How to cite:
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana (2024) Konvensi Tradisi Garap Seni Dugjring
Sebagai Dasar Penciptaan Karya Seni Lokal, (06) 08,
E-ISSN:
2684-883X
KONVENSI TRADISI GARAP SENI DUGJRING SEBAGAI DASAR PENCIPTAAN
KARYA SENI LOKAL
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana
Institut Seni Budaya Indonesia, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang pola tabuh seni dugjring yang mempunyai nilai konvensi
tradisi yang kuat ketika dilihat dari pola tabuh dan bentuk pertunjukannya bersifat helaran
yang dijadikan landasan dasar proses penciptaan karya. Dalam penelitian metode yang
digunakan yakni metode Kualitatif yakni etnografi karena menyangkut suatu wilayah dan
observasi auditif karena bersangkutan dengan aspek musikal dan pengalaman empiris.
Pandangan masyarakat banyak aturan-aturan yang harus difahami dan ditanamkan meskipun
aturan tersebut tidak tertulis. Oleh sebab itu, konvensi tradisi ini sangat penting untuk
difahami. Tujuan dari artikel yakni untuk memperkenalkan konvensi tradisi pola tabuh seni
dugjring yang memiliki nilai dan karakter diwujudkan menjadi karya Nyanyian Kunti.
Sehingga perlunya pelestarian dan pengenalan terhadap khalayak muda untuk tetap
melestarikannya.
Kata Kunci : Konvensi tradisi, seni dugjring, Desa Dukuhbadag.
Abstract
This research discusses the percussion patterns of dugjring art which has a strong traditional
convention value when viewed from the percussion patterns and the helaran form of
performance which is used as the basic basis for the work creation process. In the research,
the qualitative method is ethnography because it concerns an area and auditive observation
because it concerns musical aspects and empirical experience. In society's view, many rules
must be understood and instilled even though these rules are not written. Therefore, this
traditional convention is very important to understand. The article aims to introduce the
conventions of the traditional drumming pattern of dugjring art which has the value and
character of being transformed into Nyanyian Kunti works. So it is necessary to preserve and
introduce it to young audiences to continue to preserve it.
Keywords: Traditional convention, dugjring art, Dukuhbadag Village
PENDAHULUAN
Seni tradisi merupakan warisan nenek moyang yang harus dijaga dan harus terus
dikembangkan supaya dapat menjadi manfaat bagi pelaku seni yang ketergantungan
materinya pada seni tradisi. Pada zaman dahulu konon katanya seni tradisi hanya sebagai
ritual. (Wihendar, Wastap, & Saleh, 2023) mengemukakan sejak awal munculnya kesenian,
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Konvensi Tradisi Garap Seni Dugjring Sebagai Dasar Penciptaan Karya Seni Lokal
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3765
perlakuan masyarakat terhadap kesenian tidak menunjukan sifat materialistis (ekonomis),
karena masyarakat beranggapan seni itu digunakan sebagai media renungan yang bersifat
spiritualistik dan di dalamnya sarat dengan arti simbolik yang memiliki nilai-nilai etis,
romantic, moralitas dan religious (Handoko, 2022; Sukamso, 2015).
Berbeda dengan saat ini pada hampir semua bentuk kesenian berorientasi pada segi
materi, karena pelaku seni itu sendiri yang menjadikan seni tradisi harus memberikan
feedback terhadap individu ataupun kelompoknya (Sugiartha, 2015). Menurut (Suganda,
2019) menyebutkan bahwa Seni merupakan hasil karya manusia hasil interaksi sosial dan
pengalaman batin yang menimbulkan keindahan juga menarik dan merangsang sehingga
memberikan pengalaman batin lain terhadapa manusia yang mengalami juga menikmatinya
(Suganda, 2019). Kesenian yang monoton secara musikalitasnya ini dikenal oleh sebagian
masyarakat khususnya daerah perbatasan Timur Provinsi Jawa Barat dengan sebutan seni
dugjring. Kesenian ini sangat eksis khususnya di Desa Dukuhbadag Kecamatan Cibingbin
Kabupaten Kuningan. Kemasannya seni Obrog ini membawakan lagu-lagu tradisi Sunda yang
mempunyai unsur sekar gending. Pada konvensi karawitan.
Berbicara tentang konvensi tradisi khususnya dalam ranah seni karawitan, tentu ada
proses yang dilalui seperti proses kristalisasi yang menumbuhkan kesepakatan bersama yang
dimusyarahkan oleh kelompok masyarakat tertentu sehingga hasil dari itu menjadi aturan,
norma atau hukum yang tidak tertulis. akan tetapi dapat dipatuhi oleh masyarakat yang
bergelut dalam bidang seni karawitan (Mustika & Purwanto, 2020). Terbentuknya kesenian
yang ada dimasyarakat tentunya melalui proses yang cukup panjang. Oleh sebab itu, karya ini
harus merujuk pada konvensi tradisi yang sudah disepakati. Dalam menekuni konvensi tradisi
setiap masyarakat memiliki ideologi yakni suatu ajaran tentang makna juga nilai-nilai
kehidupan yang menjadi pegangan dasar sebagaimana manusia yang seharusnya bertindak
sebagai mahluk individual ataupun masuk sebagai anggota Masyarakat (Sukirman, 2021).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi. dalam hal ini, etnografi sendiri
dikaitkan dengan kegiatan masyarakat yang terjadi disituasi pedesaan. Prosesnya etnografi
digunakan untuk menemukan kepercayaan masyarakat yang menimbulkan perspektif,
sehingga dapat menjadi motivasi (Ichsan & Ali, 2020). Analisis terhadap suatu perkembangan
wilayah yang didalamnya ada pengaruh terhadap kesenian sehingga dengan metode etnografi
dapat menganalisis suatu pergerakan kegiatan masyarakat, sampai suatu itu dapat berkembang
dan berubah (Zuchdi, Afifah, & Damayanti, 2019).
Selain etnografi metode yang digunakan yakni metode observasi auditif. Observasi
auditif adalah observasi yang secara langsung dapat dilakukan oleh seseorang yang
mengalami terhadap kejadian secara langsung baik secara disengaja ataupun tidak disengaja.
Maksud dari hal yang disengaja yakni ketika mendengarkan dan yang tidak disengaja yakni
ketika mendengar, observasi auditif sendiri yakni metode untuk menemukan data musikal
baik mendengar ataupun mendengarkan (Wihendar et al., 2023).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seni Dugjring sendiiri merupakan istilah dari alat musik tradisi daerah yang terbentuk
dari rebana dan bedug,menariknya alat ini sering dipakai di berbagai daerah Jawa Barat,
khusunya di Desa Dukuhbadag menjadikan musik dugjring ini sering di pakai di Bulan puasa
tersebut dan tidak hanya itu bahkan ada daya paling kuat untuk secara spiritual yang di
bangun masyarakat tersebut, syairnya mengingatkan arti maknawi yang hakikatnya kepada
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana
3766 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
sang pencipta (Irawan, Soedarsono, & Simatupang, 2014; Suneko, 2016). Terlepas dari seni
dugjring tersebut, kidung ini punya khas daya tarik tersendiri yang sangat jarang di temui di
berbagai daerah luar Desa Dukuhbadang, kidung dan dugjring seolah menjadikan irama
spiritual yang kuat tidak hanya ilahiyah saja melainkan norma kehidupan dan dasar
kenegaraan Pancasila terendiri sebagaimestinya kultur budaya terbangun dengan sendirinya.
Pada dasarnya seni dugjring ini diperuntukan untuk membangunkan Sahur, akan tetapi
saat ini seni dugjring sendiri sudah masuk pada ranah hiburan yakni ketika ada anak yang di
khitan ataupun ada yang meminta tampil pada sajian di panggung pertunjukan. Seni dugjring
sendiri termasuk pada unsur musik hal ini karena masih ada tatanan yang masuk pada
konvensi seni karawitan.
Menyangkut pada musikalitas, musikalitas tradisi khususnya karawitan Sunda, dalam
permainan gamelan dasar musikalitasnya mengacu pada patet ada patokan yang harus
dijalankan yakni melalui : pangaget, pancer, pangaget, kenong, pangaget, pancer, pangaget,
go’ong. Wiletan menjadi landasan dasar untuk membentuk komposisi musik tradisi, Laras
digunakan untuk modulasi dan transposisi dalam memperindah sajiannyas dan dinamika
menjadi penyampai gagasan ide terhadap apresiator pada karya yang dibentuk. Karya yang di
bentuk yakni berjudul Nyanyian Kunti. Nyanyian Kunti sendiri diharapkan dapat menjadi
identitas lokal masyarakat daerah Kuningan Timur khususnya. Berikut struktur karya
Nyanyian Kunti:
Struktur Karya
Pangkat dan Pangjadi.
Pangkat atau intro merupakan bagian awal yang dibunyikan baik secara mandiri ataupun
bersama-sama (Setianto, 2022). dalam karawitan Sunda biasanya pangkat dibawakan oleh
waditra rebab, saron 1, gambang atau bawa sekar. Dalam bagian ini waditra yang dijadikan
pangkat yaitu bonang. Pola tabuh bonang terinspirasi dari pola tabuh kemung dalam seni
obrog. Di bawah ini notasi bagian tersebut:
Laras: Salendro
Tempo: Sedang
Gambar 1. Pola tabuh bonang terinspirasi dari pola tabuh kemung dalam seni obrog
Pangjadi dilakukan secara unison setelah pangkat untuk menentukan irama dan tempo.
Konsep pangjadi terinsfirasi dari wanda kiliningan dan jaipongan dalam karawitan Sunda.
Berbeda dengan wanda kiliningan konsep pangjadi dalam kekaryaan ini dilakukan secara
Konvensi Tradisi Garap Seni Dugjring Sebagai Dasar Penciptaan Karya Seni Lokal
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3767
unison dengan tempo lambat dan cepat. Dalam kekaryaan ini konsep Pangjadi dijadikan
sebagai intro.
Laras: Salendro
Tempo: Sedang
Gambar 2. konsep Pangjadi
Ngalagu.
Ngalagu merupakan part yang terfokus pada pengucapan kata-kata yang dikemas
dengan unsur musikal sekar dan gending. Bagian ini menunjukan keberagaman bahasa
wewengkon yang biasa diucapkan oleh masyarakat Desa yang berada disekitaran Kecamatan
Cibingbin Kabupaten Kuningan. Kata-kata wewengkon ini menjadi dasar dari pembentukan
karya dalam pembentukan nyanyian. Kata-kata yang biasa diucapakan oleh masyarakat di
wewengkon sekitaran Desa Dukuhbadag di antaranya: ilok, pineuh, téoh, dolog, beu, belemoh,
kasilung, menit, ti eundi, dewek.
Tabel 1. Bahasa wewengkon
No.
Bahas Wewengkon
Arti
1.
ilok
Masa Sih ?
2.
pineuh
Tidur
3.
Téoh
Bawah
4.
Dolog
Lambat
5.
Beu
Hayu
6.
Belemoh
Bodoh
7.
Kasilung
Nyasar
8.
Menit
Pusing
9.
Ti endi
Dari Mana
10.
Endi
Mana ?
11.
Déwék
Kamu
12.
Nos Bégé
Silahkan pergi
(Dokumentasi: Wihendar, 2024).
Dari Bahasa wewengkon menjadi lirik dalam kekaryaan dan menjadi peran untuk
menyampaikan pesan yang diadaptasi dengan dialektika masyarakat dalam membentuk untuk
unsur sekar. Berikut pembentukan lirik dan artinya:
Pembentukan Lirik Lagu
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana
3768 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Tos tindi tuh dewek si :
(Dari mana kamu ?)
Teu tindi-tindi kuring mah pineuh bae :
(Tidak dari mana-mana saya tidur terur)
Ilok deh ngawadul meren :
(Masa si ? bohong kali)
Nyah beuleumoh
(hmmm bodo ah)
Konsep dari lirik yang dibentuk yakni seperti halnya tanya jawab dari komunikasi
masyarakat antara individu dengan individu. Sehingga ada dialog antara kalimat tanya dan
kalimat jawaban yang dikemas dengan ornamentasi hasil adaptasi lentong masyarakat sekitar
(Ichsan & Ali, 2020).
Naékeun, Nurunkeun.
Konsep naékeun dalam karya ini yakni gending penanda naiknya tempo dari lambat
menjadi lebih cepat. Dalam naékeun dilakukan secara unison oleh semua waditra. Setelah
tempo cepat dan teratur lalu masuk instrument gamelan yang dikombinasikan dengan
instrument gesek (violin, viola, cello) dan instrument tiup (suling, bangsing, tarompet,
terompet, trombone) (Damanik, 2018). Bagian ini mengadaptasi dialeka atau lentong
masyarakat yang diinterpretasi menjadi ornamentasi pada karya musik ini. Pada bagian ini
gamelan dalam tempo cepat menjadi accompagnement yang melandasi terjadinya dialog antar
waditra.
Ngeureunkeun.
Ngeureunkeun merupakan bagian akhir dari karya ini yang menyatukan unsur dari
lentong pupujian masyarakat Desa Dukuhbadag yang di adaptasi menjadi lirik dari karakter
karya Nyanyian Kunti yang dilakukan secara bersama oleh masyarakat sekitar. Dalam bagian
akhir ini tetap ada unsur gending sebagai accompagnement. Tahapan ini membentuk lirik
dengan arti rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang telah diberikan.
Dalam tahapan ini ada media yang digunakan yakni tetenong. Tetenong adalah tempat untuk
menyimpan makanan ketika dalam kegiatan Bumian di Desa Dukuhbadag. Dalam hal ini,
untuk memberitahukan bahwa beragamnya produk kebudayaan yang ada di Desa
Dukuhbadag. Penanda akhir dari pertunjukan karya ini yakni dengan konsep feedout saat
masyarakat bernyanyi secara bersama.
Konvensi Tradisi Garap Seni Dugjring Sebagai Dasar Penciptaan Karya Seni Lokal
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3769
Gambar 3. Alat tetenong pada kegiatan Bumian
(Dokumentasi: Arsip Desa Dukuhbadag, 2022).
Selain unsur gending faktor pendukung lainnya yakni dari segi pementasan yang
melibatkan para pemain yang biasa dalam bidang seni tradisi, karena pada garapnya lebih
memungkinkan untuk orang-orang yang pernah terlibat langsung dalam dunia seni tradisi.
Gambar 4. Pendukung Karya
(Dokumentasi: Wihendar, 2022)
Pada pertunjukannya juga menggunakan unsur pencahayaan yakni lighting yang
membantu membangun suasana pada saat pertunjukan. Cahaya sendiri merespon musik yang
dikemas sehingga pertunjukan yang disajikan lebih bermakna baik bagi pemain ataupun
apresiator.
Gambar 3. Pertunjukan Karya di GK. Raksawacana Kab. Kuningan
(Dokumentasi: Wihendar, 2022).
Analisis Makna Karya
Menurut pandangan apresiator selama ini musik tradisional dianggap sebagai sebuah
sebuah musik yang primitive, tidak populer, dan stagnasi. Padahal musik tradisional juga
merupakan produk intelektual masyarakat setempat yang perlu diperhitungkan karena
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana
3770 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
mengandung unsur kreatiuvitas (Saepudin & Yulaeliah, 2021). Pengkarya berusaha
melakukan analisis dengan mengambil beberapa sempel logat Bahasa setempet di daerah
Kabupaten Kuningan Jawa Barat, dari pengalihan Bahasa tersebut menjadi sebuah musik
tradisional ini untuk membuktikan pengaruh kreativitas terhadap aspek intreatistik dan
ekstraestetik music (Nusantara, 2018).
Pengkarya berusaha meninjau hasil penelitian berfokus pada kreativitas dalam
pertunjukan musikalMusik tradisional seolah dikesankan jauh dari kreativitas. Pengkarya
justru menangkap yang membuat musik tradisional eksis,kreativitas disini tidak selalu
dianggap negatif seperti “merusak” atau merekontruksi kebudayaan. Tetapi itu hidup dalam
ruang budaya melalui musik. Kreativitas juga muncul dalam intelektualitas dimana antar
musik tradisional dan populer saling mempengaruhi satu sama lain. Musik tradisional yang
saat ini eksis merupakan produk kreativitas dari musik sebelumnya
KESIMPULAN
Seni tradisi merupakan warisan yang harus dijaga karena itu seni dapat mempengaruhi
pola pikir masyarakat menjadi lebih tertata hal ini terbukti karena sikap masyarakat yakni
masih berlakunya sikap gotong royong ketika ada kegiatan antar masing-masingnya. Seni
sendiri bukan hanya untuk seni akan tetapi banyak manfaat yang didapatkan masyarakat baik
secara sosial ataupun individu. Selain itu, ketika seseorang melakukan perkembangan pada
kesenian harus menyesuaikan dengan konvensi tradisi masyarakatnya.
.
BIBLIOGRAFI
Damanik, Erond Litno. (2018). Rekayasa budaya dan dinamika sosial: Menemukan pokok
pikiran lokalitas budaya sebagai daya cipta. Journal of Education, Humaniora and Social
Sciences (JEHSS), 1(2), 93103.
Handoko, Agus Budi. (2022). Estetika Musik Gereja dalam Perspektif Estetika Musik dan
Teologi Kristen. Tonika: Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Seni, 5(2), 7283.
Ichsan, Ichsan, & Ali, Arhamudin. (2020). Metode Pengumpulan Data Penelitian Musik
Berbasis Observasi Auditif. Musikolastika: Jurnal Pertunjukan Dan Pendidikan Musik,
2(2), 8593.
Irawan, Endah, Soedarsono, R. M., & Simatupang, G. R. Lono L. (2014). Karakter Musikal
Lagu Gedé Kepesindenan Karawitan Sunda. Resital: Jurnal Seni Pertunjukan, 15(1), 18
31.
Mustika, Ema Mega, & Purwanto, Djoko. (2020). Garap Gembyang Dan Kempyung Dalam
Gendèran Gendhing Gaya Surakarta. Keteg, Jurnal Pengetahuan, Pemikiran, Dan
Kajian Tentang Bunyi, 20(2), 106119.
Nusantara, Membangun Konsep Seni. (2018). Kajian Tekstual Konsep Pamijen1 Dalam
Gending Karawitan Gaya Yogyakarta. MEMBANGUN KONSEP, 1.
Saepudin, Asep Saepudin, & Yulaeliah, Ela. (2021). Tepak Kendang Jaipong dalam Kesenian
Campursari. Panggung, 31(2), 517958.
Setianto, Fachry. (2022). Sesoran: Karakter Musikal pada Garap Soran sebagai Ide
Penciptaan Komposisi Karawitan. Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Suganda, Dadang. (2019). Budaya Sebagai Landasan Kreativitas Seniman. PARAGUNA:
Jurnal Ilmu Pengetahuan, Pemikiran, Dan Kajian Tentang Seni Karawitan, 6(1), 6273.
Sugiartha, I. Gede Arya. (2015). Bentuk dan Konsep Estetik Musik Tradisional Bali.
Konvensi Tradisi Garap Seni Dugjring Sebagai Dasar Penciptaan Karya Seni Lokal
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3771
Panggung, 25(1).
Sukamso, Sukamso. (2015). Konvensi-Konvensi Dalam Pementasan Karawitan Klenengan
Tradisi Gaya Surakarta. Jurnal Ketek, 15(1), 4959.
Sukirman, Sukirman. (2021). Karya sastra media pendidikan karakter bagi peserta didik.
Jurnal Konsepsi, 10(1), 1727.
Suneko, Anon. (2016). Pyang Pyung: sebuah komposisi karawitan. Resital: Jurnal Seni
Pertunjukan, 17(1), 6066.
Wihendar, Wihendar, Wastap, J. B., & Saleh, S. (2023). Ideologi Seni Tradisi sebagai Dasar
Pengembangan Penciptaan Karya Wanda Karawitan. Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(2),
87438750.
Zuchdi, Darmiyati, Afifah, Wiwiek, & Damayanti, Restu. (2019). Analisis konten etnografi &
grounded theory dan hermeneutika dalam penelitian.
.
Copyright holder:
Wihendar, Suhendi Afryanto, Mohamad Rudiana (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: