How to cite:
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo (2024) Perlindungan Hak Pencipta
Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta ,
(06) 06, https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
PERLINDUNGAN HAK PENCIPTA KARYA YANG DIJADIKAN NFT BERBASIS
SISTEM BLOCKCHAIN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG HAK CIPTA
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
Universitas Surabaya, Indonesia
Abstrak
Perkembangan dan inovasi teknologi berpengaruh secara besar terhadap kehidupan
masyarakat saat ini, termasuk dalam ranah industri kreatif. Dampak ini terlihat dengan adanya
teknologi blockchain dan Non-Fungible Token (NFT) sebagai sarana untuk mendesentralisasi
industri tersebut. Perkembangan ini juga menimbulkan risiko tersendiri, dimana karya cipta
dapat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang melalui penciptaan dan
transaksi NFT dalam sistem blockchain, sehingga mengakibatkan timbulnya kerugian bagi
pencipta, baik secara materiil, maupun secara imateriil. Risiko inilah yang menjadi alasan
diperlukannya pengkajian terhadap perlindungan hukum bagi hak pencipta dalam proses
penciptaan dan transaksi NFT, baik berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, maupun ketentuan-ketentuan lain yang berlaku dalam proses tersebut agar
dapat diketahui secara jelas perlindungan-perlindungan hukum yang diberikan kepada
pencipta dalam pelaksanaan proses tersebut, serta dapat memajukan industri kreatif di
Indonesia.
.
Kata kunci: Hak Cipta, NFT, Blockchain, Perlindungan Hukum,
Abstract
Technological advancements and innovations do have a big impact on the modern society,
including in the creative industry sector. This impact could be seen by the existence of
blockchain technology and Non-Fungible Token (NFT) as a platform to decentralize the
aforementioned industry. However, this advancement also has its own risk, whereas creations
could be misused by ineligible parties through NFT creation and transaction inside the
blockchain system, in which causes creators to experience loss in both material and non-
material form. This risk is the reason of why it is needed to review the legal protections of
creators’ rights in the process of NFT creation and transaction based on Law Number 28 of
2014 on Copyrights, or even other terms that regulate the aforementioned process so that it
shall be known clearly regarding the legal protections given to the creator in regards of the
process, and also to advance the creative industry scene in Indonesia.
Keywords: Copyright, NFT, Blockchain, Legal Protection.
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 06, Juni 2024
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2818 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
PENDAHULUAN
Manusia mampu menciptakan sesuatu. Adanya kemampuan tersebut disebabkan karena
manusia memiliki kemampuan intelektual dan kreativitas untuk menciptakan ciptaan-ciptaan
tersebut. Seiring dengan perkembangan dalam kehidupan masyarakat, muncul kesadaran
bahwa ciptaan yang dihasilkan tersebut mampu memberikan manfaat kepada penciptanya,
baik dalam bentuk materiil, maupun non-materiil, serta setiap orang memiliki hak atas
ciptaannya sendiri. Kesadaran tersebut menyebabkan lahirnya konsep kekayaan intelektual
(intellectual property), yaitu kreativitas yang dihasilkan dari olah pikir manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia, sebagaimana dikemukakan oleh
(Roisah, 2015). Kekayaan intelektual tersebut termasuk hak cipta, yang merupakan hal yang
penting serta berkaitan erat dengan karya cipta, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan,
sastra, dan seni. Hal tersebut disebabkan karena hak cipta merupakan bentuk dari
perlindungan hukum bagi hak-hak yang timbul dari ciptaan yang diciptakan oleh pencipta
tersebut, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Cipta), dimana hak
cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atas ciptaannya yang diwujudkan dengan nyata.
Dengan kata lain, hak cipta berperan sebagai hak yang dipegang khusus oleh pemegang hak
tersebut, sehingga memberikan perlindungan hukum terhadap ciptaan-ciptaannya beserta
dengan manfaat-manfaat yang dihasilkan dari ciptaan tersebut, selama pencipta yang
bersangkutan telah mewujudkan ciptaan tersebut secara nyata, sebagaimana dianutnya prinsip
deklaratif pada hak cipta.
Kehidupan masyarakat saat ini tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan teknologi
dan informasi. Hal ini didukung dengan pendapat Suherman, Neldawaty, Dani, & Markah,
(2022) yang menyatakan bahwa banyaknya perubahan yang terjadi terhadap pemenuhan
kebutuhan masyarakat seperti yang pada awalnya bersifat analog menjadi bersifat serba
digital seperti pada saat ini sehingga teknologi informasi menjadi suatu trend perkembangan
teknologi. Fenomena ini dapat terlihat dalam terintegrasinya metaverse dengan aspek karya
cipta melalui adanya non-fungible token (NFT), aset digital pada jaringan blockchain yang
memiliki kode identifikasi serta metadata yang unik dan berbeda satu sama lain (one-of-the-
kind) (Alexander Sugiharto & Muhammad Yusuf Musa, 2020). Aset digital yang dimaksud
berupa karya cipta digital, termasuk gambar digital (crypto art) yang menjadi pokok
pembahasan dalam penulisan ini. Dengan demikian, aset digital tersebut termasuk dalam
ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta, yaitu karya seni rupa dalam bentuk gambar
sebagaimana diatur dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Hak Cipta. NFT pada
umumnya dipergunakan sebagai alat investasi, dimana sertifikat kepemilikan dari NFT
berdasarkan smart contract yang dienkripsikan ke dalam aset digital tersebut diperjualbelikan
dalam dunia maya melalui berbagai platform pasar (marketplace) berdasarkan jaringan
blockchain, diantaranya OpenSea, Axie Marketplace, dan Rarible, serta menggunakan mata
uang kripto (cryptocurrency) sebagai mata uang pilihan transaksi, sebagaimana dikemukakan
oleh Wood dan kawan-kawan dan dikutip oleh (Gidete, Amirulloh, & Ramli, 2022).
Perdagangan NFT memang merupakan cerminan dari perkembangan kehidupan
masyarakat, tetapi pada kenyataannya, perdagangan tersebut masih belum sempurna. Hal
tersebut dapat terlihat dalam praktiknya, dimana dapat ditemukan permasalahan-permasalahan
yang berkaitan erat dengan hak cipta ciptaan dalam hal tersebut. Salah satu contoh dari
permasalahan tersebut dapat dilihat dari adanya permasalahan antara Kendra Ahimsa (dikenal
sebagai “Ardneks”) dan Twisted Vacancy, dimana karya crypto art Ardneks diplagiarisasi
oleh Twisted Vacancy dan diperjualbelikan sebagai NFT di dunia maya
(Nasional.SindoNews.com, 2021). Pada awal tahun 2021 Ardneks menerima laporan-laporan
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2819
terkait dengan karyanya yang diplagiarisasi oleh Twisted Vacancy (WhiteboardJournal.com,
2021). Menurut keterangan dari Ardneks, plagiarisme yang dilakukan oleh Twisted Vacancy
adalah mengambil unsur-unsur dari berbagai karya Ardneks yang kemudian
diimplementasikan ke dalam karya Twisted Vacancy, tanpa melakukan modifikasi apapun
(Tokocrypto.com, 2021). Hal ini terlihat dalam unsur pemilihan warna serta tema dan gaya
(style) dari penggambaran crypto art yang diciptakan oleh Twisted Vacancy, dimana unsur-
unsur tersebut memiliki kemiripan yang sangat mencolok apabila dibandingkan dengan unsur-
unsur bersangkutan yang digunakan dalam karya ciptaan Ardneks. Keterangan tersebut juga
didukung dengan pendapat Dani Saraswati, seorang pengacara hak kekayaan intelektual,
dimana ciri khas dari karya Kendra sudah diketahui secara umum, serta karya Twisted
Vacancy terlihat ada substantial similarity (persamaan yang besar) terhadap karya Kendra
(TheFineryReport.com, 2021).
