Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Cerebral Palsy Spastik Diplegi Dengan Pendekatan
Metode Neuro Developmental Treatment di YPCP Surabaya
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6471
Surabaya. The case study currently being conducted at the Surabaya Cerebral palsy Care
Foundation on a 14-year-old patient named RA with a diagnosis of Cerebral palsy Spastic
Diplegia with the intervention of the Neuro Developmental Treatment method. After being
done 4 times, there were no significant changes in muscle strength, spasticity and gross
motor, but there was a significant increase in the duration of independent standing balance.
The NDT method with inhibition techniques, facilitation techniques, and movement pattern
recognition did not produce significant changes, but in balance training there were
significant improvements.
Keywords: Cerebral palsy Spastic Diplegi, Neuro developmental Treatment
PENDAHULUAN
Anak merupakan anugerah pemberian dari Allah swt bagi orang tua, anak mengalami
tumbuh kembang berawal dari dalam kandungan hingga terlahir di dunia dan terus mengalami
perkembangan hingga tua, Adapun masalah dalam tumbuh kembang anak, yang menghambat
tumbuh kembang salah satunya adalah Cerebral palsy (Nugroho, 2015).
Cerebral palsy (CP) secara umum dikenal sebagai adanya gangguan pada otak, dimana
otak mengalami kelumpuhan dan menghambat tumbuh kembang anak. CP adalah sebuah
gangguan yang menghambat perkembangan pada gerak dan postur, serta keterbatasan
ekstremitas tubuh yang bersifat menetap dan nonprogresif akibat lesi di otak yang terjadi pada
masa pertumbuhan balita hingga anak-anak (Wuryaningsih & Larasati, 2018).
Spastisitas merupakan gangguan pada upper motor neuronvolum yang berada di system
syaraf pusat, gangguan cedera yang berada di neuron motor menyebabkan penurunan input
jaras reticulospinal dan corticospinal. Penurunan tersebut mengakibatkan timbulnya
kelemahan hilangnya fungsi kontrol motor dan berkurangnya jumlah unit aktif pada motor
voluntary yang berakibat berkurangnya hambatan refleks dan terjadinya spatisitas.
Diplegi adalah salah satu bentuk CP yang mengenai pada bagian tubuh atas dan bagian
tubuh bawah tetapi lebih berat pada anggota tubuh yang bawah. CP Spastik Diplegi adalah
suatu gangguan tumbuh kembang motorik anak di sebabkan karena adanya kerusakan otak
yang terjadi pada periode prenatal, natal dan postnatal, yang ditandai dengan kelemahan pada
anggota gerak bawah lebih berat dari pada anggota atas (Kurniawan & Rahman, 2021).
Klasifikasi gambaran klinis pada CP adalah spastik, atetoid, ataksia, atonia atau
campuran. Sedangkan topografi pada CP spastik adalah Diplegi sebanyak (30-40%),
Hemiplegia (20-30%), dan Quadriplegia (10-15%) pada masing masing tipe spastiknya
(Nugroho, 2015).
Menurut NICHD badan organisasi dibawah WHO pada tahun 2022 adanya kenaikan
angka pada kasus CP sebanyak 25% dari seluruh dunia. CP dianggap sebagai penyakit dengan
penyebab keterbatasan manusia dengan kehidupan sehari hari di lingkungan sekitar, dengan
jumlah minoritas di dunia. Penting untuk diketahui bahwa anak anak dengan CP mengambil
tempat sepertiga dari semua penyandang disabilitas, termasuk pekerjaan dan pendidikan dunia
(Primadasa & Widodo, 2022).
Pada tahun 2022 data Kementrian Kesehatan Republik Indoensia di Indonesia jumlah
penderita CP berat sebanyak 149.458 dan penderita Cerebral palsy sebanyak 717.312, dengan
provinsi terbanyak kasus CP ada di provinsi Sulawesi Tenggara (Javvaji, Vagha, Meshram, &
Taksande, 2023). Sedangkan di Provinisi Jawa Timur menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2022 kasus Cerebral palsy mengalami kenaikan dengan jumlah 10,6% yang
terdiri atas 6,5% usia 5-17 tahun, 2,5% usia 18-59 tahun dan 1,6% usia 60 tahun keatas,
sedangkan di Surabaya kasus CP berjumlah 32,5%%., sedangkan di Yayasan Peduli Cerebral