How to cite:
Athifa Isro Aini (2024) Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian
(Studi Putusan Nomor 2750 K/PDT/2018), (06) 10
E-ISSN:
2684-883X
IMPLIKASI AKTA NOTARIS YANG TIDAK MENERAPKAN PRINSIP
KEHATI-HATIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 2750 K/PDT/2018)
Athifa Isro Aini, Iskandar Muda, Chandra Yusuf
Universitas Yarsi Jakarta
Abstrak
Notaris yang kurang berhati-hati dalam menjalankan jabatannya dalam membuat akta
otentik sering menyebabkan timbulnya suatu permasalahan hukum dikarenakan
dokumen maupun keterangan yang diberikan penghadap ternyata palsu, bahkan sering
terjadinya notaris yang sebenarnya mengetahui bahwa keterangan maupun dokumen
yang diberikan tidak benar, ataupun akta yang dibuat oleh Notaris tersebut tidak
memenuhi aturan. Permasalahan dalam tesis ini, mengenai kedudukan akta perjanjian
sewa menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian
(Prudentiality Principle) dan akibat hukum terhadap Notaris terkait akta perjanjian sewa
menyewa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudentiality Principle). Tesis ini,
menggunakan metode penelitian hukum normatif (kepustakaan) dengan analisis secara
kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan tentang kedudukan akta perjanjian sewa
menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (prudentiality
principle) menjadi batal demi hukum dan tidak mengikat bagi para pihak dalam
perjanjian sewa menyewa dikarenakan sebelumnya objek sewa menyewa telah
dialihkan melalui jual beli, sehingga pihak yang menyewakan tidak punya hak untuk
melakukan sewa menyewa kepada orang lain. Akibat hukum terhadap Notaris terkait
akta perjanjian sewa menyewa tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudentiality
Principle) yaitu Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata dan
UUJN serta kode etik dikarenakan dalam membuat akta sewa menyewa menerima bukti
kepemilikan sertipikat berupa fotokopian.
Kata kunci: Akta, Notaris, prinsip kehati-hatian.
Abstract
Notaries who are not careful in carrying out their position in making authentic deeds
often cause legal problems to arise because the documents or information provided by
the court turn out to be fake, and it often happens that notaries actually know that the
information or documents provided are not true, or the deed was made by The notary
did not comply with the regulations. The problem in this thesis is regarding the position
of the rental agreement deed made by a Notary who does not apply the precautionary
principle (Prudentiality Principle) and the legal consequences for the Notary regarding
the rental agreement deed not applying the prudential principle (Prudentiality
Principle). This thesis uses normative legal research methods (library) with qualitative
analysis to obtain conclusions regarding the position of the rental agreement deed
made by a Notary who does not apply the prudential principle and is null and void and
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6245
not binding on the parties to the rental agreement. renting because previously the rental
object had been transferred through sale and purchase, so that the party renting out did
not have the right to lease to another person. The legal consequences for the Notary
regarding the rental agreement deed not applying the principle of prudence
(Prudentiality Principle), namely that the Notary can be held liable according to civil
law and UUJN as well as the code of ethics because in making the rental deed he
received proof of ownership of the certificate in the form of a photocopy.
Keywords: Deed, Notary, precautionary principle.
PENDAHULUAN
Notaris, selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya, tidak boleh
keluar dari rambu-rambu yang telah diatur oleh perangkat hukum yang berlaku. Notaris
dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya, sesuai dengan kaidah
hukum yang berlaku. Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, baik saat
menjalankan tugas jabatannya maupun di luar tugas jabatannya. Ini berarti, bahwa
notaris harus selalu menjaga agar perilakunya tidak merendahkan jabatannya,
martabatnya, dan kewibawaannya sebagai Notaris (Nugrahadi, 2019). Notaris
merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan moral dan etika ketika
menjalankan tugas jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris berpegang
teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan
terhormat. Karena lekatnya etika pada profesi Notaris disebut sebagai profesi yang
mulia (officum nobile) (Gofur, Qomusuddin, & Romlah, 2023).
Sebagai pejabat umum, seorang Notaris harus memegang teguh prinsip kehati-
hatian, oleh sebab pertanggungjawaban seorang Notaris terhadap akta yang dibuatnya
adalah seumur hidup (Negeri, 2022). Dalam membuat akta otentik Notaris harus
mendahulukan prinsip kehati-hatian utamanya akta mengenai perjanjian, sebab akta
mengenai perjanjian umumnya mempunyai konsekuensi hukum apabila terjadi
wanprestasi (melanggar kesepakatan) oleh para pihak. Akta sebagai produk yang dibuat
oleh Notaris merupakan alat bukti yang sempurna sesuai dengan asas presumtio justea
causa dimana demi kepastian hukum, akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
harus dianggap benar dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sebelum
dibuktikan sebaliknya (Parasamya, Wahyuni, & Hamid, 2017).
Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-
pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur
yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta (Sasauw, 2015). Secara formal untuk
membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul
(waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, para pihak yang menghadap,
paraf dan tanda tangan para pihak/pengadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa
yang dilihat, disaksikan, didengarkan oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan
mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak).
Athifa Isro Aini
6246 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Salah satu akta perjanjian yang dibuat Notaris adalah akta perjanjian sewa
menyewa. Pelaksanaan perjanjian sewa menyewa ini harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian, sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan,
kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dengan dipenuhinya empat syarat
sah perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian sewa menyewa menjadi sah dan mengikat
secara hukum bagi para pihak yang membuatnya (Nasution, Lubis, & Tanjung, 2022).
Terlebih lagi apabila dibuatkan akta nya dihadapan Notaris sehingga menjadi akta
otentik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 KUHPer, menjelaskan perjanjian sewa
menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama waktu tertentu,
dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang terakhir itu. Sewa
menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan bukan
perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini
kepemilikan terhadap objek sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap
menjadi hak milik dari yang menyewakan (Nurlela & Amelia, 2021).
Sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang menyewakan kepada
si penyewa. Karena selama berlangsungnya masa persewaan pihak yang menyewakan
harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan pihak ketiga atas
benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat menikmati barang yang
disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung (Trianto & Pd, 2007).
Aturan lain terkait perjanjian sewa menyewa, sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1576 KUH Perdata, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa yang telah ada.
Adapun bunyi selengkapnya Pasal 1576 KUHPerdata tersebut adalah sebagai berikut:
Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak
diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada
suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada
suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib
mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.
Undang-Undang Jabatan Notaris tidak secara khusus menjelaskan tentang
prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas dan jabatan Notaris. Kamus Besar
Bahasa Indonesia mengartikan kehati-hatian adalah berhati-hati atau waspada. Kehati-
hatian ini erat kaitannya dengan ketelitian, kecermatan. Bentuk-bentuk prinsip kehati-
hatian notaris dalam proses permbuatan akta yaitu melakukan pengenalan terhadap
identitas penghadap, memvertifikasi secara cermat data subyek dan objek penghadap,
memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta otentik, bertindak hati-hati, cermat,
teliti dalam proses pembuatan akta, memenuhi segala syarat teknik pembuatan akta
Notaris.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tentang kedudukan akta
perjanjian sewa menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian
(Prudentiality Principle)?. Dan 1.3.2. Untuk menganalisis tentang akibat hukum
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6247
terhadap Notaris terkait akta perjanjian sewa menyewa tidak menerapkan prinsip kehati-
hatian (Prudentiality Principle) (Saripurwasih, 2024).
Manfaat secara teoritis nya adalah penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan dan sumbangan pemikiran bagi pengembang ilmu hukum pada umumnya
untuk memberikan informasi mengenai peran Notaris dalam membuat akta sewa
menyewa, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan
saran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya peran Notaris dalam membuat akta
sewa menyewa, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada praktisi
hukum khususnya berkaitan dengan peran Notaris dalam membuat akta sewa menyewa,
dan bagi masyarakat khusunya Pelaku Usaha, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar kebih memahamii pentingnya bagi
mengetahui peran Notaris dalam membuat akta sewa menyewa.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif
didalam Penulisan hukum ini, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada norma-
norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan
pengadilan, tetapi di samping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang
berlaku dalam masyarakat (Ali, 2021; Diantha & Sh, 2016).
Metode pendekatan tersebut digunakan secara deduktif dimulai dari analisa
pasal-pasal dalam perundangan yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan di
atas (Diantha & Sh, 2016). Metode pendekatan digunakan dengan mengingat bahwa
permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan yaitu hubungan
peraturan satu dengan peraturan lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam
praktek.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktik Prinsip Kehatian-hatian Notaris Dalam Membuat Akta Otentik
Terbentuknya Lembaga Notaris karena adanya kebutuhan masyarakat baik pada
zaman dahulu maupun zaman sekarang. Secara kebahasaan Notaris berasal dari kata
Notarius untuk tunggal dan Notarii untuk jamak. Notarius merupakan istilah yang
digunakan oleh masyarakat Romawi untuk menamai mereka yang melakukan pekerjaan
menulis, namun fungsi Notarius pada zaman tersebut berbeda dengan fungsi Notaris
pada saat ini.
Dalam organisasi Notaris memiliki kode etik yang memuat kewajiban serta
larangan bagi notaris yang sifatnya praktis. Terhadap pelanggaran kode etik terdapat
sanksi-sanksi organisasi dan tanggung jawab secara moril terhadap citra notaris baik
sekarang maupun yang akan datang. Kode etik notaris ini berlaku bagi serta wajib
ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan serta semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai notaris.
Pertanggungjawaban hukum notaris dalam pembuatan akta otentik yang
melanggar prinsip kehati-hatian memuat pertanggungjawaban hukum perdata, pidana
Athifa Isro Aini
6248 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
dan administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab dari Notaris yang
mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta yang dibuatnya meliputi
tanggung jawab secara perdata, pidana, dan administrasi, sehingga notaris dikenakan
sanksi secara berjenjang mulai dari teguran tertulis, pemberhentian sementara,
pemberhentian dengan hormat, sampai pemberhentian dengan tidak hormat.
Keabsahan Akta Perjanjian Sewa Menyewa Tidak Menerapkan Prinsip Kehatian-
hatian oleh Notaris
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9
Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Pengguna Jasa Bagi Notaris yaitu:
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentikdan
memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya”. Dalam Pasal 2 Permenkumham No.
9 Tahun 2017 mengenai Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Notaris disebutkan bahwa
notaris wajib menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa yang paling sedikit memuat
identifikasi Pengguna Jasa, verifikasi Pengguna Jasa dan pemantauan Transaksi
Pengguna Jasa.
Pada penelitian ini, fakta hukum berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor
2750 K/Pdt/2018, menjelaskan bahwa perjanjian sewa menyewa atas objek sengketa
yang dilakukan antara Tergugat I dan II yang mengaku sebagai pemilik dengan
Tergugat III sebagai penyewa di hadapan Tergugat IV, terbukti objek sewa menyewa
berupa rumah yang dilakukan tanggal 24 Agustus 2016 ternyata sudah bukan lagi milik
dari Tergugat I dan II karena rumah tersebut telah dijual kepada Penggugat pada tanggal
12 April 2016 dan hak telah beralih kepada Penggugat.
Mengenai sewa menyewa tidak memindahkan hak milik dari si yang
menyewakan kepada si penyewa. Karena selama berlangsungnya masa persewaan pihak
yang menyewakan harus melindungi pihak penyewa dari segala gangguan dan tuntutan
pihak ketiga atas benda atau barang yang disewanya agar pihak penyewa dapat
menikmati barang yang disewanya dengan bebas selama masa sewa berlangsung.
Aturan lain terkait perjanjian sewa menyewa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1576
KUHPerdata, jual beli tidak memutuskan sewa menyewa yang telah ada. Adapun bunyi
selengkapnya Pasal 1576 KUHPerdata tersebut adalah sebagai berikut:
Dengan dijualnya barang yang disewa, sewa yang dibuat sebelumnya tidak
diputuskan kecuali bila telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang. Jika ada
suatu perjanjian demikian, penyewa tidak berhak menuntut ganti rugi bila tidak ada
suatu perjanjian yang tegas, tetapi jika ada perjanjian demikian, maka ia tidak wajib
mengosongkan barang yang disewa selama ganti rugi yang terutang belum dilunasi.
Penjelasan dari ketentuan pasal tersebut, bahwa apabila sewa menyewa
dilakukan antara A dengan B dengan masa waktu sewa selama 4 (empat) tahun, ketika
masa sewa berlangsung selama 2 (dua) tahun, pemilik objek sewa menyewa dapat
menjual kepada orang lain (objek sewa menyewa masih atas nama pemilik) dengan
ketentuan pemilik baru (orang lain) dapat menempati setelah masa sewa berakhir. Akan
tetapi, ketentuan pasal tersebut di atas juga mengecualikan apabila ada hubungan hukum
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6249
yang akan dilakukan seperti jual beli pada masa sewa menyewa yang dituangkan dalam
perjanjian sewa menyewa, maka pihak penyewa dapat mengosongkan objek sewa
menyewa selama ganti rugi yang terutang dilunasi.
Dengan demikian kausa yang halal dalam perjanjian a quo tidak terpenuhi
sehingga perjanjian sewa menyewa tersebut batal demi hukum (nietig) dan Tergugat III
harus menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat sebagai pihak yang berhak.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex
Facti/Pengadilan Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum
dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi
Ny. Fuji Irawati Timothy, tersebut harus ditolak.
Notaris Erly Maida dalam pembuatan akta sewa menyewa dengan Nomor akta
26 tanggal 24 Agustus 2016 antara Ny. Eny Rahayu (Tergugat I) dan Nn. Susmi
Haryanti (Tergugat II) dengan Ny. Fuji Irawati Timothy (Tergugat III) dengan objek
sewa menyewa yang merupakan objek sengketa antara Tn. Oktavia Cokrodiharjo
(Penggugat) dengan Ny. Eny Rahayu (Tergugat I) dan Nn. Susmi Haryanti (Tergugat II)
dengan dasar sertifikat hak milik lama atas objek sengketa tersebut yang masih atas
nama Ny. Eny Rahayu (Tergugat I) dan Nn. Susmi Haryanti (Tergugat II) dan Nn.
Susmi Haryanti (Tergugat II) padahal sertifikat hak milik objek sengketa tersebut telah
beralih menjadi nama Tn. Oktavia Cokrodiharjo (Penggugat) sejak tanggal 12 April
2016 yang lalu. Sehingga dari hal ini terlihat kelalaian yang dilakukan oleh Notaris Ny.
Erly Maida, S.H., M.Kn yang melanggar kewajiban penyampaian penyuluhan hukum
berkaitan dengan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan akta sewa
menyewa dan juga terlihat keberpihakan Notaris Ny. Erly Maida, S.H., M.Kn pada para
penghadap dalam akta perjanjian sewa-menyewa yaitu Ny. Eny Rahayu (Tergugat I)
dan Nn. Susmi Haryanti (Tergugat II) dan Ny. Fuji Irawati Timothy (Tergugat III) yang
merugikan Tn. Oktavia Cokrodiharjo (Penggugat).
Notaris Ny. Erly Maida, S.H., M.Kn dalam membuat Akta perjanjian Sewa
Menyewa telah melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Jabatan Notaris yang isinya bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris
wajib bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Selain itu, Notaris Ny. Erly
Maida, S.H., M.Kn melanggar Pasal 15 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris karena Notaris tidak melakukan pengesahan
kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir) dalam hal ini Sertipikat asli dari
obyek sewa.
Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya dalam membuat akta tidak
luput dari kesalahan atau kekeliruan baik yang disebabkan karena perilaku yang tidak
profesional atau memihak salah satu pihak sehingga terjadi permasalahan dalam akta
yang dibuatnya. Sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
Notaris seringkali bertindak tidak hati-hati yang berakibat menimbulkan permasalahan
hukum, baik dalam ranah hukum pidana maupun ranah hukum perdata, ini disebabkan
karena para pihak yang membuat akta otentik memberikan dokumen palsu ataupun
Athifa Isro Aini
6250 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
memberikan keterangan palsu kepada notaris sehingga menimbulkan permasalahan
hukum terhadap akta otentik yang dibuatnya.
Dengan demikian, dengan tidak dilaksanakannya prinsip kehati-hatian oleh
Notaris maka berakibat akta sewa menyewa berdasarkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2750K/Pdt/2018, bahwa Majelis memutus dan menyatakan terhadap Akta
Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 tidak sah menurut
hukum, tidak mengikat secara hukum dan tidak mempunyai akibat hukum atau
menyatakan bahwa akta perjanjian sewa menyewa ini dianggap tidak pernah ada.
Sehingga menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar uang
paksa sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari apabila lalai dalam
melaksanakan putusan ini setelah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Menghukum
Tergugat III untuk menyerahkan tanah dan bangunan dengan luas tanah 575 yang
terletak di Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah dengan
Nomor Sertifikat Hak Milik 3009, Surat Ukur Nomor 772/BALUN/2004 atas nama
Penggugat, dalam keadaan kosong dan baik kepada Penggugat.
Akibat akta sewa menyewa Notaris yang dinyatakan batal demi hukum oleh
pengadilan, akan mengembalikan kondisi atau perbuatan hukum seperti sebelum
dibuatnya akta tersebut yaitu tidak pernah ada sewa menyewa. Sehingga, pihak yang
menyewa dirugikan karena tidak dapat menempati objek sewa menyewa yang telah
dibayar uang sewa. Bentuk perlindungan hukum yang dapat dilakukan pihak penyewa
tersebut yaitu dengan cara meminta kembali uang sewa kepada pihak yang menyewakan
dengan cara musyawarah. Apabila tidak menemukan kesepakatan, pihak yang dirugikan
dapat mengajukan gugatan wanprestasi perjanjian sewa menyewa dengan meminta ganti
kerugian ke pengadilan perdata. Pihak penyewa yang beritikad baik wajib dilindungi,
sehingga perlindungan hukum terhadap pihak penyewa yaitu bisa dengan menuntut
ganti rugi kepada pihak yang menyewakan serta Notaris yang dalam hal ini yang
membuat akta sewa menyewa tersebut.
Akibat Hukum Terhadap Notaris Terkait Akta Perjanjian Sewa Menyewa Tidak
Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Prudentiality Principle)
Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Akta Sewa Menyewa
Didalam menjalankan kewenangannya dalam membuat akta otentik, “Notaris
wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Makna “saksama” dalam
pasal ini dapat diartikan (teliti, cermat dan hati-hati), dalam menjalankan tugas haruslah
hati-hati begitu pun halnya dalam mengenal para penghadap. Notaris dalam melakukan
suatu tindakan hukum harus senantiasa bertindak secara hati-hati agar notaris sebelum
membuat akta, harus meneliti semua fakta yang relevan dalam pertimbangannya
berdasarkan kepada perundang-undangan yang berlaku. Meneliti semua kelengkapan
dan keabsahan alat bukti atau dokumen yang diperlihatkan kepada notaris, serta
mendengar keterangan atau pernyataan para penghadap wajib dilakukan sebagai dasar
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6251
pertimbangan untuk dituangkan di dalam akta. Apabila notaris kurang teliti dalam
memeriksa fakta-fakta peting, itu berarti notaris bertindak tidak hati- hati.
Seorang Notaris diberikan wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan dan perjanjian yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik. Dalam hal ini Notaris hanya
menjalankan tugas dan kewenangannya untuk menuangkan keinginan para pihak dalam
suatu akta otentik sebagai alat bukti otentik adanya sebuah peristiwa hukum antara para
pihak yang bersangkutan.
Apabila terjadi kelalaian akibat tidak menjalankan prinsip kehati-hatian Notaris
secara profesional notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas tidak
sempurnanya akta yang dibuat. Bermacam-macam bentuk tanggung jawab dari seorang
notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya ternasuk tanggung jawab secara
moral.
Menurut penulis, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2750
K/Pdt/2018, ditemukan beberapa temuan hukum terkait Notaris dan akta Notaris yang
dapat dijabarkan dibawah ini,
1) Terjadinya sengketa antara para pihak yang melakukan perjanjian sewa menyewa
dihadapan Notaris.
2) Notaris dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta
perjanjian sewa menyewa yang dibuat.
3) Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatiannya dalam membuat akta perjanjian
sewa menyewa
4) Akta perjanjian sewa menyewa dibuat dihadapan Notaris dinyatakan batal demi
hukum
Permasalahan berpotensi mendapatkan sanksi yang sering terjadi dalam tugas
Notaris di antaranya:
Akta dibuat dengan kondisi para pihak tidak berhadapan;
1) Data identitas dari salah satu pihak dalam akta dianggap tidak benar atau dianggap
memberikan keterangan palsu;
2) Data mengenai obyek yang diperjanjikan tidak sesuai dengan fakta yang
sebenarnya;
3) Data yang diberikan oleh salah satu atau kedua pihak tidak benar, sehingga akta
notaris yang diterbitkan dianggap akta palsu;
4) Ada dua akta yang beredar di para pihak, yang nomor dan tanggalnya sama tetapi
isinya berbeda;
5) Tanda tangan salah satu pihak yang ada dalam minuta dipalsukan; atau
6) Penghadap menggunakan identitas orang lain.
Notaris yang melakukan kesalahan di dalam menjalankan tugas jabatannya tidak
dapat lepas dari sanksi-sanksi yang ada. Sanksi dapat berupa sanksi pidana maupun
sanksi perdata. Perdata berlaku atas akta yang dibuat oleh Notaris kehilangan sifatnya
sebagai akta Notaris, akta kehilangan keautentikannya.
Athifa Isro Aini
6252 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum, maka Notaris sebagai pejabat
umum dapat dimintakan pertanggungjawabannya berdasarkan sifat pelanggaran dan
kitab hukum yang ditimbulkannya. Secara umum pertanggungjawaban yang biasa
dikenakan terhadap Notaris adalah pertanggungjawaban pidana, administrasi dan
perdata. Itu merupakan konsekuensi dari akibat pelanggaran atau kelalaian yang
dilakukan oleh Notaris dalam proses pembuatan akta otentik. Rosa Agustina
menjelaskan bahwa, perbuatan melawan hukum dapat dijumpai baik dalam ranah
hukum pidana (publik) maupun dalam ranah hukum perdata (privat). Sehingga dapat
ditemui istilah melawan hukum pidana begitupun melawan hukum perdata. Dalam
konteks itu jika dibandingkan maka kedua konsep melawan hukum tersebut
memperlihatkan adanya persamaan dan perbedaan.
Perbedaan pokok antara kedua sifat melawan hukum tersebut, apabila sifat
melawan hukum pidana lebih memberikan perlindungan kepada kepentingan umum
(public interest), hak obyektif dan sanksinya adalah pemidanaan, sedangkan sifat
melawan hukum perdata lebih memberikan perlindungan kepada kepentingan individu
(private interest), hak subyektif dan sanksi yang diberikan adalah ganti kerugian
(remedies). Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan
melawan hukum diperlukan syarat yang bertentangan dengan hak subyektif orang lain,
bertentangan dengan kesusilaan, bertentangan dengan kepatutan, bertentangan dengan
ketelitian dan bertentangan dengan kehati-hatian. Persamaan pokok kedua konsep
melawan hukum itu adalah untuk dikatakan sifat melawan hukum keduanya
mensyaratkan adanya ketentuan hukum yang dilanggar. Persamaan berikutnya adalah
kedua sifat melawan hukum tersebut pada prinsipnya sama-sama melindungi
kepentingan (interest) hukum.
Notaris Erly Maida tidak teliti dalam menelaah kewenangan dari para pihak
yang bertindak sebagai subyek dan penghadap yaitu Eny Rahayu dan Susmi Haryanti
yang tidak berhak lagi atas obyek tanah dan bangunan yang akan disewakan dan bukan
pemegang sertifikat hak milik obyek perjanjian sewa dalam Akta Perjanjian Sewa
Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016 tersebut dengan alasan bahwa notaris
tidak meminta untuk memperlihatkan sertifikat hak milik asli dari obyek tanah dan
bangunan dikarenakan Eny Rahayu, Susmi Hariyanti pernah menggunakan jasa Notaris
Erly Maida, sehingga Notaris Erly Maida memiliki datanya sebelumnya atas obyek
sewa yang berupa tanah dan bangunan tersebut.
Pada Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 26 tertanggal 24 Agustus 2016
pada bagian premis, “Bahwa Pihak Pertama dengan ini telah menyewakan kepada Pihak
Kedua 2 (dua) buah bangunan yang terdiri di atas tanah Sertifikat Hak Milik Nomor;
3009 atas nama Eny Rahayu, Susmi Hariyanti seluas 575 (lima ratus tujuh puluh
lima meter persegi), sesuai Surat Ukur Nomor 772/Balun/2004 tanggal delapan
Desember duaribu empat (09-12- 2004) terletak di Kelurahan Balun, Kecamatan Cepu,
Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah.
Yang seharusnya obyek tanah dan bangunan luas 575 dengan Nomor SHM:
3009, Surat Ukur No.772/Balun/2004 semula atas nama Eny Rahayu dan Susmi
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6253
Haryanti. Berdasarkan AJB No.534/CP/2016 melahirkan peralihan nama atas Sertipikat
Hak Milik tersebut diatas yang sebelumnya Sertipikat Hak Milik tersebut atas nama Eny
Rahayu dan Susmi Haryanti telah beralih menjadi atas nama Oktavia Cokrodiharjo.
Notaris Erly Maida dalam membuat Akta perjanjian Sewa Menyewa telah
melanggar Pasal 16 ayat (1) point a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Pasal 16
ayat (1) point a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang
isinya bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib “bertindak amanah, jujur,
seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum’. Maka dapat penulis simpulkan bahwa Akta Perjanjian Sewa tersebut
dibuat oleh Notaris Erly Maida selaku Notaris dengan cara melanggar hukum.
Atas tindakan Notaris Erly Maida yang merugikan Oktavia Cokrodiharjo, maka
dari itu sudah sewajarnya Notaris Erly Maida juga harus bertanggung jawab dan ikut
dalam menanggung ganti kerugian yang telah dialami Oktavia Cokrodiharjo. Tindakan
Eny Rahayu, Susmi Hariyanti, FIT dan Notaris Erly Maida dalam membuat Akta
Perjanjian Sewa Menyewa tersebut yang kesemua tindakan syarat dengan unsur-unsur:
1. Melanggar Undang-Undang;
2. Melanggar hak orang lain yang dilindungi oleh hukum;
3. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku;
4. Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan
kepentingan orang lain.
Seluruh tindakan Eny Rahayu, Susmi Haryanti, Fuji Irawati Timothy dan
Notaris Erly Maida seperti yang sudah dijelaskan pada point-point diatas merupakan
perbuatan melawan hukum. Oktavia Cokrodiharjo telah berusaha mengajak
musyawarah dengan Eny Rahayu, Susmi Haryanti dengan Fuji Irawati Timothy dan
Notaris Erly Maida untuk menyelesaikan permasalahan ini, namun tidak pernah
menemui jalan keluar sehingga upaya damai yang ditempuh Oktavia Cokrodiharjo
tersebut tidak berhasil dan dengan terpaksa Oktavia Cokrodiharjo mengajukan gugatan
ke Pengadilan Negeri Blora ini.
Terkait temuan hukum bahwa Notaris telah melakukan kelalaian dengan tidak
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta perjanjian sewa menyewa
berdasarkan beberapa putusan tersebut di atas, apabila dikaitkan dengan teori tanggung
jawab oleh Hans Kelsen yang menyatakan seseorang bertanggung jawab secara hukum
atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, subyek
berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang
bertentangan.
Mengenai pertanggungjawaban Notaris dalam membuat akta otentik meliputi
tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diataranya:
Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta dibuatnya
Dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materil akta, dalam
konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat
aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan
Athifa Isro Aini
6254 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan
yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.
Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya suatu perbuatan
melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan. Perbuatan
melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu perbuatan tidak saja melanggar
undang-undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan
menimbulkan kerugian. Tanggung jawab notaris dalam ranah hukum perdata ini,
termasuk didalamnya adalah tanggung jawab perpajakan yang merupakan kewenangan
tambahan notaris yang diberikan oleh Undang-undang Perpajakan.
Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta dibuatnya.
Tanggung jawab secara pidana seorang Notaris ini tidak tidak diatur secara
langsung di dalam UUJN, namun hal ini tidak berarti seorang Notaris dalam
melaksanakan jabatannya tidak dapat dituntut untuk bertangung jawab secara pidana,
seorang Notaris yang melakukan tindak pidana pada saat menjalankan tugasnya sebagai
seorang pejabat umum dan telah memenuhi unsur-unsur sebuah perbuatan pidana maka
Notaris tersebut dapat dituntut untuk bertanggung jawab secara pidana. Tindak pidana
yang dapat dilakukan oleh Notaris ini telah diatur didalam Pasal 264 KUHPidana
mengenai pemalsuan surat yang dilakukan terhadap akta autentik.
Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (Undang-undang
Jabatan Notaris).
Tanggung jawab seorang Notaris terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Jabatan Notaris ini diatur di dalam Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang menyatakan apabila seorang
Notaris melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap larangan yang tercantum di
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang
mengakibatkan sebuah akta otentik yang dibuat olehnya mengalami degradasi menjadi
akta dibawah tangan ataupun sebuah akta otentik yang dibuatnya menjadi batal demi
hukum karena kesalahannya, maka Notaris tersebut dapat dituntut untuk mengganti
biaya, ganti rugi dan bunga oleh para penghadap yang mengalami kerugian tersebut.
Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan jabatannya berdasarkan kode etik
notaris.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris tentang sumpah jabatan notaris. Tanggung Jawab notaris sangat
diperlukan meskipun ranah pekerjaan notaris dalam ranah hukum perdata dan hukum
administrasi serta pertanggungjawaban moral dan etika namun terhadap akta yang
dibuat dan berindikasi perbuatan pidana maka notaris harus bertanggung jawab secara
pidana, mulai pemeriksaan dalam proses pembuktian di persidangan dan melaksanakan
keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6255
Tanpa adanya bukti awal yang kuat bahwa akta yang dibuat dan berindikasi
perbuatan pidana atas dugaan Notaris turut serta melakukan tindak pidana dan atau
memberikan keterangan palsu ke dalam akta, Majelis Pengawas Daerah atau Wilayah di
wilayah kerja Notaris yang bersangkutan bisa saja menolak permintaan untuk
memberikan ijin pemeriksaan terhadap notaris.
Dalam penelitian ini, akibat hukum terhadap Notaris yang membuat akta sewa
menyewa bagi para pihak tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2750 K/Pdt/2018, Majelis Hakim menyatakan terhadap
Notaris Erly Maida telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam membuat akta
perjanjian sewa menyewa bagi para pihak penghadap, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1365 KUHPerdata: “tiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya
menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”
Kerugian sebagaimana dimaksud yang dialami pihak pemilik baru atas objek
perkara berdasarkan jual beli, akibat Notaris Erly Maida tidak menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam membuat akta sewa menyewa, antara lain:
a. Secara Materiil:
1) Bahwa, alasan Penggugat ingin membeli objek perkara adalah untuk
mengembangkan usaha Penggugat yang jika dihitung dan dinominalkan memiliki
laba sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) per bulannya namun
dikarenakan tindakan Para Tergugat yang membuat Objek perkara tidak bisa
dikuasai Penggugat, membuat Penggugat mengalami kerugian kehilangan laba
sebesar Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) setiap bulannya sejak bulan
Januari 2017;
2) Bahwa, jika tanah beserta bangunannya jika disewakan secara bulanan maka dalam
1 bulan dapat disewakan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) ;
3) Total kerugian waktu yang diderita Penggugat adalah 2 bulan terhitung dibuatnya
Akta Perdamaian tersebut diatas (poin 8) sampai dengan gugatan ini dibuat ;
4) Maka total kerugian adalah (2 bulan x Rp. 100.000.000,00) + (2 bulan x Rp.
5.000.000,00) = Rp. 200.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00 = Rp. 210.000.000,00
(dua ratus sepuluh juta rupiah)
b. Secara Immateriil bahwa dengan adanya perkara ini membuat Penggugat mengalami
kerugian immateril dimana Penggugat merasa gelisah setiap harinya, waktu tenaga
dan konsentrasi yang terbuang dan membuat Penggugat tidak dapat fokus dalam
bekerja dan mengalami stres, yang semua kerugian tersebut tidak dapat diukur
dengan uang, namun layaklah jika dinominalkan sebesar Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
c. Maka total kerugian Penggugat adalah Rp. 310.000.000,00 (tiga ratus sepuluh juta
rupiah)
Selain itu, Notaris Erly Maida dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara
peraturan jabatan Notaris (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan
Notaris), dikarenakan Notaris melakukan pelanggaran Pasal 16 ayat (1) point a Undang-
Athifa Isro Aini
6256 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Pasal 16 ayat (1) point a Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang isinya bahwa dalam menjalankan jabatannya,
Notaris wajib : “bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum’.
Dasar kepemilikan yang digunakan sebagai dasar hak ER dan SH untuk
menyewakan kedua bangunan tersebut diatas adalah bukan dokumen Sertipikat Hak
Milik dari Objek perkara yang asli, melainkan surat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya.bukan semacam seperti ada upaya dari Eny
Rahayu, Susmi Hariyanti, FIT dan Notaris Erly Maida untuk membuat surat yang bukan
asli menjadi “seolah-olah asli”, yang pada dasarnya itu sama saja dengan upaya untuk
memalsukan surat. Bahwa menurut Pasal 1335 KUHPerdata,”Suatu perjanjian yang
tidak memakai suatu sebab yang halal atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau
terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum”. Notaris Erly Maida dalam membuat Akta
Perjanjian Sewa menyatakan bahwa sertipikat hak milik dari Objek Perkara adalah atas
nama Eny Rahayu, Susmi Hariyanti sehingga menjadi dasar hak bagi Eny Rahayu,
Susmi Hariyanti untuk menyewakan objek tersebut kepada FIT, padahal sejak tanggal
12 April 2016 telah beralih nama menjadi milik Oktavia Cokrodiharjo.
Dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta autentik, Notaris Erly Maida
tidak menggunakan dokumen Sertipikat Hak Milik yang asli sebagai dasar hak bagi Eny
Rahayu, Susmi Hariyanti dalam membuat perjanjian sewa dengan FIT, melainkan
fotopyan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, tanpa melakukan
pengecekan atas keasliannya dan “melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan
dokumen surat aslinya” tersebut seperti yang dimandatkan pada Pasal 15 ayat (2) point
d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Jo Pasal 15 ayat 2 Point d Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Akibat hukum Notaris yang tidak saksama dan teliti dalam hal ini tidak
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta sewa menyewa, dapat
dimintakan pertanggungjawabannya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pada ayat (1) huruf a, maka
menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris ayat
(11) : “Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat; atau pemberhentian dengan tidak hormat.
Temuan penulis dalam penelitian tesis ini, bahwa pihak Notaris tidak dapat
dimintakan pertanggungjawaban secara pidana dikarenakan kesalahan Notaris dalam
perkara tersebut hanya bentuk pelanggaran terhadap UU Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris (tidak ranah pidana). Menurut penulis, terdapat adanya dugaan tindak pidana
penipuan yang dilakukan pihak Tergugat I dan Tergugat II dalam hal melakukan tipu
muslihat terhadap pihak penyewa yaitu menutupi dengan cara tipu muslihat bahwa tidak
ada jual beli sebelumnya atas objek sewa menyewa tersebut. Dengan demikian,
Tergugat I dan Tergugat II patut untuk diminta pertanggungjawaban secara pidana
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6257
melalui tahap pembuktian di persidangan dengan ketentuan unsur-unsur tindak pidana
penipuan pada Pasal 378 KUHP terpenuhi dalam persidangan.
Perlindungan Bagi Pihak Yang Dirugikan Akibat Akta Sewa Menyewa Batal
Dalam kehidupan interaksi antara masyarakat baik dari sisi perbuatan hukum
antara masyarakat satu dengan yang lainnya perlu dibuatkan suatu hubungan hukum
agar memiliki legalitas, yang mana salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan
kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Demi tercapainya kepastian hukum
tersebut dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan,
peristiwa, atau perbuatan hukum yang merupakan kewenangan dari Notaris (Abdullah,
2017). Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang
diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun notaris mempunyai kewajiban untuk
memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah
dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya
sehingga jelas isi Akta Notaris tersebut serta memberikan akses terhadap informasi,
termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak
penandatangan akta.
Berdasarkan asumsi bahwa notaris adalah negara yang mengurus urusan privat.
Negara memberi kewenangan kepada notaris untuk mengurus hak individu, negara tidak
lepas tangan dalam interaksi individu mempertahankan hak-haknya. Dengan demikian
Notaris tidak dapat dipersangkakan melakukan perbuatan melawan hukum karena
kesalahan data bukan kesalahan notaris dalam jabatannya. Jika terjadi perbuatan
melawan hukum adalah murni perbuatan dari oknum notaris. Pertanggungjawaban
notaris atas akta adalah dalam akuntabilitas dari Notaris sebagai sebuah lembaga yang
mewakili negara untuk mengurus kepentingan privat.
Dalam penelitian ini, berdasarkan fakta hukum Putusan Majelis Hakim
Mahkamah Agung Nomor 2750 K/Pdt/2018 yang menyatakan terhadap Notaris Erly
Maida telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam membuat akta perjanjian
sewa menyewa bagi para pihak penghadap, diketahui bahwa akibat dari kelalaian
notaris membuat akta otentik sehingga terhadap para pihak terjadi sengketa dan
menyelesaikannya di Pengadilan. Penerapan prinsip kehati-hatian harus berjalan sesuai
dengan prinsip kehati-hatian Notaris, apabila terjalin hubungan yang baik, saling
pengertian antara Notaris dan para pihak, pelanggaran hukum dapat dihindari.
Menurut penulis, langkah-langkah yang harusnya diterapkan untuk
mengantisipasi hambatan di dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan
tugas-tugas Notaris sebagai subjek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban
sekaligus sebagai anggota dari perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia memiliki
kewajiban yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dihindari dalam menjalankan
tugas jabatannya berdasarkan UU Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris.
Athifa Isro Aini
6258 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
UUJN dan Kode Etik Notaris merupakan panduan bagi Notaris dalam membuat
akta otentik yang harus senantiasa menggunakan kecermatan dan dipatuhi dan dijunjung
tinggi. Implementasi penggunaan kehati-hatian dan kecermatan oleh Notaris dalam
pembuatan akta otentik secara formal harus mengacu pada ketentuan Pasal 38 UU
Jabatan Notaris. Demikian pula Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris,
selain memuat ketentuan susunan Akta seperti di atas, juga memuat nomor dan tanggal
penetapan pengangkatan, serta pejabat yang men-gangkatnya.Autentik tidaknya suatu
akta (otentitas) tidaklah cukup apabila akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat
(Notaris) saja. Namun cara membuat akta autentik tersebut haruslah menurut ketentuan
yang diterapkan oleh undang-undang.
Suatu akta yang dibuat oleh seorang pejabat tanpa ada wewenang dan tanpa ada
kemampuan untuk membuat-nya atau tidak memenuhi syarat (Rika, Anwary, &
Erliyani, 2017), tidaklah dapat dianggap sebagai akta autentik, tetapi mempunyai
kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila ditandatangani oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus
dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam
akta tersebut, sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat dalam bentuk
yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak dihadapan pejabat
umum yang berwenang.
Dalam penelitian ini, terkait fakta hukum berdasarkan Putusan Nomor 2750
K/Pdt/2018, ditemukan beberapa temuan hukum terkait Notaris dan akta Notaris yang
dapat dijabarkan dibawah ini,
1. Terjadinya sengketa antara para pihak yang melakukan perjanjian sewa menyewa
dihadapan Notaris.
2. Notaris dinyatakan terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terhadap akta
perjanjian sewa menyewa yang dibuat.
3. Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatiannya dalam membuat akta perjanjian
sewa menyewa
4. Akta perjanjian sewa menyewa dibuat dihadapan Notaris dinyatakan batal demi
hukum
Terhadap temuan hukum berdasarkan putusan perkara tersebut di atas, apabila
dikaitkan teori perlindungan hukum oleh Philipus M. Handjon yang menyatakan bahwa
tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang
oleh penguasa tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai
manusia. Tindakan penguasa disini apabila dikaitkan dengan penelitian tesis ini,
merupakan Notaris yang memiliki kewenangan secara atribusi membuat akta otentik
untuk kepentingan para pihak dalam suatu hubungan hukum melalui perjanjian.
Konteks dari perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh Notaris untuk
memberikan dan mewujudkan ketertiban dan ketentraman sebagai pejabat publik yang
kewenangannya membuat akta otentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Terkait mewujudkan ketertiban dan ketentraman yang dimaksud adalah agar
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6259
para pihak penghadap yang membutuhkan Notaris dalam membuat akta otentik tidak
sengketa, sehingga Notaris dapat menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta
otentik sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Jabatan Notaris.
Prinsip kehatian-hatian Notaris dalam membuat akta otentik tidak diatur secara
konkrit, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris hanya
menjelaskan secara seksama sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) yang
menjelaskan sumpah jabatan seorang Notaris akan menjalankan jabatan saya dengan
amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. Selain itu, dalam ketentuan Pasal
16 ayat (1) huruf a juga menjelaskan bahwa “dalam menjalankan jabatannya, Notaris
wajib bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga
kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
Pada dasarnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek yang
dilindungi oleh hukum yang dapat menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak. Hak dan kewajiban di dalam hubungan hukum tersebut harus
mendapatkan perlindungan oleh hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman
dalam melaksanakannya. Hal ini menunjukkan bahwa arti dari perlindungan hukum itu
sendiri adalah pemberian kepastian atau jaminan bahwa seseorang yang melakukan hak
dan kewajiban telah dilindungi oleh hukum.
Dalam perkara ini, penerapan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud tidak
hanya melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan terkait fotokopian sertipikat yang
diberikan kepada Notaris sebagaimana syarat formil dalam membuat akta sewa
menyewa. Dalam hal ini, pihak Notaris juga dapat melakukan pengecekan ke lapangan
(lokasi objek sewa menyewa) untuk mengetahui keberadaan kepemilikan objek sewa
menyewa apakah masih milik dari Pihak yang menyewakan. Apabila terdapat papan
pemberitahuan pada objek sewa menyewa yang dimaksud seperti objek dalam sengketa,
maka dilakukan pengecekan ke pihak Kepolisian untuk mendapatkan informasi lebih
lanjut. Hal ini, untuk menghindari Notaris menjadi saksi ataupun tersangka.
Berdasarkan hal ini, penjelasan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam UU
Jabatan Notaris tidak hanya sebatas melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan.
Untuk perlindungan secara represif ketika telah diketahui bahwa akta sewa
menyewa batal demi hukum, dikarenakan Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-
hatian dalam membuat akta, mengakibatkan salah satu pihak dirugikan (pihak penyewa)
maka pihak penyewa dapat melakukan tindakan atau upaya dalam menyelesaikan
sengketa melalui non litigasi dan litigasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Adapun upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak penyewa akibat
dikeluarkan akta notaris adalah upaya non litigasi, melalui upaya di luar pengadilan
yaitu dengan membuat akta baru untuk pembatalan akta sebelumnya yang keliru atau
merugikan salah satu pihak, dan melakukan upaya administratif. Upaya hukum jalur
litigasi melalui gugatan di pengadilan berupa upaya hukum secara Perdata dan secara
Pidana. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemilik tanah dikarenakan kelalaian
Athifa Isro Aini
6260 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
tidak menerapkan prinsip kehati-hatian Notaris adalah melalui jalur hukum perdata dan
pidana. Upaya jalur hukum perdata dilakukan dengan mengajukan gugatan ke
Pengadilan Negeri. Para pihak dalam perjanjian yang membuat akta otentik sejak
semula telah menyadari sepenuhnya konsekuensi jika terjadi wanprestasi sehingga
menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak tersebut dapat menuntut pemenuhan
haknya yang dilanggar melalui pengadilan. Hal ini sebagaimana Rai Wijaya dengan
adanya pernyataan sukarela para pihak dalam perjanjian, menunjukkan bahwa
perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau
membuat perjanjian tersebut.
Apabila suatu akta Notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka tindakan
yang dapat dilakukan adalah (Boty, 2017): para pihak datang kembali ke Notaris untuk
membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dengan demikian akta yang dibatalkan
sudah tidak lagi mengikat para pihak dan para pihak menanggung segala akibat dari
pembatalan tersebut. Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk
dibatalkan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk
mendegradasikan akta notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan,
maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta
Notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan.
Hal ini tergantung pembuktian dan penilaian hakim.
Terkait kelalaian Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
membuat akta otentik, Negara memberikan perlindungan hukum bagi rakyat dalam
rangka mengatur kepentingan privat untuk mengawasi supaya pejabat negara dalam
melaksanakan tugasnya dengan memberikan sarana prasarana untuk mengajukan
gugatan ke Pengadilan Negeri sebagaimana Putusan Majelis Hakim dalam Perkara
Nomor 2750 K/Pdt/2018, menyatakan akta perjanjian sewa batal demi hukum dan
dianggap tidak pernah ada dikarenakan Notaris tidak teliti dalam menelaah kewenangan
dari para pihak yang bertindak sebagai subyek dan penghadap yang tidak berhak lagi
atas obyek tanah dan bangunan yang akan disewakan dan bukan pemegang sertifikat
hak milik obyek perjanjian sewa dalam akta perjanjian sewa menyewa tersebut dengan
alasan bahwa notaris tidak meminta untuk memperlihatkan sertifikat hak milik asli dari
obyek tanah dan bangunan dikarenakan para penghadap pernah menggunakan jasa
Notaris tersebut, sehingga menggunakan data sebelumnya atas obyek sewa yang berupa
tanah dan bangunan tersebut.
Selain melalui jalur hukum perdata, terdapat jalur hukum pidana yang dapat
ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya akta jual beli yang
dikeluarkan oleh notaris adalah laporan pidana ke kepolisian. Hal ini ditujukan untuk
melaporkan dan membuktikan adanya unsur pidana yang mengajukan pihak-pihak
dalam pembuatan akta jual beli telah melakukan tindak pidana atau turut serta
melakukan tindak pidana dalam pembuatan akta jual beli atas tanah bersertipikat seperti
penipuan, pemalsuan, penipuan dan penggelapan.
Kesalahan prosedural dalam pembuatan akta, seperti Notaris tidak meneliti
identitas penghadap, tidak memeriksa dokumen pendukung akta secara saksama
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6261
ataupun tidak memenuhi syarat-syarat untuk peresmian suatu akta seperti membacakan
akta dapat menimbulkan gugatan perdata terhadap Notaris oleh pihak yang dirugikan.
Kesalahan secara pidana dalam konteks ini adalah apabila Notaris dan/atau penghadap
melakukan tindak pidana pemalsuan surat terkait akta Notaris, seperti pemalsuan tanda
tangan dalam akta, menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta, dan
sejenisnya.
Undang-Undang Jabatan Notaris maupun di dalam Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah tidak mengatur mengenai ketentuan pidana, namun tanggung
jawab Notaris/PPAT secara pidana dikenakan jika Notaris/PPAT tersebut melakukan
perbuatan pidana yang melanggar hukum. Sesuai dengan pandangan Abdul Ghofur
Anshori bahwa Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Jabatan PPAT hanya
mengatur mengenai sanksi pidana atas pelanggaran yang dilakukan dan sanksi tersebut
dapat berupa akta yang dibuat oleh Notaris/PPAT tidak memiliki kekuatan otentik atau
hanya memiliki kekuatan sebagai akta dibawah tangan atau malah akta tersebut
dibatalkan secara hukum oleh Pengadilan.
Dalam kaitan dengan prinsip kehati-hatian Notaris dalam menjalankan
jabatannya maka diperlukan kehati-hatian dari notaris itu sendiri dalam menerima suatu
pekerjaan atau klien. Ketika Notaris ragu tentang keterangan yang diberikan oleh para
pihak, sebagai notaris berhak dan berkewajiban menggali informasi yang lebih banyak
lagi karena notaris hanya mendapat bukti formil saja. Bisa juga ketika mendapat suatu
perjanjian yang bisa merugikan salah satu pihak maka dapat digali informasinya agar
akta yang dibuat menjadi sempurna Jika Notaris masih ragu maka notaris bias menolak
klien tersebut jika informasi yang diberikan dianggap bias menyesatkan dan
menimbulkan masalah dikemudian hari, oleh karena itu, Notaris berhak menolak suatu
pekerjaan tapi penolakan tersebut bukan berdasaran jumlah materi.
Pelaksanaan asas kehati-hatian atau asas kecermatan selain kewajiban Notaris
merupakan satu di antara cara pemberian perlindungan tidak langsung diberikan oleh
Notaris kepada para pihak atau para penghadap untuk mengantisipasi timbulnya risiko
di kemudian hari baik risiko bagi para pihak maupun bagi Notaris itu sendiri, baik risiko
kerugian materil maupun risiko immateril dan risiko hukum.
Terkait temuan hukum dari ketiga putusan, bahwa akibat dari perbuatan Notaris
yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta adalah terhadap
kepentingan para pihak dan terhadap akta itu sendiri. Konsep perlindungan hukum
hukum preventif bagi para pihak dalam perbuatan perjanjian lebih menekankan kepada
pencegahan sebelum terjadinya kesalahan yang dilakukan Notaris. Terhadap hal ini,
agar dapat mencegah Notaris melakukan kesalahan melalui peran lembaga Notaris lebih
ditingkatkan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan agar membentuk sikap
kesadaran hukum Notaris dalam menjalankan jabatannya membuat akta Notaris sebagai
pejabat publik.
Perlindungan hukum terkait untuk menyelesaikan sengketa yang telah muncul
dengan cara-cara yang lazim (Wasita, 2020). Terkait temuan hukum dari ketiga putusan
yang menyatakan terhadap Notaris terbukti melakukan perbuatan melawan hukum
Athifa Isro Aini
6262 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
melalui persidangan dan berdampak pada para pihak dan pada akta Notaris itu sendiri.
Konsep perlindungan hukum hukum represif bagi para pihak dalam perbuatan
perjanjian lebih menekankan kepada memberikan efek jera kepada Notaris melalui
penerapan sanksi dari Majelis Pengawas Wilayah.
Majelis Pengawas Wilayah menyelenggarakan suatu sidang yang bertujuan
untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan terkait dengan pelanggaran
jabatan dan kode etik notaris dan memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan atas laporan dari Majelis Pengawas Daerah serta. memberikan sanksi baik
peringatan lisan maupun peringatan tertulis. Agar memberikan perlindungan hukum
bagi para pihak yang membuat akta perjanjian sewa menyewa, penjatuhan sanksi yang
dikenakan kepada Notaris dari ketiga putusan tersebut di atas agar lebih memberikan
efek jera kepada Notaris agar kedepannya tidak melakukan lagi hal yang atau kesalahan
lainnya dalam membuat akta Notaris. Dengan penjatuhan sanksi kepada Notaris dapat
memberikan efek jera, hal ini mempunyai tujuan untuk melakukan pembinaan dan
menjaga keseluruhan martabat dan jabatan Notaris.
KESIMPULAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Kedudukan akta perjanjian sewa
menyewa yang dibuat Notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian (prudentiality
principle) menjadi batal demi hukum dan tidak mengikat bagi para pihak, maka Notaris
dapat dimintakan pertanggungjawaban secara individu terhadap pelanggaran tidak
melakukan pengesahan kecocokan fotokopian dengan dokumen surat aslinya terhadap
fotokopian sertipikat kepemilikan pihak yang menyewakan, sebagaimana ketentuan
Pasal 12 huruf ayat (2) huruf d jo Pasal 16 ayat (1) huruf a UU Jabatan, dan akibat
hukum terhadap Notaris terkait akta perjanjian sewa menyewa tidak menerapkan prinsip
kehati-hatian (Prudentiality Principle) maka Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawaban Pasal 12 huruf ayat (2) huruf d jo Pasal 16 ayat (1) huruf a UU
Jabatan secara individu. Sehingga, diperlukan perlindungan hukum secara represif
terhadap pihak penyewa yang mengalami kerugian akibat perjanjian sewa menyewa
batal demi hukum. Pihak penyewa dapat melakukan upaya gugatan ganti kerugian ke
Pengadilan Negeri terhadap pihak yang menyewakan dengan Notaris yang membuat
akta sewa menyewa.
BIBLIOGRAFI
Abdullah, Nawaaf. (2017). Kedudukan Dan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta
Otentik. Jurnal Akta, 4(4), 655664.
Ali, Zainuddin. (2021). Metode penelitian hukum. Sinar Grafika.
Boty, Rahmawati. (2017). Kekuatan Akta Notaris Dalam Menjamin Hak Keperdataan.
JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 3(1), 8598.
Diantha, I. Made Pasek, & Sh, M. S. (2016). Metodologi penelitian hukum normatif
dalam justifikasi teori hukum. Prenada Media.
Gofur, Huliman Abdul, Qomusuddin, Ivan Fanani, & Romlah, Siti. (2023). Desain
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6263
Swasta (PTKIS). Jurnal Syntax Imperatif: Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan,
4(5), 601608.
Nasution, Muhammad Ihsan Syahaf, Lubis, Hafnita Sari Dewi, & Tanjung, Yushar.
(2022). Rahmah El Yunusiyah: Tokoh Pembaharuan Pendidikan di Kalangan
Perempuan Minangkabau, 1923-1969. MUKADIMAH: Jurnal Pendidikan,
Sejarah, Dan Ilmu-Ilmu Sosial, 6(2), 277284.
Negeri, MTs. (2022). Upaya Peningkatan Hasil Dan Motivasi Belajar Ips Melalui
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Nugrahadi, Christian. (2019). Prinsip Kepastian Hukum Akta Notaris yang Dibuat
dalam Bahasa Asing. Fakultas Hukum.
Nurlela, Mira, & Amelia, Putri. (2021). Pengaruh kompetensi guru paud terhadap
kemampuan manajerial kelas. Atthufulah: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(1),
1321.
Parasamya, Cut Eka, Wahyuni, Agus, & Hamid, Ahmad. (2017). Upaya peningkatan
hasil belajar fisika siswa melalui penerapan model pembelajaran problem based
learning (pbl). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Fisika, 2(1), 4249.
Rika, Rika, Anwary, Ichsan, & Erliyani, Rahmida. (2017). Kecermatan Notaris Dalam
Pembuatan Akta Dan Akibat Hukumnya. Lambung Mangkurat Law Journal, 2(2),
153170.
Saripurwasih, Gantini. (2024). Penerapan Electronic Know Your Customer (E-Kyc)
Berbasis Nomor Induk Kependudukan (Nik) Dikaitkan Dengan Prinsip Kehati-
Hatian (Prudentiality Principle) Notaris Dalam Membuat Akta. Jurnal Hukum
Kenotariatan Otentik’s, 6(2), 128150.
Sasauw, Christin. (2015). Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta
Notaris. Lex Privatum, 3(1).
Trianto, S. Pd, & Pd, M. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wasita, Agus. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis Asuransi Jiwa.
Business Economic, Communication, and Social Sciences Journal (BECOSS), 2(1),
105113.
Copyright holder:
Athifa Isro Aini (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: