How to cite:
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman (2024) Pertanggungjawaban Pidana Pelaku
yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen (06) 10
E-ISSN:
2684-883X
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU YANG MEMILIKI RIWAYAT
GANGGUAN JIWA PADA PERKARA PEMBUNUHAN DI KABUPATEN
KEBUMEN
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
Univesitas Janabadra Yogyakarta
Abstrak
Permasalahan yang dihadapi adalah Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku
tindak pidana pembunuhan apabila pelaku memiliki riwayat gangguan kejiwaan dalam
putusan nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm , Serta Apa yang menjadi pertimbangan
hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan
yang memiliki riwayat gangguan jiwa dalam putusan nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm ?,
Adapun Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor yang menjadi
penyebab terjadinya pembunuhan serta untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim
pemeriksa dan pengadil sehingga menjatuhkan putusan terhadap pelaku yang
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif dengan metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis normatif
(metode penelitian hukum normatif). Adapun temuan hasil penelitian berdasarkan
pemeriksaan dan observasi psikiatri oleh dokter ahli di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang
terhadap tersangka Sumudi bin Sodali antara lain hasil laboratorium dalam batas normal
dan untuk pemeriksaan psikologik didapatkan taraf kecerdasan (IQ) 75-79 /borderline
dan gangguan kepribadian anti sosial dengan paranoid. Sedangkan untuk diagnosis
lainnya yaitu : Axis I (aspek I) : F60.2 Gangguan kepribadian anti sosial, maksudnya
pasien mengalami gangguan perilaku yang ditandai dengan tidak peduli dengan norma
sosial, suka menipu atau berbohong, sering melakukan tindakan kriminal, dan tidak ada
rasa bersalah dan penyesalan.;Axis II (aspek II) : ciri kepribadian Paranoid maksudnya
pasien mudah merasa curiga.;Axis III (aspek III) : Tidak ada diagnosa, maksudnya tidak
ditemukan penyakit fisik.;Axis IV (aspek IV) : Masalah berkaitan dengan
hukum/kriminal maksudnya pasien sering melanggar hukum/kriminal.;Axis V (aspek
V) : Penilaian fungsi secara global 70-61, maksudnya beberapa kesulitan fungsi sosial
dan pekerjaan, tetapi secara umum berfungsi baik, mempunyai hubungan yang berarti.
Kesimpulannya bahwa berdasarkan keterangan ahli bahwa untuk perkara pelanggaran
hukum yang telah dilakukan pasien yang bernama Sdr. SUMUDI bin SODALI terhadap
ibu kandungnya sendiri merupakan bagian dari gangguan jiwa, namun bukan termasuk
gangguan jiwa berat (psikotik) sehingga pasien masih bisa mengarahkan kemauannya
secara sadar dan mempertanggung jawabkan perbuatannya”.
Kata kunci: Diagnosis
1
; Faktor faktor penyebab
2
; Paranoid
3
; Pertimbangan hakim
4
;
Psikotik
5
.
Abstract
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
6224 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
The problem faced is What is the criminal responsibility of the perpetrators of the crime
of murder if the perpetrator has a history of psychiatric disorders in decision number
174/Pid.B/2018/PN.Kbm, and what factors are the cause of the murder case committed
by the perpetrator who has a history of psychiatric disorders in decision number
174/Pid.B/2018/PN.Kbm, as well as how the judge's legal considerations in imposing a
crime on the perpetrator murder criminal who has a history of mental disorders in
decision number 174/Pid.B/2018/PN.Kbm? offender with a history of mental disorders.
This type of research is normative legal research with the approach method used is
normative juridical (normative legal research method). The research findings based on
psychiatric examination and observation by specialist doctors at RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang on the suspect Sumudi bin Sodali include laboratory results within normal
limits and for psychological examinations, intelligence level (IQ) is 75-79 /borderline
and anti-social personality disorder with paranoia. As for other diagnoses, namely:
Axis I (aspect I): F60.2 Anti-social personality disorder, meaning that the patient has a
behavioral disorder characterized by not caring about social norms, cheating or lying,
often committing criminal acts, and no sense of guilt and regret.; Axis II (aspect II):
Paranoid personality trait meaning that the patient is easily suspicious.; Axis III (aspect
III): No diagnosis, meaning no physical illness is found; Axis IV (aspect IV): Problems
related to law /criminal means that the patient often violates the law/criminal.; Axis V
(aspect V): Global function assessment 70-61, meaning some difficulties in social and
work functioning, but in general functioning well, having a significant relationship. The
conclusion is that based on the expert's statement that for cases of law violations that
have been committed by a patient named Mr. SUMUDI bin SODALI towards his own
biological mother is part of a mental disorder, but not a severe mental disorder
(psychotic) so that the patient can still direct his will consciously.
Keywords: Diagnosis
1
; Causal factors
2
; Paranoid
3
; Consideration of judges
4
;
Psychotic
5
.
PENDAHULUAN
Dalam beberapa kasus perkara pidana dibeberapa daerah,dimana pelakunya
diindikasikan mengalami gangguan jiwa sehingga perlu peran ilmu kedokteran forensik
atau dokter psikiatri forensik untuk memberikan kesaksian atau keterangan ahli
sehingga terhadap perkara tersebut dapat dilakukan suatu peradilan yang fair atau adil
baik bagi pelaku,korban atau masyarakat secara umum (Eddyono, Wiryawan, &
Kamilah, 2016). Dari hal tersebut dapat ditarik suatu permasalahan yaitu, Bagaimana
pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana apabila pelakunya mengalami
atau setidaknya pernah mengalami gangguann jiwa. Apa yang menjadi pertimbangan
hakim dalam memutuskan perkara tersebut sehingga dapat dipandang sebagai seuatu
putusan hakim yang fair atau adil (Pratiwi, 2019).
Dalam penelitian ini mengambil obyek Putusan Pengadilan Negeri kebumen
dengan terdakwa yang dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang kurang normal atau
antisosial. Kondisi ini menjadi menarik karena pelaku atau terdakwa melakukan tindak
pidana pembunuhan berencara terhadap Ibu kandungnya sendiri. Sehingga peneliti
termotivasi serta tertarik untuk mencermati dan meneliti kasus ini, apa yang menjadi
penyebab terjadinya kasus tersebut dan bagaimana hakim mempertimbangkan dari
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada
Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6225
aspek hukum, aspek medis atau kesehatan terdakwa berdasarkan keterangan ahli
psikiatri dan keterangan para saksi terhadap terdakwa .
Dalam hukum pidana dikenal istilah Criminal Act atau perbuatan pidana yaitu
perbuatan yang dilarang oleh aturan undang undang dan diancam pidana bagi yang
melanggarnya (Kartika & Najemi, 2020). Selain itu juga dikenal Strafbaarfeit dimana D
Simons memberikan arti sebagai perbuatan pidana yang bersifat melawan hukum yang
dilakukan dengan kesalahan dan pelakunya bisa dipertanggungjawabkan secara pidana
(eene strafbaar gestelde onrechtmatige, met schuld in verband staaande handeling van
een toerekeningsvatbaar person) (Buamona, 2018).Sedangkan menurut pendapat E-
Utrech, bahwa untuk adanya suatu peristiwa pidana harus ada 2 (dua) anasir
(bestanddelen) yang sebelumnya dipenuhi seperti Suatu kelakuan yang melawan
hukum- anasir melawan hukum dan Seseorang pembuat yang dapat dianggap
bertanggung jawab atas kelakuannya.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian Normatif yaitu
Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal (Diantha & Sh,
2016). Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana yang dianggap memiliki gangguan
kejiwaan ada 2 (dua) kemungkinan yang dapat terjadi, yaitu terbebas dari hukuman atau
tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya. Keputusan tersebut terletak pada
penafsiran hakim terhadap kualifikasi dalam pasal 44 KUHP mengenai
pertanggungjawaban pidana bagi seseorang yang melakukan perbuatan pidana yang
mana orang tersebut dikategorikan mengalami gangguan jiwa atau dinyatakan sebagai
bertanggung jawab penuh, bertanggung jawab sebagian, kurang bertanggung jawab,
atau bahkan tidak bertanggung jawab sama sekali (Jonaedi Efendi, Johnny Ibrahim, &
Se, 2018).
Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif). Metode penelitian yuridis
normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
pustaka atau data sekunder belaka. Dengan menggunakan metode berpikir deduktif
(cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya
umumyang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk
sesuatu yang sifatnya khusus) (Sari et al., 2021). Sumber data Primer : yang diperoleh
dari putusan nomor 174/Pid.B/2018/PN.kbm dan Undang-Undang yang terkait
sehubungan dengan penulisan skripsi ini yakni yang berkaitan dengan
Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Perbuatan Pidana Yang Menderita Gangguan
Jiwa.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Kitab Undang-undang
Hukum PidanaKitab Undang- Undang Hukum Acara PidanaPutusan Pengadilan /
Yurisprudensi .Bahan hukum sekunder meliputi: Buku- buku literatur, karya-karya
ilmiah, artikel-artikel, berita tentang topik yang diteliti, dan dokumen-dokumen tertulis
lainya. Data elektronik yang berkaitan dengan penelitian itu sendiri.
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
6226 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
Sehubungan dengan pendekatan penelitian diatas, teknik pengumpulan data yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara (Interview) sehubungan dengan
kelengkapan data yang dikumpulkan maka penulis melakukan wawancara dengan
pihak-pihak yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan judul penulis.
Studi Dokumen yakni dengan Membaca dan Mempelajari Putusan Pengadilan
yang relevan dengan masalah penelitian. Penelitian pustaka (library research) penelitian
pustaka dilaksanakan untuk mengumpulkan sejumlah data meliputi bahan pustaka yang
berhubungan dengan penelitian ini.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisa dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil
penelitian lapangan maupun pustaka setelah diseleksi dan dilihat kesesuaian dengan
ketentuan yang berlaku, disusun secara sistematis, selanjutnya disimpulkan sehingga
diperoleh data yang berkatan dengan pembatalan perjanjian klausula baku dengan
penyalahgunaan keadaan. HASIL Bahwa terdakwa SUMUDI bin SODALI, pada hari
Jum‟at tanggal 09 Maret 2018 sekitar pukul 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu
waktu dalam bulan Maret 2018 atau dalam waktu-waktu tertentu dalam tahun 2018,
bertempat di areal persawahan termasuk Dukuh Kinanti Utara Desa Bocor Rt. 03 Rw.
03 Kecamatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan yang
mengalami riwayat gangguan jiwa.
Bahwa Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang
pengadilan. Tujuan dari pembukian sendiri adalah untuk menemukan kebenaran materiil
(Darmawan, Fauziah, & Putri, 2021). Penerapan sistem pembuktian di Indonesia
khususnya yang dianut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat
dipahami dari rumusan Pasal 183 KUHAP mensyaratkan bahwa dalam melakukan
pembuktian di persidangan, yang lebih ditekankan ialah pembuktian menurut cara dan
alat bukti yang sah dengan sekurang- kurangnya atau paling sedikit dibuktikan dengan
dua alat bukti yang sah.
Berdasarkan Pasal 183 KUHAP dan Pasal 184 KUHAP Jaksa Penuntut Umum
pada Putusan Nomor 174/Pid.B/2018/PN/Kbm mengajukan 4 jenis alat bukti, yaitu
(Sepang, 2015):
1. Keterangan Saksi (7 orang saksi); 2.Keterangan ahli (1 orang saksi ahli);
2. Surat Visum et Repertum Nomor : 441.6/019/III/2018 tanggal 10 Maret 2018, yang
dibuat dan ditandatangani oleh dr. Aditya Wahyu
3. Indra Cahya dokter pada RSUD Dr. Soedirman Kebumen;
4. Keterangan Terdakwa.
Alat bukti yang diajukan pertama dalam proses pembuktian dalam perkara
tersebut adalah keterangan saksi. Kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam
persidangan di Pengadilan Negeri Kebumen tersebut merupakan alat bukti yang sah
karena telah memenuhi persyaratan formil dan materiil sehingga hakim bebas memakai
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada
Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6227
sebagai alat bukti saksi untuk dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam
menjatuhkan putusan kepada terdakwa Sumudi bin Sodali.
Dalam analisa penulis, keterangan para saksi yang dihadirkan di dalam
persidangan pada Putusan Nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm telah menjelaskan bahwa
benar terjadi hilangnya nyawa korban. Unsur menghilangkan nyawa orang lain dalam
rumusan pasal 340 KUHP tersebut terpenuhi (Wiratama, Priyambodo, & Wijayanthi,
2023), dimana objek dari perbuatan terdakwa adalah nyawa ibunya sendiri yaitu
Sutarmi. Mengingat bahwa terdakwa pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Magelang
sekira tahun 2015 karena terdakwa memukuli bapak kandung terdakwa sehingga
terdakwa dianggap mengalami gangguan jiwa, bukti lain yang diajukan dalam
persidangan yaitu keterangan ahli. Keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara ini tidak
lain adalah untuk membuktikan dapat atau tidaknya terdakwa dijatuhi
pertanggungjawaban pidana, hal tersebut dilakukan karena penasihat hukum, maupun
hakim memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai keadaan jiwa terdakwa.
Saksi ahli dr. Purwaningsih, Sp. KJ. M. Kes yang merupakan psikiater di RSJ
Prof. Dr. Soerojo Magelang memberikan keterangan bahwa hasil pemeriksaan dan
observasi psikiatrik yang telah ahli lakukan terhadap terdakwa Sumudi menyatakan
bahwa dari hasil pemeriksaan penunjang (yang bermakna) dari Sdr. terdakwa SUMUDI
bin SODALI selama yang bersangkutan berada di RSJ Prof Dr. SOEROJO Magelang
yaitu hasil laboratorium dalam batas normal dan untuk pemeriksaan psikologik
didapatkan taraf kecerdasan (IQ) 75-79 /borderline dan gangguan kepribadian anti sosial
dengan paranoid. Sedangkan untuk diagnosis lainnya yaitu :
1. -Axis I (aspek I) : F60.2 “Gangguan kepribadian anti sosial, maksudnya pasien
mengalami gangguan perilaku yang ditandai dengan tidak peduli dengan norma
sosial, suka menipu atau berbohong, sering melakukan tindakan kriminal, dan tidak
ada rasa bersalah dan penyesalan”.
2. -Axis II (aspek II) : “ciri kepribadian Paranoid maksudnya pasien mudah merasa
curiga”.
3. -Axis III (aspek III) : Tidak ada diagnosa, maksudnya tidak ditemukan penyakit fisik.
4. -Axis IV (aspek IV) : Masalah berkaitan dengan hukum/kriminal maksudnya pasien
sering melanggar hukum/kriminal.
5. -Axis V (aspek V) : Penilaian fungsi secara global 70-61, maksudnya beberapa
kesulitan fungsi sosial dan pekerjaan, tetapi secara umum berfungsi baik, mempunyai
hubungan yang berarti.
Bahwa kesimpulan hasil pemeriksaan dan observasi psikiatrik yang telah Ahli
lakukan terhadap pasien yang bernama terdakwa SUMUDI bin SODALI selama yang
bersangkutan berada di RSJ Prof Dr.SOEROJO Magelang yaitu terperiksa yang
bernama terdakwa SUMUDI Bin SODALI masih bisa mengarahkan kemauannya secara
sadar dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Bahwa untuk perkara pelanggaran hukum yang telah dilakukan pasien yang
bernama Sdr. SUMUDI bin SODALI terhadap ibu kandungnya sendiri merupakan
bagian dari “gangguan jiwa”, namun bukan termasuk gangguan jiwa berat (psikotik)
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
6228 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
sehingga pasien masih bisa mengarahkan kemauannya secara sadar dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Bahwa terdakwa masih bisa mengarahkan kemauannya secara sadar dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Untuk perkara pelanggaran hukum yang telah
dilakukan terdakwa Sumudi terhadap ibu kandungnya sendiri merupakan bagian dari
gangguan jiwa, namun bukan termasuk gangguan jiwa berat (psikotik) sehingga pasien
masih bisa mengarahkan kemauannya secara sadar dan mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
Dalam hukum pidana nasional Indonesia dikenal istilah pertanggungjawaban
pidana. Pertanggungjawaban pidana adalah mengenakan celaan terhadap pembuat
karena perbuatannya yang melanggar larangan atau menimbulkan keadaan yang
terlarang. Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat
dipidananya perbuatan adalah asas kesalahan untuk dapat mempertanggungjawabkan
pidananya, maka terdakwa harus :
1. Melakukan perbuatan pidana;
2. Mampu bertanggungjawab;
3. Dengan sengaja atau alpa; dan
4. Tidak ada alasan pemaaf.
Pertanggungjawaban pidana timbul sebagai akibat dari tindak pidana tanpa adanya
alasan pemaaf. Dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam berarti pembuat
memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan. Mengingat asas ‘tiada
pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan maka pembuat dapat
dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan. Dari fakta-fakta yang diperoleh
jelas bahwa kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa Sumudi yang menderita gangguan
kepribadian antisosial dengan paranoid ialah melakukan perbuatan pidana dengan
sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan nyawa seseorang, yang
merupakan suatu pelanggaran hukum dengan dasar hukum Pasal 340 KUHP. Dengan
demikian syarat pertama untuk suatu kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan
terpenuhi.
Selanjutanya, mengenai kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai
kondisi batin yang normal atau sehat dan mempunyai akal seseorang dalam membeda-
bedakan hal-hal yang baik dan yang buruk, atau dengan kata lain, mampu untuk
menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu
mampu untuk menentukan kehendaknya. Jika kita kaitkan dengan terdakwa Sumudi
yang menderita gangguan kepribadian antisosial dengan paranoid, pada dasarnya
penderita memiliki akal yang normal dan mampu berkehendak, dalam hal ini ia tahu dan
sadar akan perbuatan dan akibat dari perbuatannya tersebut. Sehingga terdakwa
dianggap memiliki kemampuan bertanggungjawab.
Selain itu, mengenai dilakukan dengan sengaja atau alpa, maka terdakwa Sumudi
sudah jelas melakukan perbuatannya dengan sengaja bahkan dengan rencana terlebih
dahulu. Terbukti dengan selesainya perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dan untuk
tidak ada alasan pemaaf, tidak terdapat alasan yang dapat menghapuskan kesalahan
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada
Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6229
terdakwa Sumudi. Sehingga syarat ketiga dan keempat untuk suatu kesalahan yang
dapat dipertanggungjawabakan terpenuhi. Maka secara garis besar, terdakwa yang
menderita gangguan kepribadian antisosial dengan paranoid dianggap dapat dikenakan
pertanggungjawaban pidana.
Alat bukti selanjutnya yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam
persidangan adalah surat berupa Visum et Repertum Nomor: 441.6/019/III/2018 tanggal
10 Maret 2018, yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Aditya Wahyu Indra Cahya
dokter pada RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Berdasarkan hasil pemeriksaan luar
terhadap jenazah perempuan umur kurang lebih 50 tahun, ditemukan luka robek di
telinga kiri akibat senjata tajam, luka robek diatas daun telinga kiri akibat senjata tajam,
luka robek di dagu diakibatkan senjata tajam, luka robek melingkar di leher sehingga
kepala terputus dari badan akibat senjata tajam, luka robek di sekitar ibu jari tangan
kanan akibat senjata tajam, luka robek sehingga memotong ibu jari tangan kiri akibat
senjata tajam.
Mengenai luka robek melingkar di leher sehingga kepala terputus dari badan
akibat senjata tajam pada kesimpulan diatas bisa menyebabkan faktor kematian
walaupun tanpa mengesampingkan akibat lain karena tidak dilakukan pemeriksaan
dalam mengingat pentingnya Visum et Repertum bertujuan untuk mengetahui mengenai
ada tidaknya sebab-sebab suatu kejahatan yang menyebabkan matinya orang.
Alat bukti selanjutnya berupa keterangan terdakwa yang dihadirkan oleh Jaksa
Penuntut Umum di dalam persidangan. Terdakwa Sumudi mengakui pembunuhan
terhadap ibu kandungnya dengan maksud dan tujuan karena dendam akibat terdakwa
merasa diperlakukan tidak adil saat terdakwa meminta uang kepada ibunya tidak pernah
diberikan, namun ketika adik-adik korban meminta pasti diberi. Terdakwa juga
membenarkan seluruh barang bukti yang diajukan dalam persidangan.
Berdasarkan persesuaian antara fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan
yang diperoleh dari keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat Visum et
Repertum,barang bukti, dan keterangan terdakwa telah terdapat kesesuaian antara yang
satu dengan yang lain serta terdapatnya kemampuan bertanggungjawab pada diri
terdakwa, sehingga Majelis hakim memutuskan keputusan berupa pidana terhadap
terdakwa Sumudi.
Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan Perkara Tindak Pidana
dengan Pelaku yang mempunyai Riwayat Gangguan Jiwa.
Bahwa Putusan Hakim merupakan puncak dari suatu pemeriksaan perkara yang
sedang di periksa dan diadili oleh Hakim tersebut. Oleh karena itu, hakim dalam
menjatuhkan putusan harus memperhatikan segala aspek di dalamnya, mulai dari
perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat
formal maupun yang bersifat materiil (Raihan, Setiyono, & Pakpahan, 2022). Majelis
Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm
mempertimbangkan secara yuridis hasil pemeriksaan di persidangan berdasarkan fakta-
fakta yang diperoleh berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti surat Visum et Repertum
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
6230 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
dan keterangan terdakwa, telah terdapat persesuaian antara yang satu dengan yang lain
bahwa terdakwa Sumudi bin Sodali telah memenuhi atau tidak unsur-unsur dari pasal
yang didakwakan oleh Penuntut Umum yaitu “dengan sengaja dan dengan direncanakan
lebih dahulu menghilangkan nyawa seseorang” sebagaimana diatur dalam Pasal 340
KUHP, kemudian Majelis Hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana yang
didakwakan benar-benar terjadi dan terkait dengan kondisi kejiwaan terdakwa Majelis
Hakim berdasarkan pertimbangan di atas hakim yakin akan adanya kemampuan
bertanggungjawabnya terdakwa.
Berdasarkan Pasal 197 KUHAP, hakim menjatuhkan putusan berupa putusan
pemidanaan, salah satu hal yang harus termuat dalam putusan adalah keadaan yang
memberatkan dan yang meringankan terdakwa”. Konsekuensi dari tidak
dicantumkannya hal tersebut mengakibatkan putusan batal demi hukum. KUHAP tidak
menjelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan keadaan yang memberatkan dan
yang meringankan. Peraturan lain yang sedikit menjelaskan hal itu adalah Pasal 8 Ayat
(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang menentukan bahwa “dalam mempertimbangkan berat ringannya
pidana, hakim wajib memperhatikan sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.
Majelis Hakim dalam putusan nomor174/Pid.B/2018/PN.Kbm mengenai
pertimbangan perbuatan terdakwa menyebabkan korban meninggal dunia terlebih
korban adalah ibu kandungnya sendiri dan perbuatan terdakwa dilakukan dengan
berencana sudah tepat dipertimbangkan sebagai keadaan memberatkan, hal itu adalah
unsur tindak pidana sehingga sesuai dengan karakteristik keadaan memberatkan. Di
samping hal tersebut, perbuatan terdakwa membunuh ibunya sangat bertentangan
dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat, juga melanggar Hak Azasi
Manusia yang mendasar dan tidak dapat dikurangi yakni hak untuk hidup sebagaimana
dijamin dalam Pasal 28A Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Sementara itu, Majelis Hakim dalam pertimbangan keadaan yang meringankan
pada putusan nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm menyebutkan bahwa terdakwa berlaku
sopan dipersidangan dan mengakui terus terang perbuatannya. Pengakuan terus terang
terdakwa mengenai perbuataannya dan berlaku sopan di persidangan sepenuhnya
termasuk dalam ranah penilaian subyektif hakim (Kamea, 2013). Terkait pertimbangan
bahwa terdakwa bersikap sopan di persidangan, hal itu kurang tepat dipertimbangkan
sebagai keadaan meringankan, karena pada dasarnya bersikap sopan di persidangan
adalah kewajiban setiap orang.
Namun demikian hal tersebut tetap dapat dipertimbangkan sebagai keadaan
meringankan, dengan pertimbangan bahwa hal tersebut mengurangi tingkat bahayanya
terdakwa. Dalam hal ini penulis berpendapat pertimbangan Majelis Hakim tersebut
sebagai pertimbangan keadaan meringankan merupakan pertimbangan yang umum
digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan. Sebenarnya pertimbangan tersebut
tetap dapat dicantumkan, namun ditambahkan pertimbangan bahwa keadaan
meringankan tersebut tidak setimpal dengan pertimbangan keadaan memberatkannya
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada
Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6231
sehingga majelis hakim tetap dapat menjatuhkan pidana maksimum terhadap para
terdakwa tersebut (Wulandari, Budiyono, & Sawitri, 2020).
Pertimbangan keadaan memberatkan dan meringankan juga berpengaruh dalam
penjatuhan pidana maksimum dan pidana minimum, bahkan dimungkinkan pula
menjadi dasar dijatuhkannya pidana di bawah batas minimum khusus. Di Indonesia,
dalam yurisprudensi tetap disebutkan pidana maksimum tidak dapat dijatuhkan,
sepanjang masih ada pertimbangan keadaan meringankan terdakwa (Hananta, 2018).
Jika memang sama sekali tidak ada keadaan meringankan yang dapat dipertimbangkan,
hakim memiliki alasan untuk tidak mencantumkannya. Namun sepanjang keadaan
meringankan tersebut masih ada, hakim tetap harus mempertimbangkannya, karena hal
ini merupakan kewajiban hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 197 KUHAP yang
ketiadaannya dapat mengakibatkan putusan batal demi hukum. Jika keadaan
meringankannya sedemikian rupa tidak setimpal dengan keadaan memberatkan, hakim
tetap dapat menjatuhkan putusan pidana maksimum. Syaratnya, ketidaksetimpalan
antara keadaan memberatkan dan keadaan meringankan tersebut juga dijelaskan dalam
pertimbangan putusan (Wulandari et al., 2020).
Berdasarkan hal di atas Majelis Hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan
pidana pada terdakwa Sumudi yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan
melakukan tindak pidana pembunuhan berencana berdasarkan Pasal 340 KUHP
dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun telah berdasarkan yurisprudensi (Baidlowi, 2017).
Berkaitan dengan penjatuhan pidana penjara selama dua puluh tahun dalam putusan
Pengadilan Negeri Kebumen nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm oleh Majelis Hakim
karena masih terdapatnya keadaan yang meringankan serta perbuatan terdakwa ini tidak
diperberat dengan pemberatan pidana yang diatur oleh undang-undang seperti misalnya
terdakwa bukan merupakan recidive sebagaimana diatur dalam Pasal 487 KUHP,
sehingga terdakwa tidak dijatuhi pidana maksimum dan Majelis Hakim dalam
menjatuhkan pidana dua puluh tahun penjara telah tepat.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang di dapat dari penelitian ini adalah bahwa pelaku tindak pidana
pembunuhan dalam perkara Nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm secara hukum
bertanggungjawab atas perbuatannya,hal ini berdasarkan pemeriksaan perkara di
Pengadilan Negeri Kebumen dengan mempertimbangkan kesaksian para saksi fakta
serta keterangan dan kesaksian ahli psikiatri dan diagnosa RSJ Prof Dr. SOEROJO
Magelang bahwa terdakwa mengalami gangguan kepribadian anti sosial, gangguan
perilaku yang ditandai dengan tidak peduli dengan norma sosial, suka menipu atau
berbohong, sering melakukan tindakan kriminal, dan tidak ada rasa bersalah dan
penyesalan, memiliki kepribadian paranoid maksudnya pasien mudah merasa curiga.
Sehingga meskipun terdakwa mengalami gangguan jiwa namun bukan merupakan
gangguan jiwa berat sehingga terdakwa masih bisa mengarahkan kemauannya secara
sadar dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertimbangan hukum hakim dalam
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman
6232 Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana dengan
riwayat gangguan jiwa dalam putusan nomor 174/Pid.B/2018/PN.Kbm berupa pidana
penjara dua puluh tahun, dengan pertimbangan bahwa terdakwa memiliki kemampuan
bertanggungjawab yang didukung alat bukti serta keterangan saksi sesuai peraturan
perundang- undangan yang berlaku serta berdasarkan yurisprudensi dengan
mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan
berdasarkan Pasal 197 KUHAP, serta tidak adanya faktor pemberat pidana.
BIBLIOGRAFI
Baidlowi, Azalea Zahra. (2017). Kajian Yuridis Tentang Perbarengan Melakukan
Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Berdasarkan Pasal 340 KUHP. Lex Et
Societatis, 5(9).
Buamona, Hasrul. (2018). Tanggung Jawab Pidana Korupsi Rumah Sakit. Al-Mazaahib:
Jurnal Perbandingan Hukum, 5(2).
Darmawan, Anri, Fauziah, Bintang Prima, & Putri, Nurulita Desnia. (2021).
Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Mutilasi Akibat
Gangguan Jiwa. Varia Hukum, 3(2), 111.
Diantha, I. Made Pasek, & Sh, M. S. (2016). Metodologi penelitian hukum normatif
dalam justifikasi teori hukum. Prenada Media.
Eddyono, Supriyadi Widodo, Wiryawan, Syahrial Martanto, & Kamilah, Ajeng
Gandini. (2016). Penanganan Anak Korban. Jakarta: Institute for Criminal Justice
Reform.
Hananta, Dwi. (2018). Pertimbangan keadaan-keadaan meringankan dan memberatkan
dalam penjatuhan pidana/aggravating and mitigating circumstances consideration
on sentencing. Jurnal Hukum Dan Peradilan, 7(1), 87108.
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian
Hukum: Normatif dan Empiris. Prenada Media.
Kamea, Henny C. (2013). Pidana Penjara seumur hidup dalam sistem Hukum pidana di
Indonesia. Lex Crimen, 2(2).
Kartika, Yuni, & Najemi, Andi. (2020). Kebijakan hukum perbuatan pelecehan seksual
(catcalling) dalam perspektif hukum pidana. PAMPAS: Journal of Criminal Law,
1(2), 121.
Pratiwi, Desrian Rizka. (2019). Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Anak
Berdasarkan Konsep Keadilan Al-Mawardi (Analisis Putusan Nomor: 88/Pid.
Sus/2012/PN. Kbm). IAIN Purwokerto.
Raihan, Alief, Setiyono, Hatarto Pakpahan, & Pakpahan, Hatarto. (2022). Tindak
Pidana Pembunuhan Berencana yang Memiliki Indikasi Schizophrenia. Bhirawa
Law Journal, 3(1), 4250.
Sari, Mieke Yustia Ayu Ratna, Amalia, Mia, Ridwan, Muannif, Jumaah, Siti Hidayatul,
Septiani, Rina, Idris, Miftah, Sari, Dian Cita, Ayu, Riana Kesuma, & Wahid, Soleh
Hasan. (2021). Metodologi Penelitian Hukum.
Sepang, Giant K. Y. (2015). Pembuktian Suatu Tindak Pidana Berdasarkan Barang
Bukti Menurut Pasal 183 KUHAP. Lex Crimen, 4(8).
Wiratama, Gilang Herdila, Priyambodo, Mas Agus, & Wijayanthi, Fatimah Ratna.
(2023). Telaah Pasal 338-340 Kuhp Tentang Pembunuhan Berencana (Analisis
Pembunuhan Berencana Mahasiswa Universitas Surabaya Yang Di Masukkan
Koper Lalu Dibuang oleh Guru Les Musik). Jurnal Multidisiplin Dehasen
Pertanggungjawaban Pidana Pelaku yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa pada
Perkara Pembunuhan di Kabupaten Kebumen
Syntax Idea, Vol. 6, No. 10, Oktober 2024 6233
(MUDE), 2(3), 661672.
Wulandari, Lugita, Budiyono, Budiyono, & Sawitri, Handri Wirastuti. (2020).
Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pembunuhan Yang Memiliki Riwayat Gangguan Jiwa (Studi Kasus
Putusan Nomor 174/Pid. B/2018/Pn. Kbm) omor 174/Pid. B/2018/PN. Kbm.
Soedirman Law Review, 2(2).
Copyright holder:
Rendradi Suprihandoko, Muhammad Arif Nurahman (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: