Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853�
e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 8, Agustus 2020
HUBUNGAN POLA ASUH, PENYAKIT PENYERTA, DAN PENGETAHUAN IBU DENGAN
STATUS GIZI PADA ANAK USIA 12-24 BULAN DI POSYANDU TERATAI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIASEM KABUPATEN SUBANG TAHUN 2020
Lina Rosliana, Retno Widowati dan Dewi Kurniati
Universitas Nasional
Email: [email protected], [email protected]
dan [email protected]
Abstrak
Kekurangan gizi merupakan akibat dari kebiasaan hidup yang kurang
memikirkan nilai-nilai gizi karena daya beli yang kurang atau ketidaktahuan
mengenai soal gizi. Prevalensi Balita menurut status gizi di Kabupaten Subang
memiliki masalah gizi buruk dan gizi kurang yang masih sangat tinggi sebesar
15,1% dan 11, 1%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Hubungan Pola
Asuh, Penyakit Penyerta, dan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi pada Anak Usia
12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang
Tahun 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian
observasi cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita umur 12-24 bulan
di posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem. Perhitungan besar sampel
penelitian menggunakan rumus slovin. Teknik sampling menggunakan accidental
sampling. Adapun analisis data menggunakan analisis chi square. Hasil yang
diperoleh dari penelitian ini yaitu dari 43 anak usia 12-24 bulan di Posyandu
Teratai sebanyak 25,6% anak berstatus gizi kurang, hasil penelitian menunjukkan
ada hubungan bermakna antara adalah pola asuh ibu (p=0,000) dan pengetahuan ibu
(p=0,001) terhadap status gizi. Sedangkan penyakit penyerta tidak ada hubungan
bermakna (p=1,000). Pola asuh dan pengetahuan ibu merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi. Ibu hendaknya lebih aktif dalam mengikuti kegiatan
posyandu setiap bulannya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
balita dan lebih aktif dalam mencari informasi tentang gizi balita melalui
penyuluhan oleh tenaga kesehatan, konseling gizi dan melalui sumber informasi
lainnya, bagi Puskesmas Ciasem hendaknya meningkatkan pemantauan status gizi
dan perkembangan balita di setiap posyandu serta Pemberian Makanan Tambahan
yang tepat sasaran.
Kata kunci: Gizi;
Balita; Status Gizi
Pendahuluan
Gizi� adalah� satu�
dari� sekian� aspek�
yang� sangat� penting�
padatumbuh� kembang manusia.� Serupa�
dengan� hal� tersebut,�
gizi� juga� acap�
kali� dijadikan� sebab�
kenapa seseorang� tidak� sehat,�
sering� sakit� dan�
tidak� dalam� pertumbuhan�
yang� baik (Kurniawan, 2018). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh
sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga
akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan.
Kekurangan atau kelibihan gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk yang
menyimpang dari pola standar. Pertumbuhan fisik sering menjadi indikator untuk
mengukur status gizi baik individu maupun populasi (Noviyana, 2016).
Menurut (Noviyana, 2016), Masa pertumbuhan anak sejak dalam kandungan hingga
usia tiga tahun merupakan masa yang sangat peka atas pengaruh gangguan kurang
gizi yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan otak dan gangguan pertumbuhan
intelgensia. Kekurangan gizi merupakan akibat dari kebiasaan hidup yang kurang
memikirkan nilai-nilai gizi disamping kebiasaan hidup dilingkungan sederhana
karena daya beli yang kurang atau ketidaktahuan mengenai soal gizi.
Menurut Global Nutrition Report melaporkan tahun 2014
menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 negara teratas dari 117 negara yang
mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita.
Berdasarkan hasil Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas)
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia menurut indikator BB/U pada
balita tahun 2016 adalah 11,1%, terdiri dari 8,0% gizi kurang dan 3,1% gizi
buruk. Sedangkan pada tahun 2018 prevalensi gizi buruk dan gizi kurang turun
menjadi 10,2%. Tetapi masih dalam kategori rawan, karena suatu wilayah
dikatakan mengalami masalah gizi masyarakat apabila jumlah balita dengan status
gizi kurang mencapai 10% dari jumlah balita yang ada.
Angka balita yang masuk kategori sangat kurus di Jawa Barat
masih cukup tinggi yaitu 5,0% demikian pula halnya dengan prevalensi kurus
sebesar 5,9% dengan Kabupaten Subang sebagai salah satu Kabupaten dengan
penyumbang angka tertinggi (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2017).
Status gizi adalah keadaan yang menunjukkan keseimbangan
antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Jumlah balita di
Kabupaten Subang pada tahun 2019 sebanyak 12.618. Balita ditimbang atau
dipantau pertumbuhannya 10.862 (86,08%). Cakupan D jumlah balita yang datang di
timbang bulan ini dan S jumlah balita yang ada di posyandu (D/S) pada tahun
2015 sudah diatas target Nasional yaitu 80% dan mengalami kenaikan dibanding
tahun 2014 yaitu 85.21%. Hal ini karena sudah semakin banyaknya Taman Posyandu
yang terbentuk dimana pelaksanaannya posyandu terintegrasi dengan PAUD dan BKB (Dinkes Subang, 2020).
Di Kabupaten Subang, dari balita yang ditimbang sebanyak
10.862 diketahui pravelensi kurang gizi (BB kurang + BB sangat kurang) sebesar
10,3%. Angka pravelensi ini sudah mencapai target yang ditetapkan menurut
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Sustainable
Development Goal�s (SDGS)� atau Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan bahwa pravelensi kurang gizi tidak boleh melebihi
15%. Balita dengan status gizi baik pada tahun 2019 ini sebesar 87% mengalami
kenaikan dari tahun 2018 (85,2%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat sudah baik dalam pemenuhan Anak Usia 12 - 24 Bulan. Keluarga yang
memiliki balita sudah memilki kemampuan untuk mengenal, mencegah bahkan
mengatasi jika terjadi masalah gizi pada anggotanya. Untuk itu upaya
peningkatan gizi masyarakat perlu lebih ditingkatkan (Subang, 2020).
Masalah gizi buruk yang terjadi disebabkan oleh banyak hal.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk adalah kemiskinan,
kurangnya pendidikan dari orang tua, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
gizi, menu seimbang dan kesehatan. Selain itu hal-hal yang menyebabkan gizi
yang buruk yaitu dari penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab
langsung terjadinya masalah gizi buruk adalah adanya asupan makanan yang kurang
memenuhi gizi yang seimbang.� Penyebab
tidak langsung terdiri dari persediaan makanan di rumah, serta pelayanan
kesehatan. Sedangkan hal yang mendasar terjadinya gizi buruk adalah kurangnya
pendidikan dan ketrampilan dari masyarakat, kurangnya pengetahuan dari
masyarakat tentang pentingnya gizi yang seimbang untuk tumbuh kembang anak (Fakih, 2012).
Praktek pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya
bagi daya tahan anak tapi juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental
anak serta kondisi kesehatan anak. Perawatan anak sampai tiga tahun merupakan
merupakan periode paling penting bagi anak-anak. Pola Asuh juga memberikan
kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik
bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya bila pengasuhan kurang memadai
terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak, bisa menjadi salah satu
faktor yang menghantarkan anak Pola asuh makan adalah praktik-praktik
pengasuhan yang di� terapkan ibu kepada
anak yang berkaitan dengan� cara dan
situasi� makan. Jumlah� dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk
konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu
atau pengasuhnya yang� berkaitan� dengan kegiatan� pemberian�
makan� yang� akhirnya akan�
memberikan� sumbangan� status�
gizi (Istiany, 2013).
Masalah status gizi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu
faktor secara langsung dan faktor tidak langsung. Faktor secara langsung yaitu
konsumsi makanan dan penyakit. Faktor tidak langsung yaitu ketahanan pangan
keluarga dan pola pengasuhan anak yang kurang memadai (Waryono, 2010).
Pola asuh orang tua adalah perilaku orang tua dalam mengasuh
balita. Pola asuh orang tua merupakan salah satu masalah yang dapat
mempengaruhi terjadinya stunting pada balita. Pola asuh orang tua yang kurang
atau rendah memiliki peluang lebih besar anak terkena stunting dibandingkan
orang tua dengan pola asuh baik (Aramico, Sudargo, & Susilo, 2016).
Menurut hasil penelitian (Aramico et al., 2016), terdapat hubungan bahwa kategori pola asuh kurang
baik berisiko 8,07 kali lebih besar dibandingkan dengan pola asuh baik,
masing-masing dengan persentase status gizi stunting 53% dan 12,3%. Hasil uji
statistik chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh
dengan status gizi (p<0,001).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Renyoet et al
(2012), menunjukan adanya hubungan yang signifikan pola asuh dengan kejadian
stunting pada anak (p=0.000). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian Rahmayana, dkk., (2014), pola asuh menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan kejadian stunting (p=0.000).
Dari studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Ciasem
penulis memperoleh data pada bulan Januari-Desember 2019 jumlah balita di Desa
Ciasem Tengah Kecamatan Ciasem� dengan
status gizi lebih sebanyak 46 balita, gizi baik 1.042 balita, gizi kurang 127
balita, dan gizi buruk tidak ditemukan. Data KIA, PKM Ciasem (2019).
Berdasarkan wawancara dengan petugas gizi pengetahuan ibu, penyakit penyerta
pada balita dan pola asuh ibu merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian
status gizi kurang dan gizi lebih pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Ciasem.
Terkait dengan hal diatas maka penulis tertarik melakukan
penelitian mengenai �Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Status Gizi Anak Usia 12- 24
Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun
2020�.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah observasi cross
sectional, yaitu data yang menyangkut variabel dependen dan variabel independen
dikumpulkan dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian
ini adalah anak usia 12 sampai 24 bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja
Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020. Sampel yang terlibat dalam
penelitian ini adalah data anak usia 12-24 bulan di Posyandu Teratai adalah
sebanyak 43 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam
kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling
yaitu accidental sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner
dan timbangan dacin. Uji validitas menggunakan uji validitas Corrected
Item-Total Correlation sedangkan uji realiabilitas dilakukan untuk� mengetahui reliabilitas kuesioner penelitian
digunakan formula dari Alpha Cronbach�s. Analisis yang dilakukan untuk melihat
distribusi, frekuensi dan presentase dari setiap variabel dependen dan
independen yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji
chi-square. Penelitian dilaksanakan di Penelitian ini di lakukan di Posyandu
Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem.
Hasil dan Pembahasan
A.
Hasil
1.
Analisis Univariat
Tabel 1
Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu
Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020
Status Gizi |
F |
% |
Gizi Kurang |
11 |
25,6 |
Gizi Baik |
32 |
74,4 |
Jumlah |
43 |
100 |
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 43 orang anak usia 12 sampai 24 bulan
yang diteliti di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten
Subang sebesar 25,6% memiliki status gizi kurang sedangkan 74,4% lainnya
memiliki status gizi baik.
Tabel 2
Penyakit Penyerta pada Anak Usia 12-24 Bulan
di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020
Penyakit Penyerta |
F |
% |
Ada |
13 |
30,2 |
Tidak |
30 |
69,8 |
Jumlah |
43 |
100 |
Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 43 orang anak usia 12 sampai 24 bulan
yang diteliti di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten
Subang sebesar 30,2% mengalami sakit dalam satu bulan terakhir, sedangkan 69,8%
lainnya sehat.
Tabel 3
Pola Asuh Ibu terhadap Anak Usia 12-24 Bulan
di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020
Pola Asuh |
F |
% |
Kurang |
12 |
27,9 |
Cukup |
18 |
41,9 |
Baik |
13 |
30,2 |
Jumlah |
43 |
100 |
Tabel 3 menunjukkan bahwa pola asuh ibu terhadap Anak Usia 12-24 Bulan
di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang sebesar
43,9% memiliki pola asuh yang cukup baik , sedangkan 30,2% memiliki pola asuh
yang sangat baik dan 27,9% lainnya memiliki pola asuh yang kurang baik.
Tabel 4
Pengetahuan Ibu dari Anak Usia 12-24 Bulan di
Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020
Pengetahuan Ibu |
F |
% |
Kurang |
19 |
44,2 |
Cukup |
16 |
37,2 |
Baik |
8 |
18,6 |
Jumlah |
43 |
100 |
Tabel 4 menunjukkan bahwa pengetahuan ibu dari Anak Usia 12-24 Bulan
di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang mengenai
gizi sebanyak 18,6% memiliki pengetahuan baik, sebanyak 37,2% memiliki
pengetahuan cukup dan 44,2% lainnya memiliki pengetahuan yang kurang.
2. Analisis Bivariat
Tabel� 5
Hubungan Penyakit Penyerta dengan Status Gizi
pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem
Kabupaten Subang Tahun 2020
Penyakit Penyerta |
Status gizi |
Total |
p-value |
||||
Baik |
Kurang |
||||||
F |
% |
f |
% |
F |
% |
||
Ada |
10 |
76,9 |
3 |
23,1 |
13 |
100 |
1,000 |
Tidak Ada |
22 |
73,3 |
8 |
26,7 |
30 |
100 |
|
Total |
32 |
74,4 |
11 |
25,6 |
43 |
100 |
Berdasarkan tabel 5 Anak Usia 12-24 Bulan di
Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang berstatus
gizi kurang dan mengalami sakit dalam satu bulan terakhir
adalah sebesar 23,1% sedangkan anak
yang berstatus gizi kurang dan tidak memiliki riwayat sakit selama satu bulan
terakhir adalah sebesar 26,7%, selanjutnya
anak yang berstatus gizi baik dan tidak ada riwayat sakit selama satu bulan
terakhir adalah sebesar 73,3% sedangkan 76,9% lainnya berstatus gizi baik dan ada riwayat sakit dalam sebulan
terakhir.
Hasil dari analisa statistik hubungan antara penyakit
penyerta dengan status gizi berdasarkan uji statistik chi-square dengan
nilai signifikan p=0,804 maka dapat diartikan tidak ada hubungan antara
penyakit penyerta dengan status gizi.
Tabel 6
Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Status
Gizi pada Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas
Ciasem Kabupaten Subang Tahun 2020
Pola Asuh Ibu |
Status gizi |
Total |
p-value |
||||
Baik |
Kurang |
||||||
f |
% |
f |
% |
F |
% |
||
Baik |
12 |
92,3% |
1 |
7,7% |
13 |
100 |
0,000 |
Cukup |
18 |
100 |
0 |
0 |
18 |
100 |
|
Kurang |
2 |
16,7% |
10 |
83,3% |
12 |
100 |
|
Total |
32 |
74,4 |
11 |
25,6 |
43 |
100 |
Berdasarkan tabel 4.6 ibu dari anak usia 12-24 Bulan di Posyandu
Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang memiliki pola asuh
yang sangat baik dan anaknya berstatus gizi baik adalah sebesar 92,3, ibu yang
memiliki pola asuh kurang baik dan anaknya berstatus gizi baik adalah sebesar
16,7%, sedangkan ibu yang memiliki pola asuh yang kurang baik dan anaknya
berstatus gizi kurang baik adalah sebesar 83,3%.
Hasil dari analisa statistik hubungan antara pola asuh ibu dengan
status gizi anak berdasarkan uji statistik chi-square dengan nilai
signifikan p=0,000 maka dapat diartikan ada hubungan antara pola asuh
ibu dengan status gizi anak.
Tabel 7
Hubungan Pengetahuan ibu dengan Status Gizi
Anak Usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem
Kabupaten Subang Tahun 2020
Pengetahuan Ibu |
Status gizi |
Total |
p-value |
||||
Baik |
Kurang |
||||||
f |
% |
F |
% |
F |
% |
||
Baik |
8 |
100 |
0 |
0 |
8 |
100 |
0,001 |
Cukup |
15 |
93,75 |
1 |
6,25 |
16 |
100 |
|
Kurang |
9 |
47,4 |
10 |
52,6 |
19 |
100 |
|
Total |
32 |
74,4 |
11 |
25,6 |
43 |
100 |
Berdasarkan tabel 7 ibu dari anak usia 12-24 Bulan di Posyandu Teratai
Wilayah Kerja Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang yang memiliki pengetahuan
tentang gizi yang kurang dan anaknya berstatus gizi kurang adalah sebesar
52,6%, ibu yang memiliki pengetahuan tentang gizi yang cukup dan anaknya
berstatus gizi kurang adalah sebesar 6,25% sedangkan ibu yang memiliki
pengetahuan tentang gizi yang cukup dan status gizi baik adalah sebesar 93,75%.
Hasil dari analisa statistik hubungan antara pola asuh ibu dengan
status gizi anak berdasarkan uji statistik chi-square dengan nilai
signifikan p=0,001 maka dapat diartikan ada hubungan antara pengetahuan
ibu dengan status gizi anak.
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
Peneliti mendapatkan hasil bahwa dari
43 balita di Posyandu Teratai, sebanyak 25,6% anak usia 12- 24 bulan di
posyandu teratai wilayah kerja puskesmas ciasem kabupaten subang memiliki
status gizi kurang dan 74,4% berstatus gizi baik.
Meskipun balita dengan status gizi baik lebih banyak dibandingkan dengan status
gizi kurang, angka gizi kurang di Posyandu Teratai masih terbilang tinggi jika
mengacu pada standar WHO (terkait gizi) yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan masyarakat dikatakan tinggi� jika� menyentuh
�angka
�lebih
dari 10%,� jika�
tidak �ditanggapi
�dengan
�serius �ini �dapat menjadi masalah
serius, apalagi status gizi merupakan elemen penting dalam
masa pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Menurut asumsi peneliti tingginya status gizi kurang
pada balita dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi balita dan
pola asuh gizi, karena dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebanyak
44,2% pengetahuan ibu tentang gizi adalah kurang dan 27,9% ibu memiliki pola
asuh yang kurang baik. Dari hasil kuesioner yang dikumpulkan banyak pola asuh
ibu mengenai pemberian makan tidak sesuai dengan rekomendasi IDAI, misalnya
porsi makan anak hanya sedikit, sedangkan seharusnya minimal � mangkok ukuran
250 ml, selain itu ibu berasumsi bahwa asal anaknya mau makan maka diberikanlah
makanan cepat saji atau makanan lainnya yang mengandung gizi kurang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori (Notoatmodjo, 2012) yang menyatakan bahwa
pengetahuan seseorang dapat digunakan sebagai motivasi dalam bersikap dan
bertindak sesuatu bagi orang tersebut. Serangkaian pengetahuan selama proses
intraksi dengan lingkungannya menghasilkan pengetahuan baru yang dapat
bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa 69,8%
balita di Posyandu Teratai tidak memiliki riwayat sakit dalam satu bulan
terakhir sedangkan 30,2% lainnya memiliki riwayat sakit. Penyakit yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah penyakit TBC, Campak, Diare dan ISPA. Dari hasil
kuesioner tidak ditemukan balita yang memiliki riwayat sakit berat seperti TBC,
Campak dan Diare terus menerus. Riwayat sakit semua balita di posyandu teratai
sebulan terakhir adalah ISPA. Secara teori antara status gizi yang kurang
dengan penyakit infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Anak yang mengalami
gizi kurang maka daya tahan tubuh terhadap penyakitnya menjadi rendah sehingga
mudah terserang penyakit infeksi. Demikian pula sebaliknya, anak yang terkena
penyakit infeksi dapat dengan mudah mengalami gizi kurang.
Praktiknya, untuk menanggulangi masalah gizi Puskesmas
Ciasem sudah melakukan beberapa prosedur penanganan sesuai petunjuk dinas
kesehatan Kabupaten Subang, di antaranya adalah:
1) Anak
dengan masalah gizi buruk dirujuk oleh bidan desa, kader, atau hasil online
E-PPGBM, kemudian dilakukan penimbangan dan pengukuran ulang (validasi
data/kroscek ulang) oleh bidan atau pelaksana gizi (TPG) hasilnya dibandingkan
dengan BB/U, TB/U, BB/TB, setelah didapatkan hasil status gizinya dilakukan
konseling mengenai pola makan, pola asuh, kondisi lingkungan tempat tinggal,
keadaan ekonomi, kemudian diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), tetapi
jika ada penyakit penyerta yang berat akan di konsultasikan kepada dokter
puskesmas, bila tidak bisa ditangani maka akan dirujuk ke rumah sakit yang
memadai.
2) Anak
dengan masalah gizi kurang, penanganan awal sama dengan anak gizi baik yaitu
dilakukan validasi data kemudian diberikan konseling dan pemberian makanan
tambahan serta dipantau setiap bulan berat badannya.
3) Anak
dengan gizi lebih, diberikan penanganan sama seperti masalah gizi lainnya
kemudian diberikan konseling tetapi tanpa diberikan PMT.
2. Analisis Bivariat
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa
sebanyak 52,6% ibu yang memiliki pengetahuan kurang mengenai gizi memiliki anak
dengan status gizi kurang, sedangkan hanya 6,25% ibu yang memiliki pengetahuan
cukup dan memiliki anak dengan status gizi kurang dan terdapat hubungan
bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi dengan nilai p=0,001. Dari hasil kuesioner diketahui jawaban salah terbanyak yaitu mengenai
pengetahuan tentang zat gizi yang terkandung di dalam makanan.
Menurut asumsi peneliti, kurangnya pengetahuan ibu mengenai zat gizi yang
dibutuhkan oleh anaknya yang menyebabkan gizi yang terkandung di dalam makanan
yang diberikan ibu kepada anaknya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
tubuh anak sehingga status gizi anak kurang
Hal ini sejalan dengan teori (Almatsier, 2010) yang menyebutkan bahwa masalah gizi pada
balita ini disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satu penyebab masalah gizi
pada balita adalah akibat konsumsi makanan yang tidak baik sehingga energi yang
masuk dan keluar tidak seimbang. Tubuh memerlukan pemilihan makanan yang baik
agar kebutuhan zat gizi terpenuhi dan fungsi tubuh berjalan dengan baik. Status gizi dapat
diartikan sebagai suatu keadaan tubuh manusia akibat dari konsumsi suatu
makanan dan penggunaan zat-zat dari makanan tersebut yang dibedakan antara
status gizi normal dan tidak normal.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitan yang dilakukan (Oktalinda, R dan Triwibowo, 2012) tentang hubungan pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status
gizi balita di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro Kecamatan Mojosari
Mojokerto terdapat 70 orang responden. Hasil penelitian tersebut menjelaskan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi
balita dengan p value 0,001. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang di lakukan Wahyuni (2016) yang berjudul hubungan tingkat
pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pleret, Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan
ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi
balita di wilayah kerja Puskesmas Pleret Bantul Yogyakarta dengan tingkat
keeratan rendah yang ditunjukan dari nilai p (value) = 0,000 (<0,05)
dengan tingkat keeratan hubungan kedua variabel ditunjukan pada nilai koefisien
korelasi = 0,222. Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa
pengetahuan seseorang dapat digunakan sebagai motivasi dalam bersikap dan
bertindak sesuatu bagi orang tersebut. Serangkaian pengetahuan
selama proses intraksi dengan lingkungannya menghasilkan pengetahuan baru yang
dapat bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Nisa�Saparudin & Rokhanawati, 2017) mengenai hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Tentang Gizi dengan Status Gizi Pada Balita di Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta. Dari hasil Penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas Tegalrejo
Kota Yogyakarta, dimana nilai p value = 0,009 (p < 0,05) yang berarti
terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kejadian gizi kurang pada
balita. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka semakin mudah dalam
menerima informasi. Menurut (Notoatmodjo, 2012) menyebutkan dengan pola pikir yang relatif tinggi,
tingkat pengetahuan responden tidak hanya sekedar tahu (know) yaitu
mengingat kembali akan tetapi mampu untuk memahami (comprehention),
bahkan sampai pada tingkat aplikasi (aplication) yaitu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
Hal ini menyebabkan semakin efektifnya�
informasi dipahami sehingga tingkat pengetahuan akan relatif tinggi.
Pengetahuan adalah suatu hal yang berasal dari
pancaindra dan pengalaman yang telah diproses oleh akal budi dan timbul secara
spontan. Sedangkan untuk sifat dari pengetahuan itu sendiri terdiri dari tiga
hal, yaitu spontan, intutif dan subjektif. Selain itu pengetahuan juga bersifat
benar karena sesuai dengan realitas yang ada (Suryana, 2015). Menurut (Surjaweni, 2014) pengetahuan merupakan suatu landasan berfikir manusia
dalam melakukan suatu hal yang berkaitan dengan pencarian jawaban atas
pertanyaan yang ada, seperti berkaitan dengan status gizi anak atau balita
Pada penelitian ini didapatkan hasil
bahwa sebanyak 23,1% dengan status gizi kurang memiliki riwayat sakit selama
sebulan terakhir sedangkan sebanyak 76,2% anak dengan status gizi baik pernah
mengalami sakit selama satu bulan terakhir, didapatkan nilai p=1,000 artinya
tidak ada hubungan bermakna antara penyakit penyerta dengan status gizi anak. Menurut hasil kuesioner yang didapatkan tidak ada satupun anak
balita di posyandu Teratai memiliki riwayat penyakit berat seperti TBC, Campak
dan diare terus-menerus. Penyakit semua balita yang sakit sebulan
terakhir adalah� ISPA
(dengan gejala demam, flu dan batuk) yang tidak lebih dari 7 hari. Menurut asumsi peneliti penyakit tersebut tidak berpengaruh
signifikan terhadap penurunan berat badan balita.
Menurut (Schaible & Stefan, 2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung
dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status
gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap
kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare,
HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia.
Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan (Nasikhah, n.d.) yang dilakukan di Kecamatan Semarang Timur yang
menunjukkan bahwa riwayat penyakit infeksi dalam hal ini infeksi saluran
pernapasan atas akut merupakan faktor resiko kejadian stunting yang tidak
bermakna (p=0,297: OR =1,73) . (Nurcahyo & Briawan, 2010) dalam hasil penelitiannya
juga di dapatkan hasil bahwa kejadian ISPA pada anak balita tidak ada hubungan
dengan status gizi TB/U (p > 0,05).
Berbeda dengan teori
(Junaidi, 2012) yang menyatakan bahwa status gizi yang baik
merupakan syarat utama tewujudnya sumber daya manusia yang berkualitas,
khususnya terhadap balita. Balita yang mengalami gangguan atau kekurangan gizi
pada usia dini akan mengganggu tumbuh kembang, menyebabkan kesakitan dan
kematian. Gangguan gizi pada umumnya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan
infeksi. Menurut (Meirita, 2000) keadaan ini disebabkan karena status gizi dengan
indikator berat badan menurut umur (BB/U) lebih mencerminkan status gizi anak
saat ini (akut). Hal ini disebabkan berat badan menggambarkan massa tubuh (otot
dan lemak) yang sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang
penyakit infeksi, penurunan nafsu makan, atau penurunan jumlah makanan yang
dikonsumsi.
Pada penelitian ini didapatkan hasil Hasil Penelitian
bahwa sebanyak 92,3% ibu yang memiliki pola asuh baik
mempunyai anak yang berstatus gizi baik juga. Status gizi balita dalam penelitian mayoritas termasuk
kategori normal atau baik. Hal ini diasumsikan karena sebagian besar ibu tidak
bekarja (IRT) sehingga ibu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk anak dalam
pemberian makan. Hal ini berbanding lurus dengan hasil penelitian
ini yang menunjukan bahwa 83,3% ibu yang memiliki pola
asuh kurang memiliki anak yang berstatus gizi kurang juga. Penulis berasumsi
bahwa anak
mulai mengalami masalah makan pada usia 12 bulan atau
lebih. Para ibu mengeluh batita susah makan pada usia menginjak 1 tahun, anak
tidak mau makan, kalaupun mau dalam jumlah sedikit serta pilih-pilih makanan
serta jarang habis. Menurut hasil kuesioner banyak ibu yang salah
dalam pola pegasuhan yaitu memaksa anak untuk makan yang menyebabkan anak
menjadi trauma. Untuk itu ibu perlu melakukan pendekatan secara psikologis
seperti membujuk anaknya agar mau makan serta membolehkan anaknya untuk makan
sambil bermain sembari diberi pujian jika anak menghabiskan porsi makannya.
Sesuai dengan penelitian ini terdapat hubungan antara rangsangan psikologis
dengan status gizi. Dalam melatih kemandirian anak sebagian besar responden
mengijinkan anak untuk mencoba makan sendiri sambil diawasi, jika si anak tidak
menghabiskan makannya ibu akan berusaha membujuk agar mau menghabiskan
makanannya. Demikian juga jika akhirnya si anak menghabiskan makanan.
Rangsangan psikologi yang seperti dilakukan responden tersebut sesuai dengan
yang dikemukakan anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kebutuhan
fisik, mental dan perkembangan emosinya.
Penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan antara pola asuh gizi ibu dengan status gizi anak dengan p=0,000. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa ibu yang memberikan pengasuhan yang efektif
berkontribusi terhadap peningkatan status gizi anak. Terdapat hubungan antara pola asuh ibu dalam praktek
memberikan makanan terhadap status gizi. Pemahaman ibu terhadap praktik
memberikan makanan mulai dari penyiapan alat makanan yang bersih, cara mengolah
bahan makanan yang bersih dan benar, pengaturan menu makanan serta cara pemberiaan
maka Menurut (Mustapa, Sirajuddin, & Salam, 2013) salah satu faktor yang
berperan penting dalam status gizi balita adalah pola asuh. Masalah gizi di
pengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Salah
satu yang mempengaruhinya yaitu ibu, keadaan gizi di pengaruhi oleh kemampuan
ibu menyediakan pangan yang cukup untuk anak serta pola asuh yang di pengaruhi
oleh faktor pendapatan keluarga, pendidikan, prilaku dan jumlah saudara. Hal
tersebut didukung dengan hasil dari (Husin, 2008) dengan 82 responden yang menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara pola asuh dengan status gizi balita umur 24-59 bulan.
Kesimpulan
Dari 43 anak usia 12 sampai
24 bulan di Posyandu Posyandu Teratai Wilayah Kerja
Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang, didapatkan sebanyak 25,6% anak mengalami
gizi kurang, 74,4% berstatus gizi baik dan sebanyak 30,23% anak mengalami riwayat
sakit yang didominasi oleh penyakit ISPA, 69,8% anak berstatus sehat dalam
sebulan terakhir, sebanyak 27,91% ibu memiliki pola asuh yang kurang baik,
41,9% memiliki pola asuh cukup baik, 30,2% memiliki pola asuh yang sangat baik,
44,19% ibu memiliki pengetahuan yang kurang, 37,2% berpengetahuan cukup dan
18,6% lainnya berpengetahuan baik mengenai gizi.
Hasil uji statistik, faktor-faktor
yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan status gizi (BB/U) anak usia 12 sampai
24 bulan di Posyandu Posyandu Teratai Wilayah Kerja
Puskesmas Ciasem Kabupaten Subang adalah pola asuh dan pengetahuan ibu tentang
gizi, sedangkan yang tidak berhubungan adalah penyakit penyerta
BIBLIOGRAFI
Almatsier, Sunita.
(2010). Prinsip dasar ilmu gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aramico,
Basri, Sudargo, Toto, & Susilo, Joko. (2016). Hubungan sosial ekonomi, pola
asuh, pola makan dengan stunting pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Lut
Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian
Journal of Nutrition and Dietetics), 1(3), 121�130.
Fakih,
M. (2012). Aspek Keperdataan �dalam
pelaksanaan Tugas Tenaga Keperawatan di Bidang pelayanan Kesehatan di propinsi
Lampung. Universitas Gadjah Mada.
Husin,
Cut Ruhana. (2008). Hubungan Pola Asuh Anak Dengan Status Gizi Balita Umur
24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Tahun 2008.
Istiany,
Ari. (2013). Rusilanti. Gizi Terapan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Junaidi.
(2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita. Jurnal
Berita Kedokteran Masyarakat, 25(3), 24�29.
Kurniawan,
Wawan. (2018). Hubungan Pengetahuan Ibu Balita Tentang Gizi Dengan Keluarga Sadar
Gizi (Kadarzi) Pada Balita Desa Cikoneng. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 3(1), 136�150.
Meirita.
(2000). Hubungan Kuantitas dan Kualitas Waktu Ibu Untuk Pengasuhan dengan
Status Gizi Anak Balita di Desa Rancamaya Kota Bogor. Institut Pertanian
Bogor.
Mustapa,
Yusna, Sirajuddin, Saifuddin, & Salam, Abdul. (2013). Analisis faktor
determinan kejadian masalah gizi pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Tilote Kecamatan Tilango Kabupaten Gotontalo tahun 2013. Jurnal Universitas
Hasanuddin Makassar. Makassar.
Nasikhah,
R. (n.d.). Faktor risiko kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di
Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition College, 1(1).
Nisa�Saparudin,
Asma Atun, & Rokhanawati, Dewi. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Balita Di Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta. Universitas� Aisyiyah Yogyakarta.
Notoatmodjo,
Soekidjo. (2012). Metodologi penelitian kesehatan (Cetakan VI). Jakarta:
Penerbit PT. Rineka Cipta.
Noviyana,
Alfi. (2016). Pola Asuh Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Sokawera
Wilayah Kerja Puskesmas Patikraja Banyumas. Prosiding Seminar Nasional &
Internasional, 1(1).
Nurcahyo,
Karlina, & Briawan, Dodik. (2010). Konsumsi pangan, penyakit infeksi, dan
status gizi anak balita pasca perawatan gizi buruk. Jurnal Gizi Dan Pangan,
5(3), 164�170.
Oktalinda,
R dan Triwibowo, H. (2012). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Balita
dengan Status Gizi Balita (1-5 tahun) di Posyandu Dusun Modopuro Desa Modopuro
Kecamatan Mojokerto. Jurnal Keperawatan STIKES Bina Sehat PPNI, 1(3),
15 � 20.
Schaible,
Ulrich E., & Stefan, H. E. (2007). Malnutrition and infection: complex
mechanisms and global impacts. PLoS Med, 4(5), e115.
Subang,
Dinas kesehatan kabupaten. (2020). Profil kesehatan kabupaten subang tahun
2019. Subang: Dinkes subang.
Surjaweni.
(2014). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihana.
Suryana,
Y. (2015). Metodologi Penelitian. Bandung: CV Pustaka Setia.
Waryono.
(2010). Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.