How to cite:
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal (2024)
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong (06) 08,
E-ISSN:
2684-883X
PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS OLEH PEMERINTAH KOTA
SORONG
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
Universitas Muhammadiyah Sorong, Indonesia
Abstrak
Reseach ini dilakukan dengan motif agar dapat memperkaya khasanah ilmu terkait dengan
penegakan hukum dalam memberikan kebutuhan bagi para penyandang kekurangan yang
dalam hal ini individu yang spesial khususnya di wilayah perkotaan Sorong, dengan adanya
tantangan bahkan hambatan bagi pemerintah Kota Sorong melalui usaha untuk memberikan
fasilitas terbaik bagi para penyandang cacat atau individu yang spesial di perkotaan Sorong.
Research ini dilaksanakan di kantor Dinas Sosial Kota Sorong dengan cara mewawancarai
Kepala Sub Bidang Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas, Dinas Sosial Kota Sorong,
dan mendokumentasikan wawancara tersebut. Selain wawancara, juga dilakukan studi
kepustakaan. Proses olah data dengan menganalisisnya menggunakan cara kualitatif.
Kemudian kebaruan yang didapatkan di lapangan yaitu Belum ada peraturan daerah tersebut
yang khusus menjelaskan terkait dnegan individu penyandang cacat atau individu spesial di
Kota Sorong. untuk memberikan kebutuhan bagi para penyandang cacat di realisasikan oleh
pemerintah meliputi pendataan kependudukan, pelayanan kesehatan, pendidikan khusus,
pemberdayaan dalam pekerjaan, dan penyediaan fasilitas aksesibilitas. Namun pemenuhan
hak tersebut belum maksimal karena tantangan seperti kurangnya kesadaran masyarakat dan
aparat pemerintah, kebijakan daerah yang tidak memadai, dan keterbatasan koordinasi, serta
karena hambatan seperti anggaran yang tidak mencukupi dan keterbatasan tenaga kerja.
Pemerintah Kota Sorong sebaiknya menyusun dan mengesahkan peraturan daerah khusus
yang mengatur kebutuhan-kebutuhan bagi indivisu spesial, berdasarkan dengan aturan pada
Undang-undang tetapnya Nomor 8 di tahun 2016, isinya membahas terkait dengan
penyandang cacat atau disabilitas sering disebutnya, hal ini digunakan untuk meyakinkan
bahwa adanya perlindungan hukum untuk penyandang cacat yang lebih kuat dan
implementasinya terbaik di dalam praktiknya.
Kata Kunci: Penyandang Disabilitas; Pemerintah; Pemenuhan Hak..
Abstract
This research was conducted with the motive of enriching the knowledge related to law
enforcement in providing needs for people with disabilities, in this case special individuals,
especially in the urban area of Sorong, with the challenges and even obstacles for the Sorong
City government through efforts to provide the best facilities for people with disabilities or
special individuals in urban Sorong. This research was conducted at the Sorong City Social
Service office by interviewing the Head of the Sub-Division of Social Rehabilitation for
People with Disabilities, Sorong City Social Service, and documenting the interview. In
addition to interviews, a literature study was also conducted. The data processing process
was analyzed using qualitative methods. Then the novelty obtained in the field was that there
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3781
was no regional regulation that specifically explained about individuals with disabilities or
special individuals in Sorong City. to provide needs for people with disabilities realized by
the government including population data collection, health services, special education,
empowerment in employment, and provision of accessibility facilities. However, the
fulfillment of these rights has not been maximized due to challenges such as lack of public and
government awareness, inadequate regional policies, and limited coordination, as well as
obstacles such as insufficient budget and limited workforce. The Sorong City Government
should draft and ratify special regional regulations that regulate the needs of special
individuals, based on the existing regulations in the Permanent Law Number 8 in 2016, the
contents of which discuss matters related to people with disabilities or disabilities as they are
often called, this is used to ensure that there is stronger legal protection for people with
disabilities and its best implementation in practice.
Keywords : People with Disabilities; Government; Fulfillment of Rights
PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki hak yang bermacam-macam, namun terdapat hak yang paling
mendasar dan pasti dimiliki setiap manusia, yaitu hak asasi manusia (HAM). Berdasarkan
Undang-undang Dasar yang ada di Indonesia di tahun 1945 tepatnya pada pembahasan pasal
28A sampai dengan pembahasan pasal 28J sudah menjelaskan banyak terkait dengan adanya
peraturan jelas terkait penghormatan HAM kepada siapapun itu individunya. Agar HAM
terlaksana sebagaimana mestinya dan terhindar dari pelanggaran hak, maka HAM tidak cukup
hanya dengan diakui saja, tetapi juga membutuhkan pelindungan dan penegakan. Salah satu
upaya pelindungan dan penegakan HAM yaitu dengan dibuatnya peraturan hukum yang
mengatur dengan jelas terkait HAM, dalam hal ini kemudian pembahasan ini di negara
Indonesia memberlakukan adanya Undang-undang pada Nomor 39 tepatnya di tahun 1999
yang menjelaskan terkait HAM atau disebut dengan Hak Asasi Manusia.
Pelindungan dan agunan HAM hak tersebut diberikan kepada semua warga, baik yang
sempurna secara fisik dan psikis atau mental ataupun yang mempunyai kekurangan dari segi
fisik atau psikis atau mental, terkhusus bagi warga penyandang cacat, akan lebih diperhatikan
untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Individu yang mempunyai kekurangan alam hal
ini diberikan bagi yang mempunyai kekurangan dari egi fisik, psikis, kognitif atau intelektual
serta kekurangan di kemampuan sensoriknya. tentu saja lebih membutuhkan pelindungan hak,
karena penyandang disabilitas merupakan kumpulan individu yang lunglai. Kumpulan
individu yang kurang bersemangat ni adalah kumpulan individu yang tidak jarang
mendapatkan respon kurang baik di masyarakat dan kebutuhannya atau hak nya masih minim
mendapatkan perhatian dari pemerintah. Seharusnya individu dengan tipe ini dapat
memperoleh hak yang sesuai dengan kebutuhannya, layaknya individu yang lain sebagai
warga negara Indonesia, di luar negeri sudah banyak fasilitas umum yang diperuntukkan
untuk penyandang cacat, maka dari itu seharusnya Indonesia juga menyediakan fasilitas
khusus untuk penyandang cacat tersebut. Tindakan ini diperuntukkan agar individu
penyandang cacat dapat memperoleh perlindungan khusus dari perlakuan yang tidak
menyenangkan di masyarakat dan HAM nya diperoleh sesuai dengan kebutuhannya (Arie,
2022).
Kurang lebih ada 82 persen total penyandang cacat di dunia, ada di berbagai negara
yang tergolong sebagai negara masih berkembang dan masih berada di perekonomian di
Bawah rata-rata, selain itu masih minimnya akses fasilitas umum seperti Kesehatan,
Pendidikan, pelatihan dan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhannya (Arie, 2022). Pada
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
3782 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Agustus 2024
tahun 2023, salah satu organisasi dibawah naungan PBB yaitu World Health Organization
adalah salah satu organisasi yang diakui secara internasional, menaksir kurang lebih jumlah
dari penyandang cacat, yaitu 16 persen perkiraanya dari kisaran total warga diseluruh dunia,
dan jumlah tersebut terus bertambah (Organization, 2018). Pada tahun yang sama pula,
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)
Republik Indonesia, menyatakan ada beberapa total penyandang cacat atau disabilitas yang
ada di Indonesia tercatat sekitar 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5 persen dari total penduduk di
Indonesia (Pambayu et al., 2024). Banyaknya jumlah penyandang disabilitas sebagai
kelompok tergolong rentang dan lunglai di Indonesia, menjadikan perlu adanya peraturan
hukum yang memang dirancang untuk membela dan memberikan perlindungan serta
mempertegas hak-hak penyandang cacat tersebut.
Sejak tanggal 28 Februari 1997, Indonesia telah memberlakukan peraturan hukum yang
khusus mengatur terkait penyandang cacat, yaitu Undang-undang terkait nomor 4 di tahun
1997 tentang penyandang cacat. Akan tetapi Undang-undang di nomor 4 yaitu tahun 1997
terkait penyandang cacat belum bisa memberikan solusi atas permasalahan terkait dengan rasa
menghormati, perlindungan, serta kepastian akan hak penyandandang cacat, permasalahan
tersebut jelas membuat khawatir dan mendapatkan opini dari berbagai pihak dan pendapat
dari adanya Undang-undang di Nomor 4 tepatnya tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang
dipandang bukan karena sperti manusia lainnya, tetapi karena rasa kasihan dan iba atas
kekurangannya tersebut, dan masih tidak adanya kemampuan untuk mewujudkan
implementasi pelindungan dan penegakan untuk meyakinkan hak bagi penyandang disabilitas
berbagai aspek dalam kehidupan manusia, dan adanya rambu-rambu dari larangan dan
pemberian hukuman yang dinilai belum totalitas. Untuk menjamin komitmen akan prinsip-
prinsip dalam Konvensi tentang kebutuhan atau hak dari penyandnag cacat, oleh karena itu
Indonesia membuat khusus undang-undang tentang penyandang cacat tersebut yaitu tepatnya
Undang-undang pada Nomor 8 di tahun 2016 yang membahas terkait penyandang cacat atau
disabilitas (Ndaumanu, 2020).
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
tersebut, sudah seharusnya seluruh penyandang cacat di perkotaan Sorong pun memperoleh
pemberian kebutuhan yang setara dengan orang yang tidak menyandang disabilitas, serta
diberdayakan dengan perlakuan khusus melalui program-program pemerintah, mulai dari
pelatihan atau sosialisasi hingga pemberian fasilitas-fasilitas penunjang. Namun pemberian
kebutuhan kepada para penyandang cacat yang ada di perkotaan Sorong belum terlihat
totalitas secara menyeluruh, permasalahan tersebut banyak bukti yang terlihat, salah satunya
adalah belum adanya fasilitas atau sarana umum yang dikhususkan untuk para penyandang
cacat tersebut, kurangnya tenaga kerja yang melayani penyandang disabilitas, serta adanya
penyandang disabilitas yang sejak kecil hingga dewasa tidak mendapatkan bantuan dari
pemerintah. Maka dari itu dengan adanya kesempatan bagi penulis untuk mengembangkan
untuk mengkaji lebih dalam terkait upaya pemerintah Kota Sorong dalam pemberian
kebutuhan bagi para penyandang cacat dengan tujuan memberikah kebutuhan yang sama baik
bagi penyandang cacat atau yang tidak penyandang cacat khususnya di Kota Sorong.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan model empiris dengan adanya signifikan perbedaan dari
segi yuridis empiris. Maksud dari yuridis empiris disini merupakan pendaktan yang
dilaksnakan dengan model mengumpulkan berbagai jenis informasi-informasi data utama atau
primer yang disini merupakan data utama selain data sekunder, serta diperoleh secara
langsung dari lapangan (Fajar & Achmad, 2017). Berdasarkan Kamus Indonesia, pengertian
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3783
dari data primer itu adalah informasi yang didapatkan dari seorang naras umber subyek
penelitian langsung. Berdasarkan pada jenis penelitian tersebut, maka berdasarkan research
tersebut menggunakan data utama, dan untuk menunjang data utama juga menggunakan data
sekunder.
Teknik pemngumpulan data di research ini yaitu dengan interview yang dilaksanakan
bersama narasumber Hesti Mariani, S.Sos., selaku Kepala Sub Bidang Rehabilitasi Sosial
Penyandang Disabilitas, Dinas Sosial Kota Sorong, di kantor Dinas Sosial Kota Sorong yang
bertempat di kantor Walikota Sorong, Jalan Kurana, Kelurahan Remu Utara, Kecamatan
Sorong, Kota Sorong, Papua Barat Daya, serta dengan Studi kepustakaan dilaksanakan
dengan mencari dan mengumpulkan data dari buku, dokumen negara, situs web, penelitian
terdahulu, kamus, dan kepustakaan lainnya yang dapat memberikan informasi atau keterangan
berkenaan dengan penelitian. Data yang telah didapatkan di lapangan akan olah secara
kualitatif, yaitu data yang bersifat deskriptif diolah dengan cara merangkum dan
mengkategorikan data, kemudian menarik suatu kesimpulan dari permasalahan penelitian
yang akan dilaksanakan (Sahir, 2021).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penegakan Hukum dalam Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Sorong
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewajiban yang mutlak untuk
menegakan hukum dalam memenuhi hak-hak penyandang disabilitas. Kewajiban ini
mencakup pemberian akses yang sama terhadap kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
aksesibilitas, dan layanan publik lainnya tanpa diskriminasi. setiap kebijakan, peraturan, dan
tindakan yang diambil oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus mencerminkan
upaya nyata dalam mewujudkan lingkungan yang inklusif dan ramah bagi semua warga,
termasuk warga penyandang disabilitas. Secara hukum, Indonesia telah mengadopsi beberapa
instrumen internasional dan nasional yang menjamin hak-hak penyandang cacat, termasuk
konvensi PBB tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD) dan Undang-undang Nomor
8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Beberapa instrumen yang telah diadopsi
tersebut mengubah sudut pandang dari charity based menjadi social based dan hal ini sebagai
dasar perkembangan isu disabilitas, khususnya dalam pembahasan hak asasi manusia, yang
mana penyandang cacat tidak lagi dilihat sebagai individu yang harus dikasihani, tetapi juga
harus diberikan dan dipenuhi hak-haknya sebagai seorang manusia pada umumnya
(Nursyamsi et al., 2015). Penegakan hukum dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas ini
memerlukan kerja sama antara pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan
komunitas penyandang disabilitas itu sendiri. Langkah-langkah konkret, seperti penyediaan
program pendidikan inklusif, kesempatan kerja yang setara, serta aksesibilitas fasilitas umum
dan fasilitas sosial, harus diintegrasikan dalam kebijakan dan praktik sehari-hari, dengan
penegakan hukum yang tegas dan berkelanjutan.
Sesuai dengan yang ada di Peraturan Daerah Kota Sorong Nomor 18 Tahun 2016 terkait
dengan Pendirian dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Sorong dan Peraturan
Gubernur Papua Barat Nomor 24 Tahun 2018 terkai dengan Uraian Tugas dan Fungsi Dinas
Sosial, pemerintah harus melaksanakan permasalahan penyandang cacat yang ada di Kota
Sorong terkhusus Dinsosnya, disini Dinas Sosial di Kota Sorong seharusnya bekerjasama
dengan pemerintah wilayah lainnya serta dapat melibatkan organisai yang ada di masyarakat.
Sehingga dalam menegakkan Undang-undnag No 18 Tahun 2016 terkait dnegan individu
yang mempunyai keterbatasan,beberapa upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah di Kota
Sorong, berikut dalam semua bidangnya, berikut penjelasannya (Tinneke Hutabarat, 2020):
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
3784 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Agustus 2024
Administrasi Kependudukan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, semua penduduk berhak
mendapatkan dokumen kependudukan, serta sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi
Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan, penyandang disabilitas merupakan salah satu
subjek penduduk rentan (Risya Amalia, 2023).
Pendataan dan penerbitan dokumen bagi penduduk rentan, khususnya penyandang
disabilitas, dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Sorong.
Pendataan tersebut dilaksanakan baik langsung di kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil, maupun di tempat-tempat lain yang telah ditentukan, sesuai dengan pasal 13
ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan
Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan.
Dokumen kependudukan yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kota Sorong, dipergunakan juga untuk pendataan terkait penyandang disabilitas oleh Dinas
Sosial Kota Sorong yang berkerja sama dengan pemerintah pusat. Pendataan tersebut juga ada
yang dilakukan di lapangan dan ada pula yang langsung di kantor Dinas Sosial Kota Sorong,
untuk pendataan di lapangan dilakukan oleh petugas yang ditentukan pemerintah pusat.
Berdasarkan data statistik di Dinas Sosial Kota Sorong, terdapat 522 orang penyandang
disabilitas yang berada di berbagai distrik di Kota Sorong. Berikut ini jumlah penyandang
disabilitas di Kota Sorong yang dikelompokan menurut distrik tempat tinggalnya.
Tabel 1 Jumlah Penyandang Disabilitas di Kota Sorong Tahun 2024
No.
Distrik
Jumlah (Orang)
1.
Klaurung
14
2.
Maladumes
30
3.
Malaimsimsa
20
4.
Sorong
84
5.
Sorong Barat
38
6.
Sorong Kepulauan
161
7.
Sorong Kota
27
8.
Sorong Manoi
81
9.
Sorong Timur
26
10.
Sorong Utara
41
Sumber: Dokumen Dinas Sosial Kota Sorong
Selain pendataan oleh Dinas Sosial Kota Sorong, masyarakat Kota Sorong juga dapat
berinteraksi secara online maupun tatap muka dengan anggota Dinas Sosial Kota Sorong
untuk memperoleh informasi dan/atau bantuan. Masyarakat yang memerlukan bantuan
berkaitan dengan disabilitas dapat menyampaikan kebutuhannya kepada Dinas Sosial Kota
Sorong, dengan memenuhi persyaratan administrasi, dan kemudian akan dievaluasi oleh
Dinas Sosial Kota Sorong.
Kesehatan
Hak dan kewajiban setiap orang terkait kesehatan, termasuk kesehatan individu yang
mempunyai kekurangan, diatur oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang
Kesehatan. Hak kesehatan berkaitan erat dengan hak hidup, karena untuk mempertahankan
hidup seseorang perlu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Individu yang
mempunyai kekurangan harus diberikan akses fasilitas kesehatan yang berkeadilan dan bagus.
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3785
Pemenuhan hak kesehatan bagi penyandang disabilitas melalui pelayanan fasilitas kesehatan,
diantaranya yaitu dengan memberikan habilitasi dan/atau rehabilitasi. Habilitasi dan/atau
rehabilitasi merupakan upaya untuk mengembangkan dan/atau mengembalikan kemampuan
penyandang disabilitas sesuai kemampuan dan kebutuhannya (Ilmania & Utami, 2023). Hal
tersebut juga sejalan dengan Peraturang yang ada di Nomor 75, pada tahun 2020 menjelaskan
tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi individu yang mempunyai kekurangan. Isi
pasar pertama yaitu, peraturan tersebut menjelaskan perbedaan bahwa habilitasi merupakan
proses pelayanan yang diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekurangan sejak lahir
di dunia, selain itu rehabilitasi merupakan salah satu Solusi yang didapatkan oleh individu
yang cacat ini, baik pelayanan yang baik dari lembaga, akan tetapi syaratnya tidak cacat sejak
lahir.
Bentuk pelayanan habilitasi dan rehabilitasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
75 Tahun 2020 tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas, dua
diantaranya yaitu adanya fasilitas alat yang digunakan untuk memudahkan bagi individu yang
yang cacat terutama alat bantu Kesehatan untuk aktivitas sehari-harinya. serta sistem rujukan.
Pemerintah Kota Sorong memenuhi penyediaan alat bantu dengan memberikan alat bantu
berdasarkan keluhan masyarakat yang disampaikan kepada Dinas Sosial Kota Sorong. Dalam
hal pemenuhan kesehatan bagi penyandang disabilitas di Kota Sorong, Dinas Sosial Kota
Sorong juga bekerjasama dengan Sentra Pangurangi Takalar di Sulawesi Selatan dan Rumah
Sakit Jiwa Abepura di Papua, yang mana kedua tempat tersebut dijadikan rujukan oleh Dinas
Sosial Kota Sorong. Dalam pemberian rujukan tersebut, Dinas Sosial Kota Sorong juga
memberi bantuan bagi penyandang disabilitas untuk memenuhi kebutuhannya dalam
menjalani rujukan tersebut.
Pendidikan
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal
5 ayat 2, menyatakan bahwa “Semua individu yang mempunyai kekurangan baik fisik ataupun
yang lainnya harus mendapatkan fasilitas Pendidikan di sekolah yang disediakan khusus oleh
pemerintah”, (Pelawi & Is, 2021) dan pada pasal 32 ayat 1, menyatakan bahwa Sekolah
khusus adalah lembaga Pendidikan yang disiapkan khusus bagi para penyandang cacat
dalam hal ini siswa dengan kebutuhan khusus, karena mempunyai kekurangan dari segi
belajar sehingga dalam pemenuhan minat bakatnya pun cenderung istimewa ”. (Pelawi & Is,
2021).
Fasilitas Pendidikan yang memang khusus di peruntukkan bagi para penyandang cacat
di Kota Sorong dan hal itu diatur oleh Peraturan Daerah yang ada di Kota Sorong tepatnya
ada di Nomor 38 dan Tahun 2013 mengenai pembahasan Pembangunan dalam
Penyelenggaraan Pendidikan di Kota Sorong pada pasal 7, yang menyatakan bahwa semua
warga yang berada di Kota Sorong yang mempunyai kekurangan baik dari segi fisik, mental
atau kekurangan dari segi sosial lainnya mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan atau
sekolah khusus yang disesiakan oleh pemerintah Kota Sorong”. Pendidikan khusus tersebut
disediakan oleh pemerintah Kota Sorong dari jenjang Pendidikan paling awal yaitu dasar
bahkan sampai dengan menengah, khususnya dengan melalui satuan Pendidikan khusus,
dalam hal ini yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Khususnya di Kota Sorong, kemudian
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Kota Sorong, serta Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa (SMALB) yang ada di Kota Sorong. Kemudian adanya Lembaga inklusif itu kan
lebih baik, karena peraturannya sudah jelas ada di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 70 Tahun 2009 yang menjelaskan tentang Pendidikan Inklusif yang
diperuntukkan bagi semua siswa yang tergolong special serta mempunyai indikasi bakat serta
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
3786 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Agustus 2024
minat yang khusus. Adanya Pendidikan inklusif adalah bentuk dari wujud program
Pendidikan yang tidak memisahkan anak penyandang disabilitas dengan anak yang tidak
menyandang disabilitas dalam proses pembelajaran (Sulaiman et al., 2024). Adapun salah satu
sekolah reguler di Kota Sorong yang menerapkan pendidikan inklusif yaitu Sekolah Dasar
Negeri 1 Kota Sorong. Lembaga Pendidikan sekolah yang termasuk reguler yang menerapkan
pendidikan inklusif tersebut memberikan kurikulum dan adanya perlengkapan sekolah di
peruntukkan untuk semua individu baik yang normal atau yang special (Agustina & Zayyadi,
2023).
Pekerjaan
Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 31,
menyatakan yaitu Semua individu yang akan bekerja harus mempunyai hak yang sama, dan
mempunyai peluang bagi semua baik itu untuk menentukkan, memperoleh, bahkan sampai
dengan ganti tempat kerja serta mendapatkan pendapatan yang sesuai dengan standar UMR
daerah tempat dia tinggal baik itu di Indonesia atau di luar negeri (Republik, 2003).
Berdasarkan undang-undang tersebut penyandang disabilitas juga memiliki hak atas
kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha
Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, bahkan Perusahaan swasta, wajib mempekerjakan
penyandang disabilitas, hal tersebut sesuai dengan pasal 53 ayat 1 dan 2, Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Permasalahan terkait individu yang mengalami kecacatan ini adalah masalah
complicated, masalah kecacatan ini snagat mengganggu aktivitas kesehariannya, karena
memang fungsi dari tubuhnya kurang maksimal. Masalah ini akan membuat individu
insecure, sehingga emosinya tidak stabil karena bingung untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Maka dari itu, individu dengan kekurangan ini sangat membutuhkan
semangat dan bimbingan baik dari segi psikologis, keagamaan dan sosial dan cara
meningkatkan kesejahteraannya (Sayyidah, 2015). Upaya pemberdayaan terhadap individu
yang mempunyai keterbatasan, pemerintah Kota Sorong melaksanakan program-program
yaitu memberikan rehabilitasi kepada penyandang disabilitas dengan merujuk pada tempat
yang ditentukan, menyosialisasikan hal-hal yang berkaitan dengan penyandang disabilitas
baik kepada penyandang disabilitas maupun orang di sekitar penyandang disabilitas,
memberikan pelatihan dalam mengerjakan suatu hal, dan membantu penyandang disabilitas
dalam meningkatkan keterampilan kerja.
Aksesibilitas
Aksesibilitas atau jaklur disini adalah cara untuk memudahkan bagi penyandang cacat
yang dipersiapkan dan diberikan dengan tujuannya pemenuhan kebutuhan yang etara bagi
semua individu. Hal ini sesuai dengan pasal 18 Undang-undang pada Nomor 8 tepatnya
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pemenuhan kebutuhan akses bagi penyandang
cacat, dengan melihat kebutuhan mendapat akses agar dapat memanfaatkan sarana umum,
serta memperoleh kebutuhan dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya. Aktivitas agar dapat
memanfaatkan fasilitas publik, ditegakan oleh pemerintah Kota Sorong dengan juga
berdasarkan pada Peraturan Walikota Sorong Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Detail
Tata Ruang Perkotaan Sorong Tahun 2023-2042. Dari ketentuan-ketentuan pada peraturan
tersebut, hanya sebagian kecil yang telah ditegakan oleh pemerintah Kota Sorong dalam
pemenuhan hak penyandang disabilitas atas aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik,
baik itu fasilitas umum maupun fasilitas sosial. Aktivitas kesehariannya sebagaimana invidu
pada umumnya adalah bentuk produktivitas semua orang. Sehingga ditegakan oleh
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3787
pemerintah Kota Sorong dengan memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas sesuai
kebutuhannya, khususnya yaitu perlengkapan yang dapat membantu memudahkan bagi para
penyandang cacat untuk menjalani aktifitasnya. Sehingga terkait hal ini, Dinas Sosial Kota
Sorong memiliki program yaitu pembagian alat bantu dengar dan kursi roda kepada
penyandang disabilitas di Kota Sorong.
Upaya pemberian kebutuhan bagi para penyandang cacat di Kota Sorong dilihat dari
beberapa bidang tersebut, dilakukan oleh pemerintah Kota Sorong dengan kontribusi pihak
lain. Penyandang disabilitas di Kota Sorong sebagai kelompok rentan, tentu mudah menjadi
target pelanggaran hak, dan tidak sedikit kasus yang mana penyandang disabilitas menjadi
korban kriminalitas. Dalam penanganan kasus yang dialami oleh penyandang disabilitas di
Kota Sorong, akan dibantu oleh Dinas Sosial beserta aparat penegak hukum. Selain itu,
pemerintah Kota Sorong juga memberikan bantuan sosial berupa pemberian bahan makanan
kepada para penyandang disabilitas di Kota Sorong. Bantuan tersebut diberikan setiap hari
dan disalurkan melalui beberapa organisasi atau perkumpulan masyarakat. Evaluasi dan
pemantauan terhadap pelaksanaan pemenuhan hak penyandang cacat, dilaksankan oleh Dinas
Sosial Kota Sorong yang bekerjasama dengan Kelurahan. Kelurahan akan mendata
masyarakat penyandang disabilitas dan kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial untuk
selanjutnya akan diberikan bantuan sosial. Bantuan-bantuan yang disalurkan melalui
organisasi masyarakat akan dibuat pelaporannya pada aplikasi SIKSMA (Sistem Informasi
Kesejahteraan Sosial Masyarakat).
Memberikan rasa hormat, memberikan perlindungan dan memberikan kebutuhan yang
diharapkan para penyandang cacat itu adalah kewajiban bagi setiap negara di dunia. Sehingga
disini dibutuhkan peran dari pemerintah untuk memberitahu pada semua orang terkait dengan
kebutuhan yang sudah jelas ada dalam konvensi. Selain itu kebutuhan penyandang cacat juga
sudah jelas tertera dalam aturan perundangan, diantaranya yaitu memberikan fasilitas
Pendidikan yaitu sekolah khusus penyandang disabilitas, kemudian fasilitas Kesehatan ari
rumah sakit sampai dengan tenaga kesehatannya dan fasilitas sarana dan prasarananya,
informasi terkait politik dan pemerintahan, selain itu adanya kebudayaan dan kepariwisataan
khusus bagi para disabitas seharusnya memang ada, perkembangan teknologi dan informasi
serta komunikasi yang diperuntukkan bagi para penyandang disabilitas juga sangat di
perlukan. Tetapi di Kota Sorong belum terdapat peraturan khusus yang ditujukkan kepada
para penyandang cacat atau disabilitas ini, tetapi peraturan yang sedang digunakan masih
dengan peraturan pemerintah pusat atau peraturan yang dipakai oleh daerah lain didalamnya
terdapat beberapa ketentuan terkait penyandang disabilitas.
Tantangan dan Hambatan bagi Pemerintah Kota Sorong dalam usaha
untukPemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Sorong
Penyandang kekurangan sering kali mengalami stigma dan diskriminasi yang
menyebutkan bahwa penyandang disabilitas merupakan manusia yang tidak akan sanggup
untuk hidup independent, dan selalu membutuhkan bantuan orang lain meslipun itu kecil
bantuannya. Akan tetapi sebetulnya melalui perkembangan teknologi yang ada di Masyarakat,
kekurangan sudah tidak menjadi permasalahan bagi individu yang cacat untuk dapat hidup
mandiri dan produktiv, syaratnya individu tersebut mendapatkan sarana dan prasarana yang
sesuai dengan kebutuhannya yang sudah diatur dalam peraturan dalam undang-undang
(Apsari & Raharjo, 2021). Adanya Undang-undang di Nomor 8 pada tahun 2016 terkait
dengan pembahasan penyandang cacat, di sini pemerintah harus dapat mensosialisaikan
kebutuhan yang ada dan tertulis dalam konveksi berdasarkan dengan perundnag-undangan,
selain itu dipastikan bahwa kebutuhan hak dari penyandnag cacat sudah terpenuhi semua
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
3788 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Agustus 2024
aspek yang berhubungan dengan kebutuhan apapun itu. Oleh sebab itu, berdasarkan pada
undang-undang tersebut, pemerintah wajib memberikan akomodasi yang layak bagi
penyandang disabilitas untuk membantu penyandang disabilitas hidup mandiri. Namun dalam
pengimplementasian hal tersebut khususnya di tingkat lokal sering kali masih kurang optimal.
Di Kota Sorong, permasalahan ini menjadi semakin krusial. Pemerintah Kota Sorong telah
melakukan berbagai usaha dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas di Kota Sorong,
akan tetapi pemenuhan hak tersebut belum maksimal, karena belum berdasarkan dengan
ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ketidakmaksimalan tersebut
disebabkan oleh adanya tantangan dan hambatan bagi pemerintah Kota Sorong dalam
pemenuhan hak penyandang disabilitas di Kota Sorong. Tantangan dan hambatan bagi
pemerintah Kota Sorong melibatkan berbagai aspek yang kompleks dan saling terkait.
Tantangan
Tantangan merupakan suatu hal yang memerlukan upaya besar dari pemerintah untuk
mengatasinya. Dalam pemenuhan kebutuhan penyandang disabilitas di Kota Sorong,
pemerintah Kota Sorong mengahadapi beberapa tantangan yang merupakan penyebab
ketidakmaksimalan dalam pemenuhan hak tersebut. Adapun tantangan-tantangan utama yang
dihadapi oleh pemerintah Kota Sorong dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai
berikut.
a. Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat serta aparatur pemerintah tentang
pentingnya kebutuhan-kebutuhan penyandang cacat. Stigma dan diskriminasi atau
pandangan sebelah mata terkait dengan penyandnag cacat masih sering terjadi, yang
berdampak pada perlakuan yang tidak adil dan kurangnya dukungan untuk kebutuhan
khususnya.
b. Kebijakan daerah yang tidak memadai, serta kurangnya kejelasan dalam pedoman
kebijakan dan prosedur pelaksanaan. Sampai detik ini masih tidak ada peraturan khusus
terkait dengan penyandang cacat di Kota Sorong.
c. Terbatasnya koordinasi dan kolaborasi antar instansi pemerintah. Hal tersebut
mengakibatkan infrastruktur yang ada belum memadai. Banyak fasilitas umum di Kota
Sorong yang belum ramah disabilitas, seperti trortoar, bangunan publik, transportasi
umum, dan fasilitas pendidikan. Keterbatasan aksesibilitas ini membatasi mobilitas dan
keikutsertaan aktif penyandang disabilitas dalam semua aspek kehidupan sosial dan
ekonomi.
d. Koordinasi antar lembaga pemerintah dan organisasi non-pemerintah di Kota Sorong yang
menangani isu-isu disabilitas seringkali belum optimal. Hal ini menyebabkan kebijakan
dan program yang ada tidak terintegrasi dengan baik, sehingga implementasi di lapangan
menjadi tidak konsisten dan kurang berdampak.
e. Kurangnya pelatihan khusus bagi tenaga kerja yang melayani kebutuhan disabilitas
sehingga mengurangi efektivitas program-program pemerintah.
Hambatan
Hambatan merupakan suatu hal yang menghalangi upaya pemerintah ketika
memberikan kebutuhan bagi para penyandang cacat. Terdapat beberapa point yang menjadi
hambatan bagi pemerintah Kota Sorong yang juga menyebabkan pemenuhan kebutuhan
penyandang cacat di Kota Sorong belum maksimal. Berikut ini beberapa hambatan utama
bagi pemerintah Kota Sorong.
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3789
a. Biaya dialihkan kepada usaha untuk mewujudkan rencana program bagi penyandang cacat
yang seringkali tidak mencukupi. Hal tersebut juga mengakibatkan masih ada daerah yang
sulit dijangkau oleh Dinas Sosial Kota Sorong, khususnya di daerah Sorong Kepulauan.
b. Keterbatasan sumber daya, khususnya tenaga kerja. Hal tersebut menghambat upaya
pemerintah Kota Sorong dalam menyediakan layanan dan fasilitas yang inklusif.
Penyandang cacat dilihat dari sudut hukum sudah dipastikan haknya dalam konstitusi
negara dan peraturan dalam undang-undang, akan tetapi masih belum terealisaikan dengan
totalitas, sehingga masih jauh dari sempurna dalam memenuhi akomodasi kebutuhan bagi
para penyandnag cacat tersebut. Dalam aspek sosial ekonomi penyandang disabilitas masih
banyak hidup dalam kemiskinan. Hal tersebut memerlukan Upaya untuk meningkatkan di
berbagai aspek yang ada di kehidupan penyandnag cacat, agar mereka mempunyai fungsi dan
peran yang sama dengan warga negara normal lainnya (Priamsari, 2019). Kemudian fasilitas
Kesehatan merupakan aspek yang paling urgent untuk diperhatikan an diberikan kepada
penyandang cacat tersebut. Sebab fasilitas Kesehatan itu adahal kebutuhan dasar bagi setiap
manusia, apalagi individu penyandag disbilitas ini. Penyandang disabilitas memerlukan terapi
yang sering, serta alat bantu untuk kesehariannya (Yulaswati et al., 2021).
Tantangan dan hambatan bagi pemerintah kota sorong tentu mengakibatkan
ketidakmaksimalan pemenuhan kebutuhan penyandang cacat di Kota Sorong. Akan tetapi
pemerintah kota Sorong terus berupaya memenuhi apa yang dikeluhkan masyarakat kepada
pemerintah Kota Sorong. Dalam mengatasi tantangan dan hambatan ini memerlukan
komitmen yang kuat dari semuat pihak, peningkatan kesadaran dan pendidikan publik,
perbaikan infrastruktur, alokasi anggaran yang memadai, pelatihan khusus untuk aparatur
pemerintah, serta kerjasama yang lebih erat antar pemerintah dan dengan organisasi yang
peduli terhadap penyandang disabilitas. Dengan demikian, pemerintah Kota Sorong dapat
lebih efektif dalam memenuhi hak-hak penyandang cacat dan menciptakan area yang lebih
inklusif dan ramah bagi semua seluruh Kota Sorong. Pemerintah Kota Sorong juga memiliki
program yang direncanakan untuk masa mendatang yaitu pembagian lebih banyak alat bantu
kepada para penyandang disabilitas, pengurusan data kewarganegaraan yang merata,
membantu pengadaan UMKM bagi penyandang disabilitas, serta berupaya agar kedepannya
seluruh penyandang disabilitas di Kota Sorong mendapatkan haknya.
KESIMPULAN
Dilihat dari hasil dan pembahasan yang ada di dalam penelitian tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ampai saat ini masih belum ada daerah khusus yang mempunyai aturan
terkait penyandang cacat di Kota Sorong khususnya. Penegakan hukum dalam usaha
memberikan kebutuhan bagi para penyandang accat di Kota Sorong dilaksanakan, dievaluasi,
dan dipantau oleh Dinas Sosial Kota Sorong, yang juga bekerjasama dengan badan
pemerintah lainnya dan organisasi masyarakat. Berikut upaya pemerintah Kota Sorong dalam
berbagai aspek.
Administrasi dalam kependudukan, melaksanakan pendataan serta penerbitan
administrasi data kependudukan bagi penyandang disabilitas oleh pemerintah Kota Sorong,
dari hasil pendataan tersebut hingga saat ini terdapat 522 orang penyandang disabilitas di
Kota Sorong. Kesehatan, memberi pelayanan habilitasi dan rehabilitasi serta bekerjasama
dengan Sentra Pangurangi Takalar, Sulawesi Selatan dan Rumah Sakit Jiwa Abepura, Papua.
Pendidikan, menyediakan pendidikan khusus melalui Sekolah Luar Biasa pada jenjang
pendiddikan dasar dan menengah. Pekerjaan, memberi pemberdayaan kepada penyandang
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
3790 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Agustus 2024
disabilitas dengan mengadakan program-program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan
kerja. Aksesibilitas, lebih mengutamakan fasilitas individu dibandingkan fasilitas publik,
sehingga fasilitas publik yang tersedia masih kurang.
Tantangan utama yang dihadapi pemerintah Kota Sorong yaitu kurangnya kesadaran
dan pemahaman masyarakat dan pemerintah terkait pentingnya hak penyandang disabilitas,
kebijakan daerah yang tidak memadai, terbatasnya koordinasi dan kolaborasi antar instansi
pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, serta kurangnya pelatihan khusus bagi tenaga
kerja yang melayani kebutuhan penyandang disabilitas. Adapun hambatan utama yang
dihadapi pemerintah Kota Sorong yaitu biaya yang diperuntukkan untuk rencana-rencana
yang mendukung penyandnag cacat seringkali tidak mencukupi, serta keterbatasan tenaga
kerja.
BIBLIOGRAFI
Agustina, E., & Zayyadi, M. (2023). Kemampuan Literasi Numerasi Siswa Di Sekolah
Inklusi. Apotema: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika, 9(1), 1520.
Apsari, N. C., & Raharjo, S. T. (2021). Orang Dengan Disabilitas: Situasi Tantangan Dan
Layanan Di Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 24(3), 159169.
Arie, A. D. N. (2022). Penyandang Disabilitas, Antara Hak Dan Kewajiban. Jurnal Generasi
Tarbiyah: Jurnal Pendidikan Islam, 1(2), 92100.
Fajar, M., & Achmad, Y. (2017). Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris,
Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ilmania, N. F., & Utami, N. S. (2023). Pemenuhan Hak Kesehatan Bagi Penyandang
Disabilitas Sebagai Upaya Perlindungan Sosial. Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum
Universitas Islam Malang, 6(2), 166184.
Ndaumanu, F. (2020). Hak Penyandang Disabilitas: Antara Tanggung Jawab Dan
Pelaksanaan Oleh Pemerintah Daerah. Jurnal Ham, 11(1), 131150.
Nursyamsi, F., Arifianti, E. D., Aziz, M. F., Bilqish, P., & Marutama, A. (2015). Kerangka
Hukum Disabilitas Di Indonesia: Menuju Indonesia Ramah Disabilitas. Indonesian
Center For Law And Policy Studies.
Organization, W. H. (2018). Report Of The Informal Consultation On Stopping
Discrimination And Promotion Inclusion Of Persons Affected By Leprosy, New Delhi,
14-16 Nov 2017. World Health Organization. Regional Office For South-East Asia.
Pambayu, R., Faisal, M., & Prakasa, D. T. (2024). Penerapan Arsitektur Behavior Terhadap
Interior Kamar Mandi Difabel Pada Balai Latihan Kerja Inklusif. TEKTONIK: Jurnal
Ilmu Teknik, 1(3), 15.
Pelawi, J. T., & Is, M. F. (2021). Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Dini (Dibawah Umur).
Jurnal Education And Development, 9(2), 562566.
Priamsari, R. R. P. A. (2019). Hukum Yang Berkeadilan Bagi Penyandang Disabilitas.
Masalah-Masalah Hukum, 48(2), 215223.
Republik, I. (2003). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Depnaker RI: Jakarta.
Risya Amalia, R. (2023). Implementasi Pelayanan Dokumen Kependudukan Melalui Layanan
Jemout Bola Bagi Penyandang Disabilitas Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan
Sipil Provinsi Dki Jakarta. Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Sahir, S. H. (2021). Metodologi Penelitian. Penerbit KBM Indonesia.
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas oleh Pemerintah Kota Sorong
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3791
Sayyidah, A. N. (2015). Dinamika Penyesuaian Diri Penyandang Disabilitas Di Tempat
Magang Kerja (Studi Deskriptif Di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas
(BRTPD) Yogyakarta). INKLUSI Journal Of Disability Studies, 2(1), 124.
Sulaiman, S., Ramopoly, I. H., Panggalo, I. S., Sarajar, D. K., & Tulak, H. (2024). Buku Ajar
Pendidikan Inklusi. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Tinneke Hutabarat, E. (2020). Efektivitas Latihan Rom (Range Of Mention) Terhadap
Peningkatan Kemandirian Adl (Activity Daily Living) Pada Lansia Stroke Di
Puskesmas Padangmatinggi.
Yulaswati, V., Nursyamsi, F., Ramadhan, M. N., Palani, H., & Yazid, E. K. (2021). Kajian
Disabilitas Tinjauan Peningkatan Akses Dan Taraf Hidup Penyandang Disabilitas
Indonesia: Aspek Sosio-Ekonomi Dan Yuridis. Jakarta Pusat.
Copyright holder:
Viomeisa Fakrindini Senewe, Alwiyah Sakti Ramdhon Syah Rakia, Hadi Tuasikal
(2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: