Sejarah Otonomi Khusus Papua Sebuah Upaya Menyelesaikan Konflik
Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024 6077
Akar masalah pertama adalah debat sejarah integrasi, status politik dan identitas politik
Papua karena perbedaan cara pandang yang diametral antara kaum nasionalis Indonesia dan
nasionalis Papua. Persetujuan New York 1962 yang di dalamnya berisi keharusan rakyat
Papua melaksanakan Pepera, suatu keputusan yang dengan berat hati Sukarno harus
menerimanya. Itulah sebabnya tiga hari pasca-penyerahan Papua dari UNTEA, Sukarno
merespons dengan berpidato di Jayapura dan dengan tegas mengatakan bahwa sejak
Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, sejarah integrasi, status politik dan
identitas politik Papua telah selesai. Alasannya bukan semata fakta sejarah mendukung klaim
tersebut, tapi tentu karena Papua adalah juga wilayah jajahan Hindia Belanda (Penders, 2021).
Dengan kata lain, masalah utama konflik Papua dilandasi pemikiran kaum nasionalis
Indonesia terhadap konstruksi pemaknaan Papua sebagai wacana kolonial yang melegitimasi
kehadiran Indonesia. Sayang pada saat bersamaan kaum nasionalis Indonesia cenderung
memandang rendah orang Papua. Hasil penelitian LIPI (2004) memperkuat premis bahwa
masalah utama Papua karena perbedaan mendasar konstruksi nasionalisme Indonesia vs
nasionalisme Papua. (Kivimäki & Thorning, 2002) Para nasionalis Indonesia juga
berpendapat bahwa status politik Papua telah selesai karena perwakilan-perwakilan orang
Papua telah memilih bergabung dengan Indonesia dalam Pepera 1969 sebagaimana ditentukan
dalam Persetujuan New York 1962. Bagi kelompok ini, gagasan separatisme adalah tindakan
yang bertentangan dengan hukum karena keutuhan negara merupakan hal yang sakral
(Kivimäki & Thorning, 2002).
Kaum nasionalis Indonesia bisa saja mengklaim bahwa sejarah integrasi, status politik
dan identitas politik Papua telah final. Tapi tentu tidak demikian dengan kaum nasionalis
Papua, kelompok elite perlawanan yang menurut (McGibbon, 2006) kelahirannya dipicu
janji-janji kosong kemerdekaan oleh Belanda. Tapi karena posisi tawar lemah, Belanda
cenderung enggan melanjutkan pembicaraan bertema kemerdekaan. Walaupun usahanya
mendeklarasikan kemerdekaan gagal, tapi semangatnya tetap dipelihara oleh para nasionalis
Papua kontemporer sebagai modal utama melanjutkan perjuangan mewujudkan cita-cita
kemerdekaan. Kelompok inilah yang selama ini dikenal gigih melakukan berbagai manuver
untuk membangun perlawanan. Antara lain wacana kepapuaan berdasar perbedaan ras, yaitu
orang Papua ras Melanesia, dan orang-orang Indonesia lainnya ras Polinesia. (McGibbon,
2006) Klaim rasial ini diperkuat dengan perbedaan identitas politik dan identitas nasional
berdasar cara pandang atau interpretasi terhadap hukum internasional dan sejarah Papua.
Contohnya Persetujuan New York 1962 yang dalam prosesnya tidak melibatkan orang asli
Papua sama sekali, sehingga mereka merasa ditinggalkan. Hal yang sama terulang pada
penentuan status politik Papua melalui mekanisme Pepera tahun 1969. Kaum nasionalis
Papua menganggap orang asli Papua tidak diberi tempat, karena dari 1.026 orang
perwakilannya di DMP, seluruhnya ditentukan pihak militer Indonesia. Secara keseluruhan,
baik prosedur penentuan perwakilan DMP maupun proses pelaksanaan Pepera dianggap tidak
fair, dan menghilangkan kesempatan orang asli Papua untuk menentukan nasibnya sendiri.
Dengan kata lain, orang asli Papua merasa tidak dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan penting menyangkut masa depannya. Akibatnya, tidak sedikit orang asli Papua
memendam kekecewaan tentang proses integrasi Tanah Air mereka (McGibbon, 2006).
Penelitian terdahulu terkait dengan Otonomi Khusus Papua ataupun problem Papua
yakni (Webb-Gannon, 2014). Dalam jurnalnya berjudul “Merdeka in West Papua : peace,
justice and political independence”. Dituliskan bahwa…pemimpin demonstrasi terus menerus
meneriakkan, "Papua!" melalui sebuah megafon yang menggema; kerumunan massa - yang
dicat dengan warna merah, putih dan biru bendera nasionalis Bintang Kejora, mengenakan
bulu dan perhiasan tradisional atau batik yang terinspirasi dari desain Papua Barat -