How to cite:
Bintang Gemilang Aristawidya, Risa Triarisanti, Ashanti Widyana (2024) Bahasa Maskulin dalam
Drama All of us are Dead, (06) 07, https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
BAHASA MASKULIN DALAM DRAMA ALL OF US ARE DEAD
Bintang Gemilang Aristawidya, Risa Triarisanti, Ashanti Widyana
Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang fitur bahasa laki-laki. Laki-laki dan perempuan
memiliki gaya bahasa yang sangat berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi serta menganalisis fitur bahasa laki-laki berdasarkan teori Jennifer
Coates dengan objek penelitian berupa drama Korea yang berjudul All Of Us Are
Dead. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik analisis
berdasarkan teori Miles, Huberman, dan Saldana yaitu reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian ini menemukan terdapat dua fitur
bahas laki-laki yang ditemukan yaitu perintah dan arahan serta umpatan dan bahasa
tabu. Fitur umpatan dan bahasa tabu menjadi fitur yang paling banyak ditemukan
karena laki-laki bisa mengumpat di kondisi apapun baik saat sendiri maupun bersama
orang lain. Perintah dan arahan antara laki-laki dan perempuan juga berbeda, laki-laki
lebih sering untuk memberikan perintah secara langsung dan kuat untuk menunjukkan
kontrol sedangkan perempuan tidak.
Kata kunci: Bahasa Maskulin, Drama Korea, Variasi Bahasa
Abstract
This research discusses male language features. Men and women have very different
language styles. The purpose of this research is to identify and analyze male language
features based on Jennifer Coates' theory, with the object of research being a Korean
drama titled "All Of Us Are Dead". This research is a qualitative descriptive study with
analysis techniques based on Miles, Huberman, and Saldana's theory, which are data
reduction, data presentation, conclusion drawing, and verification. The results of this
research found that there are two male language features identified: commands and
directives, as well as curses and taboo language. Curse and taboo language features are
the most frequently found because men can curse in any situation, whether alone or with
others. Commands and directives between men and women also differ; men are more
likely to give direct and strong commands to show control, whereas women do not.
Keywords: Korean Drama, Language Variation, Men Language
PENDAHULUAN
Dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat sebagai bahasa, melainkan dilihat
sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat manusia. Oleh karena itu, semua rumusan
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 07, Juli 2024
Bahasa Maskulin dalam Drama All of us are Dead
Syntax Idea, Vol. 6, No. 07, Juli 2024 2949
mengenai sosiolinguistik yang diberikan para ahli tidak akan terlepas dari persoalan
hubungan bahasa dengan kegiatan/aspek-aspek kemasyarakatan (Mujib, 2009).
Hubungan antara bahasa dan jenis kelamin sudah mulai diteliti sejak tahun 1960,
penelitian tersebut menjelaskan bahwa cara wanita dan pria menggunakan bahasa adalah
untuk menegosiasikan hubungan sosial mereka sekaligus membentuk identitas (Bianco,
Hornberger, & McKay, 2010). Buku An Introduction to Sociolinguistics karangan
Holmes (Holmes & Wilson, 2022). menuliskan bahwa faktor utama wanita dan pria
berbicara secara berbeda disebabkan oleh faktor sosial dan budaya. Kemudian bentuk
linguistik yang digunakan pun menyesuaikan komunitas tutur.
Fenomena antara perbedaan bahasa wanita dan pria ini selaras dengan teori yang
ditemukan oleh Jennifer Coates dalam buku yang berjudul Women Men and Language,
berpendapat bahwa banyak perbedaan antara bahasa wanita dan pria. Yang menurut
Philips, dkk. perbedaan bahasa yang digunakan oleh wanita dan pria terjadi karena
masyarakat yang membentuk keduanya secara berbeda. Contohnya, pria ketika berbicara
ke sesama pria, percakapannya cenderung fokus ke kompetisi, ejekan, agresi dan lain-
lain.
Coates, (2015) dalam karyanya, menyatakan bahwa terdapat dua fitur bahasa yang
digunakan oleh pria, yaitu perintah dan arahan serta umpatan dan bahasa yang tabu.
Kedua kategori tersebut cenderung muncul dalam cara pria berkomunikasi, baik ke
sesama pria maupun ke pada lawan jenis.
Kategori pertama adalah perintah dan arahan, yang menurut Coates, pria
cenderung berbicara dalam bentuk perintah daripada sugesti. Contoh, pria menggunakan
kalimat “Jangan membeli barang itu.” yang sebenarnya bisa diubah menjadi bentuk
sugesti seperti “Sebaiknya lihat dulu barang lain” yang tonenya lebih ramah dan tidak
memerintah.
