Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 2, No. 10, Oktober 2020

 


REPRESENTASI FEMINISME TOKOH KIM YOO BIN PADA FILM #ALIVE

 

Alya Nur, Ahmad Hanif Tri S.Z dan Eela Luna An�nafi Rifai

Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]

 

Abstract

This research was created to look at the representation of Feminism in Kim Yoo Bin's squats on #Alive. The type of research used is qualitatively descriptive with John Fiske's television semiotic method consisting of three levels, namely reality level, representation level, and ideological level. Using John Fiske's method of television semiotics, researchers found existentialist feminism, feminism with intellectual intelligence, and feminism in decision-making. The results in the film found female representation is also portrayed as being able to do many things. But on the one hand, there is the depiction that in doing things related to feminism, the female characters in the film are not separated from the influence of men.

 

Keywords: Feminisme; Film; Korea

 

Abstrak 

Penelitian ini dibuat dengan tujuan untuk melihat representasi Feminisme dalam tokok Kim Yoo Bin pada Film #Alive. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan metode semiotika televisi John Fiske yang terdiri dari tiga level, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Dengan menggunakan metode semiotika televisi John Fiske, peneliti menemukan feminisme eksistensialis, feminisme dengan kecerdasan intelektual dan feminisme dalam pengambilan keputusan. Hasil dalam film ini menemukan representasi perempuan juga digambarkan dapat melakukan banyak hal. Namun pada satu sisi terdapat penggambaran bahwa dalam melakukan hal - hal yang berkaitan dengan feminisme, karakter perempuan dalam film ini tidak lepas dari pengaruh laki-laki.

 

Kata Kunci: Feminisme; Film; Korea

 

Pendahuluan

Film merupakan salah satu hiburan yang berbasis audio visual yang akrab dinikmati oleh segenap kalangan baik rentang usia muda hingga tua maupun dengan latar belakang sosial yang berbeda. Film juga merupakan media massa yang tidak lepas dengan kehidupan sehari-hari kita, dalam film memiliki cerita dan genre yang berbeda-beda. Cerita dalam sebuah film dikemas sedemikian rupa agar pesan yang dibawa dapat tersampaikan kepada penonton. Pesan-pesan atau nilai-nilai yang terkandung dalam film dapat mempengaruhi penonton baik secara kognitif, afektif maupun konatif. Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2009). Film juga berfungsi sebagai refleksi dari realitas yang mana mengubah atau memindahkan realitas ke layar tanpa mengubah realitas itu sendiri. Hal seperti ini sering dikaitkan dengan representasi pada film, representasi sendiri adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau kombinasinya (Hendarto, 2017). Maka tak heran jika banyak film yang tema dan ide awalnya berangkat dari fenomena yang ada di dunia nyata. Representasi merujuk pada bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam isi sebuah teks (Kosakoy, 2016). Film menjadi salah satu pilihan media massa yang paling banyak dikonsumsi masyarakat pada saat ini ,hal ini dikarenakan Film merupakan satu di antara The Big Five of Mass Media sesudah surat kabar, majalah, radio dan televisi (Romli & Syamsul, 2012). Menonton film menjadi asupan sehari-hari yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat. Sebuah cerita dalam film memiliki pesan yang dibuat agar dapat tersampaikan kepada penonton Film tidak jarang juga dapat mempengaruhi tindakan, dan pemikiran orang yang menyaksikannya (Paneri, 2019). Kiblat film di dunia juga cukup banyak seperti fenomena boomingnya film dan drama-drama korea yang sedang memasuki ranah disemua kalangan masyarakat.

Korean wave sedang digandrungi oleh berbagai macam kalangan baik muda hingga tua di Indonesia. Korea saat ini memiliki banyak penggemar karena dipandang sebagai pengekspor budaya populer (Ridaryanthi, 2014). Hal ini termasuk dalam sektor film, film dan drama korea pun sedang naik daun di Indonesia hal ini disebabkan oleh beberapa hal, baik tentang latar belakang cerita didalam film yang mengangkat realitas sosial yang sedang terjadi. Hal ini diperkuat dalam kutipan (Fachruddin, 2015) yang mengatakan �Ada beberapa macam gelombang korea yang sedang digandrungi beberapa orang seperti drama televisi berbentuk skenario cerita ditampilkan dalam film, sinetron atau telenovela�.  K-drama adalah bentuk soft power yang tengah beraksi : drama-drama ini secara halus mempromosikan nilai, gambaran, dan selera Korea kepada penonton Internasional mereka (Herlina, 2019). Realitas yang diangkat dalam film Korea tidak hanya memberikan gambaran fiksi yang selalu tentang romansa, fantasi atau kesedihan kepada penontonnya tetapi juga memberikan informasi, fakta, atau peristiwa yang sedang terjadi di dalam masyarakat atau sebuah realitas sosial contohnya seperti fenomena Feminisme. Salah satunya adalah Film Korea yang berjudul Alive.

Film Alive sendiri merupakan film garapan dari sutradara Cho Il-hyung, yang rilis pada tanggal 8 September 2020 di platform Netflix. Diperankan oleh Yoo Ah-in dan Park Shin-hye dan beberapa aktor lainnya. Film yang memiliki genre survival thriller ini menceritakan tentang kisah keadaan kota yang kacau balau dikarenakan sebuah wabah misterius yang mengubah manusia menjadi zombie dan yang tersisa hanya dua orang yakni Yoo Ah-in dan Park Shin-hye. Film ini menggambarkan pesan tersirat seperti hakikat manusia baik laki-laki maupun perempuan mereka berhak untuk saling membantu dan tercipta untuk saling melengkapi dan ingin menunjukan bahwa beban kerja bukan hanya berada dalam sektor laki-laki, wanita pun sama dan sanggup untuk bisa bertahan hidup di tengah situasi yang tidak memungkinkan sekaligus

Karakter Joon Woo pada film ini merasa tersiksa dengan keadaan di luar apartemen yang semakin kacau sehingga menumbuhkan rasa ingin bunuh diri pada dirinya, namun rencana itu digagalkan karena dia mengetahui fakta bahwa dia selamat dari wabah tersebut dengan satu orang lainnya yakni penghuni apartemen depan miliknya Kim Yoo Bin. Sejak mengetahui hal itu Kim Yoo Bin dan Joo Woo saling membantu untuk  bertahan hidup dari serangan wabah. Hal ini ingin menggambarkan makna tersirat baik antara Joo Woo maupun Kim Yoo Bin tidak ada bias gender yang ditampilkan. Dan menonjolkan bahwa karakter Kim Yoo Bin meskipun seorang wanita namun dia sanggup untuk mengerjakan semua pekerjaan diluar sektor domestik. Realitas tersebut tergolong dalam fenomena feminisme. Feminisme sendiri merupakan ideologi pembebasan perempuan karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin yang dimilikinya (Hidayatullah, 2010).

Media massa sebagai pemegang peran terbesar memiliki andil dalam penanaman mengenai citra perempuan (Lestari & Suprapto, 2020).  Perempuan dalam media massa tentunya memiliki penggambaran yang berbeda seperti yang dikatakan oleh (Irawan, 2014) perempuan dalam media massa hanya mengandalkan anggota tubuh tertentu dan fisik saja. Sedangkan (Fazri, 2018). Persamaan hak merupakan sesuatu yang mutlak menjadi milik setiap orang. Persamaan hak perempuan jika dilihat dari dunia kerja, masih saja mengalami pembagian yang tidak adil. Ketidakadilan terhadap hak perempuan tersebut tidak terlepas dari adanya asumsi yang berasal dari adanya pembagian sektor kerja, dimana perempuan dimasukkan ke dalam sektor domestik, sedangkan laki-laki ke dalam sektor publik (Hendarto, 2017). Perempuan sering digambarkan sebagai sosok ibu yang hanya berperan dalam wilayah domestik yang berfungsi dirumah, hanya mempersiapkan dan melakukan pekerjaan rumah tangga. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan dalam kalangan masyarakat perempuan masih memiliki stereotype yang tidak adil. Selain itu perempuan juga sering digambarkan sebagai objek narasi yang lemah, emosional, bekerja sebagai ibu rumah tangga, tidak bisa melakukan hal berat atau melindungi orang lain di sektor publik bahkan sampai dianggap sebagai objek seksualitas. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa perempuan dipandang sebagai manusia kelas dua (the second class) di bawah laki-laki sehingga tidak berhak bagi perempuan untuk menentukan kehidupan sendiri (Subhan, 2004).  Perbedaan latar belakang budaya dan sejarah, kemudian, memunculkan pemahaman yang berbeda pula dalam kerangka perjuangan membela kaum perempuan (Irawan, 2014).

Namun seiring perkembangan industri perfilman, penggambaran karakter perempuan juga mengalami perkembangan. Seperti mulai menggambarkan feminisme dalam film. Contohnya yaitu pada film Indonesia berjudul Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak. Feminisme yang diperlihatkan oleh tokoh utama Marlina pada film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak di mana Marlina adalah seorang perempuan yang kuat, tangguh, pemberani, dan dapat mengambil keputusannya sendiri untuk mencari keadilan (Yustiana & Junaedi, 2019). Penggambaran seperti ini masih jarang diperlihatkan dalam film asia yang masih kental budaya Patriarki, patriarki sendiri merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, serta sistem kontrol terhadap perempuan (Go, 2013). Penggambaran perempuan pada film memang masih menjadi polemik hingga saat ini, sebuah riset berjudul It�s Man�s (Celluloid) World, yang dikeluarkan oleh The Center for the Study of Women in Television and Film pada tahun 2014 mengungkapkan bahwa industri perfilman mengalami krisis bias gender yang parah ketika disinggung mengenai representasi perempuan dalam layar kaca (Wibowo, Hadi, & Wijayanti, 2018). Pada film #Alive tokoh Kim Yoo Bin tidak terlihat mengandalkan unsur-unsur patriarkisme dalam tindakannya melainkan lebih menggunakan kemampuan yang ia miliki untuk bertahan hidup. Oleh karena itu peneliti ingin melihat penggambaran atau representasi tentang feminisme yang terdapat di dalam peran Kim Yoo Bin yang ditunjukkan melalui simbol-simbol yang tergambar di dalam film.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode analisis Semiotika oleh John Fiske. Semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana �tanda-tanda� dan berdasarkan pada signs system (code) (Chornelia, 2013). Sebuah film pada dasarnya bisa melibatkan bentuk-bentuk simbol visual dan linguistik untuk mengkodekan pesan yang ingin disampaikan� (Chornelia, 2013) mengkategorisasikan kode-kode televisi ke dalam tiga level, yakni level realitas (reality), representasi (representation), dan ideologi (ideology). Unit analisis dalam penelitian adalah scene-scene yang memperlihatkan feminisme tokoh Kim Yoo Bin. 

 

 Hasil Dan Pembahasan

A.    Hasil

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tokoh Kim Yoo Bin pada film #Alive tergambarkan sebagai sosok feminisme. Kim Yoo Bin pada dalam film tersebut menunjukkan bahwa Kim Yoo Bin dengan keterbatasannya dapat membantu dan menolong orang lain. Dengan akal pikirannya ia dapat membuat jebakan guna menjaga dirinya dan Ia dapat memutuskan hal yang ingin dia lakukan sesuai kehendaknya sendiri dan mampu bertarung bersama-sama untuk melindungi diri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

B.     Pembahasan

 

 

Gambar 1

Scene Oh Joon Wo sedang berusaha untuk bunuh diri

 

Scene ini menceritakan Oh Joon Wo sedang berusaha untuk bunuh diri karena merasa cukup tertekan di tengah-tengah zombie. Namun Kim Yoo Bin memberi kode dengan mengarahkan laser ke arah Oh Joon Wo untuk mencegah dan menyelamatkan Oh Joon Wo yang sedang mencoba bunuh diri. Laser tersebut juga diarahkan pada tulisan yang berada di dinding agar Oh Joon Wo dapat mengertinya

