How to cite:
Januar Setiawan, Uka Wikarya (2024) Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri
Manufaktur di Indonesia, (06) 08,
E-ISSN:
2684-883X
PENGARUH KONSUMSI LISTRIK TERHADAP OUTPUT INDUSTRI
MANUFAKTUR DI INDONESIA
Januar Setiawan, Uka Wikarya
Universitas Indonesia, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri
manufaktur Indonesia, khususnya pada lima sektor unggulan ekspor yaitu industri pengolahan
logam dasar, industri makanan, industri minuman, industri peralatan listrik, dan industri
komputer. Data yang digunakan berasal dari Survei Industri Manufaktur tahun 2015, 2017,
2018, dan 2019. Industri manufaktur Indonesia merupakan sektor yang penting karena
menempati posisi tertinggi pada tahun 2023 dalam menyumbang Produk Domestik Bruto
yaitu sekitar 18,67 % (Badan Pusat Statistik, 2024). Metode analisis yang digunakan adalah
regresi data panel dengan pendekatan fixed effect model. Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah output industri manufaktur, sementara variabel independennya adalah konsumsi
listrik. Penelitian juga menyertakan variabel kontrol seperti harga energi listrik, harga energi
solar, harga energi gas dan harga energi batubara, serta modal dan tenaga kerja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsumsi listrik berpengaruh positif dan signifikan pada
tingkat 1 % terhadap output industri manufaktur Indonesia pada kelima sektor yang diteliti.
Peningkatan konsumsi listrik sebesar 1% akan meningkatkan output industri manufaktur
sebesar 0,080% - 0,172%, ceteris paribus. Industri makanan, mencatatkan pengaruh terbesar
dibandingkan industri lainnya. Temuan ini mengimplikasikan pentingnya ketersediaan
pasokan listrik yang memadai untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur.
Kata Kunci: konsumsi listrik; output industri manufaktur, data panel, Indonesia
Abstract
The study aims to analyze the influence of electricity consumption on Indonesian
manufacturing industry output, in particular in the five leading export sectors: basic metal
processing industry, food industry, beverage industry, electrical equipment industry, and
computer industry. The data used came from the Manufacturing Industry Survey for 2015,
2017, 2018, and 2019. Indonesian manufacturing industry is an important sector as it
occupies the highest position by 2023 in contributing gross domestic product of about 18.67%
(Central Statistics Bureau, 2024).The analytical method used is panel data regression with a
fixed-effect model approach. The dependent variable in this study is manufacturing industry
output, while the independent variable is electricity consumption. The research also included
control variables such as electricity prices, solar energy prices, gas energy prices and coal
prices, as well as capital and labour. The results of the research show that electricity
consumption has a positive and significant impact at a rate of 1% on Indonesian
manufacturing industry output in the five sectors studied. A 1% increase in electricity
consumption will increase manufacturing output by 0.080% - 0.172%, ceteris paribus. The
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3474 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
food industry, recorded the greatest influence compared to other industries. These findings
imply the importance of availability of adequate power supply to drive manufacturing
industry growth.
Keywords: electrical consumption, manufacturing industry output, panel data, Indonesia
PENDAHULUAN
Penggunaan energi meningkat dari tahun ke tahun berdasarkan Handbook of Energy &
Economic Statistic of Indonesia 2022 (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2023)
sektor industri merupakan sektor pengguna listrik terbesar kedua di Indonesia dengan 69.616
ribu BOE, setelah sektor rumah tangga di urutan pertama dengan konsumsi 71.335 ribu BOE,
sedangkan komersial menempati urutan ketiga 42.230 ribu BOE dan terakhir 211 ribu BOE
untuk sektor transportasi. BOE (Barrel Oil Equivalent) adalah satuan energi dengan nilai kalor
disetarakan dengan satu barel minyak. Pada periode 2015 sampai 2022 terjadi peningkatan
konsumsi listrik pada sektor Industri di Indonesia yang jumlahnya mendekati sektor rumah
tangga. Hal ini menarik untuk dilihat apakah pertambahan konsumsi listrik di industri ini
berkorelasi dengan peningkatan output industri di Indonesia.
Gambar 1. Konsumsi Energi Listrik Final Indonesia 2015 s.d. 2022.
Sumber : Kementerian ESDM (diolah)
Sektor manufaktur atau pengolahan memainkan peran penting dalam mendorong
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Sebagai alasan pertama, data yang
dikumpulkan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa industri manufaktur memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap PDB. Sumbangannya terhadap PDB pada harga konstan
2010 sebesar 18,67%, dan masih menempati posisi tertinggi di antara sektor lain (BPS
Kabupaten Sukoharjo, 2024). Kedua, terbukti bahwa industri manufaktur menyerap banyak
tenaga kerja. Pada tahun 2023, industri pengolahan ini menyumbang 13,83 persen dari 139,85
juta orang, dan menempati posisi ketiga.(Direktorat Statistik Kependudukan dan
Ketenagakerjaan BPS, 2023) Sektor manufaktur ini juga memainkan peran besar dalam
ekspor Indonesia, menyumbang 72,24 persen dari total ekspor dan 76,97 persen dari total
ekspor tanpa migas (Afrizal, 2021).
Menurut data survei industri manufaktur yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian,
sektor yang paling berpengaruh terhadap capaian nilai ekspor industri manufaktur nasional
pada tahun 2023 adalah industri logam dasar dengan nilai USD 42 miliar, diikuti oleh industri
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3475
makanan dan industri minuman dengan nilai USD 41,69 miliar; industri komputer dan
industri peralatan listrik dengan nilai USD 16,6 miliar. (Direktorat Statistik Distribusi BPS,
2024). Dalam rangka untuk mendorong ekspor, penelitian ini akan membahas industri
tersebut di atas, dan melihat kebutuhan listrik industri tersebut untuk menunjang kegiatan
ekspor Indonesia. Pemilihan kelima sektor ini juga didasarkan pada pertimbangan strategis,
mengingat kontribusi signifikan mereka terhadap perekonomian nasional serta variasi dalam
intensitas penggunaan listrik. Sektor makanan dan minuman, misalnya, merupakan industri
padat karya dengan tingkat konsumsi listrik yang relatif moderat, sementara industri komputer
dan peralatan listrik cenderung lebih padat modal dan teknologi dengan kebutuhan listrik
yang lebih tinggi. Di sisi lain, industri pengolahan logam dasar dikenal sebagai salah satu
konsumen listrik terbesar di sektor manufaktur.
Dalam hal pengaruh konsumsi listrik terhadap output manufaktur, penelitian di Nigeria
mendapatkan hasil bahwa konsumsi listrik dan kredit ke sektor manufaktur mempunyai
hubungan negatif terhadap output (Asaleye et al., 2021). Kekurangan dan kurangnya pasokan
listrik di Nigeria telah menghambat produksi, terutama di sektor manufaktur dimana sebagian
besar perusahaan lebih memilih memproduksi barang di negara tetangga dan mengekspor ke
Nigeria. Hal ini mengakibatkan dampak negatif pada output dan lapangan kerja di sektor ini.
Penelitian terkait pengaruh konsumsi listrik terhadap output industry (Sankaran, Kumar,
Arjun, & Das, 2019), pada negara Maroko, Bolivia, Bangladesh dan India didapatkan
hubungan sebab akibat searah yang mengalir dari konsumsi listrik ke output. Kebijakan
pengurangan konsumsi listrik akan berakibat fatal terhadap hasil industri. Penelitian terkait
pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri didapatkan hubungan positif pada Industri
Manufaktur Korea Selatan (Kwon et al., 2016). Peningkatan konsumsi listrik meningkatkan
output industri manufaktur. Temuan penelitian di korea selatan menunjukkan bahwa
permintaan listrik dan output manufaktur mempunyai hubungan kausal dua arah. Pada
penelitian secara mikro dalam skala regional terkait pengaruh energi listrik terhadap output
industri manufaktur di Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa listrik memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap output produksi. (Sanjaya & Dev, 2018). Dengan melihat
penelitian diatas yang telah diteliti secara regional, penulis menganggap perlu ada penelitian
dalam skala nasional yang khusus dalam sektor penunjang ekspor terkait pengaruh konsumsi
listrik terhadap output industri manufaktur dikarenakan terdapat perbedaan hasil signifikansi
dari beberapa penelitian. Sektor ekspor menjadi penunjang suatu negara dalam meningkatkan
Produk Domestik Bruto negara tersebut.
Gambar 2. Perbandingan Tarif Dasar Listrik Negara ASEAN
Sumber : Kementerian ESDM (2022), diolah
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3476 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Tarif listrik Indonesia adalah yang termurah se-ASEAN (Gambar 2). Kebijakan murah
dari tarif listrik ini ini menarik untuk dilihat karena besaran biaya pokok penyediaan (BPP)
pembangkitan PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) di beberapa wilayah pada tahun 2020-
2022 sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia No. 169.K/HK.02/MEM.M/2021 masih jauh lebih tinggi dibandingkan harga jual
tarif tenaga listrik. (Contoh Tarif BPP Pembangkitan di Bangka Rp. 2.006,52/kWh, Belitung
Rp. 1.962,01, Lombok 1.715,65/kWh, Sumba 2.147,66/kWh). Di beberapa daerah, ada
perbedaan antara tarif tenaga listrik industri dan biaya pokok pembangkitan. Akibatnya,
pemerintah terpaksa memberikan kompensasi kepada PLN setiap tahun. Pemerintah harus
mengatasi disparitas ekonomi yang disebabkan oleh tarif dasar listrik (TDL) PLN yang tetap
dan tidak pernah berubah sejak Juli 2017 s.d. 2022. Tarif ini memaksa pelanggan nonsubsidi
untuk mendapatkan bantuan pemerintah yang dibayarkan oleh negara dalam bentuk
kompensasi. Biaya kompensasi listrik yang dikeluarkan Pemerintah sebesar Rp 70,9 triliun
dari 2017 hingga 2020. Sedangkan dalam hal subsidi Pemerintah mengeluarkan subdidi listrik
sebesar 75,83 triliun rupiah untuk tahun 2024. Dalam melihat hal terdapat biaya yang
ditanggung Pemerintah, perlu dilihat apakah kebijakan harga listrik mempengaruhi konsumsi
listrik pada periode penelitian 2015 s.d. 2019. Pada tahun 2015 dan tahun 2017 tersebut
terdapat perbedaan harga listrik akibat terbitnya Kepmen ESDM 28 Tahun 2016 (Presiden
Republik Indonesia, 2016).
Penelitian terkait pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri manufaktur ini
relevan dalam konteks tantangan global yang dihadapi Indonesia, seperti komitmen
pengurangan emisi gas rumah kaca dan upaya pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan
(SDGs). Pemahaman yang lebih baik tentang pola konsumsi listrik di sektor manufaktur dapat
membantu dalam perencanaan transisi energi yang lebih efektif, mendukung inovasi teknologi
ramah lingkungan, dan mendorong praktik produksi yang lebih berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Studi empiris terkait pengaruh konsumsi listrik terhadap output manufaktur, penelitian
di Nigeria mendapatkan hasil bahwa konsumsi listrik dan kredit ke sektor manufaktur
mempunyai hubungan negatif terhadap output (Asaleye et al., 2021). Setiap kenaikan
konsumsi listrik 1% menurunkan output 0,17%. Penelitian terkait pengaruh konsumsi listrik
terhadap output industri Sankaran, Kumar, Arjun, & Das, (2019), pada negara Maroko,
Bolivia, Bagladesh dan India didapatkan hubungan sebab akibat searah yang mengalir dari
konsumsi listrik ke output. Setiap kenaikan konsumsi listrik 1% berpengaruh kenaikan pada
output di Maroko 5,39% , Bolivia 14,06%, Bangladesh 11,89% dan India 3,46%. Penelitian
lain di India Abeberese, (2017) dengan menggunakan OLS, harga dari listrik menyebabkan
pengaruh negatif terhadap output -0,01 dan -0,006 (namun hasil didapat tidak signifikan),
sedangkan pada pengujian dengan metode IV menggambarkan kenaikan harga listrik
menyebabkan pengaruh negatif 1,4% terhadap output dan signifikan. kenaikan harga listrik
sebesar 1% dalam penelitian ini menyebabkan penurunan jumlah listrik yang dibeli oleh
perusahaan sebesar 1,2%.
Penelitian terkait pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri didapatkan
hubungan positif pada Industri Manufaktur Korea Selatan Kwon et al., (2016) dalam
hubungan log-log didapatkan peningkatan output manufaktur sebesar 1% akan meningkatkan
permintaan listrik sebesar 0,34%, sedangkan dalam hubungan elastisitas output terhadap
permintaan listrik adalah 0,31, peningkatan permintaan listrik sebesar 1% akan meningkatkan
output manufaktur sebesar 0,31%. Temuan penelitian menunjukkan bahwa permintaan listrik
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3477
dan output manufaktur mempunyai hubungan kausal dua arah. Pada penelitian secara mikro
dalam skala regional terkait pengaruh energi listrik terhadap output industri manufaktur di
Provinsi Jawa Tengah didapatkan bahwa listrik memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap output produksi dengan pola log-log didapatkan apabila listrik naik 1% maka output
akan naik sebesar 0,132 % (Sanjaya & Dev, 2018).
Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
Dalam penyusunan kerangka konseptual penelitian yang akan diteliti, sebagai berikut :
Gambar 3 Kerangka Konseptual Penelitian
Ojek yang menjadi penelitian adalah seluruh perusahaan yang menjadi subjek Survei
Tahunan Perusahaan Industri Manufaktur pada tahun 2015, 2017, 2018 dan 2019. Klasifikasi
industri sesuai BPS yaitu industri besar dengan jumlah pekerja lebih besar dari 99 orang,
industri sedang dengan jumlah pekerja 20 s.d. 99 orang, dan industri kecil dengan jumlah
pekerja 5 s.d. 19 orang (Statistics Indonesia, 2021). Survei Tahunan Perusahaan Industri
Manufaktur ini dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia di
seluruh Provinsi di Indonesia, dengan demikian lokus penelitian ini adalah Indonesia.
Tabel 1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Penulisan
Variabel
Definisi Operasional
ln_Output
it
Logaritma natural dari Nilai real Rupiah dari Output Industri
perusahaan -i pada tahun - t
Ln (kwhlistrik it)
Logaritma natural dari Jumlah pemakaian Listrik dalam kwh
perusahaan -i pada tahun - t
Ln (Plistrik it)
Logaritma natural dari Jumlah Harga real Unit Listrik (Rp/Kwh)
perusahaan -i pada tahun t , Biaya unit listrik didapatkan dari total
tagihan listrik dibagi dengan jumlah pemakaian (kwh)
Ln (Psolar it)
Logaritma natural dari Jumlah Harga real Unit Solar (Rp/ltr)
perusahaan -i pada tahun t, Harga solar per liter didapatkan dari
jumlah biaya pemakaian solar pada industri dibagi dengan jumlah
liter yang dikonsumsi
Ln (Pgas it)
Logaritma natural dari Jumlah Harga real Unit Gas (Rp/m3)
perusahaan -i pada tahun t, Harga unit gas didapatkan dari Biaya
gas industri dibagi jumlah gas (m3)
Ln (Pbatubara it)
Logaritma natural dari Jumlah Harga real unit Batubara (Rp/ton)
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3478 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
perusahaan -i pada tahun t,
Biaya unit batubara didapat dari biaya pengeluaran industri untuk
batubara dibagi jumlah ton batubara terpakai.
Ln (kapital it)
Logaritma natural dari Jumlah modal perusahaan -i pada tahun - t
Ln (pekerja it)
Logaritma natural dari Jumlah pekerja perusahaan -i pada tahun - t
I
Karakteristik individual perusahaan
Time specific factor, konstan antar unit observasi
Spesifikasi Model dan Metode Analisis
Persamaan utama penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di benua Afrika
Gu, Hassan, Devlin, & Li, 2018; Tang & Shahbaz, (2013) yang dilakukan di Pakistan.
Dimana pada penelitian sebelumnya terdapat persamaan fungsi sebagai berikut :
Y
t
= f (K
t
,L
t
,EC
t
)
dimana Y
t
merupakan output perusahaan
, K
t
adalah modal , L
t
adalah tenaga kerja dan
EC
t
adalah konsumsi listrik,
Rumusan penelitian yang akan diteliti sebagai rumusan penelitian utama adalah terkait
teori fungsi produksi yang dapat ditulis sebagai berikut :
ln(output
it
) = α
i
+ β
1
ln(kwhlistrik
it
) + β
3
ln(Kapital
it
) + β
4
ln(Pekerja
it
) + ϵ
it
(3.1)
Rumusan kedua, penulis ingin melihat melihat permintaan konsumsi listrik industri
yang dijelaskan oleh tingkat output, harga listrik dan harga-harga energi yang lainnya.
Formulasinya menggunakan fungsi log-log yang secara spesifik dinyatakan dalam persamaan
berikut :
ln(kwhlistrik
it
) = α
i
+ β
1
Ln (output
it
) + β
2
ln(Plistrik
it
) + β
3
ln(Psolar
it
) + β
4
ln(Pgas
it
) +
β
5
ln(Pbatubara
it
) + β
6
ln(Kapital
it
) + β
7
ln(Pekerja
it
) + ϵ
it
(3.2)
Metode estimasi untuk kedua model penelitian di atas yaitu dengan analisis regresi fix
effect unbalance panel data. Estimasi model dan pengujiannya menggunakan aplikasi
statistika STATA 18.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam melihat hubungan antara konsumsi listrik dan harga listrik dari tahun ke tahun
menyusun Tabel 2 yang dapat menggambarkan output rata-rata, konsumsi rata-rata listrik dan
harga rata-rata listrik untuk tiap industri pada industri pengolahan logam dasar, industri
makanan, industri minuman, industri komputer dan industri peralatan listrik pada periode
tahun yang berbeda selama dalam pengamatan penelitian. harga unit listrik untuk tahun
pengamatan yang sama memiliki perbedaan harga pada tiap industri. Nilai dari harga unit
listrik pada hasil pengolahan data ini serupa dengan penelitian yang sama terkait biaya energi
dan produktivitas industri Rentschler & Kornejew, (2018), dimana terdapat besaran nilai lebih
besar dari tarif tenaga listrik. Nilai harga unit listrik ini tentu berbeda dengan Keputusan
Menteri ESDM 31 Tahun 2014 atau Keputusan Menteri ESDM 81 Tahun 2016 (Lampiran 3),
dimana harga listrik pada kedua peraturan tersebut di bawah Rp. 2.000/kwh. Harga yang
berbeda disebabkan oleh harga unit listrik per kwh yang didapatkan dari penelitian adalah
biaya tagihan listrik dibagi dengan jumlah kwh pemakaian, dengan begitu biaya lain selain
biaya pemakaian seperti biaya beban yaitu biaya tetap bulanan berdasarkan daya tersambung,
pajak penerangan jalan (PPJ) yang merupakan persentase dari total tagihan untuk penerangan
jalan umum, biaya materai jika tagihan melebihi jumlah tertentu, denda keterlambatan yang
dikenakan untuk pembayaran melewati tenggat waktu dan biaya admin tidak dikeluarkan
dalam perhitungan,
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3479
Analisis Inferensia
Analisis inferensia digunakan untuk melihat hubungan antara konsumsi listrik dan
output industri manufaktur. Analisis menyajikan hasil estimasi FE sebagai rumusan penelitian
dasar. Penambahan variabel kontrol bertujuan untuk mengisolir pengaruh konsumsi listrik
terhadap output energi manufaktur. Penggunaan fixed effect (FE) untuk melihat pengaruh
tetap dari masing-masing industri terhadap variabel konsumsi listrik dan variabel kontrol
lainnya yang mempengaruhi output industri manufaktur. Sebelum menentukan penggunaan
metode FE, dilakukan Uji Chow, Uji Lagrange Multiplier (LM) Breusch-Pagan dan Uji
Hausman dimana uji ini dibutuhkan untuk memilih metode apa yang tepat antara Pooled OLS
(PLS), Fixed Effects (FE), dan Random Effects (RE). Persamaan (3.1) dilakukan Uji Chow
digunakan untuk memilih antara model PLS dan FE, hasil yang didapatkan bahwa hasil
menyarankan memilih FE karena nilai Prob > F = 0.0000, lebih kecil dari tingkat signifikansi
umum (misal 0,05), Model FE mengontrol heterogenitas yang tidak teramati antar industri
yang konstan sepanjang waktu, sehingga memberikan estimasi yang lebih konsisten
dibandingkan PLS jika efek individual industri berkorelasi dengan variabel penjelas. Uji
Lagrange Multiplier (LM) Breusch-Pagan digunakan untuk memilih antara model PLS dan
RE, dalam pengujian didapatkan hasil Prob > chibar2 = 0.0004, hasil ini Pilih RE karena
nilai 0,000 yang jauh lebih kecil dari tingkat signifikansi umum 0,05. Ini berarti kita menolak
hipotesis nol dan menyimpulkan bahwa varians dari efek individual secara statistik berbeda
dari nol. Pada uji Hausman, uji Hausman digunakan untuk memilih antara model FE dan RE.
Uji ini mengevaluasi apakah efek individu berkorelasi dengan variabel penjelas
(independent). Hasil yang didapatkan adalah Prob > chi2 = 0.000, nilai ini lebih kecil dari
0,05 yang mengarahkan penulis untuk memilih FE daripada RE.
Secara empiris pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri (Tabel 3) paling besar
terdapat pada Industri makanan dimana jika konsumsi listrik (ln_kwhlistrikpln) meningkat
sebesar 1%, maka output industri (ln_output) akan meningkat sebesar 0,172%, dengan asumsi
variabel lain dalam model dianggap konstan (ceteris paribus). Industri ini efesiensi
penggunaan listrik paling baik. Secara umum pengaruh konsumsi listrik terhadap output
industri yang bernilai positif ini sesuai dengan temuan di Negara Maroko, Bolivia,
Bangladesh dan India bahwa didapatkan hubungan positif antara konsumsi listrik dan output
industri manufaktur (Sankaran et all, 2019). Pada Industri makanan selain konsumsi listrik,
modal dan jumlah pekerja memiliki pengaruh signifikan dan positif. Hal ini menunjukkan
bahwa industri makanan merupakan industri
Pada industri logam dasar konsumsi listrik (ln_kwhlistrik) meningkat sebesar 1%, maka
output industri (ln_output) akan meningkat sebesar 0,119 %, pada tingkat signifikansi 1%.
Dalam industri logam dasar, modal dan tenaga kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
output industri yang dihasilkan.
Tabel 2 Output, Konsumsi dan Harga Unit Listrik Industri 2015 2019
Output riil rata-rata (dalam
Miliar Rp)
2015
2018
2019
Industri Logam Dasar
445,0
442,0
682,0
Industri Makanan
123,0
195,0
222,0
Industri Minuman
103,0
127,0
129,0
Industri Komputer
327,0
271,0
362,0
Industri Peralatan Listrik
368,0
877,0
616,0
Konsumsi rata-rata Listrik
(kwh)
2015
2018
2019
Industri Logam Dasar
4.499.413
3.163.378
1.567.580
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3480 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
Industri Makanan
836.140
721.613
633.447
Industri Minuman
677.523
909.066
532.711
Industri Komputer
3.418.657
810.020
502.975
Industri Peralatan Listrik
3.104.516
1.286.499
434.349
Harga rata-rata Listrik (Rp.)
2015
2018
2019
Industri Logam Dasar
3.125,57
3.283.98
3.232,22
Industri Makanan
2.727,76
2.544,99
2.560,92
Industri Minuman
2.824,79
2.655,24
3.016,56
Industri Komputer
3.397,51
3.712,60
3,719,02
Industri Peratalatan Listrik
3.356,29
3.640,30
3.570,41
Sumber: Survei Industri Manufaktur 2015 -2019 (diolah)
Pada Industri minuman, jika konsumsi listrik (ln_kwhlistrikpln) meningkat sebesar 1%,
maka output industri (ln_output) akan meningkat sebesar 0,080% dengan asumsi variabel lain
dalam model dianggap konstan (ceteris paribus). Persentase pengaruh diatas merupakan
persentase pengaruh paling kecil diantara kelima industri yang menjadi subjek penelitian.
Pada industri minuman, setiap kenaikan 1 % jumlah pekerja dapat meningkatkan output
industri sebanyak 0,378% dengan asumsi variabel lain dalam model dianggap konstan
(ceteris paribus). Variabel modal tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap output
industri pada industri minuman.
Pada industri komputer, setiap kenaikan 1% konsumsi listrik mempengaruhi output
industri 0,092% dengan asumsi variabel lain dalam model dianggap konstan (ceteris
paribus).. Karakteristik dari industri ini sama dengan industri minuman yang padat karya
(labour intensive), dibuktikan dengan setiap kenaikan 1% jumlah pekerja makan akan
mempengaruhi output 0,726% pada tingkat signifikansi 1% dengan asumsi variabel lain
dalam model dianggap konstan (ceteris paribus). Sedangkan modal tidak memiliki pengaruh
yang signifikan pada industri komputer. Pada industri peralatan listrik setiap kenaikan Dalam
hal jumlah pekerja pada industri komputer setiap kenaikan 1 % konsumsi listrik dapat
meningkatkan output industri sebanyak 0,125% %, dengan asumsi variabel lain dalam model
dianggap konstan (ceteris paribus). Dalam hubungan jumlah pekerja terhadap output, setiap
kenaikan 1% jumlah pekerja dapat meningkatkan output industri 0,750% ceteris paribus.
Pada industri peralatan listrik ini pengaruh tenaga kerja terhadap output menjadi pengaruh
paling tinggi dibandingkan industri lain, hal ini dapat diartikan bahwa industri ini sangat
bergantung dengan jumlah pekerja yang bekerja.
Berdasarkan tabel konsumsi listrik terhadap output listrik (Tabel 3), untuk melihat hasil
Cobb-Douglas yang terkait dengan konsep return to scale dari temuan di atas, kita dapat
melihat pada koefisien elastisitas input-input produksi, terutama listrik, modal (kapital), dan
tenaga kerja (pekerja). Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, jumlah dari koefisien-koefisien
ini menentukan jenis return to scale. jika hanya melihat konsumsi listrik, maka mayoritas
industri menunjukkan decreasing returns to scale, namun jika menggabungkan koefesien
kapital dan pekerja maka industri komputer dan peralatan listrik menunjukkan sedikit
increasing returns to scale, yang mungkin mencerminkan karakteristik teknologi tinggi dan
skala ekonomi dalam produksi.
Pengaruh Harga Listrik terhadap Konsumsi Listrik
Perhitungan dalam melihat pengaruh harga unit listrik terhadap konsumsi listrik
merupakan pengembangan dalam penelitian dari rumusan dasar dalam melihat pengaruh
konsumsi listrik terhadap output industri. Pada industri komputer dan industri peralatan
listrik, dengan melihat banyaknya perusahaan yang menggunakan batubara yang kurang dari
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3481
10 persen dari jumlah output penulis tidak memasukkan variabel ln (Pbatubara) sebagai
variabel kontrol, karena apabila dimasukkan akan mengurangi nilai observasi saat dilakukan
regresi. Pengaruh dari harga listrik terhadap konsumsi listrik memiliki pengaruh yang
berbeda-beda untuk tiap subsektor industri manufaktur antara lain logam dasar, makanan,
minuman, komputer dan peralatan listrik. Hubungan antara konsumsi listrik dan output secara
garis besar memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pemakaian konsumsi listrik
(Tabel 2). Dalam hal ini baik konsumsi listrik dan output saling mempengaruhi dan signifikan
positif. Hasil kausalitas dua arah ini sesuai dengan penelitian terkait pengaruh konsumsi listrik
terhadap output industri didapatkan hubungan positif pada industri manufaktur Korea Selatan
(Kwon et al., 2016). Terkait penelitian konsumsi listrik dipengaruhi oleh output industri yang
memperoleh hasil signifikan positif juga pernah diteliti dalam rentang tahun 1993 s,d 2006
di Afrika Selatan (Inglesi-Lotz & Blignaut, 2011).
Tabel 3 Konsumsi Listrik terhadap Output Industri
ln (Outputit)
Logam
Dasar (24)
Makanan
(10)
Minuman
(11)
Komputer
(26)
Peralatan
Listrik (27)
ln(kwhlistrikit)
0,119***
0,172***
0,080***
0,092**
0,125***
ln(kapitalit)
0,054
0,023**
0,021
0,102
0,008
ln(pekerjait)
0,195
0,485***
0,378***
0,726***
0,750***
Const
21,201
18,867
20,442
17,504
19,486
N
636
13.324
920
424
583
R2
0,598
0,641
0,667
0,723
0,609
***, **, *, tanda mewakili signifikansi 1%, 5%, and 10
Sumber: Survei Industri Manufaktur 2015 -2019 (diolah)
Pada industri makanan kenaikan harga unit listrik akan mengurangi konsumsi listrik
secara signifikan, temuan ini sesuai dengan teori demand for input. Pada industri makanan
setiap kenaikan harga unit listrik sebanyak 1 % akan mengurangi konsumsi listrik sebanyak
1,441 % ceteris paribus. Pada industri komputer kenaikan harga unit listrik 1 % akan
mengurangi konsumsi listrik sebanyak 3,392 % ceteris paribus, hal ini sesuai dengan teori
demand for input.
Pada industri minuman terdapat hubungan positif antara harga unit listrik dan konsumsi
listrik. Kenaikan harga unit listrik yang berhubungan positif terhadap konsumsi listrik ini juga
dapat dilihat pada penelitian di Amerika Serikat Orea, Llorca, & Filippini, (2015), dan di
Pakistan Jamil & Ahmad, (2011) .Hasil termuan pada industri minuman ini ini bisa jadi
merupakan hasil yang tidak biasa dan bertentangan dengan ekspektasi teoritis. Namun, ada
beberapa kemungkinan penjelasan untuk hasil ini:
a. Elastisitas permintaan yang rendah dari industri minuman, jika permintaan akan produk
minuman bersifat inelastis, kenaikan harga listrik dapat ditransfer ke konsumen tanpa
penurunan signifikan dalam permintaan produk. Dalam skenario ini, produsen minuman
mungkin dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan tingkat produksi mereka
meskipun menghadapi biaya listrik yang lebih tinggi, menghasilkan hubungan positif
antara harga listrik dan konsumsi
b. Investasi dalam teknologi hemat energi, dalam menghadapi harga listrik yang lebih tinggi,
produsen minuman mungkin berinvestasi dalam teknologi dan peralatan hemat energi.
Meskipun investasi ini dapat mengurangi konsumsi listrik per unit output dalam jangka
panjang, mereka mungkin memerlukan peningkatan konsumsi listrik dalam jangka pendek
selama fase transisi atau implementasi.
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3482 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
c. Faktor-faktor yang terlewatkan, hasil yang didapatkan mungkin dipengaruhi oleh variabel
yang dihilangkan atau faktor-faktor tersembunyi yang tidak terdapat dalam model.
Misalnya, perubahan peraturan, iklim bisnis, atau dinamika pasar yang lebih luas dapat
memengaruhi baik harga listrik maupun konsumsi listrik, menghasilkan hubungan positif
yang tampak.
Berdasarkan Tabel 4.3, dapat juga diamati pola subtitusi dan komplementer dalam
penggunaan energi listrik dan energi lain. Pada Tabel diatas pada industri logam, harga unit
solar (Psolar) dan harga unit batubara (Pbatubara) memiliki hubungan negatif dengan
konsumsi listrik, menunjukkan hubungan komplementer pada dua jenis energi tersebut yang
dapat diartikan, ketika harga unit solar atau harga unit batubara meningkat, konsumsi listrik
cenderung menurun, menunjukkan bahwa sumber-sumber energi ini digunakan bersama
dengan listrik dalam proses produksi. Pada industri logam dasar, setiap kenaikan harga
batubara sebanyak 1 % akan mengurangi 0,0001 % konsumsi listrik, pada tingkat signifikansi
1 %.
Pada industri makanan, harga unit solar (Psolar) dan harga unit batubara (Pbatubara)
memiliki hubungan positif yang signifikan dengan konsumsi listrik, dalam hal ini
menunjukkan hubungan substitusi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa ketika harga solar atau
batubara meningkat, konsumsi listrik cenderung meningkat, menunjukkan bahwa terdapat
hubungan komplementer antara penggunaan solar dan batubara terhadap listrik. Pelarangan
penggunaan batubara dan solar akan memaksa industri makanan untuk mencari alternatif
sumber energi yang kemungkinan besar akan meningkatkan biaya produksi karena batubara
dan solar adalah komplementer dengan listrik. Industri mungkin menghadapi tantangan dalam
menemukan sumber energi yang setara dalam hal biaya dan efisiensi, yang dapat berdampak
pada produktivitas dan profitabilitas industri tersebut. Transisi energi perlu didorong pada
industri makanan kepada bahan bakar gas. Industri mungkin akan beralih ke sumber energi
lain seperti gas atau energi terbarukan. Namun, koefisien untuk ln(Pgasit) tidak signifikan (-
0,008), menunjukkan bahwa gas mungkin tidak menjadi pilihan utama sebagai pengganti
berdasarkan penelitian ini.
Pada industri komputer harga unit solar (Psolar) memiliki hubungan positif yang
signifikan dengan konsumsi listrik, menunjukkan hubungan komplementer antara solar dan
listrik. Pada industri ini juga terdapat hubungan signifikan antara pekerja dan konsumsi listrik,
hal ini sesuai dengan penelitian sama pada beberapa industri di Turki (Soytas & Sari, 2007).
Secara garis besar hasil penelitian pada seluruh industri didapatkan ketergantungan solar pada
industri di Indonesia. Penelitian ini punya hubungan serupa dengan penelitian di Indonesia
Rentschler & Kornejew, (2018), dimana pada penelitian tersebut solar merupakan subtitusi
energi yang paling kuat untuk energi listrik dalam industri di Indonesia.
Analisis heterogenitas
Analisis heterogenitas berdasarkan klasifikasi jumlah pekerja pada industri manufaktur
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh konsumsi listrik terhadap
output industri antara kelompok industri sedang dan industri besar. Dengan memisahkan
sampel menjadi indutri sedang dan industri besar, penelitian ini menemukan bahwa
pengaruh konsumsi energi listrik terhadap output industri memiliki dampak positif dan
signifikan pada kedua sub sampel Tabel 4 Dimana pengaruh konsumsi energi listrik terhadap
output industri tertinggi terdapat pada industri sedang dengan jumlah pekerja 25 s.d. 99 orang.
Tabel 4. Statistik Model Konsumsi Listrik di Masing-Masing Industri
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3483
ln(kwhlistrikit)
Logam
Dasar (24)
Makanan
(10)
Minuman
(11)
Komputer
(26)
Peralatan
Listrik (27)
ln (Outputit)
2,002***
0,551***
0,879***
0,604**
1,128***
ln(Plistrikit)
-179,144
-1,441*
0,492
-3,231***
-0,444
ln(Psolarit)
-274,620
3,178***
-9,859
***
3,053
***
2,829
ln(Pgasit)
565,858
-0,008
0,504
-0,125
-0,307
ln(Pbatubarait)
-0,0001***
2,16
*
0,00003***
X
x
ln(kapitalit)
-52,663
-0,042
0,00001
-0,42*
0,109
ln(pekerjait)
0,438
0,149
-0,067
0,72*
-0,157
Const
-502,857
-19,376
-339,457
2,614
-37,673
N
96
1.414
137
107
164
R2
0,102
0,614
0,960
0,644
0,587
Analisa heterogenitas dapat juga dengan membandingkan antar dua periode waktu,
dalam hal ini penelitian akan melihat pada dua rentang waktu 2015-2017 dan 2018-2019.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan memahami bagaimana hubungan antara variabel
berubah sepanjang waktu dalam populasi yang sama atau di bawah kondisi yang berbeda.
Hasil yang diperoleh adalah pada kolom (1) pengaruh konsumsi listrik terhadap output
industri lebih tinggi daripada periode (2).
KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan hasil penelitian dari data Survei industri manufaktur pada
periode tahun 2015, 2017, 2018 dan 2019 yang dilakukan Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia, didapatkan hasil bahwa keselutuhan industri sesuai dengan hipotesis awal, dimana
konsumsi listrik berpengaruh positif terhadap output industri di industri makanan, minuman,
pengolahan logam dasar, industri komputer dan industri peralatan listrik, hal ini sesuai dengan
penelitian di korea Selatan dan penelitian di Maroko, Bolivia, Bangladesh dan India. Industri
makanan memiliki pengaruh konsumsi listrik terhadap output industri yang terbesar, dimana
jika konsumsi listrik (ln_kwhlistrikpln) meningkat sebesar 1%, maka output industri
(ln_output) akan meningkat sebesar 0,172 % ceteris paribus. Dalam pengaruh konsumsi listrik
terhadap output industri, didapatkan hasil bahwa industri sedang memiliki pengaruh yang
lebih besar dibandingkan industri lain.
Keseluruhan industri yang menjadi subjek penelitian menunjukkan decreasing returns to
scale jika hanya melihat konsumsi listrik terhadap output industri, penelitian dengan hasil
serupa pada negara berkembang dimana banyak industri tidak efisien. Dalam hal
menggabungkan koefesien kapital dan pekerja maka industri komputer dan peralatan listrik
menunjukkan sedikit increasing returns to scale, yang mungkin mencerminkan karakteristik
teknologi tinggi dan skala ekonomi dalam produksi dan solar merupakan energi yang umum
digunakan sebagai subtitusi energi listrik dalam industri manufaktur serupa dengan peneltian
Januar Setiawan, Uka Wikarya
3484 Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024
di Indonesia. Terdapat hubungan subtitusi antara jumlah pekerja dan konsumsi listrik di
industri komputer hal ini sesuai dengan penelitian sama pada beberapa industri di Turki.
BIBLIOGRAFI
Abeberese, Ama Baafra. (2017). Electricity cost and firm performance: Evidence from India.
Review of Economics and Statistics, 99(5), 839852.
Afrizal, Afrizal. (2021). Keunggulan Komparatif Ekspor Indonesia. JEM Jurnal Ekonomi
Dan Manajemen, 7(1), 2946.
Asaleye, Abiola John, Lawal, Adedoyin Isola, Inegbedion, Henry Egbezien, Oladipo, Adenike
Omowumi, Owolabi, Akinyomade O., Samuel, Olayemi Moses, & Igbolekwu, Chisaa
Onyekachi. (2021). Electricity consumption and manufacturing sector performance:
evidence from Nigeria. International Journal of Energy Economics and Policy, 11(4),
195201.
Gu, Jiatao, Hassan, Hany, Devlin, Jacob, & Li, Victor O. K. (2018). Universal neural machine
translation for extremely low resource languages. ArXiv Preprint ArXiv:1802.05368.
Indonesia, Presiden Republik. (2016). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61
Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Tersedia Pada Http://Pkps. Bappenas. Go.
Id/Dokumen/Uu/Uu% 20Sektor/Pelayaran/PP, 2061.
Indonesia, Statistics. (2021). Statistical Yearbook of Indonesia 2002. Statistics Indonesia.
Inglesi-Lotz, Roula, & Blignaut, James N. (2011). South Africa’s electricity consumption: A
sectoral decomposition analysis. Applied Energy, 88(12), 47794784.
Jamil, Faisal, & Ahmad, Eatzaz. (2011). Income and price elasticities of electricity demand:
Aggregate and sector-wise analyses. Energy Policy, 39(9), 55195527.
Kwon, Sanguk, Cho, Seong Hoon, Roberts, Roland K., Kim, Hyun Jae, Park, Kihyun, & Yu,
T. Edward. (2016). Effects of electricity-price policy on electricity demand and
manufacturing output. Energy, 102, 324334.
Orea, Luis, Llorca, Manuel, & Filippini, Massimo. (2015). A new approach to measuring the
rebound effect associated to energy efficiency improvements: An application to the US
residential energy demand. Energy Economics, 49, 599609.
Rentschler, Jun, & Kornejew, Martin. (2018). Energy price variation and competitiveness:
Firm level evidence from Indonesia. In Fossil Fuel Subsidy Reforms (pp. 75106).
Routledge.
Sanjaya, Wahyu Dedy, & Dev, M. Ec. (2018). Analisis Pengaruh Penggunaan Energi
Terhadap Output Produksi Industri Besar dan Sedang di Jawa Tengah. Universitas
Muhammdiyah Surakarta.
Sankaran, A., Kumar, Sanjay, Arjun, K., & Das, Mousumi. (2019). Estimating the causal
relationship between electricity consumption and industrial output: ARDL bounds and
Toda-Yamamoto approaches for ten late industrialized countries. Heliyon, 5(6).
Soytas, Ugur, & Sari, Ramazan. (2007). The relationship between energy and production:
evidence from Turkish manufacturing industry. Energy Economics, 29(6), 11511165.
Tang, Chor Foon, & Shahbaz, Muhammad. (2013). Sectoral analysis of the causal relationship
between electricity consumption and real output in Pakistan. Energy Policy, 60, 885
891.
Copyright holder:
Januar Setiawan, Uka Wikarya (2024)
First publication right:
Pengaruh Konsumsi Listrik Terhadap Output Industri Manufaktur di Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3485
Syntax Idea
This article is licensed under: