Syntax
Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 8, Agustus 2020
PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR� PADA
ANAK 12-24 BULAN DI POSYANDU DESA CIASEM BARU KECAMATAN CIASEM KABUPATEN SUBANG
PROVINSI JAWA BARAT
Rita Rosita, Retno Widowati dan Dewi Kurniati
Universitas Nasional
Email: ritarosita6357@gmail.com, [email protected] dan [email protected]
Abstrak
Kemampuan gerak (fisik motorik) individu dipengaruhi oleh status gizi
individu itu sendiri. Dimana jika pertumbuhan dan perkembangan itu tidak
dibarengi oleh asupan gizi yang cukup, maka akan berpengaruh juga pada
kemampuan gerak individu. Prevalensi Balita menurut status gizi di Kabupaten
Subang memiliki persentase gizi buruk dan gizi kurang yang masih sangat tinggi
yaitu sebesar 5,1% dan 11%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perkembangan motorik kasar pada anak usia 12-24 bulan di Posyandu Desa Ciasem
Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Desain
penelitian ini menggunakan desain observasi cross sectional. Populasi pada
penelitian ini balita umur 12-24 bulan di posyandu Desa Ciasem Baru.
Perhitungan besar sampel penelitian menggunakan rumus slovin. Teknik sampling
menggunakan accidental sampling. Adapun analisis data menggunakan analisis bivariat
chi square. Anak usia 12-24 bulan di Posyandu Desa Ciasem baru sebanyak 23 anak
mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar. Hasil uji statistik
didapatkan nilai status gizi (p=0,000), riwayat BBLR (p=0,000), stimulasi orang� tua (p=0,000) dan Tingkat Pendidikan Ibu
(p=0,000) maka dapat dikatakan bahwa variabel status gizi, riwayat BBLR,
stimulasi orang tua dan tingkat pendidikan ibu memberi dampak terhadap� perkembangan motorik kasar anak usia 12-24
bulan. Sedangkan pada variabel �umur
(p=0,512) dan jenis kelamin (p=0935) sehingga tidak ada hubungan yang
signifikan antara perkembngan motorik kasar anak usia 12-24 bulan dengan
variabel tersebut.
Kata kunci: Status
Gizi; Perkembangan motorik kasar; Balita; Subang
Pendahuluan
Motorik adalah suatu peristiwa laten yang meliputi
keseluruhan proses-proses pengendalian dan pengaturan fungsi-fungsi organ tubuh
baik secara fisiologis maupun secara psikis yang menyebabkan terjadinya� suatu�
gerak.� Peristiwa-peristiwa� laten�
yang� tidak� dapat�
diamati� tersebut meliputi antara
lain penerimaan informasi/stimulus, pemberian makna terhadap informasi,
pengolahan informasi, proses pengambilan keputusan, dan dorongan untuk
melakukan berbagai bentuk aksi-aksi motorik (keseluruhannya merupakan peristiwa
psikis) (Kiram, 2016).
Kemampuan gerak (fisik motorik) individu dipengaruhi oleh
status gizi individu itu sendiri. Dimana jika pertumbuhan dan perkembangan itu
tidak dibarengi oleh asupan gizi yang cukup, maka akan berpengaruh juga pada
kemampuan gerak individu. Oleh karena itu manusia mutlak memerlukan makanan
karena dengan makan selain untuk proses perkembangan dan pertumbuhan, zat yang
diperoleh dari makanan tersebut diproses untuk menjadi energi dan energi
tersebut digunakan untuk bergerak oleh manusia. Apabila individu dengan status
gizi kurang atau buruk, maka akan mengalami hambatan pertumbuhan fisik yang
secara langsung mempengaruhi tingkat kemampuan gerak umum individu tersebut (Putra P, 2013).
Berdasarkan penelitian terdahulu didapatkan bahwa tingkat
perkembangan motorik anak dengan status gizi kurang tidak sesuai dengan usia
terjadi pada 66,7%� responden, sedangkan
tingkat perkembangan motorik anak dengan status gizi normal tidak sesuai dengan
usia hanya terjadi pada 32,8% responden. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
status gizi memang sangat mempengaruhi perkembangan motorik anak usia pra
sekolah (Lindawati, 2013).
Motorik kasar adalah gerakan motorik kasar adalah kemampuan
yang membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak. Gerakan motorik
kasar melibatkan aktivitas otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan
seluruh tubuh anak. Motorik kasar dipengaruhi beberapa faktor antara lain
faktor intrinsik seperti tinggi badan, dan faktor ekstrinsik seperti kebiasaan
makan dan terpenuhinya makanan bergizi pada anak (Sudijono, 2007).
Perkembangan motorik balita yang lambat salah satunya
disebabkan oleh kelainan tonus otot (penyakit neuromuskuler) serta asupan gizi
yang kurang yang dapat mempengaruhi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada
anak usia balita. Perkembangan motorik kasar anak lebih dulu dari pada motorik
halus, sehingga akan lebih mudah terdeteksi ketika terjadi keterlambatan
pertumbuhan (Kemenkes, 2020).
Berdasarkan hasil Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) prevalensi
gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia menurut indikator BB/U pada balita
tahun 2016 adalah 11,1%, terdiri dari 8,0% gizi kurang dan 3,1% gizi buruk.
Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang turun menjadi
10,2%. Tetapi masih dalam kategori rawan, karena suatu wilayah dikatakan
mengalami masalah gizi masyarakat apabila jumlah balita dengan status gizi
kurang mencapai 10% dari jumlah balita yang ada.
Salah satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian balita adalah dengan�
melakukan� pemeliharaan� kesehatannya (Idaningsih, 2016). �Angka balita
yang masuk kategori sangat kurus di Jawa Barat masih cukup tinggi yaitu 5,0%
demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 5,9% dengan Kabupaten
Subang sebagai salah satu Kabupaten dengan penyumbang angka tertinggi (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2018).
Menurut Litbang Kesehatan Tahun 2015, Kabupaten Subang
merupakan salah satu Kabupaten yang menyandang status gizi bermasalah sehingga
dikategorikan menjadi daerah dengan potensi rawan gizi. Prevalensi Balita
menurut status gizi di Kabupaten Subang memiliki persentase gizi buruk dan gizi
kurang yang masih sangat tinggi yaitu sebesar 5,1% dan 11%. Adapun berdasarkan
data dari dinas kesehatan Kabupaten Subang tahun 2015 didapatkan 526 balita
mengalami gizi buruk dan sebanyak 5022 balita mengalami gizi kurang yang
tersebar di 30 kecamatan. Sedangkan pada tahun 2018 bertambah menjadi 712
balita mengalami gizi buruk dan 5965 balita mengalami gizi kurang.
Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting. Masa kritis anak
pada usia 12-24 bulan, karena kelompok umur tersebut merupakan saat periode
pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh mulai terlihat. Stimulasi dan peran
orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, khususnya pada
usia periode emas (Amin dkk, 2003).
Menurut (Kiram, 2016) masa periode emas harus benar-benar dimaksimalkan
karena di dalam belajar motorik memperbaiki kesalahan yang bersifat relatif
permanen adalah lebih sulit dari pada mengajarkan suatu bentuk keterampilan
yang baru.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Posyandu
Desa Ciasem Baru Kabupaten Subang pada bulan Mei 2020 menggunakan metode
observasi dan wawancara menunjukkan bahwa terdapat 96 anak memiliki status gizi
buruk dan 244 anak memiliki status gizi kurang dan terdapat beberapa anak usia
12-24 bulan yang perkembangan motorik kasarnya terlambat.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena dilapangan tersebut
diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Hubungan Status Gizi Balita dengan
Perkembangan Motorik Kasar pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Desa Ciasem
Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat Tahun 2020.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi
cross sectional, yaitu data yang menyangkut variabel dependen dan variabel
independen dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Quasy
Experimental Design� yang bersifat Post
test With Control Group. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah seluruh
anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 sedangkan sampel dalam
penelitian ini adalah� data anak usia
12-24 bulan di Desa Ciasem Baru adalah sebanyak 214 anak yang diambil
perwakilannya dari setiap posyandu saja yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan
non probability sampling yaitu accidental sampling. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah adalah kuesioner dan timbangan dacin. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan uji chi-square yaitu uji statistik untuk menganalisa
dua variabel yang saling berkaitan antara variabel dependen dan variabel
independen. Penelitian dilaksanakan di Posyandu Desa Ciasem Baru Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1
Status Perkembangan Motorik Kasar
pada Anak Usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
f |
% |
Terlambat |
23 |
21,9 |
Normal |
82 |
78,1 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel 1 menunjukkan
bahwa dari 105 anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Ciasem Baru
Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang sebesar 78,1 % memiliki
perkembangan motorik kasar yang normal, sedangkan 21,9 % lainnya memiliki
perkembangan motorik kasar yang terhambat.
Status Gizi pada Anak
Usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Status Gizi |
F |
% |
Gizi Kurang |
26 |
24,8 |
Gizi Baik |
79 |
75,2 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa
dari 105 anak usia 12
sampai 24 bulan di Posyandu di
Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang sebesar
75,2 % memiliki status status gizi baik dan
hanya 24,8
% yang memiliki status gizi kurang.
Umur pada Anak Usia 12 sampai 24 Bulan
di Desa Ciasem Baru KecamatanCiasem Kabupaten Subang
Umur |
F |
% |
12-18 bulan |
53 |
49,5 |
19-24 bulan |
52 |
50,5 |
Total |
105 |
100,0 |
Berdasarkan penelitian didapatkan
hasil bahwa persentase umur pada anak usia 12 sampai 24 bulan di Desa Ciasem
Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang persentase kelompok usia 12-18 bulan
sebesar 49,5 % sedangkan kelompok usia 19-24 sebesar 50,5 % dari jumlah sampel
sebanyak 105 anak.
Jenis Kelamin� pada Anak Usia
Usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Jenis Kelamin |
f |
% |
Laki-Laki |
54 |
51,4 |
Perempuan |
51 |
48,6 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel� 4 menunjukkan bahwa anak usia
12 sampai 24 bulan di Desa
Ciasem Baru Kecamatan� Ciasem Kabupaten
Subang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki
dengan persentase 51,4% dan perempuan sebesar 48,6% dari jumlah sampel sebanyak
105 anak.
Status Berat Bayi Lahir Rendah pada Anak Usia 12 sampai 24 Bulan di
Desa� Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang
Status BBLR |
f |
% |
BBLR |
14 |
13,3 |
Normal |
91 |
86,7 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel 5 menunjukkan
bahwa� anak
usia 12 sampai 24 bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang sebanyak 86,7 % tidak memiliki riwayat BBLR, hanya 13,3 % anak usia
12-24 bulan yang memiliki riwayat BBLR dari jumlah sampel sebanyak 105 anak.
Tingkat Pendidikan Ibu pada Anak Usia
12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Tingkat Pendidikan Ibu |
f |
% |
Tinggi |
89 |
84,8 |
Kurang |
16 |
15,2 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel 6 menunjukkan
bahwa dari 105 ibu Anak Usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang sebesar 84,8 % memiliki
tingkat pendidikan yang tinggi, hanya 15,2 % yang memiliki tingkat pendidikan
kurang.
Stimulus pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang
Stimulus |
f |
% |
Kurang |
32 |
30,5 |
Cukup |
73 |
69,5 |
Total |
105 |
100,0 |
Tabel� 7 menunjukkan bahwa 69,5 % anak usia 12
sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
mendapatkan stimulasi yang cukup dan 30,5% lainnya mendapatkan stimulasi yang
kurang dari orang tuanya dari jumlah sampel sebanyak 105 anak.
1.
Analisis Bivariat
Hasil penelitian yang
menunjukkan hubungan status gizi dengan
status perkembangan motorik kasar
anak dapat
dilihat pada
tabel berikut.
Hubungan
Status Gizi dengan Perkembangan Motorik
Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
Status Gizi |
Total |
p-value |
||||||
Kurang |
Baik |
Lebih |
|||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
Terlambat |
21 |
91,3% |
2 |
8,7% |
0 |
0% |
23 |
100% |
0,000 |
Normal |
5 |
6,1% |
77 |
93,9% |
0 |
0% |
82 |
100% |
|
Total |
26 |
24,8% |
79 |
75,2% |
0 |
0% |
105 |
100% |
Berdasarkan
Tabel 8 menunjukkan bahwa dari seluruh balita terdapat 91,3% anak usia 12 sampai
24 bulan memiliki status gizi kurang dan
motorik kasar terlambat, sedangkan 8,7%� anak
usia 12 sampai 24 bulan memiliki status gizi
baik dan motorik kasar terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai
p=0,000, artinya status gizi secara signifikan berpengaruh dengan status
perkembangan motorik kasar anak.
Hubungan Umur dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa
Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
Umur (bulan) |
Total |
p-value |
||||||
12-18 |
19-24 |
||||||||
n |
% |
N |
% |
n |
% |
|
|||
Terlambat |
13 |
56.5% |
10 |
43,5% |
23 |
100% |
0,674 |
||
Normal |
40 |
48,5% |
42 |
51,2% |
82 |
100% |
|||
Total |
53 |
50,5% |
52 |
49,5% |
105 |
100% |
|||
Berdasarkan Tabel 9
menunjukkan bahwa dari seluruh balita, kelompok 19-24 bulan memiliki status
perkembangan motorik terlambat paling banyak yaitu sebesar 51,2%, serta dari
analisis bivariat diperoleh nilai p=0,512, artinya tidak ada hubungan yang
signifikan antara kelompok umur dengan status perkembangan motorik kasar.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Perkembangan
Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
Jenis Kelamin |
Total |
p-value |
||||
Perempuan |
Laki-Laki |
||||||
n |
% |
N |
% |
N |
% |
||
Terlambat |
11 |
47,8% |
12 |
52,2% |
23 |
100% |
1,000 |
Normal |
40 |
48,8% |
42 |
51,2 |
82 |
100% |
|
Total |
51 |
48,6% |
54 |
51,4% |
105 |
100% |
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari
seluruh anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang, terdapat 47,8% anak berjenis kelamin perempuan yang berstatus
motorik kasar terlambat, sedangkan anak laki-laki sebanyak 52,2% memiliki
status motorik kasar terlambat. Dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,935,
artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status
perkembangan anak.
Hubungan Status Berat Bayi Lahir
Rendah dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di
Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
Status BBLR |
Total |
p-value |
||||
BBLR |
Normal |
||||||
N |
% |
n |
% |
n |
% |
|
|
Terlambat |
14 |
60,9% |
9 |
39,1% |
23 |
100% |
0,000 |
Normal |
0 |
0% |
82 |
100% |
82 |
100% |
|
Total |
14 |
13,3% |
91 |
86,7% |
105 |
100% |
Berdasarkan tabel� 11 menunjukkan bahwa dari seluruh�� balita usia usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Ciasem
Baru terdapat� 60,9%� balita�
yang berstatus BBLR dan motorik kasar terlambat sedangkan 39,1% lainnya
berstatus tidak BBLR dan memiliki status motorik kasar terlambat, serta dari
analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000, artinya riwayat BBLR berhubungan
secara signifikan dengan perkembangan motorik kasar.
Tabel� 12
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dengan� Perkembangan
Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan
Ciasem Kabupaten
Subang
Motorik Kasar |
Tingkat Pendidikan |
|
Total |
p-value |
||||
Kurang |
Tinggi |
|
||||||
n |
% |
n |
% |
|
n |
% |
||
Terlambat |
12 |
52,2% |
11 |
47,8% |
|
23 |
100% |
0,000 |
Normal |
4 |
4,9% |
78 |
95.1% |
|
82 |
100% |
|
Total |
16 |
15,2% |
89 |
84,8% |
|
105 |
100% |
Berdasarkan Tabel 12
menunjukkan bahwa dari seluruh balita usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem
Baru terdapat 52,2%� anak memiliki ibu
yang berpendidikan kurang dan status motorik anaknya terlambat sedangkan sebanyak
95,1% anak memiliki ibu yang berpendidikan tinggi dan status motorik anaknya
normal, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000, artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengann perkembangan
motorik kasar anak.
Tabel� 13
Hubungan Stimulus dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12
sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Motorik Kasar |
Stimulus |
Total |
P-value |
||||
Kurang |
Cukup |
||||||
N |
% |
n |
% |
N |
% |
||
Terlambat |
22 |
95,7% |
1 |
4,3% |
23 |
100% |
0,000 |
Normal |
10 |
12,2% |
72 |
87,8% |
82 |
100% |
|
Total |
32 |
24,8% |
73 |
75,2% |
105 |
100% |
Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa dari seluruh balita
terdapat 95,7% anak usia 12 sampai 24 Bulan mendapatkan stimulasi yang kurang
dan perkembangan motorik kasarnya terlambat sedangkan sedangkan terdapat 4,3%
anak yang mendapat stimulasi yang baik tetapi perkembangan motorik kasarnya
terlambat, serta dari analisis bivariat diperoleh nilai p=0,000, artinya
stimulasi orang tua berhubungan secara signifikan dengan perkembangan motorik
kasar.
B. Pembahasan
1.
Univariat�
Pembentukan kualitas SDM yang
optimal, baik sehat secara
fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini.
Pemantauan perkembangan anak berguna
untuk menemukan penyimpangan/hambatan perkembangan anak sejak dini, sehingga
upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya
penyembuhan serta upaya
pemulihan
dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas sedini mungkin pada masa-masa
kritis
tumbuh kembang anak.
Gambaran status perkembangan motorik kasar di Desa Ciasem
Baru adalah dari 105 anak dengan rentang 12-24 bulan mengalami keterlambatan
perkembangan motorik kasar sebesar 21,9%. Dari hasil KKA bebrapa anak yang
mengalami keterlambatan dalam hal kemandirian misalnya belum bisa minum sendiri
dengan kedua tangan atau makan sendiri dengan menggunakan sendok juga beberapa
anak� mengalami keterlambatan bisa
berjalan di atas umur 18 bulan. Hal ini harus�
menjadi perhatian orang tua agar meningkatkan rangsangan untuk melakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Sementara
itu (Rohman, 2010) menjelaskan pentingnya perkembangan motorik kasar
anak sebagai salah satu aspek perkembangan yang sangat penting., bahwa
kemampuan motorik kasar adalah kapasitas individu yang berhubungan dengan
kinerja dalam melakukan berbagai keterampilan yang di dapatkannya sejak masa
kanak-kanak.
Gambaran
status gizi� anak di Desa Ciasem Baru
adalah dari 105 anak dengan rentang 12-24 bulan mengalami gizi kurang adalah
sebesar 24,8 %. Ini menunjukkan bahwa kejadian gizi kurang
pada anak dengan rentang umur 12 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Ciasem Baru terbilang cukup besar karena berdasarkan standar WHO (terkait gizi) dikatakan masalah
kesehatan
masarakat jika�
menyentuh �angka
�lebih
dari 10%,� jika�
tidak �ditanggapi
�dengan
�serius �ini �dapat menjadi masalah
serius, apalagi status gizi merupakan elemen penting dalam
masa pertumbuhan dan
perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Hardinsyah, 2014), dikatakan permasalahan Kurang Energi dan Protein
(KEP), indikator dan ambang batas masalah kesehatan masyarakat yaitu bila
prevalensi balita gizi kurang >10%, prevalensi balita pendek >20%, dan
prevalensi balita kurus >5%.
Umur
pada anak usia
dini
(Balita, Batita, Baduta
dan
Bayi) merupakan element yang penting, karna dalam usia ini umur sering kali dijadikan tolak
ukur untuk menentukan suatu kondisi atau keadaan pada anak seperti status gizi dan status tumbuh kembang anak.
Pada penelitian ini umur dikategorikan menjadi dua kelompol sesuai dengan
tingkat capaian keterampilan pada perkembangan anak. Kelompok pertama ada pada
rentang 12-18 terdapat 49,5% anak pada usia ini, sedangkan kelompok usia
19-24 sebesar 50,5 %.
Jenis kelamin
sering kali dijadikan tolak ukur dalam menilai suatu kondisi yang
terjadi pada anak. Dalam penilaian status gizi, jenis kelamin
menjadi �salah �satu
�kriteria �yang� harus
�diperhatikan
�dalam �pengukuran, indikator apapun yang digunakan (BB/U, TB/U, BB/TB) akan selalu di bedakan berdasarkan jenis kelamin. Dalam penelitian ini diketahui pada
anak rentang umur
12 sampai 24 bulan terdapat 54 anak berjenis kelamin laki-laki dan 51 anak berjenis kelamin perempuan, jadi dapat dilihat bahwa antar jumlah anak dengan jenis kelamin
laki-laki� dan� perempuan
�di� Posyandu�
Desa Ciasem Baru dalam rentang umur
ini relatif
sama.
Gizi ibu yang buruk
sebelum maupun pada saat kehamilan lebih sering
menghasilkan�� berat��
bayi�� lahir�� rendah��
(BBLR).�� Disamping�� itu dapat menghambat perkembangan otak janin
yang dapat mempengaruhi perkembangn kecerdasan dan emosi, bayi dapat dikatakan
menderita BBLR jika berat bada saat lahir kurang dari 2500 gramm. Berat
�Bayi �Lahir �Rendah
�(BBLR)�
meningkatkan� resiko
�terjadinya cerebral
�palsy
�yaitu �gangguan �perkembangan �motorik �yang� berhubungan
dengan kemampuan berjalan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa
anak pada rentang 12-24 bulan di Posyandu Desa Ciasem baru 13,3% di antaranya
mempunyai riwayat BBLR. Kelahiran �BBLR� merupakan� indikasi� kehamilan
�yang kurang sehat,� hal� ini dapat berupa asupan gizi yang tidak baik pada ibu hamil atau terjadi kesakitan pada ibu saat
mengandung.
Tingkat
pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan,
semakin tinggi jenjang �pendidikan �semakin
�tinggi
�tingkat �pengetahuan
�ibu
�terhadap
�suatu masalah. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku orang tua dalam tumbuh kembang anak. Dengan terbatasnya kemampuan
orang tua dalam pengetahuan sehingga
memungkinkan terhambatnya
kemampuan anak.
Pengetahuan anak
mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan motorik anak. Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa sebesar 84,8 % ibu dan 87,8% ayah anak usia 12-24 bulan di Posyandu Desa
Ciasem Baru memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (minimal Sekolah Menengah
Atas), artinya seharusnya orang tua tersebut memiliki pengetahuan cukup
mengenai pola asuh dan perkembangan anak.
Stimulasi� merupakan
�hal �yang� penting� dalam
�tumbuh �kembang anak.
Anak yang
mendapat stimulasi yang terarah dan teraturakan lebih cepat berkembang
terutama dalam perkembangan motorik kasar anak, yang dimaksud stimulus dalam penelitian ini adalah merupakan cara
orang
tua mengasuh mendidik dan membesarkan anak� yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak, seperti yang ditunjukan
jawaban
responden pada angket. Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa 69,5% anak usia 12-24 bulan di Posyandu Desa Ciasem Baru mendapatkan
stimulasi yang cukup dari� orang tuanya,
sedangkan 30,5% lainnya mendapatkan stimulasi yang kurang. Artinya masih cukup
banyak anak yang kurang mendapatkan stimulasi yang baik dari orang tuanya
sehingga diharapkan orang tua lebih aktif menstimulasi agar perkembangan anak
sesuai dengan usianya.
2. Bivariat�����
a. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12
sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Status gizi
adalah ukuran keberhasilan
dalam
pemenuhan nutrisi
untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang
dihasilkan oleh keseimbangan
antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian
status gizi merupakan
pengukuran yang
didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet, indikator Penelitian
ini menggunakan
indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U).
Seperti yang telah dipaparkan bahwa menurut hasil penelitian status gizi berhubungan signifikan secara statistik dengan status perkembangan motorik
kasar anak dengan nilai p=0,000. �Dengan
�demikian �untuk �meningkatkan status perkembangan motorik kasar anak maka
harus dimulai dengan memperbaiki status gizi anak
tersebut.
Penelitian ini di
dukung oleh penelitian sebelumnya yaitu penelitian Choirunnisa
(Ati, Alfiyanti, & Solekhan, 2013) dengan judul hubungan antara status gizi dengan perkembangan
motorik kasar anak balita, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
kecil dari responden berstatus gizi kurus mengalami keterlambatan motorik
sebanyak 10 responden (20%) dan 1 responden
(2%) dengan perkembangan lebih. Pada anak berstatus gizi normal terdapat 2 responden� (4%) yang
mengalami keterlambatan motorik, sebanyak 28 responden (56%) perkembangannya
baik, dan 4� responden (8%) dengan
perkembangan lebih. Pada anak berstatus gizi gemuk terdapat 5 responden (10%)
yang mengalami perkembangan motorik baik sebanyak 34 responden (64%). Mengalami
perkembangan motorik kasar normal 5 (38,5%).
Begitu�
juga dengan� hasil� penelitian (Ulya, 2012) menunjukkan� bahwa
status gizi anak sebagian besar baik sebanyak 32 anak (78,0%),
perkembangan
motorik kasar anak sebagian besar normal sebanyak 30 anak (73,2%), dan ada hubungan �yang
�bermakna�
antara �status �gizi �anak
�dengan �perkembangan
motorik
�kasar� pada� anak �di �Posyandu �Mukti �Asih �Kelurahan �Genuk �Sari
dengan nilai p=0,000.
Dalam menunjang penanggulangan gizi buruk demi terwujudnya status perkembangan motorik kasar anak yang optimal maka dierlukan peran berbagai
pihak� termasuk
�didalamnya
�keluarga. �Peran
�keluarga �dalam
�kerangka �kerja� pencegahan dan peanggulangan gizi buruk
adalah
mengikuti onseling gizi, memberikan ASI
ekslusif dan MP-ASI, memberikan gizi yang
seimbang padda
anak, memberikan pola asuh yang
baik, pemantauan pertumbuhan anak,
menggunakan garam beryodium, memanfaatkan pekarangan rumah
sebagai
apotek dan pasar
hidup, peningkatan daya beli keluarga dan menjadi keluara
siaga.
b.
Hubungan Umur dengan
Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem
Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Pada penelitian ini diketahui tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dengan perkembangan motorik anak, tetapi Umur sangat memegang peranan penting
dalam penentuan status gizi, kesalahan dalam penentuan
akan menyebabkan
interpretasi�
status� gizi� yang salah.� Hasil
�penimbangan� berat� badan �maupun tinggi badan yang akurat akan tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur yang
tepat. Umur juga memiliki peranan yang
penting sebagai tolak ukur
perkembangan anak, dalam perkembangan anak seiring dengan bertambahnya
umur berbeda pula keterampilan yang harus dikuasai anak.
Penelitian ini selaras dengan penelitian (Gunawan, Fadlyana, & Rusmil, 2016) yang menyebutkan bahwa pada
anak usia 12-18 bulan yang terdiri atas 22 anak (51%) laki-laki dan 21 anak
(49%) perempuan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna (p >0.05) pada sebaran sampel menurut umur dan jenis kelamin di
keluarga.
Asumsi penelitiaan ini variabel umur tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan status perkembangan motorik kasar
dikarenakan pada pengukuran status perkembangan
motorik
kasar menggunakan indikator umur
sebagai
�parameter
�pengukurannya.
�Maka
�dari �itu
�walaupun �dalam
�teori Soetjiningsih
(2014) dikatakan �bahwa� umur
�termasuk �kedalam
�faktor yang
mempengaruhi motorik kasar, tapi berdasarkan hasil penelitian ini tidak
memiliki hubungan dengan status perkembangan motorik
kasar.
c.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak
usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Fungsi reproduksi
pada
anak perempuan berkembang
lebih cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki
akan lebih cepat. Dalam hal ini jenis
kelamin mempunyai peranan tersendiri. Dalam tumbuh kembang anak selain
umur, jenis kelamin merupakan faktor yang harus diperhatikan� sebagai�
salah� satu� indikasi�
dalam� menentukan� status perkembangan motorik kasar anak.
Berdasarkan
penelitian ini diketahui tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin anak dengan perkembangan motorik anak, tetapi Jenis kelamin sering kali dijadikan tolak ukur dalam menilai suatu kondisi yang terjadi pada anak.
Dalam penilaian status gizi, jenis kelamin menjadi salah satu kriteria yang
harus diperhatikan dalam pengukuran, indikator apapun yang digunakan akan
selalu dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
Hal� ini�
selaras� dengan� penelitian�
yang menggambarkan bahwa jenis kelamin laki dengan gangguan perkembangan
anak sebesar 5,9% dan jenis kelamin perempuan dengan gangguan perkembangan anak
sebesar 3,7%. Dengan p value 0,494 tidak�� ada hubungan antara Jenis kelamin
dengan� gangguan perkembangan anak.
Begitu
juga asumsi dengan penelitian �(Sutrisno, 2014) yang menyebutkan Berdasarkan hasil penelitian tidak
ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status perkembangan
motorik kasar anak pada anak usia 6 sampai 24 bulan di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten dengan nilai p=1,000.
d.
Hubungan Status Berat Bayi
Lahir Rendah dengan Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24
Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Angka�
kematian� bayi� menjadi�
indikator� pertama� dalam�
menentukan derajat kesehatan anak, karena merupakan cerminan dari status
kesehatan anak saat� ini (Hidayat, 2008). Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di
negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih
tinggi dibanding
pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram ((WHO), 2007).
Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa berat
badan lahir rendah berhubungan secara signifikan dengan perkembangan motorik
anak. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh (Wulandari, 2012) di Jakarta bahwa adanya hubungan �antara �berat
�bayi
�lahir
�rendah �(BBLR)� dengan �perkembangan motorik anak,
anak
dengan riwayat BBLR memiliki kecenderungan untuk terjadinya keterlambatan
perkembangan motorik halus 27,6 kali dan
perkembangan motorik kasar
8,18 kali lebih besar dibandingkan anak normal.
Berdasarkan
hasil penelitian untuk
mengoptimalkan status
perkembangan motorik kasar anak maka perlu diadakan penanganan serius terhadap kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR).
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang
lain adalah umur, paritas,
dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor
janin juga merupakan
penyebab terjadinya BBLR ((IDAI), 2004).
Asumsi
dari berbagai �faktor �resiko �diatas
�adapun
�langkah
�preventif
�yang �dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian BBLR di Desa Ciasem Baru adalah dengan meningkatkan pemeriksaan
kehamilan secara berkala minimal 4 kali dalam kurun waktu kehamilan dan dimulai
sejak umur kehamilan muda, penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim, dan perencanaan persalinan pada rentang umur
reproduksi sehat.
e.
Hubungan
Tingkat Pendidikan Ibu dengan� Perkembangan Motorik
Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem
Kabupaten Subang
Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah jenjang
pendidikan �formal �terakhir �yang� pernah
�diselesaikan �oleh �ibu �anak �dalam
sistem pendidikan nasional.
Berdasarkan hasil penelitian ada�
hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan perkembangan
motorik anak.
Penelitian
ini selaras dengan hasil� penelitian (Van Gobel, 2012) tentang perkembangan motorik kasar bayi usia 6-9 bulan di posyandu kelurahan libuo
tahun 2012 terdapat 18 orang (77%) berpendidikan SD dan 5 orang (23%) ibu
sampel keluarga miskin� yang tidak
sekolah, sedangkan pada keluarga tidak miskin��
sebagian�� besar�� ibu��
(80%)�� berpendidikan�� SMU��
dan�� lainnya berpendidikan
perorang tuaan tinggi akademi. Berdasarkan hasil uji stiatistik ternyata
terdapat perbedaan yang bermkna (p< 0.05) antara tingkat pendidikan orangtua
(ayah dan ibu) sampel di keluarga miskin dan tidak miskin
Penelitian
ini sesuai juga dengan teori (Sulistyoningsih, 2019) pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting.
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat
pengetahuan terhadap perawatan��
kesehatan,�� higiene�� pemeriksaan��
kehamilan�� dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap
kesehatan dan gizi anak �anak dan keluarganya.
Menurut
asumsi peneliti, orang tua dengan pendidikan�
tinggi� akan� lebih memahami bagaimana memberikan yang� terbaik�
untuk anaknya, termasuk memperhatikan status gizi anaknya. Maka orang
tua berpendidikan tinggi
lebih mudah menerima dan memahami
informasi, sehingga lebih mampu menentukan status gizi yang tepat bagi
perkembangan anaknya.
Hal
ini tidak selaras dengan hasil penelitian Darmawan dkk (2010) Pendidikan ibu
63% lebih dari SMU, cukup baik untuk mendidik anak walaupun tidak ada hubungan� antara�
pendidikan� ibu� dengan�
gangguan� perkembangan� anak dengan nilai p=0,188.
f.
Hubungan Stimulus dengan
Perkembangan Motorik Kasar pada anak usia 12 sampai 24 Bulan di Desa Ciasem
Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang
Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya
hubungan �yang� bermakna �antara �pola �asuh
�dengan
�perkembangan
�motorik
kasar
dengan nilai p=0,000. Pada penelitian ini didapatkan orang tua atau pengasuh
anak dengan kasus perkembangan yang kurang optimal yaitu status perkembangan
meragukan dan positif terdapat penyimpangan perkembangan didapatkan beberapa
alasan. Di antaranya yaitu anggapan bahwa perkembangan yang seharusnya sudah
bisa dicapai suatu saat nanti akan bisa dilaksanakan jika usia anak sudah besar
dan juga anggapan bahwa jika anak dibiarkan aktif bermain akan membahayakan
keadaannya sehingga lebih memilih menggendong anak setiap saat. Keadaan lainnya
yang menjadi alasan pengasuh adalah tekanan dari orang tua yang sering
membatasi aktivitas anak. Pengkajian tentang perkembangan juga dilakukan pada
orang tua dengan status perkembangan baik. Didapatkan keterangan bahwa orang
tua memberi kebebasan anak dalam bermain tetapi masih dalam pengawasan,
melibatkan anak dalam pekerjaan rumah tangga seperti halnya membereskan mainan
setelah digunakan. Keterangan lain yang didapat yaitu selalu mengajari anak
hal-hal yang baru seperti interaksi dengan orang lain atau mengajak anak
bermain bersama teman-temannya atau bermain bersama keluarga.
Penelitian ini senada dengan hasil penelitian
(Rokhani, 2008) yang menyatakan Hasil penelitian ini menunjukkan baduta yang perkembangan motorik kasarnya
lambat pada periode
tertentu sebanyak 34 anak (77,3 %). Sedangkan jumlah baduta yang
motorik kasarnya normal dari awal periode
perkembangan hanya 10 anak (22,7 %). Sebagian besar status gizi anak baduta di
Puskesmas Kampung Sawah baik, yaitu 90,9 %, hanya 9,1 %
saja yang
kurang
baik. Sedangkan untuk pola asuh juga cukup baik, yaitu 54,5 %, dan kurang baik sebesar 45,5 %.
Hal ini sesuai
dengan prinsip-prinsip stimulasi menurut (Ranuh, 2014) adalah memberikan kebebasan aktif melakukan interaksi
sosial. Pada umumnya, anak dengan senang hati akan meiakukannya dan memperoleh
banyak manfaat dalam intraksi dengan teman sebayanya dan memberikan kesempatan
kepada anak untuk aktif memilih berbagai macam kegiatannya sendiri, bervariasi
sesuai dengan minat dan kemampuannya, karena setiap anak adalah unik, mereka
tahu kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya. Dengan demikian, anak tidak
menjadi pasif hanya menunggu perintah. Sebaiknya, stimulasi diintergerasikan
dalam aktivitas mereka sehari-hari.
Peneliti berasumsi
bahwa stimulasi dari orang tua merupakan pondasi awal untuk tumbuh kembang
anak. Waktu yang berkualitas dengan keluarga merupakan kunci penting
terpenuhinya stimulsi yang baik bagi anak. Desa Ciasem Baru merupakan Desa
dengan mayoritas penduduk sebagai petani dan pedagang yang hampir sebagian
besar waktunya di habiskan di ladang dan pasar sehingga quality time dengan anak amat sedikit, sehingga anak lebih sering diasuh
oleh orang lain yang belum tentu memahami pentingnya stimulasi anak sejak dini seperti orang tua atau ibunya.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis dan pembahasan, dapat diketahui bahwa perkembangan motorik kasar
pada anak usia 12 � 24 bulan dipengaruhi oleh status gizi, BBLR, tingkat
pendidikan ibu dan stimulus orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa keterlambatan
perkembangan motorik kasar anak terjadi karena kurang terpenuhinya
faktor-faktor status gizi, BBLR, tingkat pendidikan ibu dan stimulus orang tua
secara maksimal.
Tidak ada
hubungan yang signifikan antara umur dan jenis kelamin dengan perkembangan
motorik kasar pada anak usia 12 � 24 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa umur dan
jenis kelamin anak tidak mempengaruhi terhadap perkembangan motorik kasar pada
anak usia 12 � 24 bulan
BIBLIOGRAFI
(IDAI), Ikatan Dokter Anak
Indonesia. (2004). Bayi Berat Lahir Rendah Dalam Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak (Edisi ke-1). Jakarta: IDAI.
(WHO),
World Health Organization. (2007). Development of a strategy towards promoting
optimal fetal growth. Avaliable from: Http://Www. Who.
Int/Nutrition/Topics/Feto_maternal/En. Html.
Amin
dkk. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid II). Jakarta: FKUI.
Ati,
Choirunnisa Adhi, Alfiyanti, Dera, & Solekhan, Achmad. (2013). Hubungan
antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Balita di RSUD
Tugurejo Semarang Tahun 2013. Karya Ilmiah.
Barat,
Dinkes Jawa. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2017. Dinas
Kesehatan Jawa Barat.
Gunawan,
Gladys, Fadlyana, Eddy, & Rusmil, Kusnandi. (2016). Hubungan status gizi
dan perkembangan anak usia 1-2 tahun. Sari Pediatri, 13(2),
142�146.
Hardinsyah,
SupariasaI. D. N. (2014). Ilmu Gizi Teori & Aplikasi (EGC, Ed.).
Jakarta.
Hidayat,
Alimul. (2008). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Cetakan Ketiga. Jakarta:
Salemba Medika.
Idaningsih,
Ayu. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke
posyandu. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(2), 16�29.
Kiram,
Yanuar. (2016). Belajar Keterampilan Motorik (Edisi Revisi).
Lindawati.
(2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perkembangan Motorik Anak Usia
Pra Sekolah. Jurnal Health Quality, 4(1).
Putra P,
Rindra. (2013). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kemampuan Gerak Umum Siswa
Putra Kelas Xi Sekolah Menengah Atas (Studi pada SMA Negeri 11 Surabaya Tahun
Ajaran 2012-2013). Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, 1(3).
Ranuh,
Soetjiningsih. (2014). Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Buku Jakarta: Kedokteran
EGC.
RI,
Kementerian Kesehatan. (2020). Standar Antropometri Anak. Jakarta:
Kemenkes RI.
Rohman,
Ujang. (2010). Perkembangan Fisik dan Kognitif pada Masa Kanak-Kanak. Buana
Pendidikan: Jurnal Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 6(11),
43�52.
Rokhani,
Yekti. (2008). Hubungan status gizi dan pola asuh terhadap perkembangan
motorik kasar anak usia 3-18 bulan di Puskesmas Kampung Sawah Tahun 2008.
Sudijono,
Anas. (2007). Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada
Raju.
Sulistyoningsih,
Hariyani. (2019). Gizi untuk kesehatan ibu dan anak.
Sutrisno,
Mohammad Yogie. (2014). Hubungan Status Gizi dengan Status Perkembangan Motorik
Kasar (Gross Motor) pada Anak Usia 6 Sampai 24 Bulan Di Posyandu Desa Pari
Kecamatan Mandalawangi Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2014. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah.
Ulya,
Maslachatul. (2012). Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 3-4 Tahun di posyandu Mukti Asih Genuksari.
Van
Gobel, Havni. (2012). Hubungan Pengetahuan Dengan Peran Ibu Dalam Perkembangan
Motorik Kasar Bayi Usia 6-9 Bulan Di Posyandu Kelurahan Libuo Tahun 2012. Jurnal
Pelangi Ilmu, 5(02).
Wulandari,
Christina Dewi. (2012). Pengaruh Kompensasi terhadap Peningkatan Kinerja
Pegawai pada Perusahaan X. UG Jurnal, 6(09).