Level Realitas, pada scene tersebut Kim Yoo Bin menggunakan Jaket tebal, sarung tangan, celana panjang berwarna gelap serta ia memegang teropong dan juga laser. Pakaian yang ia menunjukkan bahwa apa yang ia kenakan gunanya untuk memberikan rasa hangat pada tubuhnya. Terlihat pula penggambaran suasana terjadi pada malam hari. Hal tersebut digambarkan pada laser yang sangat terlihat pada cahaya yang lebih gelap. Kim Yoo Bin berada di seberang apartemen dengan Oh Jon Woo. Pada adegan tersebut Kim Yoo Bin tidak mengatakan sesuatu. Hanya saja ia memberikan kode dengan menunjuk huruf dengan laser yang ia miliki. Berdasarkan apa yang ia tunjuk, maksud yang ia katakan adalah �Tidak, Bodoh�. Maksud dari kalimat tersebut adalah agar Oh Joon Woo tidak melakukan bunuh diri, apa yang ia lakukan adalah hal bodoh. Tujuannya agar Oh Joon Woo tidak melanjutkan percobaan bunuh diri

Level Representasi, scene ini menggunakan teknik pengambilan gambar medium shot, dimana menampilkan gambar dari separuh tubuh dari karakter utama. Selain itu scene ini juga menggunakan teknik pengambilan gambar medium close up untuk menangkap ekspresi dari karakter Kim Yoo-Bin. Hal yang paling mencolok dalam adegan ini yaitu warna yang dipilih dalam scene ini. Pencahayaan yang remang dan dominasi warna biru dalam scene ini seolah-olah ingin memberikan efek ketegangan selain itu scene ini juga diiringi musik atau sound effect yang semakin menambah efek ketegangan pada film

Level ideologi. Tindakan yang dilakukan Kim Yoo Bin dalam menyelamatkan Oh Joon Wo dalam usahanya untuk melakukan bunuh diri. Dengan keterbatasan alat yang dimiliki dan situasi yang mencekam, Kim Yoo Bin memanfaatkan barang yang ia miliki yaitu laser. Penggunaan laser adalah cara yang dapat dilakukan Kim Yoo Bin itu memberikan kode kepada Oh Joon Wo, karena Kim Yoo Bin mengetahui bahwa jika ia berteriak akan menarik perhatian para zombie oleh karena itu ia memberikan kode dengan mengarahkan laser ke arah Oh Joon Wo. Berdasarkan tindakan yang dilakukan Kim Yoo Bin dapat diinterpretasikan bahwa tindakan tersebut menunjukkan feminisme gelombang pertama, yaitu perempuan dengan kecerdasan yang dimilikinya dapat melakukan banyak hal. Walaupun dalam keadaan yang terbatas, Kim Yoo Bin dengan kecerdasannya dapat menyelamatkan Oh Joon Wo.

Gambar 2

Scene Apartemen Milik Kim Yoo Bin

 

Pada level realitas. Kim Yoo Bin memakai baju lengan panjang dan celana yang berwarna hitam serta memakai kaos kaki. Ia juga memakai jaket dan penutup kepala. Berdasarkan pakaian dan atribut yang dipakai tergambarkan bahwa keadaan pada waktu itu yaitu dingin. Scene Ini hanya menggambarkan suasana di apartemen milik Kim Yoo Bin. Pada scene tersebut ia sedang membalut kapak dengan tali agar kapak tersebut menjadi tidak licin pada saat digunakan. Apartemen Kim Yoo Bin terpasang jebakan di depan pintu apartemennya yang dapat dia atur dari kejauhan menggunakan tali. Ekspresi yang ditunjukan ketika ia mendengar suara zombie terlihat kaget dan takut. Namun dengan sigap ia langsung menarik tali agar jebakan yang ia buat dapat berguna.

Level Representasi. Scene ini menggunakan teknik pengambilan gambar long shot untuk memperlihatkan siapa dan dimana subjek berada. Scene ini juga menggunakan teknik pengambilan gambar close up pada detail - detail tertentu seperti ekspresi dari karakter Kim Yoo Bin, kapak, botol air minum, dan tanaman yang dirawat oleh Kim Yoo Bin. Sementara itu pencahayaan pada scene ini cenderung gelap dan hanya dihiasi sedikit cahaya remang dari lampu kamar untuk memperlihatkan latar waktu malam hari pada scene ini. Untuk scorring atau musik pada scene ini sendiri tidak menggunakan sound effect apapun hanya menggunakan ambience dari suara yang dihasilkan dari kegiatan yang dilakukan oleh Kim Yoo-Bin

Level ideologi, tindakan yang dilakukan oleh Kim Yoo Bin menunjukkan feminisme segi intelektual. Perempuan digambarkan sama seperti feminisme gelombang pertama yaitu dapat menggunakan pikiran rasionalnya, kecerdasan yang dimiliki untuk melakukan banyak hal. Kim Yoo Bin membuat jebakan yang dapat dikendalikan dari jarak cukup jauh serta dapat melindungi dirinya

Gambar 3

Scene Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo Akan Berpindah Tempat

 

Scene ini menceritakan bahwa Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo akan berpindah tempat ke tempat yang lebih aman. Untuk itu melakukan berbagai persiapan dan strategi agar bisa selamat di tempat yang mereka tuju yaitu lantai 8 apartemen unit 4.

Level Realitas, pakaian yang Kim Yoo Bin sama seperti scene sebelumnya yaitu memakai baju dan celana berwarna hitam serta sarung tangan. Kim Yoo Bin juga terlihat memakai jam ditangan sebelah kirinya dan sepatu kets untuk memudahkan gerak serta mengenakan tas. Tak lupa untuk dapat berkomunikasi dengan Oh Joon Wo, ia membawa walkie talkie yang menempel pada dadanya.Scene tersebut menampilkan Kim Yoo Bin terlihat mengikat rambutnya. Riasan yang digunakan terlihat natural tanpa polesan yang berlebihan. Ekspresi yang ditunjukkan adalah ekspresi takut. Kim Yoo Bin terlihat beberapa kali menutup mata dan menghela nafas panjang sebelum memulai aksinya

Level representasi. Teknik pengambilan gambar pada film ini dominan menggunakan long shot dimana memperlihatkan keaadaan sekitar dari subjek gambar dimana karakter Kim Yoo Bin diperlihatkan berlari dan menerjang kerumunan zombie untuk mencapai tempat yang lebih aman. Selain itu scene ini juga menggunakan teknik pengambilan gambar close up untuk menunjukan ekspresi dari Oh Joon Wo yang terkagum - kagum melihat aksi Kim Yoo Bin. Untuk pencahayaan dari scene ini sendiri menggunakan cahaya yang cukup terang untuk menggambarkan latar waktu yaitu pada siang hari. Sementara musik pada scene ini menggunakan sound effect yang menegangkan dan bersemangat untuk mengiringi aksi yang dilakukan oleh Kim Yoo Bin.

Level ideologi, Kim Yoo Bin memilih jalannya sendiri untuk turun menggunakan tali dan menghadapi para zombie. Walaupun awalnya terlihat ketakutan dan menghela nafas panjang. Kim Yoo Bin memberanikan diri dan  membuat keputusannya sendiri yaitu turun ke bawah menggunakan tali dan berlari menuju apartement yang berada disebrangnya. Terlihat ia menghiraukan strategi Oh Joon Wo untuk bisa melewati para zombie. Tindakan yang dilakukan Kim Yoo Bin menunjukkan tindakan feminisme eksistensialis yaitu perempuan berkehendak dan mampu menentukan pilihannya sendiri.

Gambar 4

Scene Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo Keluar Apartemen

 

Level realitas, Kim Yoo Bin terlihat memakai baju dan celana berwarna hitam serta menggunakan sepatu sneakers. Tujuan pemakaian sepatu sneakers adalah agar gerak Kim Yoo Bin menjadi lebih mudah dibandingkan harus menggunakan sepatu lainnya. Kim Yoo Bin juga terlihat memakai helm, serta membalut tangannya dengan kain yang diikat dengan lakban. Tujuannya agar menambah perlindungan ketika Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo keluar dari apartement untuk mendatangi helikopter. Pada scene tersebut tidak terdapat dialog antara mereka berdua.

Level Representasi. Teknik pengambilan gambar pada scene ini menggunakan  teknik medium shot dimana memperlihatkan separuh dari tubuh subjek. Penggunaan teknik ini juga menambah efek dramatisasi dimana karakter Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo berlari menerjang kerumunan zombie untuk mencapai rooftop. Teknik pencahayaan pada scene ini menggunakan cahaya yang cukup terang untuk memperlihatkan latar waktu siang hari pada scene ini. Sementara untuk scorring pada scene ini menggunakan sound effect menegangkan yang menambah kesan dramatis pada scene ini.

Level ideologi, kesetaraan Kim Yoo Bin dan Oh Joon Wo dalam bekerjasama untuk melawan zombie menunjukkan perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan yang sama untuk melindungi diri dan melawan zombie dan juga digambarkan sebagai sosok yang mampu bertarung dalam bahaya

 

Kesimpulan

Karakter Kim Yoo Bin pada film #Alive merepresentasikan feminisme dalam kategorisasi feminisme eksistensialis, feminisme dengan kecerdasan intelektual dan feminisme dalam pengambilan keputusan. Kim Yoo Bin digambarkan sebagai perempuan yang mampu berkehendak dan mampu menentukan pilihannya sendiri. Dalam film ini perempuan juga digambarkan dapat melakukan banyak hal. Namun pada satu sisi terdapat penggambaran bahwa dalam melakukan hal - hal yang berkaitan dengan feminisme, karakter perempuan dalam film ini tidak lepas dari pengaruh laki-laki. Contohnya yaitu saat karakter utama dalam cerita yaitu Oh Joon Wo yang merupakan seorang laki-laki menolongnya dari serangan zombie.

Peneliti menyarankan agar film ini dapat dikaji dengan metode analisis lainya seperti analisis naratif agar dapat melihat alur cerita secara keseluruhan lebih dalam. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut tentang representasi feminisme dengan metode analisis isi yang sama untuk melihat film-film lainya yang menonjolkan karakter perempuan dengan ideologi feminisme.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBILIOGRAFI

 

Chornelia, Y. H. (2013). Representasi Feminisme Dalam Film �Snow White and the Huntsman�. 1(3). Jurnal E-Komunikasi.

 

Fachruddin, Andi. (2015). Cara kreatif memproduksi program televisi. Yogyakarta: Andi Offset.

 

Fazri, Anhar. (2018). Media Massa Dan Representasi Perempuan Dalam Iklan. SOURCE: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1).

 

Go, Fanny Puspitasari. (2013). Representasi Stereotipe Perempuan dalam Film Brave. Jurnal E-Komunikasi, 1(2).

 

Hendarto, Nadya Christy. (2017). Representasi Posfeminisme Dalam Film Alice Through The Looking Glass. Jurnal E-Komunikasi, 5(2).

 

Herlina, Eka. (2019). Representasi Ideologi Gender di Korea Selatan dalam Drama Korea �Because This Is My First Life.� Pantun, 3(1).

 

Irawan, Rahmat Edi. (2014). Representasi perempuan dalam industri sinema. Humaniora, 5(1), 1�8.

 

Kosakoy, Joane Priskila. (2016). Representasi Perempuan Dalam Film �Star Wars VII: The Force Awakens.� Jurnal E-Komunikasi, 4(1).

 

Lestari, Wiwin Triana Indah, & Suprapto, Deddy. (2020). Representasi Feminisme Dalam Film 7 Hari 7 Cinta 7 Wanita. KAGANGA KOMUNIKA: Journal of Communication Science, 2(1), 23�37.

 

Paneri, Afner Icos. (2019). Representasi Feminisme Dalam Film Captain Marvel (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Representasi Feminisme Dalam Film Captain Marvel Karya Anna Boden & Ryan Fleck). Universitas Komputer Indonesia.

 

Ridaryanthi, Melly. (2014). Bentuk Budaya Populer Dan Konstruksi Perilaku Konsumen Studi Terhadap Remaja. Jurnal Visi Komunikasi, 13(1), 87�104.

 

Romli, M., & Syamsul, Asep. (2012). Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online Bandung (ID): Nuansa Cendekia.

 

Sobur, A. (2009). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Wibowo, Andreas Setya, Hadi, Ido Prijana, & Wijayanti, Chory Angela. (2018). Representasi Feminisme Dalam Film �The Intern.� Jurnal E-Komunikasi, 6(2).

 

Yustiana, Melia, & Junaedi, Ahmad. (2019). Representasi Feminisme dalam Film Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (Analisis Semiotika Roland Barthes). Koneksi, 3(1), 118�125.