Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 6, Juni 2020
����������������������
KONSEPSI GEMBALA JEMAAT SEBAGAI MENTOR DALAM
MELENGKAPI VIKARIS MENJADI GEMBALA JEMAAT BARU
Pieter Anggiat Napitupulu
STT STAPIN Majalengka
Email: [email protected]
Abstrak
Salah satu tri tugas gereja adalah
pelayanan marturia (kesaksian) yang berujung dengan membuka jemaat� yang baru. Seorang gembala di jemaat yang baru menjadi penentu maju atau tidaknya
pelayanan tersebut. Penempatan vikaris (yang baru lulus Sarjana Teologi) sebagai gembala jemaat baru tanpa pendampingan/mentoring
dari gembala senior, seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas tanggungjawabnya khususnya dalam mengembangkan jemaat tersebut. Dengan demikian betapa pentingnya seorang gembala yang baru mendapatkan mentoring dari gembala senior demi keberlangsungan dan pertumbuhan jemaat yang baru.
Kata kunci: Jemaat, gembala, mentoring, vikaris.
Pendahuluan
Agama ialah satu
dari sekian unsur terpenting dalam masyarakat karena agama merupakan pedoman
bagi manusia dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sehingga kebebasan bagi
masyarakat untuk beragama harus dihargai, dijamin dan dilindungi (Lala, 2017). Gereja yang bertumbuh tidak
terlepas dari ketekunannya melakukan tugas marturia (kesaksian) yang merupakan Amanat Agung dari Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20). Pelayanan marturia biasanya akan berujung
dengan pembentukan jemaat baru di satu daerah. Ketika jemaat baru terbentuk,
maka akan� membutuhkan
seorang gembala untuk memelihara jemaat dan mengarahkan kepada perkembangan selanjutnya.
Lulusan sarjana teologi biasanya ditempatkan sebagai vikaris di dalam suatu gereja
lokal yang kemudian bisa dipromosikan menjadi gembala di suatu jemaat baru.
Jika penempatan sebagai gembala tanpa pendampingan
(mentoring) dari gembala
senior, maka bisa jadi akan mengalami
banyak kesulitan. Kompleksitas penggembalaan, dari melakukan tugas-tugas rutin memberi makanan rohani dan pengayoman kepada jemaat, juga merencanakan perkembangan selanjutnya, merupakan tugas yang tidak ringan bagi seorang
gembala yang baru. Dengan demikian mentoring akan dilakukan selagi tugas vikariat
di suatu gereja, yang kemudian dapat juga berlanjut ketika sudah menerima pentahbisan sebagai gembala jemaat.
Proses mentoring akan
dapat berhasil jika dilaksanakan secara terprogram, di mana konsep mentoring telah disediakan dengan baku untuk diterapkan
kepada vikaris. Seorang gembala senior tentu terlebih dahulu dilengkapi sebelum mementor vikaris. Keberhasilan mentoring ini juga tidak terlepas dari kesediaan
seorang vikaris mengikuti dengan tekun proses yang sudah diprogramkan.� Dengan menyelenggarakan proses mentoring secara bertanggung jawab
terhadap vikaris, diharapkan akan menghasilkan lebih banyak jumlah gembala
jemaat baru dengan
kualitas kepemimpinan yang lebih baik.
Metode Penelitian
Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif
literatur yang berusaha mengeksplorasi prinsip-prinsip
mentoring yang diterapkan oleh gembala
kepada vikaris untuk mempersiapkannya menjadi seorang gembala di jemaat yang baru.
Metode deskriftif juga digunakan
untuk memberi gambaran tentang jemaat dari berbagai
segi, tugas dan tanggungjawab gembala yang kelak akan diemban
vikaris ketika menjadi gembala ditempat yang baru.
Hasil
dan Pembahasan
A.
Pengertian Gereja
Kata Inggris untuk
gereja adalah church berhubungan
dengan kata Scottish kirk dan kirche dalam bahasa Jerman. Semua
istilah ini berasal dari kata Yunani kuriakon.
Bentuk ajektif netral dari kurios (Lord) berarti �milik dari Tuhan� (Saucy, 1974). Kata dalam bahasa Yunani, ekklesia, yang berasal dari kata ek berarti �keluar dari�, dan
kaleo yang berarti �memanggil.� Jadi gereja adalah �suatu kelompok yang
dipanggil keluar.� Ekklesia muncul
114 kali di Perjanjian Baru, 3 kali di Injil, dan 111 kali di surat-surat. Hal
ini menolong untuk menyatakan bahwa gereja dimulai setelah peristiwa kenaikan Yesus
ke sorga sebagaimana yang dicatat di Kisah Para Rasul dan secara khusus dalam
doktrin tulisan Paulus.
Namun demikian, kata
ekklesia tidak mengindentifikasikan natur dari kelompok yang dipanggil keluar,
kata itu dapat digunakan dalam suatu pengertian teknis dari gereja Perjanjian
Baru, atau� kata itu dapat digunakan
dalam pengertian yang non teknis dari grup manapun. Misalnya di Kisah Para
Rasul 7:38, kata itu menunjuk pada jemaat yang terdiri dari orang Israel
sebagai ekklesia (diterjemahkan
�jemaat�). Di Kisah Para Rasul 19:32, kata itu menunjuk pada gerakan di Efesus
yang marah pada Paulus (di sini diterjemahkan �jemaat�). Namun demikian,
kebanyakan kata itu digunakan dalam pengertian teknis yang ditujukan pada
gereja Perjanjian Baru, yaitu suatu kelompok orang percaya yang dipanggil
keluar dalam Yesus Kristus.
Penggunaan yang
paling umum dari kata gereja di Perjanjian Baru ditujukan pada sekelompok orang
percaya yang diidentifikasi sebagai �gereja lokal,� seperti gereja di Yerusalem (Kis.
8:1; 11:22), di Asia Kecil (Kis. 16:5), di Roma (Rm. 16:5), di Korintus (1
Kor. 1:2; 2 Kor. 1:1), di Galatia (Gal. 1:2), di Tesalonika (I Tes. 1:1) dan di
rumah Filemon (Fil: 2). Orang percaya yang mula-mula ini tidak memiliki gedung
khusus untuk bertemu, oleh karena itu mereka
berkumpul di rumah-rumah (Rm. 16:5; Fil: 2). Orang percaya mula-mula berkumpul
untuk beribadah (1 Kor. 11:18), persekutuan (Kis. 2:45-46; 4:31), instruksi atau
pengajaran (Kis. 2:42, 11:26; I Kor. 4:17), dan untuk pelayanan seperti
mengutus misionari (Kis. 13:2; 15:3). Akibatnya banyak orang terus menerus
diselamatkan (Kis. 2:47).
Gereja lokal melihat
gereja sebagai orang percaya yang berkumpul di lokasi tertentu, sedangkan �gereja
universal� dipandang sebagai keduanya, pada zaman ini,
dilahirkan dari Roh Allah dan oleh Roh yang sama telah dibaptis ke dalam Tubuh
Kristus (1 Kor. 12:13; I Pet.
1:3; 22-25) (Thiessen, 1979). Kumpulan orang percaya
inilah yang dijanjikan oleh Kristus untuk dibangun (Mat. 16:18) untuk Tubuh
inilah Kristus telah mati (Ef. 5:25) dan Dia adalah Kepala
atasnya, dan� memberikan arah kepadanya.
(Ef. 1 :22-23; Kol. 1:18). Di Efesus 1:23,
gereja disebut� sebagai �Tubuh-Nya.�
Hal itu tidak dapat disebut sebagai jemaat lokal, tetapi merupakan badan universal dari orang percaya (Kol.
1:18). Penekanan khusus dari gereja universal adalah kesatuannya, baik Yahudi
atau non Yahudi, semuanya membentuk
suatu tubuh, dalam kesatuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (Gal.
3:28; Ef. 4:4). �Gereja universal� kadang-kadang disebut
sebagai gereja yang tidak kelihatan dan �gereja lokal�
sebagai gereja yang kelihatan (Milliard, 1965), (meskipun sebagian orang
menyangkali kesetaraan ini). Orang seperti Augustine, Luther dan Calvin semua
mengajarkan perbedaan ini, yang mengatakan bahwa gereja yang tidak kelihatan
menekankan natur yang sempurna, benar dan rohani dari sebuah gereja. Sedangkan
gereja yang kelihatan dikenali sebagai jemaat lokal dan orang-orang yang
percaya dengan ketidaksempurnaannya dan bahkan orang yang tidak percaya dapat
menjadi anggota gereja lokal. Istilah tidak kelihatan juga digunakan untuk
mengidentifikasikan bahwa keanggotaan pastinya tidak dapat diketahui.
Dalam realitasnya, para anggotanya secara keseluruhan dapat dilihat (Saucy, 1974).
B.
Mendirikan Gereja
Lokal Baru Merupakan Tugas Marturia Gereja
Marturia merupakan
salah satu pelayanan gereja yang penting, karena melalui marturia orang lain
dapat mendengar berita tentang Yesus dan percaya kepada-Nya. Jadi gereja
terpanggil bukan untuk mengakui saja tetapi juga untuk menyaksikan terhadap
dunia. Karena Tuhan menghendaki supaya orang lain memperoleh keselamatan.
�Bersaksi merupakan
amanat Yesus Kristus kepada gereja yang telah mengakuinya sebagai Tuhan, walaupun pada awal hidup gereja (gereja Perjanjian Baru)
dunia dilihat terutama sebagai sesuatu yang harus dihindari. (SJ, n.d.). (Baar, 1983) mengatakan: �Gerejalah yang diharuskan berbicara
berhadapan dengan situasi modern.� Gereja percaya tentang Dia
dan memuliakan-Nya kepada dunia, baik melalui nyanyian pujian, melalui doa,
pengucapan syukur, pengenalan Alkitab, kebaktian koor dan pemberitaan Injil.
Injil merupakan
pokok gereja dan inti dari pada Injil adalah penyataan
tentang kasih Allah yang menyelamatkan manusia dari kuasa maut. Gereja yang
ditempatkan Allah di tengah-tengah dunia ini harus menjadi saksi hidup. Dengan
demikian rencana Allah dalam dunia ini akan terwujud. Tugas bersaksi akhirnya
adalah tugas semua anggota jemaat kepada semua orang tentang kasih Kristus. (Narromore, 1961) mengatakan tugas bersaksi itu juga termasuk
anak-anak. Kesaksian bukan saja melalui perkatan, tetapi juga melalui perbuatan
baik di tengah keluarga yang belum kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini
tetapi juga melalui perbuatan baik di tengah keluarga yang belum kenal kasih
Kristus, yang bukan saja di sini tetapi di manapun juga. Dengan
demikian akan memungkinkan gereja bertumbuh.
Dalam misi marturia,
di mana banyak jiwa akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus Kristus,
perlu diwadahi di suatu tempat yang disebut �gereja lokal.�
Dengan demikian berdirilah gereja lokal yang baru. Pendirian gereja lokal ini
biasanya bertahap. Ada yang dimulai dari ibadah keluarga lebih dahulu.
Berkembang menjadi Pos Penginjilan, kemudian
meningkat menjadi Bakal Jemaat, yang akhirnya menjadi jemaat yang dewasa. Pada
tingkat jemaat yang sudah� dewasa inilah
yang disebut gereja lokal. Pendirian gereja lokal ini merupakan pewujudan tugas
marturia gereja.
Pada proses
pendirian gereja lokal ini, disinilah fungsi gembala jemaat mementor vikaris
untuk dipersiapkan menjadi gembala di jemaat lokal yang baru.
Dengan proses waktu yang sudah ditentukan, maka sang vikarispun bisa
ditahbiskan menjadi gembala di gereja lokal yan baru.
C.
Gembala Sebagai
Mentor Bagi Vikaris.
Ada beberapa kali
kata �gembala� ditemui dalam Alkitab, misalnya dalam 1 Samuel 16:11,
mengungkapkan bahwa Daud sebelum menjadi raja, bekerja sebagai gembala. Allah
sebagai gembala yang memelihara domba-Nya diceritakan dalam Mazmur 23. Demikian
juga, Yesus Kristus mengkontekstualisasikan diri-Nya sebagai Gembala yang baik
(Yoh. 10:11). (Wongso, 1999) menyebutkan sebutan gembala pertama kali dipakai oleh
Habel (Kej. 4:2). Dalam Yohanes 21:15-16, Yesus menginstruksikan kepada Petrus
untuk menggembalakan domba-domba Allah. Agar lebih jelas pengertian tentang gembala
berdasarkan konteks sosiologi dan teologis, maka berikut penulis mencoba
menjelaskan pengertian gembala secara singkat dan sederhana menurut Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru.
Penggembalaan Dalam
Perjanjian Lama. Pada umumnya di Timur Tengah
mata pencarian orang adalah beternak, baik ternak sapi, domba, kambing, unta
dan kuda. Bagi orang Timur Tengah pada umumnya dan di kalangan orang Israel
pada khususnya bahwa beternak adalah bagian integral dalam kehidupan masyarakat
yang di dalamnya selalu ada seorang gembala yang memelihara dan menjaga kawanan
domba ternak itu.� Konteks ini dialihkan
dalam hubungan masyarakat Israel yang dalam persekutuan masyarakat adalah pembinaan
dan pengamanan yang dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang
dikonteksualisasikan kepada gembala dalam kaitannya dengan tugas penggembalaan
kawanan ternak. (Baker, 2014) menyebutkan kata �gembala�
dalam konteks Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani �syamar� artinya memelihara, menjaga. Bangsa Israel secara
teokratis digembalakan (dipimpin, dipelihara, diberi petunjuk) oleh Allah
langsung.
Dalam konteks bangsa
Israel, kata �gembala� dilihat dari sudut pandang sebagai petunjuk jalan,
memberi makan, merawat dan melindungi. Fakta ini tercatat dalam Yehezkiel pasal
34, yang menyatakan kesetiaan dalam kesempurnaan pertolongan Tuhan bagi
umat-Nya. Gembala dalam arti harafiah menyerukan suatu panggilan tugas yang
banyak tuntutannya (Kej. 4:2). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I
menjelaskan, gembala harus mencari rumput dan air di daerah kering dan
berbatu-batu, harus melindung kawanan domba gembalaannya.
Menurut (Storm, 1988) menjelaskan, memang di negeri Israel pada zaman
Alkitab ditulis dan saat Yesus berada di bumi ini, pekerjaan sebagai gembala
adalah biasa dan sering terlihat. Pengertian gembala menurut konteks Yehezkiel
pasal 34 mengacu kepada suatu gambaran tentang Allah adalah pemimpin, penuntun,
pemelihara umat Israel, yang menegur para pemimpin Israel yang tidak
memperhatikan umat Allah, serta tidak bekerja secara professional dalam suatu
tanggung jawab, tetapi hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri saja.
Mazmur 23,
mengungkapkan pimpinan Tuhan kepada umat manusia bagaikan pelayanan seorang
gembala yang sangat baik dan penuh perhatian, dan pengertian dengan berkata ,�
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, ia membimbing aku ke air
yang tenang, ia menyegarkan jiwaku, ia menuntun aku ke jalan yang benar� Engkau
besertaku, menghibur aku, Engkau menyediakan hidangan bagiku.� Sifat
kepemimpinan Tuhan penuh dengan perhatian dan kepedulian terhadap umat-Nya
bagaikan seorang gembala (Ashfield et al., 1994). Kemudian ditegaskan lebih dalam lagi dalam Yehezkiel
34 yaitu, Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan
membiarkan mereka berbaring, demikian firman Tuhan Allah, yang hilang akan Ku
cari, yang tersesat akan Ku bawa pulang, dan yang luka akan Ku balut, yang
sakit akan Ku kuatkan serta yang gemuk dan yang kuat akan Ku lindungi, Aku akan
menggembalakan mereka sebagaimana mestinya.�(Yeh. 34:15-16). Selanjutnya
penulis Ensoklopedi Alkitab Masa Kini, jilid I mengatakan:
�Perjanjian lama
berulang-ulang melukiskan Allah sebagai gembala Israel (Kej. 49:24; Maz. 23:1;
80:2), lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (Yes. 40:11), tetapi
kadang-kadang� membina kawanan domba-Nya
dengan kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan mengumpulkan kembali.� (Yer.
31:10).
Jelas di sini bahwa
dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan suatu gambaran dasar tentang pelayanan
dan tanggung jawab seorang gembala. Allah sebagai Gembala sering ditemukan
dalam Perjanjian Lama, yang secara langsung memimpin umat-Nya, sehingga dalam
Mazmur 23, Allah disebut sebagai gembala yang sempurna dan baik. Guthrie
menjelaskan, �Allah sebagai Gembala yang membaringkan, menuntun,
menyegarkan, menyertai, menyediakan hidangan dan mengurapi.� (Guthrie, 1996).
Penggembalaan Dalam
Perjanjian Baru. Dalam pelaksanaan tugas
terdapat dua peranan gembala. Pertama adalah
menggembalakan ternak (pemelihara ternak) dan yang kedua adalah seorang pejabat
rohaniah yang mengasuh, membina secara rohani. Secara rohani dari sudut pandang
agama, gembala bersifat ilahi. Selanjutnya dalam bahasa Inggris disebut �shepherd� atau �herdsman� artinya gembala. Secara khusus dalam Yohanes 10:11,
dijelaskan tentang Yesus sendiri menjadi Gembala. Dalam Perjanjian Baru tugas
Mesias adalah menjadi gembala bahkan Gembala Agung (Ibr. 13:30; I Pet. 2:25;
5:4) Hal ini diuraikan secara rinci dalam Yohanes pasal 10, dan rincinya
sepadan dengan Yehezkiel 34. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan kata poimen artinya gembala, gembala kawanan
ternak, sedangkan kata boskon / boske artinya gembala yang memelihara ternak.
Dari beberapa arti
dan pengertian gembala di atas, menjadi dasar untuk menguraikan pengertian
gembala secara benar. Menurut (Bons-Storm, 1989), kata gembala dalam bahasa Latin ialah �pastor� dan dalam bahasa Yunani �Poimen� oleh sebab itu penggembalaan
juga dapat disebut poimenika atau pastoralia. Pelayan pastoral disebut
penggembalaan. Jadi gembala adalah seorang yanag memiliki kehidupan rohani dan
keahlian dalam mendamaikan, serta mengerti keadaan. Alasstair V. Campbell
mengatakan:
�The care of the bereaved inevitably
means that the pastor�s craft is to bring together theology and spirituality
with a proper understanding of sociological and psychological pricinples of
growth, development and mental health. In care for the bereaved of the pastor
is required to develop skills in all these areas, whilst being faithfull to his
or her own humanity, limitations and personal experience of loss and grief.�
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa seorang gembala jemaat harus dapat melindungi
anggotanya dari setiap ancaman dan godaan yang mungkin datang setiap saat.
Berdasarkan beberapa pengertian dari Perjanjian Baru, dapat dikatakan bahwa
Gembala adalah seorang yang rela berkorban memberikan nyawanya dan
menyelamatkan domba-dombanya dari jalan yang tersesat.
William Berclay
menjelaskan, �Yesus adalah gembala yang baik. Dia adalah Gembala
yang bersedia mengorbankan hidup-Nya untuk mencari dan menyelamatkan domba-Nya
yang tersesat (Lukas, n.d.). Dengan demikian pengertian gembala dalam Perjanjian
Baru dapat disimpulkan, bahwa seorang gembala adalah seorang yang rela
berkorban bagi domba-dombanya dalam arti segala sesuatu diberikan demi
domba-dombanya. Dia bersedia memelihara, mengarahkan dan menuntun
domba-dombanya.
Dari prinsip yang
nyata dalam� pengertian di atas
menunjukkan adanya kesamaan dalam Yehezkiel pasal 34 dan Yohanes pasal 10.
Dalam tugas, seorang
gembala bertanggung jawab untuk menuntun, memimpin dan mengarahkan jemaat
kepada Allah, selanjutnya seorang gembala mengenal dan mengasihi semua dombanya.
M. Bons-Storm menyatakan: �Antara gembala dan domba
ada hubungan yang baik, domba mengenal gembalanya (Yoh. 10:3-5,14) dan
gembala mengasihi setiap dombanya. Ingatlah kegembiraan seorang gembala, yang
mencari dan menemukan seekor dombanya yang hilang� (Mat.
16:12-14), keselamatan domba-domba ada dalam tanggung jawab gembala.��
D.
Rancangan Kode
Pada umumnya� vikaris adalah lulusan Sekolah Tinggi Teologi
yang ditempatkan di suatu gereja lokal di�
bawah pembinaan gembala jemaat yang kelak akan menjadi pendeta atau
gembala jemaat setelah ditahbiskan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
vikaris artinya pembantu (pengganti) di jabatan pimpinan gereja (Pendidikan & Kebudayaan, n.d.). Menurut Kamus Istilah
Teologi karangan� R Soedarmo, vikaris
artinya pengganti (Soedarmono, 1988). Menurut Pedoman Peraturan Sinode tentang Mahasiswa
Teologi dan Vikaris Gereja Kristen Pasundan, pengertian vikaris adalah lulusan
Lembaga Perguruan Tinggi Teologi yang telah mengikuti proses sebagaimana diatur
dalam tata-cara penyiapan vikaris dan oleh Majelis Pusat Sinode dinyatakan siap
untuk memasuki masa vikariat sebagai proses penyiapan diri memangku jabatan
pendeta GKP.
Yosua adalah salah
satu contoh positif sebagai tokoh kitab Perjanjian Lama yang harus menjalani
persiapan-persiapan dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini merupakan proses yang
juga dialami oleh para pemimpin. Kitab yang lain, misalnya persiapan Elisa
sebagai asisten Elia. Ujian terbesar bagi Yosua adalah dalam mempersiapkan diri
sebagai pemimpin bangsa Israel adalah saat dia diutus sebagai mata-mata untuk
mengintai Tanah Kanaan. Ketika kedua belas mata-mata itu kembali dari
pengintaian mereka, hanya Yosua dan Kaleb yang memiliki pandangan positif
tentang Tanah Kanaan, sama seperti yang Tuhan janjikan. Pengintai-pengintai
lain sangat ketakutan melihat kota yang demikian kuat dengan tentara-tentaranya
yang gagah perkasa dan mereka memasukkan ketakutan mereka ke dalam hati seluruh
bangsa Israel. Tak terelakkan lagi, seluruh bangsa Israel berontak melawan Musa
dan Harun.
Pada waktu itulah
kualitas iman Yosua tampak sangat nyata dibanding waktu-waku sebelumnya. Dia
bersama dengan Kaleb, berani menantang Bangsa Israel dengan berkata :� Negeri
yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika Tuhan
berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kepada kita, suatu negeri yang
berlimpah susu dan madunya. Hanya janganlah memberontak kepada Tuhan, dan
janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis.
Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita;
janganlah takut kepada mereka.� (Bil. 14:7-9).
Pengalaman Yosua
sebagai pengintai memberi pelajaran penting dan berarti dalam pendidikan yang
telah Tuhan persiapkan sendiri selama di padang gurun. Menurut pandangan Allah,
Yosua berhasil mengatasi ujian-ujian yang dialami dan pada waktu 40 tahun
kemudian dia menjadi seorang pemimpin bangsa Israel menuju ke Tanah Kanaan.
Rasul Paulus
menyurati Timotius tentang sebuah rumusan untuk menjadikan murid Kristus yang
juga merupakan sebuah rumusan revolusioner untuk membina pemimpin.� Apa yang
telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada
orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain� (Fee, 2011). Jadi, Timotius adalah pembantu Rasul Paulus dan juga
sebagai pemimpin bagi orang-orang yang dapat dipercaya.
E.
Tugas Gembala Jemaat
Mementor Vikaris
Kata �mentor�
dalam kamus yan ditulis Peter Salim diterjemahkan sebagai penasehat yang bijaksana. Dalam Kamus Bahasa Indonesia secara umum
mentor diterjemahkan sebagai pembimbing atau pengasuh yang biasanya digunakan
untuk membimbing mahasiswa. Jika melihat kembali timbulnya
penggunaan istilah mentor, maka tugas mentor dimaksudkan untuk mendidik,
melatih, dan mengembangkan seseorang untuk memenuhi hak azasinya dan kelak
menjadi pemimpin. Istilah mentor sering juga
dihubungkan dengan seseorang yang bertindak sebagai sahabat, pembimbing,
guru, penasehat dan penolong kepada orang yang dipercaya. Dengan demikian
dapat ditarik kesimpulan bahwa mentor adalah seseorang yang memiliki potensi
untuk menolong orang lain, menjadi orang yang dipercaya demi pengembangan orang
lain untuk mencapai tujuan tertentu, atau seseorang yang bertanggungjawab� akan kemajuan dan keberhasilan orang lain.
Maka mentor tidak pernah bekerja sendiri, karena kata mentor selalu mengarah
pada arti penasehat dan pembimbing. Itu berarti bahwa seseorang mentor selalu
berhubungan dengan orang lain. Gordon F. Shea merumuskan satu definisi
mentoring sebagai berikut:
�Suatu hubungan pengembangan
yang memperdulikan, menjaga, menggunakan bersama dan membantu, dimana seseorang
menggunakan waktu, pengetahuan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan
pengetahuan dan keahlian seseorang , dan tanggap terhadap kebutuhan orang itu
dengan cara menyiapkan orang itu dengan produktivitas yang lebih besar atau
keberhasilan di masa depan�
Seorang mentor
memiliki pengaruh yang besar untuk mengubah gaya hidup atau gaya yang
bermanfaat bagi orang lain. Hal itu terjadi akibat hubungan secara pribadi
dengan pribadi yang lain yang didalamnya mentor berusaha untuk menawarkan
pengetahuan, pemahaman yang mendalam, memaparkan suatu perspektif atau
kebijakan yang dapat membantu orang lain untuk mengembangkan diri. Paul Stanley
dan Robert Clinton mengatakan bahwa mentor sebagai pembimbing adalah suatu
dinamika posistif yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan potensi.
Pembimbingan yang
dimaksud adalah suatu pengalaman yang
menyangkut hubungan yang melaluinya seseorang memberikan kemampuan kepada orang
lain dengan cara membagikan keterampilan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.
Jadi mentor adalah seorang yang memiliki potensi untuk menjadikan seseorang
pembimbing atau penolong bagi orang lain. Hal itu dilaksanakan dengan sukarela
dengan suatu kesadaran bahwa apa yang akan dibagikan kepada orang lain
merupakan pemberian Allah semata.
Kriteria seorang
mentor bagi vikaris: Pertama, memiliki karakter kristiani. Seorang mentor yang memiliki karakter kristiani, akan menjadikan Alkitab
sebagai standar dalam mementor vikaris. Sikap mentor terhadap Alkitab sebagai
kebenaran yang obyektif, absolut dan mutlak seperti tertulis dalam 2 Tim
3:16-17. Bergantung kepada kuasa Roh
Kudus (2 Kor.3:5). Berdasarkan kasih
Allah yang bersifat universal, mendorong mentor untuk
mengasihi dan membimbing vikaris. Kedua, memiliki kualitas sebagai Pembimbing. Sebagai seorang
mentor, seharusnya memiliki kerohanian yang sehat. Menurut David Viscott,
adapun yang dimaksudkan dengan kerohanian yang sehat adalah demikian: �Kehidupan yang seimbang,
sebab yang paling merusak kehidupan rohani adalah
ketidakseimbangan teologi sama dengan kebodohan dalam doktrin.
Penerapan yang tidak
seimbang akan ajaran-ajaran alkitab akan mengakibatkan kehidupan
Kristen yang tidak seimbang dan penekanan yang berlebihan soal pengakuan dosa
akan mengakibatkan instropeksi yang tidak sehat. Keseimbangan adalah
kunci menuju kehidupan rohani yang praktis dan sehat� (Viscott,
1992).
Ketiga, memiliki hikmat Ilahi, yaitu suatu kombinasi kemampuan
oleh Roh Kudus, penjernihan pengetahuan oleh firman Allah dan
pengenalan akan situasi yang konkrit (Gunarsa, 1992). Hikmat berarti mengerti situasi dan mengetahui
dengan tepat apa yang harus dilakukan. Keempat,
memiliki
kemampuan yang positif. Seorang mentor harus benar-benar
menjadi pribadi yang utuh untuk memenuhi potensi-potensi yang harus dimiliki
sebagai seorang pembimbing. Mentor harus memiliki kemampuan untuk mengenal diri
sendiri dan menaruh empati terhadap vikaris. Kemampuan mengenal diri sendiri
menjadi modal untuk mengenal orang lain. Pengenalan diri mendasar untuk mulai
mengasihi sesama, memiliki kepekaan etis�
bahkan rela berkorban bagi orang lain. Kelima, dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Mentor harus dapat meyakinkan bahwa informasi yang disampaikan menjadi
rahasia berdua saja. Informasi-informasi pribadi kadang-kadang dapat merusak
reputasi, status dan relasi dengan orang-orang penting dalam hidup vikaris. Keenam, memahami prinsip
dasar mentoring. Mengenal identitas vikaris yang dimentornya, sehingga memudahkan dia
untuk dapat membimbing dan mengarahkannya. Seorang mentor tidak hanya mengajar, namun
yang lebih mempengaruhi vikaris, adalah membimbing dengan teladan, serta
memberi jalan keluar dalam berbagai persoalan hidup vikaris khususnya dalam
melengkapi vikaris sebagai calon gembala jemaat. Ketujuh, berupaya mengembangkan
pengaruh dan peran kepemimpinan vikaris ke arah efektivitas tinggi.
Tugas seorang
mentor, di antaranya
sebagai
pendorong semangat. Dasar pemberian motivasi adalah karena adanya titik kelemahan atau
potensi yang terpendam yang tidak pernah dimanfaatkan, sekalipun ada daya untuk
memanfaatkannya. Maka harus diberi dorongan semangat agar termotivasi untuk
mengupayakan potensi yang terpendam, dan dorongan itu selalu diarahkan pada
pengupayaan potensi tersebut. Semakin giat diupayakan potensi yang ada pada
diri, semakin pesat potensi itu berkembang. Demikian Alkitab mencatat tentang
memanfaatkan talenta yang dipercayakan oleh Allah. Motivasi adalah
rangsangan dari dalam yang mengerahkan untuk bertindak dan semakin besar motivasi
semakin kuat rangsangannya (Rush, 1986).
Motivasi atau
dorongan harus mempunyai suatu sasaran dan selalu dipimpin ke arah suatu
tindakan khusus. Suatu tujuan tidak pernah menjadi kenyataan tanpa adanya
tingkat dorongan yang tepat. Maka pada saat memberi dorongan semangat harus
mengarahkan perhatian pada tujuan. Untuk menimbulkan dorongan maka tujuan harus
memenuhi kebutuhan, berhasil memanfaatkan seluruh kesanggupan seseorang dan
harus dapat dicapai. Jika seseorang dituntut bertindak ke arah tujuan yang
tidak memenuhi kebutuhan, maka hal itu akan cenderung melemahkan semangat.
Seorang mentor harus
mengabdikan diri untuk menolong, membina, untuk mencapai sasaran dengan memanfaatkan
kesanggupan atau potensi yang ada pada individu, sebab setiap individu ingin
merasa dibutuhkan dan memberi sambangan yang berati bagi kepentingan gereja.
Seorang mentor memiliki sarana sebagai pendorong semangat yakni bertitik tolak
dari sudut pandang Alkitab.
Seorang
mentor juga adalah sebagai �pengevaluasi utama� artinya mentor
beranggungjawab atas kegagalan dan keberhasilan perkembangan vikaris, walaupun tidak� secara mutlak.
Setiap pelaksanaan kegiatan harus ada evaluasi guna mengukur keberhasilan dan
kegagalan dalam mencapai sasaran. Evaluasi juga penting untuk� meneliti faktor-faktor� penyebab kegagalan dan keberhasilan� sehingga dapat dijadikan sebagai bahan
pelajaran proses selanjutnya. Suatu kegiatan tanpa evaluasi bisa mengakibatkan
pekerjaan tidak terarah. Ngalim purwanto menjelaskan empat prinsip evaluasi: �penilaian bersifat objektif tanpa dipengaruhi penilai. Penilaian yang
objektif prinsip integritas artinya bahwa yang dievaluasi bukan
hasilnya saja, tetapi keseluruhan bersama-sama dengan
pribadi individu. Prinsip kontiniutas yaitu bahwa evaluasi yang
baik tidak dilakukan secara insidentil saja, tetapi harus secara
kontiniu, sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan,� prinsip objektivitas artinya adalah setiap
penilaian yang didasarkan atas kenyataan yang sesunggungnya. Prinsip
kooperatif yaitu penilaian yang dilaksanakan
secara bersama-sama.� (Poerwanto, n.d.).
Mentor juga sebagai pemberi perspektif. Setiap tindakan
manusia berawal dari pikiran. Dengan kata lain, bahwa setiap tingkah laku
terdorong dari cara berpikir seseorang. Bagaimana seseorang berpikir, maka pola
pikir itulah yang terpantul dalam tingkah laku. Dough Hooper mengatakan bahwa:
�Seseorang berubah dalam batinnya yang
dimulai dengan perubahan dalam pemikirannya, maka keadaan luarnya pasti berubah. Dia akan segera mendapatkan diri terlibat dalam
kegiatan yang sama sekali berbeda dengan apa saja yang sebelumnya dilakukan.� (Tomatala,
1998).
Tugas
mentor yang lain adalah sebagai pemberi
nasihat khusus. Dalam surat-surat Paulus penuh dengan nasehat.� Itu membuktikan bahwa nasehat sangat penting
dalam kehidupan �manusia. Nasehat itu tidak sekedar ungkapan
penghiburan, tetapi di dalamnya�
mengandung makna yang bertujuan untuk menolong, membangkitkan orang lain
dari kelemahan dan kegagalannya. Nasehat itu adalah kasih yang timbul dari hati
yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus iklas (1
Tim.1:5).
Dengan demikian
tugas gembala dalam hal mementor vikaris, akan melengkapinya sehingga pada
saatnya seorang vikaris akan mampu menjadi gembala jemaat di lokasi yang baru.
Pengorbanan seorang mentor� akan
menentukan keberhasilan vikaris dalam mengemban tugas penggembalaan kelak.
Selain pengorbanan mentor, tentu saja keberhasilan proses mentoring juga
ditentukan oleh vikaris yang bersedia diarahkan, dibimbing, dilengkapi untuk
menjadi gembala jemaat. Ketaatan dan ketundukan kepada mentor merupakan modal
keberhasilan dalam proses mentoring.
F. Konsepsi mentoring vikaris, sebagai persiapan menjadi
gembala jemaat
Pemahaman pentingnya mentoring bagi vikaris, akan diwujudkan
dengan menetapkan tim perumus mentoring vikaris. Sebaiknya �para gembala
senior di mana suka duka
dan pengalaman mementor vikaris secara otodidak atau terprogram
telah mereka miliki. Tim Perumus
akan merumuskan� semua sistem mentoring vikaris �dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Selanjutnya
para gembala dilengkapi sebagai mentor
bagi vikaris. Mengapa seseorang �bersedia melakukan mentoring? Ada banyak
alasan yang membuat seseorang� melakukan
proses mentoring. Dr. Robby Chandra menuliskan mengapa orang bersedia melakukan
mentoring, sebagai berikut:
�Pertama, Orang tersebut�
pernah mengalami sebuah hubungan yang positif dengan seorang mentor dan merasa
mendapatkan suatu manfaat atau rahmat; Kedua, Kematangan dan kebijaksanaan dalam diri seorang pemimpin memampukan dia untuk mengenali
potensi-potensi laten dalam diri orang lain; Ketiga, Orang tersebut terbeban untuk
melihat orang lain bertumbuh secara spiritual, emosional, dan sosial.� (Dr. Robby I
Chandra., 2006)
Materi
mentoring kepada vikaris perlu dipersiapkan dengan baik di antaranya: mengenal tugas dan tanggungjawab seorang gembala jemaat, materi keahlian kepemimpinan (leadership
skill), materi keahlian berkomunikasi (communication skill), manajemen penggembalaan, administrasi gereja lokal, memimpin rapat yang efektif, materi pelatihan dan konseling (couching and conseling), materi membangun tim (team building), materi membangun karakter (build the
character).
Kesimpulan
Jemaat yang adalah tubuh Kristus dan yang mewakili Kristus di
dunia ini diberi amanat untuk bersaksi sehingga melalui tugas marturia ini
diharapkan akan berdiri gereja-gereja lokal yang baru. Tiap jemaat baru membutuhkan
gembala untuk dapat memimpin dan mengayomi jemaat serta mengarahkan kepada pertumbuhan selanjutnya.
Sebelum seorang gembala ditempatkan di satu gereja lokal,
hendaknya dimentor selagi masa vikariat untuk siap menjadi seorang gembala
kelak. Proses mentoring gembala terhadap vikaris hendaknya dilakukan secara
terprogram.
Mentor memiliki kriteria khusus yang mutlak ada padanya dalam
melakukan tugas mentoring. Kriteria tersebut tidak bersumber dari pengetahuan
dan pengalaman saja, tetapi ada unsur yang melibatkan oknum� Allah, nilai lebih ini yang memampukan
gembala jemaat sebagai mentor untuk bertindak secara bijak dalam mengarahkan
vikaris. Dalam hal ini sangat ditekankan keutuhan pribadi seorang mentor sebagai
gembala jemaat.
Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan
kecermatan menggunakan tekhnik mentoring. Di sisi lain juga
diharapkan ketaatan dan ketundukan vikaris selama proses mentoring. Dengan
demikian di masa yang akan datang vikaris akan muncul menjadi gembala jemaat
yang mampu menggembalakan dengan baik.
BIBLIOGRAFI
Ashfield,
R., Patel, A. J., Bossone, S. A., Brown, H., Campbell, R. D., Marcu, K. B.,
& Proudfoot, N. J. (1994). MAZ‐dependent termination between closely spaced human complement
genes. The EMBO Journal, 13(23), 5656�5667.
Baar, J.
(1983). Alkitab di dunia Modern. BPK Gunung Mulia.
Baker,
A. D. L. (2014). Abnormal magnetic-resonance scans of the lumbar spine in
asymptomatic subjects. A prospective investigation. In Classic papers in
orthopaedics (pp. 245�247). Springer.
Bons-Storm,
M. (1989). Hoe gaat het met jou?: Pastoraat als komen tot verstaan. Kok.
Dr.
Robby I Chandra. (2006). Pemimpin dan Mentoring Dalam Organisasi.
Penerbit Generasi Info Media.
Fee, G.
D. (2011). 1 & 2 Timothy, Titus (Understanding the Bible Commentary
Series). Baker Books.
Gunarsa,
S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, PT. BPK. Gunung Mulia.
Guthrie,
D. (1996). Tafsiran Alkitab masa kini. Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF.
Lala, A.
(2017). Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama Dan Sanksi Bagi Pelaku
Perspektif Hukum Positif Di Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(3), 28�39.
Lukas,
M. (n.d.). Perumpamaan tentang Domba yang Hilang Matius 18: 12-14.
Milliard,
J. E. (1965). Christian Theology. 3, 44.
Narromore,
C. M. (1961). Menolong Anak Anda Bertumbuh Dalam Iman. Yayasan Kalam
Hidup.
Pendidikan,
D., & Kebudayaan, T. P. K. P. P. (n.d.). Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Poerwanto,
N. (n.d.). Administrasi pendidikan. Mutiara Sumber Widya.
Rush, M.
(1986). Pemimpin Baru. Immanuel.
Saucy,
R. L. (1974). The church in God�s program. Moody Publishers.
SJ, J.
B. (n.d.). Gereja dan Masyarakat. Penerbit Kanisius.
Soedarmono.
(1988). Kamus Istilah Theologia. BPK Gunung Mulia.
Storm,
M. B. (1988). Apakah Penggembalaan Itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Thiessen,
H. C. (1979). Lectures in systematic theology. Wm. B. Eerdmans
Publishing.
Tomatala,
Y. (1998). Manusia sukses. Gandum Mas.
Viscott,
D. (1992). Mendewasakan Hubungan antar Pribadi. Kanisius.
Wongso,
P. (1999). Obrolan Seorang Gembala. Malang: Departemen Literatur Saat.