Gambaran Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja Putra di Kepulauan Yapen, Papua
Syntax Idea, Vol. 6, No. 07, Juli 2024 3117
Perilaku seks bebas yang dilakukan remaja berdampak pada penularan penyakit menular
seksual, seperti HIV/AIDS. Menurut WHO (2018) memperkirakan 30% dari 40 juta orang
terinfeksi HIV/AIDS (ODHA/ orang dengan HIV/AIDS) (10,3 juta) adalah kaum muda
berusia 15 tahun. Jumlah infeksi HIV/AIDS di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Pada
tahun 2017 terdapat 48.300 infeksi HIV, dimana 20% remaja usia 15 sampai 24 tahun
terinfeksi HIV dan diantaranya 9.280 kasus AIDS (Syafitriani1*, Trihandini2, & Irfandi3,
2022). Dampak lain dari perilaku seks bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah
merebaknya penyakit menular seksual. Remaja sering melakukan hubungan seks tanpa
kondom, seiring dengan kebiasaan berganti pasangan dan seks anal, membuat mereka lebih
rentan terhadap penyakit menular seksual seperti sifilis, gonore, herpes, klamidia (Sawitri,
Rohmawati, Wahyuningsih, & Fernanda, 2022).
Dari jumlah kasus HIV/AIDS di Provinsi Papua pada tahun 2021 tercatat sebanyak
46.967 kasus. Pada kelompok remaja usia 15 sampai 19 tahun, jumlah kasus mencapai 5.706,
sementara kasus pada kelompok usia 20 sampai 24 tahun mencapai 9.330 (Dinas Kesehatan
Provinsi Papua, 2021). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura pada tahun yang sama
menunjukkan terdapat 4.715 kasus, di mana 3.202 orang terinfeksi HIV dan 1.503 pasien
terdiagnosis AIDS. Jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS tertinggi tercatat pada
kelompok usia 20 hingga 29 tahun, sebanyak 1.570 kasus. Pada kelompok dewasa usia 30
sampai 39 tahun terdapat 832 kasus, dan urutan ketiga tertinggi adalah remaja usia 15 hingga
19 tahun dengan 292 kasus. Prevalensi HIV/AIDS menunjukkan tingkat yang lebih tinggi
pada remaja usia 15 sampai 19 tahun, menurut data Dinkes Kabupaten Jayapura pada tahun
2022.(Kesaulija, Natalia, Sembiring, Tinggi, & Kesehatan, n.d.)
Adapun hal-hal penting yang melatarbelakangi perilaku seksual remaja yaitu keinginan
untuk menikah di usia yang relatif muda (20 tahun) dan arus informasi yang semakin deras
yang dapat menimbulkan gairah seksual pada remaja. Rangsangan tersebut mendorong remaja
untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku
seksual remaja adalah pubertas, jenis kelamin, kontrol orang tua, pengetahuan kesehatan
reproduksi, dan sikap terhadap perilaku seksual yang berbeda(Mahmudah, Yaunin, & Lestari,
2016).
Hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pembina Kepemudaan (MCR) Mitra Citra -
PKBI Jabar terbagi menjadi 8 faktor. Berdasarkan tanggapan yang masuk, faktor kesulitan
mengendalikan hasrat seksual menduduki peringkat tertinggi (63,68%). Selain itu, ada juga
faktor seperti kurangnya kepatuhan beragama (55,79%), gairah seksual (52,63%), sering
menonton film dewasa (49,47%) dan kurangnya pengawasan orang tua (9,47%). Tiga faktor
terakhir yang berkontribusi terhadap seks pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan
lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (Marlina Riskawaty, Ernawati, Rispawati, &
Bahtiar, 2021). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mutiara di Kabupaten Jatinagor
Sumedang dengan 24 hasil pencarian menunjukkan bahwa dari 100 subjek penelitian,
semuanya pernah melakukan salah satu bentuk perilaku seksual. Dan dari 100 orang yang
melakukan tindakan seksual, 100% berpegangan tangan, 90% berpelukan, 82% menyentuh
leher, 56% menyentuh alat kelamin, 52% membelai, 33% melakukan seks oral, dan 34%
melakukan hubungan seks (Bemj et al., 2023). Berdasarkan latar belakang yang telah penulis
uraikan, maka rumusan masalah yang telah dirumuskan, yaitu bagaimana gambaran perilaku
seksual pranikah remaja putra di SMP Negeri Yobi?.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif deskriptif. Sugiyono (2012) menjelaskan penelitian deskriptif adalah penelitian