How to cite:
Roy Hardi Siahaan (2024) Implementasi SSL VPN (Secure Socket Layer Virtual Private Network)
Pada Badan Bank Tanah, (06) 09,
E-ISSN:
2684-883X
DINAMIKA RELASI KUASA ANTARA KELUARGA DENGAN
PECANDU/PENYALAHGUNA YANG MENJALANI REHABILITASI DI BALAI
BESAR REHABILITASI BNN
Roy Hardi Siahaan
Universitas Indonesia, Indonesia
Abstrak
Penggunaan Narkoba telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama
dengan prevalensinya yang tersebar luas di semua kategori Masyarakat. Penyalahgunaan
Narkoba tidak hanya berdampak negatif pada individu yang menggunakannya, tetapi juga
bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
membantu individu yang terjerat Narkoba untuk kembali ke kehidupan yang sehat dan
produktif adalah melalui rehabilitasi Salah satu faktor penting yang berperan dalam
keberhasilan rehabilitasi adalah dukungan keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
bagaimana dinamika relasi kuasa antara pecandu/penyalahguna yang menjalani proses
rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Penelitian kualitatif dengan partisipan 6 orang
klien usia 21-36 tahun yang sedang menjalani program rehabilitasi rawat inap di Balai
Rehabilitasi BNN. Partisipan ditentukan dengan metode purposive sampling. Instrumen
penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data berupa wawancara mendalam, catatan
lapangan, dan studi pustaka. Pemaknaan perasaan klien sangat beragam, misalnya: tidak
percaya, tidak terima, menyatakan kecewa, merasa malu, merasa marah, merasa menyesal,
merasa sedih mendalam, bahkan merasa putus asa terhadap penyalahgunaan Narkoba dan
proses rehabilitasi yang harus dijalaninya. Stigma yang dirasakan oleh klien berasal dari diri
sendiri, keluarga, dan diskriminasi. Ambivalensi juga dirasakan baik secara obyektif,
subyektif, implisit-eksplisit, dan implisit. Beberapa mekanisme koping yang digunakan klien
untuk mengatasi permasalahannya adalah berserah diri, berdoa, berbagi, menjaga kebersihan
diri, mencari kegiatan dalam program rehabilitasi. Dukungan yang diterima klien selama
menjalani rehabilitasi meliputi dukungan moral, dukungan finansial, dan dukungan sosial,
yang berkorelasi dengan motivasi dan keberhasilan klien dalam menjalani rehabilitasi, serta
harapan klien terhadap keluarga besar. Klien yang menjalani rehabilitasi mengalami proses
berduka yang mendalam, dan berulang kali melalui beberapa tahapan yang terdiri dari
penolakan, tawar-menawar, dan penerimaan, peningkatan spiritual, dan penerimaan
kenyataan. Klien juga mengalami berbagai stigma, dan ambivalensi. Peningkatan komunikasi,
kepercayaan, penerimaan dan memperbaiki hubungan keluarga harus dilakukan untuk
mendukung klien dalam proses rehabilitasi yang berkelanjutan.
Kata Kunci: Ambivalensi, Badan Narkotika Nasional, Dukungan Keluarga, Narkoba, Relasi
Kuasa
Abstract
Drug abuse has become a major public health problem with its widespread prevalence in all
categories of the society. Drug abuse not only has a negative impact on the individual who
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 09, September 2024
Dinamika Relasi Kuasa Antara Keluarga dengan Pecandu/Penyalahguna yang Menjalani
Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024 6071
uses it, but also on the family and the surrounding environment. One of the efforts that can be
made to help the individuals who are addicted to drugs to return to a healthy and productive
life is through rehabilitation. One of the important factors that play a role in the success of
rehabilitation is family support. This research aims to see the dynamics of power relations
between addicts/abusers who are undergoing the rehabilitation process at the Rehabilitation
Centre of National Narcotics Board (BNN). Qualitative research with participants of 6 clients
aged 21-36 years who are undergoing an inpatient rehabilitation program at the BNN
Rehabilitation Centre. Participants were determined using a purposive sampling method. The
research instruments used in data collection consisted of in-depth interviews, field notes, and
literature studies.Client’s interpretation was very diverse, for example: not believing, not
accepting, expressing disappointment, feeling embarrassed, feeling angry, feeling regretful,
feeling deep sadness, and even feeling hopeless about their drug abuse and the rehabilitation
process that must be undergone. The stigma felt by the client comes from themselves, family,
and discrimination. Ambivalence is also felt objectively, subjectively, implicitly-explicitly, and
implicitly. Some of the coping mechanisms used by clients to overcome their problems are
surrender, praying, sharing, keeping their personal clean, looking for activities in the
rehabilitation program. The support that clients receive while undergoing rehabilitation
includes moral support, financial support, and social support, which is correlated with the
client's motivation and success in undergoing rehabilitation, as well as the client's hopes of
the extended family. Clients who are in rehabilitation experience a deep grieving process, and
repeatedly go through several stages consisting of rejection, bargaining, and acceptance,
spiritual improvement, and accepting reality. Clients also experience different stigma, and
ambivalence. Improvement of communication, trust, acceptance and family relationship care
must be carried out to support clients in a sustainable rehabilitation process.
Keywords: Ambivalence, Drugs, Family Support, National Narcotics Board, Power Relations
PENDAHULUAN
Penggunaan Narkoba telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama dengan prevalensinya yang tersebar luas di semua kategori masyarakat (Tarekegn et
al., 2022). Berdasarkan World Drug Report (WDR) 2024 yang dikeluarkan oleh United
Nation on Drugs and Crime (UNODC), selama satu dekade terakhir terjadi peningkatan
penyalahguna Narkoba sebanyak 20%. Hal ini berarti bahwa hampir 292 juta atau sekitar 1
dari 18 orang menggunakan zat pada tahun 2022 (United Nations, 2024). Sementara survei
penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun
2023 menyatakan bahwa angka prevalensi penyalahgunaan Narkoba setahun pakai pada tahun
2023 adalah sebesar 1,73%. Menurut survei tersebut, dari 10.000 penduduk Indonesia yang
berusia 15-64 tahun, terdapat 173 orang yang memakai Narkoba dalam satu tahun terakhir
(Badan Narkotika Nasional, 2024).
Penyalahgunaan Narkoba merujuk pada perilaku maladaptif akibat penggunaan zat yang
menyebabkan gangguan atau tekanan yang signifikan pada individunya (Chan et al., 2019).
Penyalahgunaan Narkoba tidak hanya berdampak negatif pada individu yang
menggunakannya, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Salah satu dampaknya
adalah muncul kondisi klinis yang serius dan berpotensi menimbulkan berbagai macam
dampak kesehatan yang besar dan gangguan emosional pada individu yang menggunakan
Narkoba (Tarekegn et al., 2022; Wang et al., 2024). Pencegahan dan pengendalian terhadap
penyalahgunaan Narkoba perlu untuk ditingkatkan agar permasalahannya tidak semakin
meluas sehingga merugikan masa depan bangsa karena menurunnya kualitas sumber daya
Roy Hardi Siahaan
6072 Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024
khususnya generasi muda (Aftiansyah, 2023). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
membantu individu yang terjerat narkoba untuk kembali ke kehidupan yang sehat dan
produktif adalah melalui rehabilitasi.
Rehabilitasi Narkoba adalah proses yang kompleks dan memerlukan pendekatan
multidimensional untuk mencapai keberhasilan yang optimal. Rehabilitasi medis menurut
Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009 adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Salah satu faktor penting
yang berperan dalam keberhasilan rehabilitasi adalah dukungan keluarga. Keluarga tetap
menjadi sumber utama keterikatan, pengasuhan, dan sosialisasi bagi manusia dalam
masyarakat kita saat ini. Oleh karena itu, dampak kecanduan Narkoba terhadap keluarga dan
setiap anggota keluarga patut mendapat perhatian (Ulaş & Ekşi, 2019). Keluarga memiliki
peranan yang penting dalam proses menjalani rehabilitasi. Dukungan keluarga dapat berupa
dukungan emosional, finansial, sosial, dan moral, yang semuanya berkontribusi pada motivasi
individu untuk terus berjuang melawan kecanduan dan mencegah kekambuhan. (Latief et al.,
2021) melakukan penelitan di Klinik Pratama BNN Kabupaten Kuningan dengan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan
keberhasilan rehabilitasi penyalahgunaan Narkoba. Dukungan keluarga saat rehabilitasi
dinilai 15,867 kali lebih berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan rehabilitasi penyalahguna
Narkoba dibandingkan dengan keluarga yang tidak mendukung.
(Sukamto et al., 2019) melakukan penelitian mengenai efek dukungan keluarga terhadap
motivasi pasien dalam mengikuti program rehabilitasi narkoba. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa dukungan keluarga memiliki dampak positif terhadap motivasi pasien
dalam mengikuti program rehabilitasi di Samarinda. Mereka menyarankan agar keluarga
mempertahankan dan meningkatkan dukungan mereka, sementara pasien disarankan untuk
mempertahankan keinginan untuk dibantu dan meningkatkan pengenalan masalah serta
kesiapan untuk pengobatan. Dukungan keluarga seyognyanya masuk dalam kebijakan atau
regulasi rehabilitasi. (Diala, 2017) dalam penelitiannya membandingkan kebijakan
rehabilitasi penyalahguna Narkoba di Indonesia dengan negara lain seperti Vietnam,
Australia, dan Portugal. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa regulasi yang didasarkan
bukti di ruang publik akan jauh lebih komprehensif terhadap hasil yang diinginkan, terutama
pada keberhasilan rehabilitasi penyalahguna Narkoba.
Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai penggerak utama di bidang Pencegahan,
Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) memiliki 6 unit
pelaksana teknis (UPT) yang bergerak di bidang rehabilitasi. Ke-6 UPT Rehabilitasi tersebut
tersebar di berbagai wilayah antara lain: Balai Besar Rehabilitasi BNN di Lido Bogor, Balai
Rehabilitasi di Tanah Merah Samarinda, Balai Rehabilitasi di Baddoka Sulawesi Selatan,
Loka Rehabilitasi di Deli Serdang Sumatera Utara, Loka Rehabilitasi di Batam
Kepualauan Riau, dan Loka Rehabilitasi di Kalianda Lampung. Penelitian ini secara khusus
akan dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN, sebagai pusat rujukan rehabilitasi Nasional
sekaligus yang terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat bagaimana fenomena terhadap relasi kuasa antara pecandu/penyalahguna yang
menjalani proses rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Relasi kuasa yang terjalin
melalui dukungan keluarga, diyakini dapat meningkatkan rasa percaya diri, memberikan rasa
aman, dan mendorong individu untuk tetap berkomitmen pada proses pemulihan. Selain itu,
keterlibatan keluarga dalam program rehabilitasi juga dapat membantu mengidentifikasi dan
mengatasi faktor-faktor pemicu yang mungkin menyebabkan kekambuhan.
METODE PENELITIAN
Dinamika Relasi Kuasa Antara Keluarga dengan Pecandu/Penyalahguna yang Menjalani
Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024 6073
Penelitian ini bersifat kualitatif untuk mengeksplorasi kedalaman dan kompleksitas
pengalaman klien mendapatkan dukungan keluarga dalam menjalani perawatan di Balai Besar
Rehabilitasi BNN. Pengalaman merupakan sesuatu yang bersifat individual karena sifat
manusia adalah hal yang unik, sehingga pengalaman klien dalam mendapatkan dukungan
keluarga mungkin berbeda antara satu klien dengan klien yang lain. Penelitian kualitatif ini
menggunakan metode yang dijelaskan seperti oleh Spiegelberg, yaitu melalui tiga proses
identifikasi: (1) mengurung, (2) mengkaji peristiwa, dan (3) mengkaji esensi peristiwa. Fase
mengurung (bracketing) terjadi pada saat proses penelitian yang bertujuan untuk membantu
peneliti memahami peristiwa yang ada. Spiegelberg juga mengidentifikasi tiga hal lainnya
yaitu intuisi (merenungkan), menganalisis, dan mendeskripsikan (Wiarsih et al., 2017).
Partisipan dalam penelitian ini adalah klien pada program rehabilitasi lanjutan di Balai
Besar Rehabilitasi BNN. Menurut Gay, Mills, dan Airasian (2009) partisipan pada penelitian
deskriptif adalah minimal 10% dari jumlah populasi. Pada tanggal 27 Agustus 2024, klien
yang terdata dalam program rehabilitasi lanjutan sebanyak 33 orang. Partisipan klien dalam
penelitian ini berjumlah 6 orang, sementara partisipan konselor berjumlah 5 orang yang
dipilih dengan metode purposive sampling.
Peneliti akan berperan sebagai alat utama untuk mengumpulkan data secara kualitatif,
karena peneliti menggali permasalahan secara mendalam guna memperoleh informasi yang
komprehensif (Wiarsih et al., 2017). Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
terdiri dari wawancara, catatan lapangan, dan studi literatur. Data sosiodemografi yang
dikumpulkan meliputi usia, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, dan asal. Pedoman wawancara
disusun berdasarkan tujuan penelitian, yang juga diterjemahkan ke dalam sejumlah
pertanyaan untuk menggali pengalaman klien. Pedoman wawancara digunakan untuk
melakukan wawancara mendalam terhadap partisipan penelitain. Catatan lapangan digunakan
untuk mencatat tanggapan non-verbal selama wawancara. Catatan lapangan dikumpulkan
berdasarkan observasi yang dilakukan selama wawancara yang melibatkan peneliti dan
partisipan, termasuk deskripsi tanggapan yang diberikan oleh partisipan pada fase pra-
interaksi, interaksi, dan terminasi. Pertanyaan wawancara menggunakan pedoman wawancara
terstruktur berdasarkan tinjauan literatur.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam. Pada tahap orientasi,
peneliti mencoba menanyakan kondisi kesehatan secara umum untuk mengetahui kesiapan
mereka mengikuti wawancara. Peneliti menciptakan suasana nyaman dan menjaga privasi
partisipan dengan melakukan wawancara di ruangan tertutup. Peneliti menyiapkan alat
perekam untuk merekam percakapan saat wawancara dan alat tulis untuk merekam bahasa
non-verbal.
Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang termasuk pertanyaan terbuka untuk
menguraikan pertanyaan inti. Panduan wawancara berisi pertanyaan-pertanyaan khusus
berdasarkan tujuan penelitian. Proses wawancara dalam penelitian dihentikan apabila sudah
diperoleh informasi yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Peneliti menulis catatan
lapangan yang berisi rincian penting terkait dengan tujuan penelitian untuk melengkapi
wawancara sehingga mereka tidak melupakan unsur-unsur bermanfaat dari data alami yang
diperoleh selama wawancara. Catatan lapangan mendokumentasikan suasana, ekspresi wajah,
Roy Hardi Siahaan
6074 Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024
perilaku, dan tanggapan non-verbal selama wawancara. Catatan lapangan disusun untuk
menggambarkan tanggapan partisipan penelitian. Catatan lapangan ditulis pada saat
wawancara dan digabungkan dengan transkripnya. Wawancara diakhiri setelah semua
pertanyaan dijawab oleh partisipan penelitian. Peneliti menutup wawancara dengan
mengucapkan terima kasih kepada atas partisipasi dan kerjasamanya selama wawancara
berlangsung.
Karakteristik partisipan penelitian dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Setelah
mengumpulkan data, rekaman partisipan ditranskrip dan peneliti menganalisis transkrip
tersebut dengan membaca dan mengidentifikasi kata kunci yang terkait dengan penelitian ini.
Prosedur analisis tematik digunakan untuk mengidentifikasi pengalaman dan makna
pandangan dalam transkrip masing-masing peserta. Dalam pendekatan fenomenologi, makna
pengalaman hidup partisipan menjadi poin tematik utama dalam temuan (Wiarsih et al.,
2017).
Proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah
yang dijelaskan oleh Colaizzi (1978) (dalam (Wiarsih et al., 2017) sebagai berikut: (1)
Mendeskripsikan pengalaman hidup partisipan dengan menyusun survei literatur mengenai
teori dan penelitian terkait dukungan keluarga yang memiliki anak pengguna narkoba. (2)
Menyusun ikhtisar tentang pengalaman hidup pengguna narkoba berdasarkan wawancara
mendalam dengan partisipan dan catatan lapangan. (3) Membaca transkrip wawancara untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh tentang pengalaman hidup klien. (4) Membaca transkrip
untuk memilih pernyataan signifikan yang bermakna bagi tujuan penelitian kami. (5)
Mengartikulasikan makna dari setiap pernyataan penting dengan memilih kata kunci, sebelum
mengkategorikan pernyataan yang dibuat oleh partisipan. (6) Mengelompokkan pernyataan-
pernyataan tersebut ke dalam kelompok-kelompok bertema dalam sebuah tabel, yang
mencakup perincian kategori-kategori menjadi sub-tema dan tema. (7) Menulis deskripsi yang
mendalam. (8) Memvalidasi temuan berdasarkan masukan dari partisipan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Partisipan dalam penelitian ini adalah 6 orang klien (K1, K2, K3, K4, K5, K6, K7) yang
sedang menjalani program rehabilitasi lanjutan dengan metode rawat inap di Balai Besar
Rehabilitasi BNN dan 5 orang konselor (KS1, KS2, KS3, KS4, KS5) yang menangani ke-6
klien tersebut. Usia partisipan berkisar antara 21 51 tahun, 8 orang berjenis kelamin Laki-
laki, 3 orang berjenis kelamin Perempuan. Tingkat pendidikan mulai dari Sekolah Menengah
Pertama hingga Pasca Sarjana. Partisipan berasal dari beberapa daerah yaitu: DKI Jakarta,
Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
Analisis data menghasilkan tujuh tema yaitu: 1) pemaknaan perasaan klien; 2) stigma
yang dirasakan klien; 3) ambivalensi yang dialami klien; 4) cara klien mengatasi masalah; 5)
dukungan yang diberikan oleh keluarga; 6) kaitan antara dukungan keluarga dan motivasi
menjalani rehabilitasi; dan 7) harapan klien terhadap keluarga. Sementara hasil penelitian
menunjukkan hal yang serupa seperti dalam penelitian yang dilakukan (Wiarsih et al., 2017)
yakni klien yang berada dalam rehabilitasi mengalami proses berduka yang mendalam,
berkepanjangan, dan berulang-ulang melalui beberapa tahapan yang terdiri dari penolakan,
tawar-menawar, penderitaan, dan penerimaan. Klien merasakan stigma yang berasal dari diri
sendiri, keluarga, dan diskriminasi. Ambivalensi yang dialami berupa obyektif, subyektif,
Dinamika Relasi Kuasa Antara Keluarga dengan Pecandu/Penyalahguna yang Menjalani
Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024 6075
implisit-eksplisit, dan implisit. Upaya yang dilakukan klien untuk mengatasi masalah ini
adalah dengan melakukan koping adaptif seperti olahraga, berbagi cerita, menjaga kebersihan
dan kerapihan, ibadah, serta pasrah. Dukungan yang diterima klien meliputi moral, finansial,
dan sosial. Dukungan yang diterima klien berpengaruh terhadap bertambahnya semangat,
keinginan untuk memperbaiki diri, dan menambah fokus klien dalam menjalani rehabilitasi.
Harapan klien terhadap keluarga adalah selalu memberikan dukungan, memperbaiki
komunikasi, mendapatkan kepercayaan, mendapatkan penerimaan, dan memperbaiki
hubungan.
Klien-klien dalam penelitian ini memiliki beragam pengalaman terkait keterlibatan dan
dukungan keluarga dalam proses dan program rehabilitasinya. Pemaknaan perasaan yang
dialami seperti: penolakan dan kemarahan, tawar-menawar, penderitaan, penyesalan, dan
penerimaan. Hal tersebut serupa dengan pandangan Kubler-Ross (1969) dalam (Wiarsih et al.,
2017) bahwa terdapat 5 konsep dalam kedukaan yaitu: penyangkalan, kemarahan, tawar-
menawar, depresi, dan penerimaan. Dalam penelitian ini, pengalaman klien terkait dukungan
keluarga kemudian disandingkan dengan pandangan dari konselor yang menangani klien
tersebut, seperti yang termuat dalam tabel identifikasi di bawah ini.
Pada klien K1, peran keluarga sangat besar dalam penyalahgunaan Narkobanya. Klien
K1 merasakan seperti dengan dinyatakan oleh (Rachman et al., 2020; Taheri et al., 2016)
bahwa rasa sedih dan kekecewaannya yang dipendam klien K1 kepada keluarga menjadi
pemicu penyalahgunaan Narkobanya. Menurut klien K1, menggunakan Narkoba merupakan
bentuk pelampiasan atas kesedihan dan kekecewaannya terhadap keluarga. Melalui kondisi
klien K1, kita melihat bahwa relasi kuasa dalam hubungan keluarga yang dimilikinya masuk
dalam rangkaian pertama seperti yang dimaksud oleh (Tew & Nixon, 2010) di mana keluarga
merupakan jalur utama untuk saling mendukung sumber daya yang lebih luas. Dukungan
sumber daya yang lebih luas terlihat ketika keluarga menyarankan klien untuk kembali
menjalani rehabilitasi. Hal tersebut dilakukan karena keluarga melihat bahwa penyalahgunaan
Narkoba klien semakin tidak terbendung.
Dalam penelitian ini, partisipan klien menyatakan bahwa mereka merasakan adanya
stigma yang berasal dari diri sendiri, keluarga, maupun diskriminasi. Gofman (1963) (dalam
Subu et al., (2021) mengidentifikasi unsur-unsur utama stigma seperti pelabelan, stereotip,
isolasi sosial, prasangka, penolakan, ketidaktahuan, kehilangan status, harga diri rendah,
efikasi diri rendah, marginalisasi, dan diskriminasi. Stigma yang dirasakan terhadap diri
sendiri adalah merasakan putus asa, tidak memiliki motivasi, tergesa-gesa dalam mengambil
Keputusan, temperamen/tidak sabar, emosional, egois, memaksakan keinginan, dan tidak
berguna. Stigma yang diberikan oleh keluarga kepada klien adalah tidak bisa dipercaya, tidak
bertanggungjawab, kurang perhatian. Selain itu, partisipan klien juga merasakan adanya
diskriminasi seperti contohnya dijauhi oleh keluarga dan tidak diajak oleh keluarga untuk
berkomunikasi.
Ketika menjalani rehabilitasi, partisipan klien juga merasakan ambivalensi. Beberapa
partisipan konselor juga memberikan pernyataan terkait ambivalensi yang dialami oleh
partisipan klien. (Zoppolat et al., 2024) menyatakan ada 4 tipe ambivalensi, yaitu: 1)
ambivalensi obyektif: tercermin ketika seseorang secara eksplisit memiliki penilaian positif
dan negatif pada saat yang bersamaaan; 2) ambivalensi subyektif: (kadang-kadang disebut
ambivalensi yang dirasakan), mencerminkan pengalaman konflik secara langsung dan diukur
dengan meminta orang untuk secara eksplisit melaporkan seberapa campur aduk dan
bertentangan perasaan mereka terhadap objek sikap tertentu; 3) ambivalensi implisit-eksplisit:
mengacu pada ketidaksesuaian antara laporan diri seseorang dan evaluasi implisit mereka dan
dapat terjadi bahkan tanpa adanya ambivalensi eksplisit; 4) ambivalensi implisit: mirip
Roy Hardi Siahaan
6076 Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024
dengan ambivalensi objektif, mengacu pada struktur sikap, tetapi terjadi pada tingkat implisit
ketika orang memiliki evaluasi otomatis positif dan negatif yang kuat.
Ambivalensi objektif dapat terlihat melalui pernyatan dari KS5 tentang perkembangan
klien K6, di mana klien K6 terkadang merasa down karena keluarganya sulit untuk
mengunjungi, namun di lain sisi dukungan yang diberikan kepada keluarga juga terlihat
dengan selalu memberikan semangat melalui telepon dan berusaha memenuhi semua
kebutuhan klien K6 ketika direhabilitasi. Ambivalensi subjektif terlihat dalam pernyataan
klien K4 yang merasa kecewa dan marah terhadap dirinya sendiri karena penyalahgunaan
Narkobanya. Ambivalensi implisit-eksplisit dialami oleh klien K6 yang merasa capek
menjalani kehidupannya sebagai pecandu, keluarga sudah mengetahui penyalahgunaannya
dan ingin klien agar menjalani rehabilitasi. Setelah menjalani rehabilitasi, klien K6 merasa
dirinya lebih baik dan lebih enak/nyaman pada diri sendiri. Sementara menurut pernyatan dari
KS1 dan KS4, ambivalensi implisit dialami oleh klien K3, dan K5 (dapat di lihat pada tabel di
atas).
Cara-cara partisipan klien dalam menghadapi masalah ketika menjalani rehabilitasi juga
beragam, yaitu: berolahraga, berbagi cerita dengan konselor/klien lainnya, menjaga
kebersihan dan kerapihan diri, beribah, dan bahkan berpasrah. Partisipan klien dalam
penelitian ini mendapatkan dukungan yang memadai dari keluarga selama mereka menjalani
rehabilitasi. Sepertinya penelitian yang dilakukan oleh (Latief et al., 2021) dan (Marissa &
Desreza, 2023) , penelitian ini juga menemukan bahwa dukungan moral, finansial, dan sosial
sangat berpengaruh terhadap motivasi klien menjalani rehabilitasi. Dukungan tersebut
diberikan melalui hal-hal yang dapat terlihat (tangible) seperti berkunjung, mengirimkan
makanan ringan, atau membelikan keperluan pribadi lainnya, maupun tidak terlihat
(intangible), seperti: serta selalu memberikan semangat dan menyediakan waktu secara
berkala untuk berkomunikasi dengan klien. Dukungan keluarga yang sangat memadai
kemudian berdampak kepada klien dalam menjalani rehabilitasi. Hal tersebut terlihat dari
tingginya motivasi dan semangat klien untuk menjalankan program rehabilitasi karena dapat
membantunya untuk fokus memperbaiki diri. Dan memangkas perilaku-perilaku yang kurang
baik saat masih aktif menggunakan Narkoba. Selain itu, klien dan keluarga juga mendapatkan
informasi tentang dampak penyalahgunaan Narkoba dan cara mempertahankan pemulihan.
Dukungan keluarga yang berdampak positif terhadap motivasi menjalani rehabilitasi juga
dinyatakan oleh (Suseno et al., 2023) serta (Ernawati & Qasim, 2018) dalam penelitian
mereka. Menurut mereka salah satu motivasi utama untuk pulih adalah dukungan keluarga.
Partisipan klien dalam penelitian ini juga memiliki harapan terhadap keluarga sebagai sumber
utama dalam mendukung pemulihannya yaitu: ingin memperbaiki komunikasi dengan
keluarga, ingin mendapatkan kembali kepercayaan keluarga, ingin mendapatkan penerimaan
dari keluarga, dan memperbaiki hubungannya dengan keluarga.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu wawancara mendalam yang hanya
melibatkan klien dan konselor, sehingga memungkinkan munculnya bias. Dibutuhkan adanya
keterlibatan keluarga dalam penelitian di masa yang akan datang. Lama penggunaan dan
pengalaman klien dalam menjalani rehabilitasi terdahulu juga perlu untuk diteliti, guna
melihat sejauh mana dukungan yang pernah diberikan keluarga terhadap klien
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini, dinamika relasi relasi kuasa antara keluarga dan klien yang
menjalani rehabilitasi dapat dilihat dalam 7 tema besar, yaitu: 1) pemaknaan perasaan klien;
2) stigma yang dirasakan klien; 3) ambivalensi yang dialami klien; 4) cara klien mengatasi
masalah; 5) dukungan yang diberikan oleh keluarga; 6) kaitan antara dukungan keluarga dan
Dinamika Relasi Kuasa Antara Keluarga dengan Pecandu/Penyalahguna yang Menjalani
Rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN
Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024 6077
motivasi menjalani rehabilitasi; dan 7) harapan klien terhadap keluarga. Pemaknaan perasaan
yang diungkapkan oleh klien tentang dukungan keluarga sangat beragam yaitu: penolakan
dan kemarahan, tidak percaya, tidak menerima, mengungkapkan kekecewaan, merasa malu,
merasa kaget, merasa marah, merasa menyesal, merasakan kesedihan yang mendalam, bahkan
merasa putus asa terhadap penyalahgunaan Narkobanya. Pandangan negatif dari orang lain,
dalam hal ini keluarga dirasakan oleh partisipan penelitian yang tercermin melalui stigma.
Beberapa mekanisme koping yang digunakan klien dalam mengatasi permasalahannya adalah
berolahraga, berbagi cerita, menjaga kebersihan dan kerapihan, beribadah, berpasrah, dan
mencari aktivitas lainnya. Dukungan yang diterima klien selama menjalani rehabilitasi antara
lain dukungan moral, finansial, dan sosial, yang dikorelasikan dengan motivasi maupun
keberhasilan klien dalam menjalani rehabilitasi, serta harapan klien terhadap keluarganya.
BIBLIOGRAFI
Aftiansyah, F. (2023). The Effect Of Drugs On The Morals Of Elementary School Students.
International Journal of Students Education, 1(3), 240244.
Chan, G. H. Y., Lo, T. W., Tam, C. H. L., & Lee, G. K. W. (2019). Intrinsic motivation and
psychological connectedness to drug abuse and rehabilitation: The perspective of self-
determination. International Journal of Environmental Research and Public Health,
16(11), 1934.
Diala, A. C. (2017). The concept of living customary law: a critique. The Journal of Legal
Pluralism and Unofficial Law, 49(2), 143165.
Ernawati, E., & Qasim, M. (2018). Pengaruh Dukungan Keluarga Dan Dukungan Konselor
Adiksi Terhadap Motivasi Untuk Sembuh Pada Pecandu Narkoba Dibalai Rehabilitasi
Bnn Baddoka Makassar. Journal of Islamic Nursing, 3(1), 4046.
Latief, S., Hendrayani, S., & Lestari, P. (2021). Pemanfaatan Jaringan Kerjasama Antar
Organisasi: Sebuah Pandangan Pemimpin Wanita Sekolah Menengah Atas.
Marissa, R., & Desreza, N. (2023). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat motivasi
untuk sembuh pada penyalahguna NAPZA di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) kelas
iia banda aceh. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 10(4), 17521760.
Rachman, W. O. N. N., Syafar, M., Amiruddin, R., Rahmadania, W. O., & Gerung, J. (2020).
The family roles to prevention of drug abuse in adolescents. Malaysian Journal of
Medicine & Health Sciences, 16.
Subu, M. A., Wati, D. F., Netrida, N., Priscilla, V., Dias, J. M., Abraham, M. S., Slewa-
Younan, S., & Al-Yateem, N. (2021). Types of stigma experienced by patients with
mental illness and mental health nurses in Indonesia: a qualitative content analysis.
International Journal of Mental Health Systems, 15, 112.
Sukamto, E., Rasmun, R., Andi, P., & Sutrisno, S. (2019). The effect of family support
toward motivation in following the drugs rehabilitation program. Journal of Global
Research in Public Health, 4(1), 714.
Suseno, A., Susanti, H., & Panjaitan, R. U. (2023). Peran Dukungan Keluarga, Strategi
Koping, dan Ketahahan Diri sebagai Pendukung Motivasi untuk Pulih pada Narapidana
Rehabilitasi Narkoba: Sistematik Reviu. Health Information: Jurnal Penelitian, 15(3).
Taheri, Z., Amiri, M., Hosseini, M., Mohsenpour, M., & Davidson, P. M. (2016). Factors
affecting tendency for drug abuse in people attending addiction treatment centres: A
quantitative content analysis. Journal of Addiction Research & Therapy, 7(2), 14.
Tarekegn, G. E., Nenko, G., Tilahun, S. Y., Kassew, T., Demilew, D., Oumer, M., Alemu, K.,
Roy Hardi Siahaan
6078 Syntax Idea, Vol. 6, No. 09, September 2024
Yesuf, Y. M., Getnet, B., & Melkam, M. (2022). Quality of life and associated factors
among the youth with substance use in Northwest Ethiopia: Using structural equation
modeling. Plos One, 17(9), e0274768.
Tew, J., & Nixon, J. (2010). Parent abuse: Opening up a discussion of a complex instance of
family power relations. Social Policy and Society, 9(4), 579589.
Ulaş, E., & Ekşi, H. (2019). Inclusion of family therapy in rehabilitation program of substance
abuse and its efficacious implementation. The Family Journal, 27(4), 443451.
Wang, M., Chen, Y., Xu, Y., Zhang, X., Sun, T., Li, H., Yuan, C., Li, J., Ding, Z.-H., & Ma,
Z. (2024). A randomized controlled trial evaluating the effect of Tai Chi on the drug
craving in women. International Journal of Mental Health and Addiction, 22(3), 1103
1115.
Wiarsih, W., Asih, I. D., & Susanto, T. (2017). A phenomenological study of families with
drug-using children living in the society. International Journal of Pediatrics and
Adolescent Medicine, 4(3), 100107.
Zoppolat, G., Righetti, F., Faure, R., & Schneider, I. K. (2024). A systematic study of
ambivalence and well-being in romantic relationships. Social Psychological and
Personality Science, 15(3), 329339.
Copyright holder:
Roy Hardi Siahaan (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: