How to cite:
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro (2024) Sejarah dan Makna Corak dalam
Lembaran Tenun Sangia (Batik Mantik) Mekongga Kabupaten Kolaka
, (06) 08,
E-ISSN:
2684-883X
SEJARAH DAN MAKNA CORAK DALAM LEMBARAN TENUN SANGIA (BATIK
MANTIK) MEKONGGA KABUPATEN KOLAKA
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro
Universitas Sembilanbelas November, Indonesia
Abstrak
Tujuan penelitian ini membahas tentang sejarah dan makna dalam lembaran tenun sangia
(batik mantik). Kabupaten Kolaka yang lahir dari sejarah kerajaan memiliki peninggalan
berupa situs-situs sejarah dan budaya. Di era globalisasi ini kebudayaan di Kabupaten Kolaka
mulai terdegradasi akibat tidak adanya kebijakan pemerintah yang mengarah pada pelestarian
budaya melalui lembaran tenun sangia (batik mantik) sebagai identitas daerah. Hadirnya PT
Antam Tbk sebagai solusi mengatasi kemunduran budaya di Kabupaten Kolaka. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yakni dengan mengkaji berbagai teori sejarah sesuai dengan
maksud penelitian, sebagai alat analisis agar dapat melahirkan kesimpulan yang ilmiah dan
sesuai dengan kajian keilmuan serta masalah yang diteliti. Metode yang digunakan adalah
meode penelusuran sejarah dengan mengadopsi konsep 5W+1H, yang berisikan What (Apa),
Why (Mengapa), When (Kapan), Where (Dimana), Who (Siapa), dan How (Bagaimana).
Hasil penelitian menunjukan bahwa sejarah yang terkandung dalam lembaran tenun sangia
adalah menggambarkan perjuangan, kondisi social dan persatuan masyarakat/suku tolaki
mekongga. Selain itu pemerintah Kabupaten Kolaka belum maksimal dalam melaksanakan
pemajuan budaya daerah. Dengan hadirnya PT Antam Tbk maka budaya daerah yang dikemas
melalui lembar tenun sangia (batik mantik) mampu menopang usaha tenun sangia di
Kabupaten Kolaka. Dengan demikian, PT Antam Tbk memiliki kontribusi nyata dalam
pemajuan budaya daerah di Kabupaten Kolaka.
Kata Kunci: Sejarah, Tenun Sangia, Batik Mantik, Mekongga, Kolaka
Abstract
The purpose of this research is to discuss the history and meaning of sangia weaving sheets
(mantik batik). Kolaka Regency, which was born from the history of the kingdom, has relics in
the form of historical and cultural sites. In this era of globalization, culture in Kolaka
Regency began to be degraded due to the absence of government policies that led to the
preservation of culture through sangia weaving sheets (batik mantik) as a regional identity.
The presence of PT Antam Tbk is a solution to overcome cultural decline in Kolaka Regency.
The method used in this study is by examining various historical theories in accordance with
the purpose of the research, as an analytical tool in order to produce scientific conclusions
and in accordance with scientific studies and problems researched. The method used is a
historical tracing method by adopting the concept of 5W+1H, which contains What, Why,
When, Where, Who, and How. The results of the study show that the history contained in the
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro
3618 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
sangia weaving sheet is describing the struggle, social conditions and unity of the Tolaki
Mekongga community/tribe. In addition, the Kolaka Regency government has not been
maximized in implementing the promotion of regional culture. With the presence of PT Antam
Tbk, regional culture packaged through sangia weaving sheets (batik mantik) is able to
support the sangia weaving business in Kolaka Regency. Thus, PT Antam Tbk has a real
contribution to the promotion of regional culture in Kolaka Regency.
Keywords: History, Sangia Weaving, Mantik Batik, Mekongga, Kolaka
PENDAHULUAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan
Kebudayaan merupakan upaya dan strategi pemerintah dalam membangun daerah. Pada pasal
24 ayat (1) dijelaskan bahwa Indonesia, (2017), Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah
Daerah wajib melakukan pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan. Objek Pemajuan
Kebudayaan meliputi: a. tradisi lisan; b. manuskrip; c. adat istiadat; d. ritus; e. pengetahuan
tradisional; f. teknologi tradisional; g. seni; h. bahasa; i. permainan rakyat; dan j. olahraga
tradisional.
Sedangkan pada UUD 1945 Pasal (32) dikatakan bahwa Pemerintah memajukan
kebudayaan nasional Indonesia (Marzali, 2014). Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang
timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli
yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia,
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan
adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusian bangsa Indonesia (Brata, 2016).
Secara empiris, bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa. Keberagaman suku
bangsa tersebut mengakibatkan keberagaman hasil budaya seperti jenis tarian, alat musik,
jenis makanan, dan adat istiadat di Indonesia (Rahma, 2020). Selain itu, Batik adalah budaya
khas bangsa Indonesia yang sudah dikenal sejak jaman dulu dan diwariskan secara turun
temurun. Masyarakat duniapun mengakui bahwa batik adalah milik bangsa Indonesia karena
adanya pengakuan dari UNESCO. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi,
serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai
Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009. Batik sebagai seni lukis bisa disebut
juga sebagai suatu karya seni lukis yang banyak memanfaatkan unsur menggambar ornament
pada kain. Batik dikatakan sebagai seni tulis karena sebagian batik dibuat dengan teknik mirip
menulis atau menyungging. Sedangkan yang dimaksud dengan teknik membuat batik adalah
proses pekerjaan dari tahap persiapan kain sampai menjadi kain batik. Pekerjaan persiapan
meliputi segala pekerjaan pada kain mori hingga siap dibuat batik seperti nggirah/ngetel
(mencuci), nganji (menganji), ngemplong(seterika, kalendering).
Sedangkan proses membuat batik meliputi pekerjaan pembuatan batik yang sebenarnya
terdiri dari pelekatan lilin batik pada kain untuk membuat motif, pewarnaan batik (celup,
colet, lukis/painting, printing), yang terakhir adalah penghilangan lilin dari kain. (Sewan
Soesanto, 1974) dalam (Agustin, 2014).
Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas batik yang menunjukan karakter
daerahnya masingmasing, bukan hanya dipulau jawa akan tetapi dipulau sulawesipun
demikian. Kabupaten Kolaka merupakan daerah yang lahir dari kerajaan mekongga, dahulu
wilayah Kerajaan Mekongga disebut Wonua Sorume (Negeri Anggrek), karena wilayah ini
Sejarah dan Makna Corak dalam Lembaran Tenun Sangia (Batik Mantik) Mekongga
Kabupaten Kolaka
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3619
dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai jenis Anggrek. Nama Mekongga baru
digunakan setelah kerajaan tersebut terbentuk dengan maksud mengabadikan peristiwa
terbunuhnya Kongga Owose (Burung Elang Raksasa) oleh Sangia Larumbalangi Raja
Pertama Kerajaan Mekongga. Oleh sebab itu, hingga kini Kabupaten Kolaka memiliki situs-
situs sejarah yang dimasukan ke dalam cagar budaya agar terlindungi dan dilestarikan.
Perbedaan pelestarian budaya Kabupaten Kolaka dengan daerah lain dapat digambarkan
melalui konsep pengembangannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Koodoh, Laxmi, &
Mansur, 2023) upaya harus dilakukan untuk melestarikan kebudayaan tersebut,
termasuk kebudayaan Mekongga, antara lain: mengajarkan dan mempraktekan bahasa
lokal sejak usia dini melalui pelatihan tutur bahasa tolea dan pabitara. Membuat
organisasi lokal untuk pelestarian budaya,guna pengembangan minat dan bakat maupun
ekstrakulikuler yang berada di sekolah SD, SMP, SMA maupun lembaga dalam
lingkungan yang lebih luas melalui peran Tri Dharma Perguruan Tinggi. Seiring dengan
perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang membuat generasi milenial enggan untuk
mengenal sejarah Kabupaten Kolaka, maka konsep pelestarian budaya dilakukan melalui
lembaran tenun sangia (batik mantik). Hal ini akan mempermudah masyarakat baik local
maupun nasional hingga mancanegara untuk mengenal sejarah Kabupaten Kolaka, mengingat
setiap lembaran tenun sangia (batik mantik) memiliki nilai sejarah yang digambarkan dalam
setiap motifnya.
Kabupaten Kolaka memiliki seorang pengrajin tenun sangia (batik mantik) yang hingga
kini masih terus menggali nilai-nilai sejarah yang kemudian di gambarkan dalam motif-motif
tenun sangia. Muhammad Aliansi (Ali) atas kecintaanya terhadap sejarah yang diwariskan
secara turun temurun, membuatnya kini menjadi seorang yang memiliki homemade tenun
sangia (batik mantik) di Kabupaten Kolaka, di bawah binaan PT Antam Tbk. sebagai BUMN
yang turut serta memberikan dukungan berupa modal pengadaan bahan dan alat tenun sangia.
Berangkat dari uraian latar beakang masalah sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah dan makna corak dalam setiap lembaran tenun
sangia (batik mantik) mekongga Kabupaten Kolaka.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode
sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan sejarah
masa lampau (Gottschalk, Sun, & Nowack, 2013). Dengan penelitian berdasarkan metode
tersebut diharapkan dapat menghasilkan penelitian ilmiah dengan suatu kegiatan obyektif,
sistematis dan logis.
Proses pertama dalam metode penelitian sejarah yaitu pengumpulan data. (Kuntowijoyo
1994:95) dalam (Indracahya, Atmaja, & Sodiq, 2019). Pada tahap pertama ini, sumber primer
diperoleh melalui penelusuran situs sejarah kerajaan sangia nibandera. Penulis menelusuri
beberapa tempat dan tokoh-tokoh adat, museum / koleksi benda sejarah yang simpan oleh
tokoh adat setempat. Selanjutnya penulis melakukan penelusuran data skunder pada Dinas
Pendidikan Nasional bidang Kebudayaan guna memperoleh data pendukung yang bersifat
dokumen baik kebijakan pemerintah maupun dokumen sejarah lainnya yang relefan (Asmara,
2019) . Bentuk pengumpulan data yang dilakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer yang diperoleh penulis yaitu dari hasil wawancara dengan semua
yang terkait dalam penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Kolaka. Sumber sekunder
merupakan kesaksian dari pada siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan-mata, yakni
dari seseorang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya (Gottschalk et al., 2013). Data
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro
3620 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
sekunder dapat diperoleh dari buku-buku, koran, majalah serta data-data yang memiliki
relevansi dengan pembahasan dalam penelitian yang dilakukan.
Proses kedua adalah kritik sumber. Dalam tahap ini, dilakukan pengujian terhadap
kredibilitas dan autentisitas sumber. (Kuntowijoyo, 2005) dalam (Indracahya et al., 2019)
pada tahapan ini, sumber-sumber berupa buku, berita surat kabar media baik cetak maupun
elektronik diuji dan ditelaah lebih jauh sehingga sumber dapat dipastikan keotentisitasannya.
Penulis melakukan kritik intern maupun ekstern terhadap sumber-sumber yang penulis
dapatkan, baik itu berupa koran, majalah, arsip pemerintah, maupun sumber-sumber lisan
hasil wawancara yang tentu perlu analisis lanjutan untuk mendapatkan sebuah fakta yang
integral dengan fakta-fakta lainnya. Caranya dengan merangkai fakta-fakta, dengan disertai
penafsiran penulis berdasarkan data-data yang telah diseleksi dan dilakukan kritik sumber
(Kuntowijoyo, 2005) Tahapan ini disebut juga interpretasi.
Tahap terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah. Kuntowijoyo, (2005) Dalam
tahapan ini, fakta yang terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan yang deskriptif-
analitis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mantik sangia merupakan sebuah tenun khas Kabupaten Kolaka, tenun ini identic
dengan nilai-nilai sejarah, budaya dan makna pada setiap motifnya. Selain itu, tenun sangia
merupakan representasi dari budaya adat tolaki mekongga yang perlu dilestarikan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa di Kabupaten Kolaka yang lahir dari sejarah
panjang kerajaan mekongga, memiliki berbagai situs sejarah dan budaya yang digambarkan
melalui lembaran tenun mantik sangia. Adapun situs sejarah yang ditetapkan kedalam Surat
Keputusan Bupati Kolaka sebagai cagar budaya diantaranya adalah sebgai berikut;
Tabel 1. Jenis situs sejarah
No.
Situs Sejarah
Keputusan Bupati
Kolaka
Nomor
1.
Makan Dadao (Ibunda Bokeo Latambaga)
188.45/484
2.
Makam Wenibutu Laduma
188.45/483
3.
Makam Permaisuri Wedonggila
188.45/482
4.
Makam Makali (Istri ke 4 Sangia
Nibandera)
188.45/481
5.
Makam Natu (Istri ke 3 Sangia Nibandera)
188.45/480
6
Makam Sapati Ambi
188.45/479
7
Makam Kapita Lapabali
188.45/478
8
Makam Kapita Lapaga
188.45/477
9
Makam Bokeo Bula
188.45/476
10
Makam Bokeo Lasikiri
188.45/475
11
Makam Wetapuo
188.45/472
12
Makam Tunggo Laloasa
188.45/471
13
Makam Bokeo Lasipole
188.45/370
14
Makam Kapita Watu
188.45/369
15
Makam Bokeo Talaga
188.45/368
16
Makam Wekasili
188.45/367
17
Makam Pabitara Laloasa
188.45/365
Sejarah dan Makna Corak dalam Lembaran Tenun Sangia (Batik Mantik) Mekongga
Kabupaten Kolaka
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3621
18
Makam Ponggeria (Sangia Pewutaa)
188.45/366
19
Makam Bokeo Latambaga
188.45/343
20
Makam Bokeo Mburi
188.45/342
21
Makam Sangia Nibandera
188.45/341
Sumber: Diknas Bidang Kebudayaan 2023 (data diolah)
Berdasarkan pada table di atas, bahwa penetapan situs sejarah kedalam cagar budaya
melalui Keputusan Bupati Kolaka merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam
menjaga dan melestarikan cagar budaya. Sehingga dalam hal ini dapat diketahui bahwa peran
pemerintah dalam melaksanakan kebijakan telah dilakukan meskipun masih terdapat
kekurangan dari segi realisasi atau praktik melestarikan cagar budaya tersebut.
Pada lembar-lembar kain tenun sangia, orang bisa melihat bagaimana bentuk tikar yang
dipakai raja dan pemangku adat Mekongga dahulu. Ada pula kain tenun bermotif perisai yang
dipakai pasukan kerajaan, ornamen dan seni bangunan, perhiasan, hingga kisah cinta antara
dua suku yang diberi nama tenun Bunga Cinta.
Tabel 2. Motif Tenun Batik Mantik
No
Jenis Motif
Arti simbolis dan teknik tenun
Arti Simbolis
Teknik
tenun
1.
Motif Sorume
Serumpun
Songket
2.
Motif Sangia
Burung, tombak, keris dan pilar (kesuburan
alam)
Songket
3.
Motif wara-wara
Makanan khas
Songket
4.
Motif Tabere
Keseimbangan hidup
Songket
5.
Motif
Tonomotuo/bintang
Orang yang dituakan/tokoh
Sobbi
6
Motif Daun sirih
Pengobatak/kesehatan
Sobbi
7
Motif Kinea
Tameng
Songket
Sumber; Homemade mantik sangia 2023 (data diolah)
Pada setiap motif tenun sangia (batik mantik), terdapat arti simbolis yang memiliki
makna sejarah kerajaan. Metode tenunpun berbeda-beda tergantung dari nilai sejarah yang
diangkat.
1. Sejarah Tenun Sangia (batik mantik)
Sejarah tenun sangia (batik mantik) yang dilakukan oleh seorang pengrajin tenun
(bapak ali), adalah lahir dari kecintaannya terhadap budaya. Sedangkan makna pada setiap
symbol yang terdapat pada tenun sangia tersebut adalah sebagai berikut (Padiatra, 2020;
Tuti & Hasan, 2023) :
a. Motif Sangia
Melambangkan burung, tombak, keris, dan pilar kesuburan alam, dan memiliki
arti bahwa burung tersebut adalah sebagai burung kongga / burung raksasa yang datang
dengan membawa petaka. Burung tersebut pada awalnya memangsa ternak warga
(kerbau dan sapi) seiring berjalannya waktu dengan tidak adanya ternak warga, maka
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro
3622 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
burung kongga tersebut mulai memangsa manusia. Hingga pada akhirnya burung ini
dapat dibunuh oleh sangia nibandera.
Simbol tombak adalah sebagai senjata yang digunakan untuk membunuh burung
kongga / burung raksasa (Farid, 2017). Dengan senjata tombak inilah sangia nibandera
berhasil membunuh burung kongga. Symbol keris adalah sebagai senjata yang
senantiasa digunakan raja sangia nibandera dan memiliki unsur mistik yang tinggi
(Musdalifa, 2016). Symbol pilar kesuburan alam adalah memiliki makna bahwa ditanah
mekongga merupakan tanah yang subur untuk bercocok tanam dan beternak yang
kemudian mampu menopang kehidupan masyarakat setempat (Yuliana, Burhanuddin, &
Mahyudi, 2022).
b. Motif sorume
Melambangkan rumpun batang yang memiliki arti bahwa meskipun meskipun
memiliki batang yang kecil namun mampu menopang daunnya yang besar. Dengan
istilah tersebut maka dapat diartikan bahwa kebersamaan akan mampu meraih kekuatan
menuju kejayaan.
c. Motif wara-wara
Melambangkan makanan khas suku tolaki mekongga, dan memiliki arti bahwa
makanan khas keseharian masyarakat kolaka adalah sagu (sinonggi) dengan lauk gurita
yang diolah menjadi kering (wara-wara/kare-kare).
d. Motif tabere
Melambangkan segi empat layang-layang dan memiliki arti bahwa dalam
menjalani kehidupan sehari-hari adalah menjaga keseimbangan hidup antara satu dan
yang lainnya.
e. Motif tonomotuo
Melambangkan bintang dan memiliki arti bahwa dahulu terdapat tujuh orang
penjaga kampong yang ditokohkan oleh masyarakat, dan dipercaya untuk memangku
adat tolaki mekongga.
f. Motif daun sirih
Melambangkan daun sirih dan memiliki arti bahwa daun sirih disamping
digunakan untuk menginang/menyirih juga dapat digunakan sebagai obat-obatan untuk
kesehatan.
g. Motif kinea
Melambangkan tameng dan memiliki arti sebagai pelindung yang digunakan oleh
raja sangia nibandera.
Atas kondisi demikian, tenun sangia (batik mantik) dibuat secara terperinci. Dimulai
dari melihat sejarah yang kemudian diimajinasikan (Dewi, 2013), lalu pemilihan bahan untuk
menjaga kualitas produk yang dihasilkan, maka tenun sangia memiliki tingkat kerumitan yang
cukup tinggi. Setiap lembar tenun sangia penuh dengan nilai sejarah yang menggambarkan
perjuangan, kehidupan dan kondisi alam Kabupaten Kolaka.
KESIMPULAN
Sejarah dan Makna Corak dalam Lembaran Tenun Sangia (Batik Mantik) Mekongga
Kabupaten Kolaka
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3623
Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa
pandangan teoritis sebagai berikut; bahwa pada dasarnya budaya merupakan sebuah identitas
suatu daerah. Kabupaten Kolaka yang lahir dari sejarah kerajaan memiliki berbagai situs
sejarah dan budaya yang ditinggalkan sebagai identitas Suku Tolaki Mekongga. Dalam
perkembangannya, budaya dikabupaten kolaka dilestarikan melalui karya seni tenun sangia.
Dimana tenun tersebut identic dengan nilai sejarah yang memiliki kisah dan dituangkan
kedalam berbagai motif.
Pelestarian budaya melalui karya seni tenun sangia di Kabupaten Kolaka cenderung
masih baru dilakukan, adapun pengrajin tenun sangia ini adalah atas inisiatif dari masyarakat
yang cinta dengan budaya serta adat istiadat setempat. Namun demikian, karena model
pelestarian budaya ini sifatnya adalah mandiri (tidak melibatkan pemerintah) sehingga akan
sulit bagi pengarajin tenun sangia untuk mengembangkan karyanya. Oleh karna itu PT Antam
Tbk. hadir untuk memberikan support melalui pemberian modal pengadaan bahan dan alat
tenun sangia. Hal inilah yang kemudian perlu mendapat perhatian dari pemerintah agar model
pemajuan budaya dan pelestarian budaya ini mendapat dukungan melalui kebijakan
pemerintah daerah.
BIBLIOGRAFI
Agustin, Amanah. (2014). Sejarah batik dan motif batik di Indonesia. Seminar Nasional Riset
Inovatif II, 2, 539545.
Asmara, Dedi. (2019). Peran Museum dalam pembelajaran sejarah. Kaganga: Jurnal
Pendidikan Sejarah Dan Riset Sosial Humaniora, 2(1), 1020.
Brata, Ida Bagus. (2016). Kearifan budaya lokal perekat identitas bangsa. Jurnal Bakti
Saraswati (JBS), 5(1).
Dewi, Belinda Sukapura. (2013). Imajinasi angka. Jurnal Imaji Maranatha, 5(1), 218285.
Farid, A. Zainal Abidin. (2017). Capita Selecta: Kebudayaan Sulawesi Selatan. CV. Social
Politic Genius (SIGn).
Gottschalk, Fadri, Sun, TianYin, & Nowack, Bernd. (2013). Environmental concentrations of
engineered nanomaterials: review of modeling and analytical studies. Environmental
Pollution, 181, 287300.
Indonesia, Pemerintah. (2017). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017
tentang Pemajuan Kebudayaan. Lembaran Negara RI Tahun, (104).
Indracahya, Roby, Atmaja, Hamdan Tri, & Sodiq, Ibnu. (2019). Sejarah Perkembangan
Industri Rokok Sukun Kudus Tahun 1974-2011. Journal of Indonesian History, 8(1),
7279.
Koodoh, Erens E., Laxmi, Laxmi, & Mansur, Runni Yanti. (2023). Pembinaan Kesenian Bagi
Anak-Anak Desa Silea Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka Sebagai Penguatan
Kebudayaan Peninggalan Kerajaan Mekongga. EJOIN: Jurnal Pengabdian Masyarakat,
1(10), 11361146.
Kuntowijoyo, D. R. (2005). Pengantar ilmu sejarah. Bentang Pustaka.
Marzali, Amri. (2014). Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia. Humaniora, 26(3), 251
265.
Musdalifa, Andi. (2016). Nilai-nilai budaya dalam tiga cerita rakyat Tolaki (pendekatan
sosiologi sastra). Jurnal Humanika, 16(1), 2.
Padiatra, Aditia Muara. (2020). Ilmu sejarah: Metode dan praktik. JSI Press.
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro
3624 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Rahma, Adenisa Aulia. (2020). Potensi sumber daya alam dalam mengembangkan sektor
pariwisata di Indonesia. Jurnal Nasional Pariwisata, 12(1), 18.
Tuti, Wa, & Hasan, Hasni. (2023). Sejarah Kerajinan Tenun di Kelurahan Tolandona
Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tengah: 1957-2019. Sorume: Jurnal
Penelitian Sejarah Dan Budaya, 1(1), 1928.
Yuliana, Nuryati, Burhanuddin, Burhanuddin, & Mahyudi, Johan. (2022). Sistem Simbol
dalam Ritual Maulid Adat Bayan (Analisis Teori Victor Turner). Kabillah: Journal of
Social Community, 7(1), 157166.
Copyright holder:
Puji Prio Utomo, Maemanah, Anggoro Dwi Saputro (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: