Implikasi Akta Notaris Yang Tidak Menerapkan Prinsip Kehati-Hatian (Studi Putusan
Nomor 2750 K/PDT/2018)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6245
not binding on the parties to the rental agreement. renting because previously the rental
object had been transferred through sale and purchase, so that the party renting out did
not have the right to lease to another person. The legal consequences for the Notary
regarding the rental agreement deed not applying the principle of prudence
(Prudentiality Principle), namely that the Notary can be held liable according to civil
law and UUJN as well as the code of ethics because in making the rental deed he
received proof of ownership of the certificate in the form of a photocopy.
Keywords: Deed, Notary, precautionary principle.
PENDAHULUAN
Notaris, selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya, tidak boleh
keluar dari rambu-rambu yang telah diatur oleh perangkat hukum yang berlaku. Notaris
dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya, sesuai dengan kaidah
hukum yang berlaku. Notaris wajib menjunjung tinggi martabat jabatannya, baik saat
menjalankan tugas jabatannya maupun di luar tugas jabatannya. Ini berarti, bahwa
notaris harus selalu menjaga agar perilakunya tidak merendahkan jabatannya,
martabatnya, dan kewibawaannya sebagai Notaris (Nugrahadi, 2019). Notaris
merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan moral dan etika ketika
menjalankan tugas jabatannya. Saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris berpegang
teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan
terhormat. Karena lekatnya etika pada profesi Notaris disebut sebagai profesi yang
mulia (officum nobile) (Gofur, Qomusuddin, & Romlah, 2023).
Sebagai pejabat umum, seorang Notaris harus memegang teguh prinsip kehati-
hatian, oleh sebab pertanggungjawaban seorang Notaris terhadap akta yang dibuatnya
adalah seumur hidup (Negeri, 2022). Dalam membuat akta otentik Notaris harus
mendahulukan prinsip kehati-hatian utamanya akta mengenai perjanjian, sebab akta
mengenai perjanjian umumnya mempunyai konsekuensi hukum apabila terjadi
wanprestasi (melanggar kesepakatan) oleh para pihak. Akta sebagai produk yang dibuat
oleh Notaris merupakan alat bukti yang sempurna sesuai dengan asas presumtio justea
causa dimana demi kepastian hukum, akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat
harus dianggap benar dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sebelum
dibuktikan sebaliknya (Parasamya, Wahyuni, & Hamid, 2017).
Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-
pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur
yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta (Sasauw, 2015). Secara formal untuk
membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul
(waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, para pihak yang menghadap,
paraf dan tanda tangan para pihak/pengadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa
yang dilihat, disaksikan, didengarkan oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan
mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap (pada akta pihak).