Efektivitas Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan yang Mengabaikan Tunggakan Iuran BPJS
Ketenagakerjaan (Studi Kasus Pada BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Pusat Dan Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat)
Syntax Idea, Vol. 6, No. 08, Agustus 2024 3627
BPJS Ketenagakerjaan. Dimana BPJS Kesehatan ialah menyelenggarakan program jaminan
kesehatan, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan ialah menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa Pemberi Kerja secara bertahap
wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan
program Jaminan Sosial yang diikuti. Kemudian ayat (2) menjelaskan bahwa Pemberi Kerja
dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memberikan data
dirinya dan Pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS.
Adapun pada Pasal 19 ayat (1) menyatakan bahwa Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang
menjadi beban Peserta dari Pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS dan pada ayat (2)
menyatakan bahwa Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi
tanggung jawabnya kepada BPJS.
Terkait sanksi pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dengan pengaturan yang telah cukup detail tersebut, namun dalam praktiknya di
berbagai provinsi atau kota/kabupaten tetap belumlah dapat menekan pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan perusahaan khususnya terkait dengan jaminan sosial dalam
bentuk BPJS Ketenagakerjaan baik itu tidak mendaftarkan karyawannya ke dalam BPJS
Ketenagakerjaan atau melakukan pengabaian terhadap kewajiban untuk melakukan
pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Bisnis.com yang menerangkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan mencatat per/Mei 2022
ada lebih dari 20.000 perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program
jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan (Situmeang, Putri, & Pebrianti, 2023). Direktur Utama
BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo memaparkan dari 63.257 perusahaan yang
dilakukan pengawasan dan pemeriksaan oleh BPJS Ketenagakerjaan, baru 40.144 atau 63%
perusahaan yang patuh, sedangkan sebanyak 23.113 perusahaan belum memberikan
perlindungan kepada pekerjanya (Situmeang et al., 2023).
Detik Jatim melaporkan bahwa data BPJS Ketenagakerjaan Blitar mencatat ada 1.339
PK/BU yang menunggak iuran. Total piutang iuran itu mencapai sebanyak Rp4,8 miliar
dengan rincian kategori pembayaran kurang lancar 559 PK/BU dengan piutang iuran sekitar
Rp 1,2 miliar (Tugas, 2017). Pembayaran diragukan sebanyak 77 PK/BU dengan piutang
iuran sebanyak hampir Rp 1,2 miliar dan pembayaran macet sebanyak 344 PK/BU dengan
piutang iuran hampir Rp1,4 miliar. Dari 1.339 PK/BU di Blitar Raya yang punya piutang
iuran itu, selain perusahaan juga termasuk lembaga pemerintahan dan yang di bawah dinas
pendidikan, ulas Hendra Elvian selaku Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Blitar (Tugas,
2017).
Penunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta sendiri sebagaimana laporan
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) DKI Jakarta Pathor Rahman mengungkap
terdapat 43 ribu perusahaan di provinsi DKI Jakarta yang menunggak iuran BPJS
Ketenagakerjaan di tahun 2018. Daftar perusahaan tersebut dikategorikan menjadi tersendat,
ragu-ragu dan macet dalam hal pembayaran iuran tersebut. Dari jumlah penunggak iuran
BPJS Ketenagakerjaan tersebut, sebanyak BPJS 6.580 perusahaan/pemberi kerja yang benar-
benar dikategorikan macet dalam pembayaran (RADEN AYU, 2023). Mayoritas penunggak
adalah perusahaan swasta.
Dari permasalahan-permasalahan mengenai perusahaan-perusahaan penunggak iuran
BPJS Ketenagakerjaan tersebut, kemudian dilakukanlah sebuah terobosan hukum dalam hal
penanganan permasalahan tersebut dengan dibuatnya MOU kerjasama antara BPJS