Contoh dari persamaan tersebut dapat dilihat dari karya NFT Twisted Vacancy yang
berjudul “Target Secured” yang menggambarkan suatu pemandangan dengan gaya retro, yang
dikeluarkan dan diperjualbelikan pada tanggal 19 Desember 2020 melalui platform
NiftyGateway.com (NiftyGateway.com, 2020). Adapun unsur pemilihan warna dalam karya
tersebut secara keseluruhan, serta unsur gaya (style) penggambaran dari karya tersebut,
khususnya di bagian gunung dan awan, memiliki kemiripan dengan karya Ardneks yang telah
dikeluarkan sebelumnya, yakni “HYPERVENTILATION CHERRY” yang diunggah ke situs
web Ardneks pada tahun 2019 (Gidete et al., 2022).
Pihak dari Twisted Vacancy menanggapi permasalahan tersebut dengan tidak mengakui
adanya plagiarisme tersebut. Mereka menegaskan bahwa karya mereka masih memiliki
identitas dan ciri khas tersendiri, walaupun karyanya diciptakan menggunakan metode asset
bank. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengambil inspirasi berbagai unsur dalam
karya lukisan yang ditampung dalam suatu penampungan. Unsur-unsur yang ditampung
kemudian digabungkan dengan teknik kolase, slashing, dan remixing untuk menghasilkan
karya mereka (TheFineryReport.com, 2021), termasuk “Target Secured”.
Adanya plagiasi ini menimbulkan kerugian terhadap Ardneks. Timbulnya kerugian
tersebut disebabkan oleh sistem penciptaan dan transaksi NFT, yaitu sistem blockchain yang
menjadi dasar dalam sistem penciptaan dan transaksi. Pada umumnya, sistem blockchain
tersebut diimplementasikan dalam marketplace NFT sebagai buku besar digital umum atas
penciptaan dan transaksi NFT, termasuk pencatatan penciptaan NFT, dimana sistem
blockchain tersebut hanya menganggap pihak yang pertama kali menciptakan NFT dan
mengunggahnya ke dalam platform tersebut sebagai pencipta dari NFT tersebut, tanpa
memperhitungkan faktor dunia nyata dari karya tersebut, yaitu siapa yang merupakan
pencipta asli dari karya digital tersebut. Dengan kata lain, sistem tersebut tidak melihat
keaslian dari karya NFT tersebut (FutureDrops.io, 2021).
Hal ini juga berpengaruh dalam aspek ekonomi, dimana sistem perdagangan NFT juga
menggunakan smart contract dalam proses transaksinya, yang pelaksanaannya dilakukan
secara otomatis terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi NFT tersebut. Adanya
permasalahan terkait dengan pihak yang diakui sebagai pencipta dalam sistem blockchain
menyebabkan royalti yang diterima dari penjualan NFT tersebut, termasuk penjualan
ulangnya, secara otomatis diterima oleh pihak yang mengubah dan mengunggah karya NFT
tersebut. Dengan demikian, Ardneks mengalami kerugian, baik secara imateriil, maupun
secara materiil dengan tidak terpenuhi haknya atas pemasukan dan royalti dari penjualan NFT
tersebut.
Permasalahan tersebut juga meliputi penindakan terhadap pelanggaran hak cipta dalam
transaksi NFT. Sistem blockchain yang digunakan dalam perdagangan NFT menyebabkan
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2820 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
penindakan terhadap pelanggaran hak cipta dalam perdagangan tersebut, khususnya dalam
bentuk penghapusan terhadap NFT yang melanggar hak cipta dari marketplace NFT, susah
untuk dilaksanakan. Hal tersebut disebabkan karena apabila NFT tersebut telah dienkripsikan
ke data digital, maka NFT akan ada untuk seterusnya, serta tidak dapat dihapus secara mudah
(Nasional.SindoNews.com, 2021).
Permasalahan yang muncul dari kasus tersebut menunjukkan bahwa dalam
pelaksanaanya, sistem blockchain yang diimplementasikan dalam perdagangan NFT masih
mengandung kesenjangan hukum terhadap hukum positif Indonesia yang mengatur tentang
hak cipta. Kesenjangan hukum tersebut dapat terlihat jelas dari pihak manakah yang berhak
atas hak-hak yang timbul dari ciptaan lukisan digital tersebut, yang merupakan aspek yang
sangat penting dalam ranah hak cipta. Adanya kesenjangan hukum tersebut dapat merugikan
Pencipta suatu Ciptaan, dikarenakan perlindungan hukum bagi Pencipta atas hak-hak yang
timbul dari Ciptaan tersebut tidak dapat terjamin dengan baik, sehingga Pencipta ataupun
Pemegang Hak Cipta dapat dirugikan, baik secara materiil, maupun secara imateriil.
Permasalahan inilah yang menjadi alasan diperlukannya untuk melakukan pengkajian terkait
dengan perlindungan hukum bagi pencipta dalam proses penciptaan dan transaksi NFT.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang akan digunakan adalah dengan menggunakan metode yuridis
normatif yang memfokuskan pada bahan hukum berupa aturan atau norma hukum positif
sebagai bahan acuan dalam penelitian (Rohman, 2021). Penelitian ini akan menggunakan
pendekatan statute approach, yaitu pendekatan dengan menggunakan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan hak cipta yang berlaku pada masyarakat, serta conceptual
approach, dengan meninjau pendapat / doktrin ahli hukum terkait dengan permasalahan hak
cipta. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, yaitu
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai peraturan perundang-
undangan terkait dengan hak cipta yang berlaku; bahan hukum sekunder, termasuk buku-
buku, artikel, jurnal penelitian hukum, dan literatur-literatur lainnya yang berhubungan
dengan hukum hak cipta di Indonesia, serta syarat dan ketentuan (terms and conditions) dari
platform marketplace NFT; dan bahan hukum tersier, termasuk kamus serta media cetak,
media elektronik dan sebagainya yang berkaitan dengan kasus dan topik penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Transaksi digital yang terjadi di dalam sistem blockchain, termasuk transaksi NFT, pada
umumnya dilaksanakan berdasarkan smart contract yang berlaku secara langsung terhadap
transaksi yang bersangkutan. Dalam transaksi NFT, smart contract berperan sebagai dasar
untuk melaksanakan transaksi NFT tersebut. Peran ini sejatinya sesuai dengan peran smart
contract dalam transaksi digital pada umumnya sebagaimana dikemukakan oleh Szabo dan
dikutip oleh Oktaviani & Kenotariatan, (2021), yaitu sebagai landasan untuk melaksanakan
transaksi digital yang berlaku serta pelaksana ketentuan-ketentuan perjanjian transaksi
tersebut. Dasar untuk pelaksanaan transaksi NFT tersebut memuat informasi-informasi yang
berkaitan erat dengan transaksi tersebut, termasuk kepemilikan dan riwayat NFT tersebut
(Haq, Anindita, Setyowati, & Anggraini, 2022), serta pembagian hasil keuntungan yang
diperoleh atas penjualan NFT tersebut (Rafli, 2022).
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2821
Keberlakuan smart contract sebagai dasar dalam penciptaan dan transaksi NFT
bertujuan untuk memberikan kepastian terkait dengan transaksi tersebut. Dalam ranah hak
cipta, kepastian tersebut terlihat dari subjek kepemilikan NFT tersebut beserta dengan
pembagian hasil keuntungan atas penjualan NFT tersebut. Kedua hal tersebut penting
dikarenakan pencipta berhak untuk menikmati keuntungan yang diperoleh dari ciptaan yang
diciptakannya, sebagaimana dikemukakan dalam teori karya yang mendasari perlindungan
hak cipta (Cipta, 2021). Karena smart contract memuat informasi-informasi tersebut, maka
smart contract tersebut memberikan kejelasan terhadap pihak manakah yang berhak untuk
mendapatkan pembagian hasil keuntungan atas penjualan NFT beserta dengan jumlah
pembagian hasil keuntungan tersebut.
Regulasi lain yang berlaku dalam penciptaan dan transaksi NFT dalam sistem
blockchain adalah regulasi-regulasi yang ditetapkan oleh platform marketplace NFT selaku
penyedia jasa pelayanan penumpangan untuk menciptakan dan melakukan transaksi NFT
dalam bentuk syarat dan ketentuan yang berlaku dalam penggunaan platform tersebut. Dalam
ranah hak cipta, syarat dan ketentuan platform pada umumnya memuat klausula-klausula
yang melindungi kekayaan intelektual, termasuk hak cipta pencipta. Klausula-klausula
perlindungan hak cipta tersebut dapat berupa pencegahan terjadinya pelanggaran hak cipta
ataupun penindaklanjutan pelanggaran hak cipta oleh karya yang dijadikan NFT serta
diunggah dan diperjualbelikan dalam platform tersebut.
Pencegahan terjadinya pelanggaran hak cipta tersebut dapat dilihat dari adanya klausula
dalam syarat dan ketentuan platform yang mewajibkan pengguna untuk bertanggung jawab
dan menjamin bahwa pengguna tidak akan melanggar hak cipta orang lain dalam
menggunakan platformnya untuk penciptaan dan transaksi NFT. Tanggung jawab dan
jaminan tersebut dapat berupa pertanggungjawaban atas dasar-dasar hukum untuk penciptaan,
pengunggahan, dan pelaksanaan transaksi atas karya yang dijadikan NFT dalam platform
tersebut, seperti klausula yang berlaku dalam perjanjian penggunaan (terms of services)
OpenSea (OpenSea.io, 2021) ataupun pernyataan atas kepemilikan hak cipta pengguna
platform tersebut, seperti yang diterapkan dalam syarat dan ketentuan TokoMall (TokoMall,
2022). Pencegahan tersebut juga dapat dilihat dari klausula yang mencegah pengguna untuk
melakukan transaksi yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta, seperti klausula yang
diterapkan dalam perjanjian penggunaan (terms of use) Nifty Gateway (NiftyGateway.com,
2021).
Penindaklanjutan pelanggaran hak cipta tersebut dapat dilihat dari klausula-klausula
yang memberikan hukuman terhadap pelanggar-pelanggar hak cipta dalam platform tersebut.
Hukuman tersebut pada umumnya berupa skorsing ataupun pencabutan akses untuk platform
tersebut dan penghapusan NFT yang melanggar hak cipta dari platform yang bersangkutan.
Penindaklanjutan tersebut juga didukung dengan penyediaan sarana untuk mengadu atas
terjadinya ataupun dugaan atas terjadinya pelanggaran hak cipta oleh NFT yang diciptakan
dan diunggah ke platform tersebut.
Setelah meninjau terkait dengan regulasi terkait dengan penciptaan dan transaksi yang
berlaku dalam blockchain, aspek berikutnya yang dapat ditinjau adalah kaitan antara Undang-
Undang Hak Cipta dan penciptaan dan transaksi NFT berdasarkan sistem blockchain. Hal
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2822 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
pertama yang perlu diperhatikan dalam aspek tersebut adalah keberlakuan Undang-Undang
Hak Cipta dapat berlaku bagi karya yang dijadikan NFT dan diperjualbelikan dalam sistem
blockchain. Ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta mengatur terkait dengan batasan
berlakunya ketentuan Undang-Undang Hak Cipta, dimana pasal tersebut mempersyaratkan
bahwa Undang-Undang tersebut berlaku bagi ciptaan yang penciptanya merupakan warga
negara Indonesia, penduduk Indonesia, dan badan hukum Indonesia. Pasal tersebut juga
mengatur bahwa Undang-Undang Hak Cipta juga berlaku bagi ciptaan yang penciptanya
bukan warga negara Indonesia, penduduk Indonesia, dan badan hukum Indonesia, dengan
syarat pengumuman ciptaannya diumumkan di Indonesia untuk pertama kalinya, ataupun
negara asal pencipta tersebut telah melakukan perjanjian terkait dengan hak cipta dan hak
terkait dengan Indonesia, baik secara bilateral, maupun secara multilateral.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penciptaan dan perdagangan NFT dalam sistem
blockchain adalah bahwa NFT merupakan perwakilan dari kepemilikan suatu barang,
termasuk aset digital, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiharto dan kawan-kawan (2022: 1)
serta (Sukmariningsih, Nurudin, & Nursanty, 2022). Akibat dari pernyataan tersebut adalah
bahwa NFT mengandung unsur yang dilindungi oleh hak cipta, yaitu ciptaan dalam bentuk
aset digital yang diwakilkan kepemilikannya oleh NFT. Terkandungnya unsur tersebut
mengakibatkan Undang-Undang Hak Cipta juga berlaku terhadap NFT yang diciptakan dan
diperdagangkan dalam sistem blockchain, selama ciptaan yang masih berada dalam ranah
Undang-Undang Hak Cipta, sebagaimana diatur dan dipersyaratkan dalam Pasal 2 Undang-
Undang Hak Cipta.
Hal berikutnya yang dapat dikaji terkait dengan kaitan Undang-Undang Hak Cipta
dengan penciptaan dan transaksi NFT dalam sistem blockchain adalah perlindungan hak cipta
bagi ciptaan yang diwakilkan oleh NFT itu sendiri. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak
Cipta mempersyaratkan bahwa hak cipta diberikan secara otomatis kepada pencipta atas
ciptaan yang diwujudkan dalam bentuk nyata. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka
hak cipta berkaitan erat dengan pemenuhan terhadap aspek ciptaan dan aspek pencipta.
Aspek ciptaan yang dimaksud dalam hal ini adalah ciptaan yang tergolong sebagai
ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, serta bersifat
nyata dan orisinal. Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta mengatur terkait dengan
ciptaan-ciptaan yang tergolong sebagai ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta. Sifat nyata
yang dimaksud dalam hal ini menitikberatkan pada perwujudan suatu karya. Syarat agar dapat
terwujudnya karya menjadi nyata adalah bahwa karya tersebut dalam bentuk yang tidak hanya
berakhir secara sementara melalui ide saja, melainkan telah terwujud dalam bentuk yang
dapat memungkinkan karya tersebut dapat disajikan, direproduksi, dan dikomunikasikan
secara terus-menerus, sebagaimana dikemukakan oleh Simatupang, (2021) Sifat orisinalitas
yang dimaksud dalam hal ini menitikberatkan pada kemampuan pikiran pencipta untuk
menciptakan ciptaan. Menurut pendapat Saidin dan Hidayah yang dikutip oleh Simatupang,
(2021), sifat orisinalitas suatu ciptaan dilihat dari dasar dari penciptaan ciptaan tersebut, yaitu
kreativitas pencipta sebagai manusia yang memiliki kemampuan intelektual dan kreativitas
tersebut.
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2823
Aspek pencipta yang dimaksud adalah pencipta yang telah memenuhi kualifikasi
sebagai pencipta sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Hak Cipta.
Kualifikasi tersebut dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Hak Cipta yang
mempersyaratkan bahwa pencipta merupakan pihak yang menciptakan ciptaan yang bersifat
khas dan pribadi. Kualifikasi ini kemudian diperjelas dengan ketentuan Pasal 31 Undang-
Undang Hak Cipta yang mengatur bahwa pihak yang dianggap sebagai pencipta adalah pihak
yang namanya disebutkan, dinyatakan, atau dicantumkan sebagai pencipta secara terang-
terangan.
Pemenuhan kedua aspek tersebut menjadi dasar timbulnya perlindungan hukum atas hak
eksklusif yang berasal dari terciptanya suatu ciptaan secara otomatis (automatically
protection), sebagaimana telah dikemukakan oleh (Dharmawan et al., 2016). Perlindungan
otomatis atas hak eksklusif tersebut sesuai dengan dianutnya dan berlakunya stelsel deklaratif
dalam ranah hak cipta berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta,
dimana proses perolehan hak-hak eksklusif atas ciptaan tidak mewajibkan adanya pendaftaran
dan didasarkan pada perwujudan nyata ciptaan tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh
Dharmawan et al., (2016) dan Nurdahniar yang kemudian dikutip oleh Bhaskara & Sarjana,
(2021) Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta beserta penjelasannya kemudian mempertegas
status hak eksklusif tersebut dengan menekankan bahwa pencipta-lah yang berhak atas hak
eksklusif yang timbul dari ciptaan tersebut, sehingga pihak-pihak lain tidak dapat
memanfaatkan ciptaan yang bersangkutan tanpa adanya izin dari pencipta.
Kedua aspek ini juga berlaku bagi NFT sebagai perwakilan dari kepemilikan aset,
khususnya yang berupa ciptaan berbentuk digital. Apabila ciptaan digital yang diwakilkan
tersebut memenuhi kedua aspek tersebut, dimana ciptaan tersebut termasuk sebagai ciptaan
yang dilindungi hak cipta berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta dan bersifat nyata dan
orisinal, serta pencipta dari ciptaan digital tersebut memang merupakan pihak yang berhak
beserta disebutkan secara terang-terangan, maka timbul perlindungan atas hak-hak eksklusif
yang muncul dari penciptaan ciptaan digital tersebut berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Hak Cipta. Timbulnya perlindungan tersebut juga berimbas ke dalam praktik penciptaan dan
transaksi NFT, dimana NFT yang mewakilkan ciptaan digital tersebut, ataupun pemakaian
ciptaan digital tersebut dalam proses penciptaan transaksi NFT mengandung unsur yang
dilindungi oleh hak cipta. Hal ini juga didukung dalam regulasi-regulasi yang berlaku dalam
penciptaan dan transaksi NFT, khususnya dalam klausula syarat dan ketentuan penggunaan
platform marketplace NFT yang mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta yang telah
disebutkan sebelumnya.
Perlindungan-perlindungan seperti demikian merupakan perlindungan hukum secara
preventif, sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon yang kemudian dikutip oleh
(Indrawati, 2019). Hal tersebut disebabkan karena perlindungan-perlindungan tersebut
cenderung berorientasi pada pencegahan terhadap suatu permasalahan hukum. Sifat
pencegahan tersebut dapat dilihat dari tujuan dari perlindungan-perlindungan tersebut, yaitu
melindungi hak eksklusif pencipta atas karya yang diciptakan dari pelanggaran-pelanggaran
hak cipta yang dilakukan oleh pihak-pihak lain yang tidak berwenang, serta mencegah
terjadinya pelanggaran-pelanggaran hak cipta tersebut. Pemberian perlindungan-perlindungan
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2824 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
tersebut juga dilaksanakan secara hati-hati agar proses tersebut tidak merugikan pihak-pihak
lain, khususnya hak eksklusif pihak-pihak tersebut.
Pemenuhan aspek-aspek hak cipta dapat dilihat dari contoh kasus Ardneks dan Twisted
Vacancy yang telah dibahas sebelumnya. Meninjau dari aspek ciptaan, karya
“HYPERVENTILATION CHERRY” dalam kasus ini termasuk dalam ciptaan yang
dilindungi oleh hak cipta, yaitu sebagai karya seni rupa dalam bentuk gambar sebagaimana
diatur dalam Pasal 40 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Hak Cipta. Penggolongan ini
disebabkan karena karya tersebut terdiri dari unsur-unsur warna dan sketsa, walaupun karya
ini diciptakan dengan menggunakan teknik dan media digital. Hal tersebut sesuai dengan
Penjelasan Pasal 40 Ayat (1) huruf f Undang-Undang Hak Cipta yang menjelaskan bahwa
kedua unsur tersebut, beserta dengan motif, diagram, logo, dan bentuk huruf indah, tergolong
sebagai seni rupa dalam bentuk gambar menurut Undang-Undang Hak Cipta.
Dari segi sifat nyata karyanya, karya “HYPERVENTILATION CHERRY” telah
diwujudkan dalam bentuk nyata (expression work) dalam bentuk gambar digital, yang
kemudian diunggah pada tahun 2019 melalui situs web Ardneks. Hal tersebut menunjukkan
bahwa karya ini telah berhasil diwujudkan secara nyata, dalam arti karya tersebut telah
diwujudkan dalam bentuk yang dinikmati dan dimanfaatkan secara berkelanjutan, dan bahkan
telah diumumkan agar dapat dilihat oleh publik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11
Undang-Undang Hak Cipta.
Dari segi orisinalitasnya, karya “HYPERVENTILATION CHERRY” yang telah
diciptakan tersebut merupakan karya yang bersifat orisinal bagi Ardneks. Karya
“HYPERVENTILATION CHERRY” telah diciptakan berdasarkan kreativitas Ardneks yang
bersifat khas dan pribadi untuk Ardneks sendiri, yang dapat terlihat dari teknik penggambaran
dan pewarnaan yang dipakai oleh Ardneks, dimana teknik-teknik tersebut menggunakan gaya
penciptaan karya bernuansa retro psychedelic yang unik dan khas bagi Ardneks sendiri,
sebagaimana terlihat dengan karya-karya Ardneks yang lain.
Gambar 1: “FUTURE SHORES” karya Ardneks, dari http://ardneks.com/wp-
content/uploads/2019/01/6.jpg
Terkait dengan aspek pencipta pada karya “HYPERVENTILATION CHERRY,”
Ardneks telah menciptakan karya itu dalam bentuk yang nyata dan berkelanjutan,
sebagaimana tertuang dalam bentuk gambar digital tersebut, yang kemudian diperkuat dengan
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2825
pengumuman karya tersebut pada tahun 2019 dengan mengunggah dan mempublikasikan
karya tersebut ke situs web resmi Ardneks. Karya yang diciptakan oleh Ardneks juga bersifat
khas dan pribadi, dimana gambar digital yang dihasilkan tersebut mengandung unsur khas
dari Ardneks itu sendiri, yaitu teknik penggambaran dan pewarnaan serta nuansa dan gaya
dari karya tersebut. Nama Ardneks dalam hal ini dinyatakan sebagai pencipta dalam karya ini,
sebagaimana terbukti dengan tercantumnya nama Ardneks dalam situs web yang digunakan
untuk mempublikasikan karya tersebut. Pemenuhan aspek pencipta tersebut mengakibatkan
Ardneks patut dianggap sebagai pencipta dari karya tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 1
angka 2 Jo Pasal 31 Undang-Undang Hak Cipta.
Penjabaran terkait dengan aspek ciptaan dan aspek pencipta terhadap karya
“HYPERVENTILATION CHERRY” oleh Ardneks di atas menunjukkan bahwa kedua aspek
tersebut telah terpenuhi dalam penciptaan karya tersebut. Pemenuhan tersebut mengakibatkan
timbulnya hak eksklusif Ardneks atas karya tersebut, termasuk hak moral dan hak ekonomi
yang bersangkutan. Timbulnya hak eksklusif tersebut juga mengindikasikan adanya
perlindungan atas hak eksklusif tersebut, termasuk dalam hal karya tersebut digunakan dalam
proses penciptaan dan transaksi NFT.
Undang-Undang Hak Cipta juga memberikan perlindungan hukum dalam hal terjadinya
pelanggaran hak cipta. Hal ini didasarkan oleh teori-teori yang mendasari perlindungan hak
cipta, khususnya teori fungsional yang menjamin pemegang hak cipta, termasuk pencipta,
untuk memanfaatkan kemampuan pikirannya seluas-luasnya tanpa adanya gangguan dari
pihak lain (Dahen, 2022). Perlindungan tersebut dapat dilakukan baik dalam ranah pidana,
maupun dalam ranah perdata.
Secara pidana, perlindungan tersebut dapat dilakukan melalui delik aduan berdasarkan
ketentuan Pasal 120 Undang-Undang Hak Cipta. Delik-delik yang bisa diadu adalah
pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Jo Pasal 9
Undang-Undang Hak Cipta. Hal ini termasuk pelanggaran hak ekonomi dengan tujuan
penggunaan secara komersial, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang
Hak Cipta.
Secara perdata, perlindungan keperdataan yang dimaksud diatur dalam Pasal 99
Undang-Undang Hak Cipta, yaitu pengajuan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas
kerugian yang dialami pencipta atas pelanggaran hak ekonomi pencipta. Kerugian yang
dimaksud termasuk penghasilan yang diperoleh dari pelanggaran hak cipta. Perlindungan
keperdataan pencipta yang dirugikan selain mengajukan gugatan ganti rugi adalah dengan
memohon untuk menghambat pelanggaran hak cipta tersebut, baik dengan cara penyitaan
terhadap ciptaan hasil pelanggaran hak cipta beserta dengan alat-alat untuk pelanggaran
tersebut, maupun penghentian atas kegiatan-kegiatan pelanggaran hak cipta, termasuk
pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan. Permohonan tersebut
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan timbulnya kerugian akibat
pelanggaran tersebut lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan oleh (Gidete et al., 2022).
Perlindungan-perlindungan atas terjadinya pelanggaran hak cipta tersebut juga berlaku
dan didukung dalam pelaksanaan penciptaan dan transaksi NFT, mengingat bahwa NFT
mengandung unsur yang dilindungi oleh hak cipta, yaitu ciptaan digital yang diwakili
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2826 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
kepemilikannya. Dukungan tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa klausula dalam syarat
dan ketentuan penggunaan platform marketplace NFT yang menindaklanjuti terjadinya
pelanggaran hak cipta oleh NFT yang diciptakan dan ditransaksikan di platform tersebut, serta
menyediakan sarana untuk melakukan pengaduan atas pelanggaran hak cipta sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya.
Perlindungan-perlindungan hukum atas pelanggaran hak cipta yang telah disebutkan
adalah perlindungan hukum yang bersifat represif. Hal tersebut disebabkan karena dengan
adanya pelanggaran hak cipta, maka permasalahan hukum telah muncul. Akibat dari
munculnya permasalahan hukum tersebut adalah bahwa perlindungan hukum yang dapat
diberikan berorientasi pada proses menindaklanjuti dan menyelesaikan permasalahan hukum
tersebut. Perlindungan hukum yang sesuai atas orientasi tersebut adalah perlindungan hukum
represif (Tirtakoesoemah & Arafat, 2020).
Hal ini dapat dilihat dari perlindungan hukum yang dapat diperoleh oleh Ardneks atas
pelanggaran hak cipta pada contoh kasus yang telah disebutkan. Pelanggaran hak cipta yang
dilakukan oleh Twisted Vacancy dapat terlihat dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh
pihak tersebut dalam kasus ini. Perbuatan pertama yang bisa ditinjau adalah proses dan
metode penciptaan karya “Target Secured” tersebut, yaitu dengan metode bank asset. Praktek
tersebut memanfaatkan unsur-unsur karya yang diambil dari internet, yang kemudian
dimasukkan ke dalam penampungan unsur-unsur karya (bank asset), yang kemudian
digunakan untuk membuat karya baru melalui praktek slashing, remixing, dan kolase.
Penggunaan praktek ini dalam karya “Target Secured” terlihat dari unsur gunung dan awan
karya tersebut, dimana unsur-unsur tersebut yang ditemukan dalam karya “Target Secured”
memiliki kemiripan dengan unsur gunung dan awan dalam karya “HYPERVENTILATION
CHERRY,” sebagaimana terlihat dari bentuk penggambaran gunung, pemilihan warna, serta
cara pewarnaan, sedangkan kemiripan unsur awan pada kedua karya tersebut dapat dilihat dari
bentuk penggambaran awan dan penempatan unsur awan tersebut yang mirip, khususnya yang
terletak di sisi kiri gunung kedua karya tersebut.
Gambar 2: Unsur Gunung dan Awan dari “HYPERVENTILATION CHERRY”, dari
http://ardneks.com/wp-content/uploads/2019/01/7.jpg
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2827
Gambar 3: Unsur Gunung dan Awan dari “Target Secured”, dari
https://opensea.io/assets/ethereum/0x8ed428a5762c4b9b14e7a214fad646b25a339064/280
0010026
Kemiripan unsur gunung dan awan pada kedua karya tersebut menunjukkan bahwa
metode yang digunakan oleh Twisted Vacancy untuk menciptakan karya “Target Secured”
merupakan praktek pentransformasian ciptaan, yang diatur dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf d dan
dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 40 Ayat (1) huruf n Undang-Undang Hak
Cipta. Penggolongan pentransformasian ciptaan atas metode tersebut disebabkan karena
Twisted Vacancy telah memasukan unsur gunung dan awan karya “HYPERVENTILATION
CHERRY” oleh Ardneks ke dalam bentuk ciptaan lain, yaitu karya “Target Secured” yang
diciptakan olehnya. Hal tersebut berakibat karya “Target Secured” telah diciptakan melalui
proses transformasi, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal tersebut, sehingga karya
“Target Secured” menjadi karya turunan atas karya “HYPERVENTILATION CHERRY”
sebagai karya asal.
Twisted Vacancy juga mengunggah karya “Target Secured” tersebut ke dalam akun
Instagram-nya. Perbuatan ini tergolong sebagai pengumuman ciptaan berdasarkan Pasal 9
Ayat (1) huruf g Jo Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Hak Cipta. Hal tersebut disebabkan
karena pengunggahan melalui Instagram sebagai media elektronik tersebut bertujuan untuk
menyebarluaskan dan memperlihatkan karya tersebut kepada publik agar dapat mengetahui
terkait dengan adanya karya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan definisi pengumuman
ciptaan yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Hak Cipta.
Perbuatan lain yang dilakukan oleh Twisted Vacancy adalah menjual karya “Target
Secured” tersebut sebagai NFT melalui tokenisasi karya tersebut menjadi 111 buah NFT,
yang kemudian diperjualbelikan dalam beberapa platform marketplace NFT, termasuk Nifty
Gateway dan OpenSea. Perbuatan penjualan karya sebagai NFT tersebut termasuk sebagai
pendistribusian ciptaan berdasarkan ketentuan Pasal 9 Ayat (1) huruf e Jo Pasal 1 angka 17
Undang-Undang Hak Cipta, karena berdasarkan definisi pendistribusian sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Hak Cipta, penjualan ciptaan termasuk
dalam pendistribusian ciptaan, beserta dengan perbuatan-perbuatan lain, termasuk pengedaran
dan penyebaran.
Ketiga perbuatan Twisted Vacancy di atas termasuk dalam ranah hak ekonomi,
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta. Perbuatan-perbuatan
tersebut harus didasarkan oleh izin dari pencipta, khususnya pencipta karya asal dalam
kondisi ini, agar tidak tergolong sebagai pelanggaran terhadap hak cipta pencipta. Persyaratan
izin tersebut telah diatur berdasarkan Pasal 9 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Hak
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2828 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
Cipta. Ketiga perbuatan Twisted Vacancy dilakukan tanpa adanya izin dari Ardneks,
sebagaimana terlihat dari tidak adanya perjanjian lisensi antara Ardneks dan Twisted Vacancy
sebagai dasar diperbolehkannya Twisted Vacancy untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
termasuk hak ekonomi Ardneks selaku pencipta karya asal, sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka 20 Undang-Undang Hak Cipta. Ardneks juga tidak pernah menggunakan haknya untuk
memberikan perjanjian lisensi kepada Twisted Vacancy, sebagaimana diatur dalam Pasal 80
Undang-Undang Hak Cipta.
Perbuatan-perbuatan terhadap karya asal tersebut, baik dalam hal pentransformasian,
pengumuman, maupun pendistribusian, dilaksanakan dengan motivasi untuk mendapatkan
penghasilan. Motivasi tersebut menyebabkan perbuatan-perbuatan tersebut dapat
dikategorikan sebagai penggunaan secara komersial, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka
24 Undang-Undang Hak Cipta. Ditinjau dari rangkaian pelaksanaan penggunaan secara
komersial dalam yang dilakukan, khususnya dalam hal penyebarluasan karya turunan
tersebut, Ardneks tidak pernah mengeluarkan pernyataan bahwa dia tidak keberatan atas
penyebarluasan karya turunan tersebut, Akibat dari adanya kedua hal tersebut, perbuatan-
perbuatan yang dilaksanakan tidak bisa memenuhi persyaratan-persyaratan untuk tidak
dihitung sebagai pelanggaran hak cipta atas dasar penggunaan non-komersial, sebagaimana
diatur dalam Pasal 43 huruf d dan Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta.
Selain melanggar hak ekonomi, perbuatan Twisted Vacancy juga melanggar hak moral
Ardneks selaku pencipta karya asal dengan cara memutilasi karya Ardneks tersebut
berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) huruf e Undang-Undang Hak Cipta dan penjelasannya. Mutilasi
tersebut dapat dilihat dari pentransformasian yang dilakukan oleh Twisted Vacancy dengan
menggunakan metode bank asset disertai dengan praktek slashing, remixing, dan kolase atas
unsur gunung dan awan dari karya asal. Akibat dari pengambilan unsur-unsur tertentu dari
karya asal, penggunaan metode tersebut juga menghilangkan unsur-unsur lain yang ada dalam
karya asal tersebut.
Perbuatan-perbuatan Twisted Vacancy telah melanggar hak cipta Ardneks selaku
pencipta karya asal dalam kasus ini. Akibat adanya pelanggaran tersebut, Ardneks dapat
memperoleh perlindungan hukum secara represif, baik perlindungan-perlindungan
berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta, maupun perlindungan-perlindungan berdasarkan
syarat dan ketentuan yang berlaku pada platform marketplace yang digunakan dalam
penciptaan dan transaksi NFT tersebut. Perlindungan berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
dapat dilaksanakan dalam ranah pidana maupun dalam ranah perdata. Perlindungan dalam
ranah pidana dapat dilakukan dengan mengajukan delik aduan atas perbuatan pelanggaran hak
ekonomi Ardneks selaku pencipta karya asal berdasarkan Pasal 113 Ayat (2) Jo Pasal 9 Ayat
(1) huruf d dan Pasal 113 Ayat (3) Jo Pasal 9 Ayat (1) huruf e dan g. Perlindungan dalam
ranah perdata dilakukan dengan mengajukan gugatan ganti rugi atas kerugian penghasilan
akibat dari pelanggaran hak cipta beserta dengan mengajukan upaya-upaya untuk mencegah
terjadinya pelanggaran dan timbulnya kerugian lebih lanjut melalui penyitaan dan/atau
pemberhentian kegiatan, sebagaimana diatur dengan Pasal 99 Undang-Undang Hak Cipta.
Perlindungan berdasarkan syarat dan ketentuan platform marketplace NFT yang dapat
diperoleh oleh Ardneks adalah hak Ardneks untuk mengadu kepada platform marketplace
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2829
NFT tersebut bahwa ada NFT yang mewakilkan karya digital melanggar hak cipta Ardneks
selaku pencipta karya asal. Pengaduan tersebut kemudian dijadikan dasar bagi marketplace
tersebut untuk menindaklanjuti pelanggaran hak cipta, baik dengan menjatuhkan hukuman
kepada Twisted Vacancy ataupun menghapus NFT yang melanggar hak cipta Ardneks.
Perlindungan-perlindungan hukum di atas, termasuk perlindungan preventif dan
perlindungan represif, telah diatur jelas, baik dalam Undang-Undang Hak Cipta, maupun
dalam regulasi-regulasi lain yang mengatur penciptaan dan transaksi NFT dalam sistem
blockchain. Dalam praktiknya, terdapat permasalahan terkait dengan penerapan perlindungan-
perlindungan tersebut. Permasalahan penerapan perlindungan hukum tersebut terlihat pada 2
aspek, yaitu sifat dari sistem blockchain dan karakteristik dari smart contract itu sendiri.
Sistem blockchain didasarkan pada jaringan komputer yang dihubungkan secara peer to
peer, dimana unsur-unsur dalam jaringan tersebut berhubungan secara erat, sebagaimana
dikemukakan oleh (Rahardja, Lutfiani, Aini, & Annisa, 2021). Akibat dari penggunaan
metode penghubungan tersebut adalah bahwa sistem blockchain bersifat immutable, atau tidak
bisa diubah dengan mudah, sebagaimana dikemukakan oleh Kadly, Rosadi, & Gultom,
(2021). Sifat ini seharusnya bertujuan untuk menjamin hak pencipta atas keamanan dan
kelancaran dalam pelaksanaan transaksi digital, termasuk penciptaan dan transaksi NFT,
namun sifat ini juga mengakibatkan sulitnya dilaksanakan perlindungan hukum, khususnya
yang bersifat represif, mengingat bahwa informasi-informasi yang berhubungan dengan
penciptaan dan transaksi NFT tersebut merupakan bagian dari informasi yang disimpan dalam
blockchain, sehingga informasi-informasi tersebut juga tidak dapat diubah ataupun dihapus
dengan mudah. Sifat tersebut membawa akibat berupa sulitnya dilaksanakan perlindungan
hukum represif pada pencipta, termasuk dalam hal penghapusan NFT yang telah
ditransaksikan dari platform marketplace NFT tersebut.
Smart contract mengandung informasi terkait dengan transaksi digital yang
dilaksanakan dalam sistem blockchain. Dalam hal penciptaan dan transaksi NFT, informasi
yang terkandung dalam smart contract adalah kepemilikan NFT tersebut dan rincian transaksi
NFT tersebut, termasuk penetapan pembagian persentase pembagian hasil keuntungan atas
transaksi tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh (Haq et al., 2022; Rafli, 2022). Hal ini
terlihat jelas dalam kasus ini dimana berdasarkan smart contract yang berlaku pada transaksi
NFT tersebut, Twisted Vacancy merupakan pemilik pertama NFT atas karya tersebut, atau
dengan kata lain, pencipta NFT tersebut dan berhak atas pembagian hasil keuntungan
transaksi berupa creator fee sebesar 10%.
Permasalahan dalam hal tersebut adalah bahwa smart contract merupakan bagian dari
sistem blockchain, sehingga sifat immutable yang diterapkan dalam sistem tersebut juga
berlaku pada smart contract transaksi dalam sistem blockchain, termasuk proses penciptaan
dan transaksi NFT. Akibat dari hal tersebut adalah informasi-informasi yang berhubungan
dengan transaksi NFT tersebut tidak dapat diganti secara mudah, termasuk identitas pencipta
atas NFT tersebut. Permasalahan ini dibuat semakin parah dengan sifat lain dari smart
contract, dimana smart contract dapat dijalankan dan diterapkan secara otomatis (self-
executing and self-enforcing), sebagaimana dikemukakan oleh (Kadly et al., 2021). Sifat self-
executing dan self-enforcing tersebut menyebabkan pelaksanaan smart contract atas transaksi
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2830 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
NFT tersebut terus berlanjut, sehingga menyebabkan timbulnya kerugian yang lebih besar lagi
terhadap pencipta yang dilanggar hak ciptanya. Permasalahan ini menghambat upaya
perlindungan hukum atas hak cipta yang dijadikan dan ditransaksikan sebagai NFT,
khususnya terhadap perlindungan hukum yang berorientasi pada informasi-informasi NFT
dan transaksinya, beserta dengan upaya pencegahan lebih lanjut dan restoratif terhadap
kerugian, khususnya kerugian materiil, yang disebabkan oleh pelanggaran hak cipta tersebut,
termasuk penghasilan yang berasal dari pelanggaran tersebut.
Permasalahan ini juga dapat ditemukan dalam contoh kasus yang telah disebutkan
sebelumnya. Sebagai pencipta karya asal, Ardneks berhak untuk melakukan perlindungan-
perlindungan keperdataan yang telah disebutkan. Akan tetapi, perlindungan-perlindungan
tersebut cukup sulit untuk dilaksanakan, karena karya turunan tersebut telah diubah menjadi
NFT melalui proses tokenisasi yang kemudian diperjualbelikan dalam marketplace berbasis
sistem blockchain. Bahkan, beberapa dari NFT yang dijual tersebut sudah laku, dan bahkan
dijual ulang di berbagai marketplace NFT. Atas dasar lakunya NFT tersebut, maka proses
jual-beli atas NFT tersebut telah menjadi transaksi dalam sistem blockchain. Hal ini berakibat
objek NFT yang bersangkutan sudah merupakan bagian dari informasi transaksi NFT tersebut
dan telah tercatat dalam sistem blockchain, sehingga objek tersebut tidak dapat dihapus secara
mudah.
Informasi umum lainnya yang berkaitan dengan transaksi NFT tersebut adalah
keuntungan yang diperoleh Twisted Vacancy atas transaksi tersebut. Dalam hal transaksi ini,
Twisted Vacancy dianggap sebagai pencipta NFT atas karya tersebut (Etherscan.io), karena
Twisted Vacancy-lah yang mengubah karya “Target Secured” sebagai karya turunan tersebut
menjadi NFT dengan tokenisasi karya tersebut, serta memasukkan NFT atas karya tersebut ke
dalam sistem blockchain dengan adanya pengunggahan dan penjualan NFT tersebut ke dalam
marketplace NFT. Akibatnya, Twisted Vacancy secara otomatis mendapatkan keuntungan dari
penjualan NFT tersebut berdasarkan smart contract yang berlaku, termasuk royalti yang
didapatkan secara otomatis dalam bentuk creator fee apabila NFT tersebut dijual ulang
kepada pihak lain dalam platform tersebut.
Perlindungan terhadap hak cipta diperlukan untuk menjamin agar hak-hak orang, dalam
hal ini, pencipta, dapat dinikmati dan dimanfaatkan secara utuh, sebagaimana dikemukakan
oleh Satjipto Raharjo dan dikutip oleh (Tirtakoesoemah & Arafat, 2020). Penjaminan tersebut
merupakan manifestasi dari pengakuan dan perlindungan harkat dan martabat pencipta
berdasarkan Pancasila yang dituangkan ke dalam hukum-hukum yang berlaku, mengingat
bahwa hak-hak orang, termasuk hak-hak pencipta, berkaitan erat dengan harkat dan martabat
orang tersebut (Badruzaman, 2019). Adanya permasalahan-permasalahan penerapan
perlindungan tersebut menunjukkan bahwa walaupun perlindungan-perlindungan hak cipta
pencipta telah diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta beserta dengan regulasi-regulasi yang
mengatur terkait dengan penciptaan dan transaksi NFT, perlindungan-perlindungan tersebut
tidak dapat diterapkan secara maksimal dan memadai. Hal tersebut mengakibatkan
perlindungan-perlindungan tersebut tidak dapat menjamin hak-hak eksklusif pencipta yang
bersangkutan, serta melindungi harkat dan martabat pencipta tersebut.
Perlindungan Hak Pencipta Karya yang Dijadikan NFT Berbasis Sistem Blockchain
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta
Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024 2831
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Undang-Undang Hak Cipta memberikan
perlindungan secara otomatis kepada pencipta atas ciptaannya yang dijadikan NFT dan
ditransaksikan dalam sistem blockchain yang didasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Hak Cipta, serta diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 40 Ayat (1) serta
Pasal 1 angka 2 Jo Pasal 31 Undang-Undang Hak Cipta. Syarat dan ketentuan yang berlaku
dalam platform marketplace NFT mempersyaratkan bahwa pengguna platform marketplace
tidak boleh melanggar kekayaan intelektual dalam penggunaan platform tersebut, termasuk
hak cipta pihak lain, serta mempersyaratkan lebih lanjut bahwa platform yang bersangkutan
berhak untuk menindaklanjuti terjadinya pelanggaran hak cipta, baik dengan menghapus NFT
yang melanggar hak cipta dari platform tersebut, menghukum pengguna platform yang
melanggar hak cipta dengan pembatasan ataupun pencabutan akses terhadap platform
tersebut, serta menyediakan sarana bagi pihak yang hak ciptanya dilanggar untuk mengadu
atas pelanggaran hak cipta. Smart contract yang berlaku dalam transaksi NFT dalam sistem
blockchain mengatur dan memberikan informasi secara jelas terkait dengan informasi-
informasi terkait dengan transaksi NFT tersebut, termasuk kepemilikan NFT dan rincian
terkait dengan transaksi NFT tersebut, termasuk persentase pembagian hasil keuntungan yang
diterima oleh pihak yang tokenisasi NFT tersebut serta menjualnya untuk pertama kali dalam
sistem blockchain.
BIBLIOGRAFI
Alexander Sugiharto, S. H., & Muhammad Yusuf Musa, M. B. A. (2020). Blockchain &
Cryptocurrency Dalam Perspektif Hukum di Indonesia dan Dunia (Vol. 1). Indonesian
Legal Study for Crypto Asset and Blockchain.
Badruzaman, Dudi. (2019). Perlindungan hukum tertanggung dalam pembayaran klaim
asuransi jiwa. Amwaluna: Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Syariah, 3(1), 96118.
Bhaskara, Ida Bagus Komang Hero, & Sarjana, I. Made. (2021). Perlindungan Hukum
Terhadap Hak Cipta Lagu Terkait Dengan Perubahan Lirik Dalam Kegiatan Cover
Lagu. Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum, 9(10), 803812.
Cipta, Hak. (2021). Perlindungan Hak Cipta Kreator Tiktok Atas Konten Ciptaannya Sebagai
Karya Sinematografi.
Dahen, Lovelly Dwina. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. EKSEKUSI, 3(2),
102122.
Dharmawan, Ni Ketut Supasti, Wiryawan, Wayan, Dunia, Ngakan Ketut, Daemadha, N.,
Mudana, N., Sagung Wiratni Dharmasi, A., & Agus Kurniawan, I. (2016). Buku ajar
hak kekayaan intelektual. Yogyakarta: Deepublish.
Gidete, Bio Bintang, Amirulloh, Muhammad, & Ramli, Tasya Safiranita. (2022). Pelindungan
Hukum atas Pelanggaran Hak Cipta pada Karya Seni yang dijadikan Karya Non
Fungible Token (NFT) pada Era Ekonomi Digital. Jurnal Fundamental Justice, 118.
Haq, Qonita Nadya, Anindita, Aimee Aurilya, Setyowati, Erina, & Anggraini, Putri Liny.
(2022). The dynamic aspects of smart contract in non-fungible tokens. DE LEGA LATA:
Jurnal Ilmu Hukum, 7(2), 280291.
Indrawati, Septi. (2019). Perlindungan Hukum Merek Pada Produk Usaha Kecil di Kabupaten
Kebumen. Amnesti Jurnal Hukum, 1(1), 2935.
Kadly, Eureka Inola, Rosadi, Sinta Dewi, & Gultom, Elisatris. (2021). Keabsahan
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo
2832 Syntax Idea, Vol. 6, No. 06, Juni 2024
Blockchain-Smart Contract Dalam Transaksi Elektronik: Indonesia, Amerika Dan
Singapura. Jurnal Sains Sosio Humaniora, 5(1), 199212.
Oktaviani, Sabrina, & Kenotariatan, M. (2021). Implementasi Smart Contract Pada Teknologi
Blockchain Dalam Kaitannya Dengan Notaris Sebagai Pejabat Umum. J. Kertha
Semaya, 9(11), 22052221.
Rafli, Dw Putu Alit Denbagus. (2022). Nft become a copyright solution. Journal of Digital
Law and Policy, 1(2), 8796.
Rahardja, Untung, Lutfiani, Ninda, Aini, Qurotul, & Annisa, Isabella Yaumil. (2021). The
potential utilization of blockchain technology. Blockchain Frontier Technology, 1(01),
5767.
Rohman, M. Najibur. (2021). Tinjauan Yuridis Normatif Terhadap Regulasi Mata Uang
Kripto (Crypto Currency) Di Indonesia. Jurnal Supremasi, 110.
Roisah, Kholis. (2015). Konsep hukum hak kekayaan intelektual: sejarah, pengertian dan
filosofi pengakuan HKI dari masa ke masa. Setara Press.
Simatupang, Khwarizmi Maulana. (2021). Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta Dalam
Ranah Digital. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 15(1), 67.
Suherman, Suherman, Neldawaty, Rika, Dani, Rian, & Markah, Ami. (2022). Pengaruh
Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pertumbuhan Penduduk Dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Jambi. J-MAS (Jurnal
Manajemen Dan Sains), 7(2), 13191327.
Sukmariningsih, Retno Mawarini, Nurudin, Agus, & Nursanty, Eko. (2022). Pengenaan
Hukum Pajak Pada Cryptocurrency Dan NFT Di Indonesia. Owner: Riset Dan Jurnal
Akuntansi, 6(2), 16441654.
Tirtakoesoemah, Annisa Justisia, & Arafat, Muhammad Rusli. (2020). Penerapan Teori
Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Atas Penyiaran. Pena Justisia: Media
Komunikasi Dan Kajian Hukum, 18(1).
Copyright holder:
Matthew Edbert, Yoan Nursari Simanjuntak, Bebeto Ardyo (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: