismate derivatives. Metabolic Engineering, 33, 119�129.

 

Norliza, A. W., & Ibrahim, C. O.*. (2005). The production of Benzaldehyde by Rhizopus oligosporus USM R1 in a Solid State Fermentation (SSF) System of Soy Bean Meal: rice husks. Malaysian Journal of Microbiology, 1(2), 17�24.

 

Perera, Madushika, Wijayarathna, Dilrukshi, Wijesundera, Sulochana, Chinthaka, Manoj, Seneviratne, Gamini, & Jayasena, Sharmila. (2019). Biofilm mediated synergistic degradation of hexadecane by a naturally formed community comprising Aspergillus flavus complex and Bacillus cereus group. BMC Microbiology, 19(1).

 

Poornima, K., & Preetha, R. (2017). Biosynthesis of food flavours and fragrances - A review. Asian Journal of Chemistry, 29(11), 2345�2352.

 

Rudakiya, Darshan M. (2019). Strategies to improve solid-state fermentation technology. New and Future Developments in Microbial Biotechnology and Bioengineering: From Cellulose to Cellulase: Strategies to Improve Biofuel Production, (January), 155�180.

 

Sun, Zhoutong, Ning, Yuanyuan, Liu, Lixia, Liu, Yingmiao, Sun, Bingbing, Jiang, Weihong, Yang, Chen, & Yang, Sheng. (2011). Metabolic engineering of the L-phenylalanine pathway in Escherichia coli for the production of S- or R-mandelic acid. Microbial Cell Factories, 10(1), 71.

 

Ullah, Ihsan, Khan, Abdul Latif, Ali, Liaqat, Khan, Abdur Rahim, Waqas, Muhammad, Hussain, Javid, Lee, In Jung, & Shin, Jae Ho. (2015). Benzaldehyde as an insecticidal, antimicrobial, and antioxidant compound produced by Photorhabdus temperata M1021. Journal of Microbiology, 53(2), 127�133.

 

Valera, Maria Jose, Boido, Eduardo, Ramos, Juan Carlos, Manta, Eduardo, Radi, Rafael, Dellacassa, Eduardo, & Carrau, Francisco. (2020). The mandelate pathway, an alternative to the PAL pathway for the synthesis of benzenoids in yeast. Applied and Environmental Microbiology, (June).

 

Zhang, Shu, Merino, Nancy, Okamoto, Akihiro, & Gedalanga, Phillip. (2018). Interkingdom microbial consortia mechanisms to guide biotechnological applications. Microbial Biotechnology, 11(5), 833�847.

 

Zhurina, M. V., Gannesen, A. V., Zdorovenko, E. L., & Plakunov, V. K. (2014). Composition and functions of the extracellular polymer matrix of bacterial biofilms. Microbiology (Russian Federation), 83(6), 713�722.