Kategori kedua, adalah umpatan dan bahasa tabu. Umpatan merupakan ekspresi
manusia pada suatu kondisi tertentu. Namun, Coates menyatakan bahwa pria mengumpat
lebih banyak dari wanita, dikarenakan dorongan maskulinitas yang merasa macho’ atau
gagah ketika mengumpat. Contoh kata umpatan adalah “Anjing” “Bangsat”. Sementara
yang dimaksud bahasa tabu atau bahasan tabu bisa mencakup berbagai hal, seperti seks,
kematian, penyakit, dan lainnya. Menurut Coates, pria lebih luwes dalam membicarakan
hal-hal tabu tersebut.
Coates juga memandang perbedaan linguistik merupakan suatu cerminan
perbedaan sosial. Sepanjang masyarakat memandang pria dan wanita berbeda dan tidak
setara, maka perbedaan dalam bahasa laki-laki dan perempuan akan terus berlangsung.
Dengan kata lain, penggunaan bahasa bersifat sensitif terhadap pola-pola hidup dan pola-
pola interaksi.
Salah satu negara yang dilabeli stereotipe patriarki adalah Korea Selatan. Dalam
buku Confucianism and the Family yang ditulis (Cho, 2016), penilaian terhadap status
perempuan dalam masyarakat Konfusianisme, salah satunya Korea Selatan, adalah isu
yang sangat kompleks, dan mungkin hal ini paling rumit di Korea. Secara umum,
masyarakat Korea digambarkan sebagai bentuk patriarki yang ekstrim, terutama pada
masa Dinasti Yi. Perempuan tidak mempunyai posisi publik dan dipaksa untuk bersikap
pasif dan patuh kepada laki-laki, yang secara struktural bersifat sentral.
Dalam Muhammad, Dwiningtyas, & Sos, (2016) dijelaskan bahwa melalui paham
Konfusianisme yang berkembang di Korea Selatan, muncul budaya patriarki yang
menganggap laki-laki lebih berkuasa dibandingkan dengan perempuan. Selain itu
budaya patriarki ini menjadikan laki-laki mampu mendominasi urusan publik. Budaya
Bintang Gemilang Aristawidya, Risa Triarisanti, Ashanti Widyana
2950 Syntax Idea, Vol. 6, No. 07, Juli 2024
patriarki ini nampaknya masih berpengaruh dalam berbagai bidang industri di Korea
Selatan hingga saat ini, salah satunya adalah industri hiburan.
Serial drama Korea All of Us Are Dead, menunjukan perbedaan yang menonjol
antara wanita dan pria. Drama bergenre thriller itu menceritakan tentang serangan zombie
yang berlatar di sekolah, di mana pemeran utamanya terdiri dari 3 orang wanita dan 6
orang pria. Salah satu pemerannya, Gwi Nam, merupakan seorang siswa kasar yang
melakukan perundungan terhadap siswa lain dan merupakan antagonis utama.
Berdasarkan pengalaman penulis dalam menonton serial All of Us Are Dead, penulis
berpendapat bahwa cara bicara karakter Gwi-Nam sesuai dengan karakter yang
digambarkan teori (Coates, 2015). Penelitian tentang fitur bahasa pria sudah banyak
dilakukan, namun belum ada yang membahas tentang perbedaannya dalam bahasa Korea
dan dalam serial drama Korea All of Us Are Dead. Beberapa penelitian terdahulu yang
menjadi pedoman penelitian yaitu penelitian oleh (Fauzia, 2019; Juwita, Sunggingwati, &
Valiantien, 2018; Melinda, Junengsih, & Imanuddin, 2024; Nashr, 2015; Oliver, Degnan,
Hunter, & Moran, 2009; Poegoeh & Hamidah, 2016; Rafi’atussyifa, 2023; Setyani, 2022;
Winarto, 2015; Zulkarnaen, Fitriani, & Widia, 2018)
Penelitian Adriana, (2012) menyatakan perbedaan ujaran oleh gender terjadi
karena pengaruh sosial yang hirarki atau yang memposisikan perempuan di bawah laki-
laki. Bahasa laki-laki lebih menunjukkan sikap dominasi (sikap yang menunjukkan
kekuasaan), sedangkan bahasa perempuan merefleksikan subordinasi. Selaras dengan
penelitan (Islamiyati, Kusuma, & Kom, 2017) yang secara lebih detail menjelaskan
tentang bagaimana Perempuan Indonesia melihat sosok laki-laki, khususnya dalam drama
Korea, yang dipandang berstatus lebih tinggi secara hierarki. Sementara penelitian
(Nurwidyohening, 2011) meneliti hal serupa dengan objek bahasa Prancis, di mana
ditemukan dalam bahasa Prancis juga terdapat superioritas maskulin.
Dijelaskan secara mendalam melalui penelitian (Park et al., 2021) yang berjudul
“KOAS: Korean Text Offensiveness Analysis System , ditemukan bahwa kata umpatan
dalam bahasa Korea memiliki beragam tingkat ofensivitas sesuai dengan penggunaannya:
lemah, sedang, dan kuat. Dan penelitian (Az’Zahrah, Sitare