Ratio Legis Peraturan UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Terhadap Regulasi
Radio Komunitas
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3415
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dibuat untuk
menyelaraskan peraturan yang ada dengan perubahan paradigma dan lingkungan strategis,
termasuk otonomi daerah, kompetisi di tingkat regional dan global, peran serta masyarakat,
persaingan usaha, konvensi internasional tentang penerbangan, perlindungan profesi, serta
perlindungan konsumen (Makapunggo, 2022). Undang-undang ini bertujuan untuk
mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang
wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, Undang-Undang ini juga
mencakup berbagai aspek penerbangan, termasuk keamanan, keselamatan, navigasi, angkutan
udara, serta peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan penerbangan (Gustiawan, 2024;
Hertati, 2024). Dalam Undang-Undang ini diatur mengenai hak, kewajiban, serta tanggung
jawab hukum para penyedia jasa dan para pengguna jasa, dan tanggung jawab hukum
penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan
penerbangan serta kepentingan internasional atas objek pesawat udara yang telah mempunyai
tanda pendaftaran dan kebangsaan Indonesia (Pratama & Suradi, 2016; Saputra & Surahmi,
2022). Di samping itu, dalam rangka pembangunan hukum nasional serta untuk lebih
memantapkan perwujudan kepastian hukum, Undang-Undang ini juga memberikan
perlindungan konsumen tanpa mengorbankan kelangsungan hidup penyedia jasa transportasi
serta memberi kesempatan yang lebih luas kepada daerah untuk mengembangkan usaha-usaha
tertentu di bandar udara yang tidak terkait langsung dengan keselamatan penerbangan.
Keberadaan dari radio komunitas yang membutuhkan frekuensi dalam
pengoperasiannya menjadi masalah tersendiri dalam hal saluran komunikasi frekuensi radio
yang sering kali terjadi saling tumpang tindih dengan frekuensi radio yang digunakan oleh
pihak-pihak dalam industri penerbangan (Subekti, 2023). Hal ini menciptakan potensi
terhadap terjadinya gangguan frekuensi yang disebabkan oleh adanya tumpang tindih saluran
tersebut sehingga berdampak pada komunikasi dan navigasi dalam penerbangan yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan ataupun bentuk gangguan penerbangan lainnya.
Gangguan frekuensi radio komunitas dapat mengganggu komunikasi antara pilot,
pengendali lalu lintas udara, dan stasiun darat. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan,
ketidakjelasan, atau kesalahan dalam komunikasi yang dapat berdampak negatif pada
keselamatan penerbangan (Aziz, 2014). Selain itu, gangguan frekuensi radio juga dapat
mempengaruhi sistem navigasi pesawat, yang sangat penting dalam memastikan pesawat
terbang pada jalur yang aman (Mohammad, 2017).
Dalam konteks ini, penelitian yang mendalam diperlukan untuk memahami sejauh mana
gangguan frekuensi radio komunitas dapat memengaruhi keselamatan penerbangan dan sejauh
mana perubahan dalam regulasi diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Penelitian ini akan
memberikan wawasan yang dibutuhkan untuk mengembangkan solusi yang memadai untuk
menjaga keselamatan penerbangan sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Mariyati, 2014).
Secara yuridis, Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ditetapkan
untuk mengatur semua aspek penerbangan, termasuk persyaratan operasional, keselamatan,
keamanan, lingkungan, sertifikasi, dan lisensi penerbangan. Regulasi yang efektif dalam
memastikan keselamatan penerbangan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap
keamanan dan kepercayaan mereka terhadap industri penerbangan. Regulasi penerbangan
juga dapat mempengaruhi perubahan sosial dan mobilitas masyarakat. Misalnya, pembukaan
rute baru atau kebijakan liberalisasi penerbangan internasional dapat meningkatkan mobilitas
masyarakat dan membawa dampak sosial yang signifikan dalam hal pertukaran budaya,
turisme, dan konektivitas global.