Evri, Dhaniswara K. Harjono, Hulman Panjaitan
3280 Syntax Idea, Vol. 6, No. 07, Juli 2024
Pilihan hukum dalam hukum perjanjian merupakan suatu kebebasan bagi para pihak dalam
memilih sendiri hukum yang akan digunakan (Risnain, 2013). Alternatif pilihan hukum
umumnya meliputi hukum nasional suatu negara, perjanjian internasional, hukum
internasional, atau hukum kebiasaan. Pilihan forum menyangkut alternatif forum penyelesaian
sengketa seperti forum arbitrase, pengadilan, negosiasi, mediasi, atau konsolidasi.
Persoalan pilihan hukum maupun pilihan forum hingga saat ini masih tetap relevan
menjadi kajian dalam HPI. Pilihan hukum maupun pilihan forum menjadi bagian dari konflik
hukum. Konflik hukum termasuk bagian dari debat berkepanjangan terkait dengan upaya
pembentukan model law dalam bisnis internasional termasuk di dalamnya mengenai sengketa
hukum dan implementasinya.
Kebebasan maupun pembatasan dalam pilihan hukum menjadi salah satu tema dalam
perdebatan. Pilihan hukum adalah proses di antara hukum yang kompetitif. Para pihak yang
sedang menghadapi persoalan atau sengketa (dispute) dapat memilih hukum tertentu sesuai
dengan kesepakatan para pihak. Pemilihan hukum berlaku untuk satu atau lebih masalah yang
timbul di bawah hubungan hukum (Rokan, 2013).
Contoh kasusnya adalah Putusan Nomor 496 PK/Pdt/2019 menyatakan bahwa menolak
permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT A P A (PT AGI) dan
menghukum pemohon PK untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan.
Putusan PK tersebut menguatkan Putusan Kasasi, Putusan Pengadilan Tinggi Nomor
306/PDT/2014/PT.DKI. tanggal 9 September 2014 dan Putusan Nomor 359/Pdt.G/2012/
PN.Jkt.Pst. tanggal 17 Juli 2013. Dalam tingkat kasasi permohonan kasasi dilakukan oleh PT.
A P A (PT. AGI) putusan Nomor 1815 K/PDT/2015 tanggal 30 Desember 2015, yang
amarnya berbunyi menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. A P A (PT. AGI)
tersebut dan menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Pengajuan
gugatan wanprestasi yang dilakukan oleh PT. B U M I (PT. B S) terhadap PT. A P A (PT.
AGI). Kasus bermula ketika kapal MV Amar PT. B U M I (PT. B S) selaku Tertanggung
dalam polis asuransi a quo telah mengalami kebakaran pada tanggal 13 Agustus 2006
sehingga telah timbul kerugian, dan mengajukan klaim asuransi constructive total loss
sejumlah USD 3,000,000.00 (tiga juta dollar Amerika Serikat) dan increased value insured
sejumlah USD 1,000,000.00 (satu juta dollar Amerika Serikat) atau total USD 4,000,000.00,
polis asuransi tersebut bernomor 0061.B.0053.12.03 yang diterbitkan oleh PT. A P A (PT.
AGI) selaku Penanggung dengan tenggang waktu 12 bulan. Bahwa oleh karena Tertanggung
telah melaksanakan kewajibannya dengan baik sebagaimana tercantum dalam polis a quo
maka kerugian yang diderita kapal karena kebakaran tersebut harus ditanggung oleh Pemohon
Peninjauan Kembali.
PT. A P A (PT. AGI) mengajukan eksepsi pada pengadilan negeri bahwa Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai kompetensi untuk memeriksa perkara terkait dengan
Polis yang tunduk pada hukum Inggris, akan tetapi dalam amar putusan 359/Pdt.G/2012/
PN.Jkt.Pst. tersebut menolak eksepsi tergugat (PT A P A (PT. AGI)). Sehingga menegaskan
bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk mengadili Polis walaupun dalam isi
polis tersebut tunduk pada hukum Inggris.
Pada dasarnya setiap orang memiliki kebebasan untuk mengikatkan diri pada suatu
perjanjian sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (freedom to contract, atau party
autonomy). Dalam perkembangannya kebebasan para pihak untuk berkontrak ini
dimanifestasikan pula dalam kebebasan untuk menentukan hukum yang berlaku untuk
mengatur kontrak yang telah dibuat (freedom to choose the applicable law). Bila dalam suatu
kontrak, terdapat klausula pilihan hukum, maka hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut