Pembajakan Karya Cipta Lagu di Era Transformasi Digital
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3543
2022). Selain memiliki impact positif, perkembangan teknologi digital tersebut juga
berdampak negatif bagi industri musik (Dewatara & Agustin, 2019). Sebab perkembangan
teknologi digital tersebut juga memiliki risiko terjadinya pembajakan yang selama ini
dikhawatirkan para pelaku seni. Pembajakan lagu tersebut akan terus meningkat seiring
dengan masifnya penggunaan platform music streaming. Akibat negative kehadiran platform
streaming musik digital akan sangat mengkawatirkan bagi pelaku pencipta lagu maupun
industri musik, tidak diimbangi dengan kebijakan yang dapat melindungi pencipta dan
karyanya (Lazuardi & Gunawan, 2024).
Selama ini, perlindungan terhadap para pencipta lagu memperoleh perlindungan melalui
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut Undang-
Undang Hak Cipta) (Atsar, 2017). Namun Undang-Undang ini belum mampu mengikuti
perkembangan digitalisasi industri musik yang semakin modern. Undang-Undang Hak Cipta
tidak mengatur secara khusus hak cipta musik digital, termasuk konsekuensi digitalisasi yang
melibatkan banyak pelaku. Padahal sekarang sebagian besar musisi dan pencipta lagu di
Indonesia merilis dan mempromosikan karyanya melalui platform digital. Lahirnya Undang-
Undang Hak Cipta pada 1982, didorong oleh tekanan industri musik dalam negeri dan
organisasi dagang internasional untuk mengkam- panyekan retorika anti pembajakan. Pada
akhirnya, muncullah ketakutan apabila digitalisasi menjadi peluang lahirnya pembajakan
model baru (Utama, Titawati, & Loilewen, 2019). Pembajakan salinan fisik dan teknologi
menjadi salah satu faktor yang membuat kebijakan hak cipta di Indonesia terbata- bata
mengatur ranah musik digital. Pasalnya, kebijakan yang ada masih mengidentifikasi 'digital'
sebagai format, bukan perubahan yang lebih modern dalam industri musik.
Isu utama dengan semakin majunya layanan streaming maupun platform musik digital
di Indonesia tidak semata-mata terkait masalah pembajakan, melainkan masalah perlindungan
hak cipta. Permasalahan ini tentunya harus direspon dengan menciptakan sistem tata kelola
royalti digital yang lebih transparan dan berpihak pada pencipta karya lagu. Penyedia akses
terhadap salinan (streaming) digital memunculkan aktor-aktor baru seperti platform itu
sendiri, agregator, label rekaman berbasis kekayaan intelektual (KI), label rekaman 360, dan
penerbit musik. Hubungan musisi dengan para pelaku industri musik pendatang baru di ranah
musik digital berkembang makin kompleks dengan berbagai kepentingan yang saling
berhimpitan dan berbenturan (Akbar, Bachtiar, & Hasanah, 2014).
Berdasarkan kenyataan tersebut menarik untuk melakukan pengkajian lebih mendalam
mengenai karakteristik faktor penyebab pembajakan karya cipta lagu dan bentuk perlindungan
hukum terhadap pemegang hak cipta lagu di era digitalisasi ini. Penelitian ini terutama untuk
menilai kesesuaian atau relevansi Undang-Undang Hak Cipta di era digitalisasi, selain itu juga
untuk mengetahui lembaga yang berwenang dalam mengelola hak royalti dari hak cipta, serta
mengetahui alur penyelesaian sengketa atas pelanggaran Hak kekayaan Intelektual dalam hal
ini hak cipta. Dalam konteks ini, penelitian yang mendalam diperlukan untuk memahami
sejauh mana urgensi permasalahan terkait dengan bentuk pelanggaran hak cipta lagu di
platform digital dan regulasi yang diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Penelitian ini akan
memberikan wawasan yang dibutuhkan untuk mengembangkan solusi yang memadai untuk
perlindungan hak cipta lagu sesuai dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum
normatif dengan menggunakan dokumen hukum seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, putusan pengadilan, dan dokumen hukum lain yang terkait dengan perlindungan