Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 2, No. 6, Juni 2020

����������������������

KONSEPSI GEMBALA JEMAAT SEBAGAI MENTOR DALAM MELENGKAPI VIKARIS MENJADI GEMBALA JEMAAT BARU

 

Pieter Anggiat Napitupulu

STT STAPIN Majalengka

Email: [email protected]

 

Abstrak

Salah satu tri tugas gereja adalah pelayanan marturia (kesaksian) yang berujung dengan membuka jemaatyang baru. Seorang gembala di jemaat yang baru menjadi penentu maju atau tidaknya pelayanan tersebut. Penempatan vikaris (yang baru lulus Sarjana Teologi) sebagai gembala jemaat baru tanpa pendampingan/mentoring dari gembala senior, seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas tanggungjawabnya khususnya dalam mengembangkan jemaat tersebut. Dengan demikian betapa pentingnya seorang gembala yang baru mendapatkan mentoring dari gembala senior demi keberlangsungan dan pertumbuhan jemaat yang baru.

 

Kata kunci: Jemaat, gembala, mentoring, vikaris.

 

Pendahuluan

Agama ialah satu dari sekian unsur terpenting dalam masyarakat karena agama merupakan pedoman bagi manusia dalam menjalani kehidupan di masyarakat. Sehingga kebebasan bagi masyarakat untuk beragama harus dihargai, dijamin dan dilindungi (Lala, 2017). Gereja yang bertumbuh tidak terlepas dari ketekunannya melakukan tugas marturia (kesaksian) yang merupakan Amanat Agung dari Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20). Pelayanan marturia biasanya akan berujung dengan pembentukan jemaat baru di satu daerah. Ketika jemaat baru terbentuk, maka akanmembutuhkan seorang gembala untuk memelihara jemaat dan mengarahkan kepada perkembangan selanjutnya.

Lulusan sarjana teologi biasanya ditempatkan sebagai vikaris di dalam suatu gereja lokal yang kemudian bisa dipromosikan menjadi gembala di suatu jemaat baru. Jika penempatan sebagai gembala tanpa pendampingan (mentoring) dari gembala senior, maka bisa jadi akan mengalami banyak kesulitan. Kompleksitas penggembalaan, dari melakukan tugas-tugas rutin memberi makanan rohani dan pengayoman kepada jemaat, juga merencanakan perkembangan selanjutnya, merupakan tugas yang tidak ringan bagi seorang gembala yang baru. Dengan demikian mentoring akan dilakukan selagi tugas vikariat di suatu gereja, yang kemudian dapat juga berlanjut ketika sudah menerima pentahbisan sebagai gembala jemaat.

Proses mentoring akan dapat berhasil jika dilaksanakan secara terprogram, di mana konsep mentoring telah disediakan dengan baku untuk diterapkan kepada vikaris. Seorang gembala senior tentu terlebih dahulu dilengkapi sebelum mementor vikaris. Keberhasilan mentoring ini juga tidak terlepas dari kesediaan seorang vikaris mengikuti dengan tekun proses yang sudah diprogramkan.Dengan menyelenggarakan proses mentoring secara bertanggung jawab terhadap vikaris, diharapkan akan menghasilkan lebih banyak jumlah gembala jemaat baru dengan kualitas kepemimpinan yang lebih baik.

 

Metode Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif literatur yang berusaha mengeksplorasi prinsip-prinsip mentoring yang diterapkan oleh gembala kepada vikaris untuk mempersiapkannya menjadi seorang gembala di jemaat yang baru.

Metode deskriftif juga digunakan untuk memberi gambaran tentang jemaat dari berbagai segi, tugas dan tanggungjawab gembala yang kelak akan diemban vikaris ketika menjadi gembala ditempat yang baru.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pengertian Gereja

Kata Inggris untuk gereja adalah church berhubungan dengan kata Scottish kirk dan kirche dalam bahasa Jerman. Semua istilah ini berasal dari kata Yunani kuriakon. Bentuk ajektif netral dari kurios (Lord) berarti �milik dari Tuhan� (Saucy, 1974). Kata dalam bahasa Yunani, ekklesia, yang berasal dari kata ek berarti �keluar dari�, dan kaleo yang berarti �memanggil.� Jadi gereja adalah �suatu kelompok yang dipanggil keluar.� Ekklesia muncul 114 kali di Perjanjian Baru, 3 kali di Injil, dan 111 kali di surat-surat. Hal ini menolong untuk menyatakan bahwa gereja dimulai setelah peristiwa kenaikan Yesus ke sorga sebagaimana yang dicatat di Kisah Para Rasul dan secara khusus dalam doktrin tulisan Paulus.

Namun demikian, kata ekklesia tidak mengindentifikasikan natur dari kelompok yang dipanggil keluar, kata itu dapat digunakan dalam suatu pengertian teknis dari gereja Perjanjian Baru, ataukata itu dapat digunakan dalam pengertian yang non teknis dari grup manapun. Misalnya di Kisah Para Rasul 7:38, kata itu menunjuk pada jemaat yang terdiri dari orang Israel sebagai ekklesia (diterjemahkan �jemaat�). Di Kisah Para Rasul 19:32, kata itu menunjuk pada gerakan di Efesus yang marah pada Paulus (di sini diterjemahkan �jemaat). Namun demikian, kebanyakan kata itu digunakan dalam pengertian teknis yang ditujukan pada gereja Perjanjian Baru, yaitu suatu kelompok orang percaya yang dipanggil keluar dalam Yesus Kristus.

Penggunaan yang paling umum dari kata gereja di Perjanjian Baru ditujukan pada sekelompok orang percaya yang diidentifikasi sebagai gereja lokal,� seperti gereja di Yerusalem (Kis. 8:1; 11:22), di Asia Kecil (Kis. 16:5), di Roma (Rm. 16:5), di Korintus (1 Kor. 1:2; 2 Kor. 1:1), di Galatia (Gal. 1:2), di Tesalonika (I Tes. 1:1) dan di rumah Filemon (Fil: 2). Orang percaya yang mula-mula ini tidak memiliki gedung khusus untuk bertemu, oleh karena itu mereka berkumpul di rumah-rumah (Rm. 16:5; Fil: 2). Orang percaya mula-mula berkumpul untuk beribadah (1 Kor. 11:18), persekutuan (Kis. 2:45-46; 4:31), instruksi atau pengajaran (Kis. 2:42, 11:26; I Kor. 4:17), dan untuk pelayanan seperti mengutus misionari (Kis. 13:2; 15:3). Akibatnya banyak orang terus menerus diselamatkan (Kis. 2:47).

Gereja lokal melihat gereja sebagai orang percaya yang berkumpul di lokasi tertentu, sedangkan gereja universal dipandang sebagai keduanya, pada zaman ini, dilahirkan dari Roh Allah dan oleh Roh yang sama telah dibaptis ke dalam Tubuh Kristus (1 Kor. 12:13; I Pet. 1:3; 22-25) (Thiessen, 1979). Kumpulan orang percaya inilah yang dijanjikan oleh Kristus untuk dibangun (Mat. 16:18) untuk Tubuh inilah Kristus telah mati (Ef. 5:25) dan Dia adalah Kepala atasnya, danmemberikan arah kepadanya. (Ef. 1 :22-23; Kol. 1:18). Di Efesus 1:23, gereja disebutsebagai �Tubuh-Nya.� Hal itu tidak dapat disebut sebagai jemaat lokal, tetapi merupakan badan universal dari orang percaya (Kol. 1:18). Penekanan khusus dari gereja universal adalah kesatuannya, baik Yahudi atau non Yahudi, semuanya membentuk suatu tubuh, dalam kesatuan yang dihasilkan oleh Roh Kudus (Gal. 3:28; Ef. 4:4).Gereja universal kadang-kadang disebut sebagai gereja yang tidak kelihatan dan gereja lokal sebagai gereja yang kelihatan (Milliard, 1965), (meskipun sebagian orang menyangkali kesetaraan ini). Orang seperti Augustine, Luther dan Calvin semua mengajarkan perbedaan ini, yang mengatakan bahwa gereja yang tidak kelihatan menekankan natur yang sempurna, benar dan rohani dari sebuah gereja. Sedangkan gereja yang kelihatan dikenali sebagai jemaat lokal dan orang-orang yang percaya dengan ketidaksempurnaannya dan bahkan orang yang tidak percaya dapat menjadi anggota gereja lokal. Istilah tidak kelihatan juga digunakan untuk mengidentifikasikan bahwa keanggotaan pastinya tidak dapat diketahui. Dalam realitasnya, para anggotanya secara keseluruhan dapat dilihat (Saucy, 1974).

B.  Mendirikan Gereja Lokal Baru Merupakan Tugas Marturia Gereja

Marturia merupakan salah satu pelayanan gereja yang penting, karena melalui marturia orang lain dapat mendengar berita tentang Yesus dan percaya kepada-Nya. Jadi gereja terpanggil bukan untuk mengakui saja tetapi juga untuk menyaksikan terhadap dunia. Karena Tuhan menghendaki supaya orang lain memperoleh keselamatan.

Bersaksi merupakan amanat Yesus Kristus kepada gereja yang telah mengakuinya sebagai Tuhan, walaupun pada awal hidup gereja (gereja Perjanjian Baru) dunia dilihat terutama sebagai sesuatu yang harus dihindari. (SJ, n.d.). (Baar, 1983) mengatakan: �Gerejalah yang diharuskan berbicara berhadapan dengan situasi modern.� Gereja percaya tentang Dia dan memuliakan-Nya kepada dunia, baik melalui nyanyian pujian, melalui doa, pengucapan syukur, pengenalan Alkitab, kebaktian koor dan pemberitaan Injil.

Injil merupakan pokok gereja dan inti dari pada Injil adalah penyataan tentang kasih Allah yang menyelamatkan manusia dari kuasa maut. Gereja yang ditempatkan Allah di tengah-tengah dunia ini harus menjadi saksi hidup. Dengan demikian rencana Allah dalam dunia ini akan terwujud. Tugas bersaksi akhirnya adalah tugas semua anggota jemaat kepada semua orang tentang kasih Kristus. (Narromore, 1961) mengatakan tugas bersaksi itu juga termasuk anak-anak. Kesaksian bukan saja melalui perkatan, tetapi juga melalui perbuatan baik di tengah keluarga yang belum kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi juga melalui perbuatan baik di tengah keluarga yang belum kenal kasih Kristus, yang bukan saja di sini tetapi di manapun juga. Dengan demikian akan memungkinkan gereja bertumbuh.

Dalam misi marturia, di mana banyak jiwa akhirnya percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, perlu diwadahi di suatu tempat yang disebut gereja lokal. Dengan demikian berdirilah gereja lokal yang baru. Pendirian gereja lokal ini biasanya bertahap. Ada yang dimulai dari ibadah keluarga lebih dahulu. Berkembang menjadi Pos Penginjilan, kemudian meningkat menjadi Bakal Jemaat, yang akhirnya menjadi jemaat yang dewasa. Pada tingkat jemaat yang sudahdewasa inilah yang disebut gereja lokal. Pendirian gereja lokal ini merupakan pewujudan tugas marturia gereja.

Pada proses pendirian gereja lokal ini, disinilah fungsi gembala jemaat mementor vikaris untuk dipersiapkan menjadi gembala di jemaat lokal yang baru. Dengan proses waktu yang sudah ditentukan, maka sang vikarispun bisa ditahbiskan menjadi gembala di gereja lokal yan baru.

C.  Gembala Sebagai Mentor Bagi Vikaris.

Ada beberapa kali kata �gembala� ditemui dalam Alkitab, misalnya dalam 1 Samuel 16:11, mengungkapkan bahwa Daud sebelum menjadi raja, bekerja sebagai gembala. Allah sebagai gembala yang memelihara domba-Nya diceritakan dalam Mazmur 23. Demikian juga, Yesus Kristus mengkontekstualisasikan diri-Nya sebagai Gembala yang baik (Yoh. 10:11). (Wongso, 1999) menyebutkan sebutan gembala pertama kali dipakai oleh Habel (Kej. 4:2). Dalam Yohanes 21:15-16, Yesus menginstruksikan kepada Petrus untuk menggembalakan domba-domba Allah. Agar lebih jelas pengertian tentang gembala berdasarkan konteks sosiologi dan teologis, maka berikut penulis mencoba menjelaskan pengertian gembala secara singkat dan sederhana menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Penggembalaan Dalam Perjanjian Lama. Pada umumnya di Timur Tengah mata pencarian orang adalah beternak, baik ternak sapi, domba, kambing, unta dan kuda. Bagi orang Timur Tengah pada umumnya dan di kalangan orang Israel pada khususnya bahwa beternak adalah bagian integral dalam kehidupan masyarakat yang di dalamnya selalu ada seorang gembala yang memelihara dan menjaga kawanan domba ternak itu.Konteks ini dialihkan dalam hubungan masyarakat Israel yang dalam persekutuan masyarakat adalah pembinaan dan pengamanan yang dilaksanakan oleh seorang pemimpin yang dikonteksualisasikan kepada gembala dalam kaitannya dengan tugas penggembalaan kawanan ternak. (Baker, 2014) menyebutkan kata �gembala� dalam konteks Perjanjian Lama berasal dari bahasa Ibrani �syamar� artinya memelihara, menjaga. Bangsa Israel secara teokratis digembalakan (dipimpin, dipelihara, diberi petunjuk) oleh Allah langsung.

Dalam konteks bangsa Israel, kata �gembala� dilihat dari sudut pandang sebagai petunjuk jalan, memberi makan, merawat dan melindungi. Fakta ini tercatat dalam Yehezkiel pasal 34, yang menyatakan kesetiaan dalam kesempurnaan pertolongan Tuhan bagi umat-Nya. Gembala dalam arti harafiah menyerukan suatu panggilan tugas yang banyak tuntutannya (Kej. 4:2). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I menjelaskan, gembala harus mencari rumput dan air di daerah kering dan berbatu-batu, harus melindung kawanan domba gembalaannya.

Menurut (Storm, 1988) menjelaskan, memang di negeri Israel pada zaman Alkitab ditulis dan saat Yesus berada di bumi ini, pekerjaan sebagai gembala adalah biasa dan sering terlihat. Pengertian gembala menurut konteks Yehezkiel pasal 34 mengacu kepada suatu gambaran tentang Allah adalah pemimpin, penuntun, pemelihara umat Israel, yang menegur para pemimpin Israel yang tidak memperhatikan umat Allah, serta tidak bekerja secara professional dalam suatu tanggung jawab, tetapi hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri saja.

Mazmur 23, mengungkapkan pimpinan Tuhan kepada umat manusia bagaikan pelayanan seorang gembala yang sangat baik dan penuh perhatian, dan pengertian dengan berkata ,� Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, ia membimbing aku ke air yang tenang, ia menyegarkan jiwaku, ia menuntun aku ke jalan yang benar� Engkau besertaku, menghibur aku, Engkau menyediakan hidangan bagiku.� Sifat kepemimpinan Tuhan penuh dengan perhatian dan kepedulian terhadap umat-Nya bagaikan seorang gembala (Ashfield et al., 1994). Kemudian ditegaskan lebih dalam lagi dalam Yehezkiel 34 yaitu, Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikian firman Tuhan Allah, yang hilang akan Ku cari, yang tersesat akan Ku bawa pulang, dan yang luka akan Ku balut, yang sakit akan Ku kuatkan serta yang gemuk dan yang kuat akan Ku lindungi, Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana mestinya.�(Yeh. 34:15-16). Selanjutnya penulis Ensoklopedi Alkitab Masa Kini, jilid I mengatakan:

�Perjanjian lama berulang-ulang melukiskan Allah sebagai gembala Israel (Kej. 49:24; Maz. 23:1; 80:2), lemah lembut dalam pengasuhan-Nya (Yes. 40:11), tetapi kadang-kadangmembina kawanan domba-Nya dengan kemarahan-Nya, lalu dengan pengampunan mengumpulkan kembali.� (Yer. 31:10).

Jelas di sini bahwa dalam Perjanjian Lama, Allah memberikan suatu gambaran dasar tentang pelayanan dan tanggung jawab seorang gembala. Allah sebagai Gembala sering ditemukan dalam Perjanjian Lama, yang secara langsung memimpin umat-Nya, sehingga dalam Mazmur 23, Allah disebut sebagai gembala yang sempurna dan baik. Guthrie menjelaskan, �Allah sebagai Gembala yang membaringkan, menuntun, menyegarkan, menyertai, menyediakan hidangan dan mengurapi. (Guthrie, 1996).

Penggembalaan Dalam Perjanjian Baru. Dalam pelaksanaan tugas terdapat dua peranan gembala. Pertama adalah menggembalakan ternak (pemelihara ternak) dan yang kedua adalah seorang pejabat rohaniah yang mengasuh, membina secara rohani. Secara rohani dari sudut pandang agama, gembala bersifat ilahi. Selanjutnya dalam bahasa Inggris disebut �shepherd� atau �herdsman� artinya gembala. Secara khusus dalam Yohanes 10:11, dijelaskan tentang Yesus sendiri menjadi Gembala. Dalam Perjanjian Baru tugas Mesias adalah menjadi gembala bahkan Gembala Agung (Ibr. 13:30; I Pet. 2:25; 5:4) Hal ini diuraikan secara rinci dalam Yohanes pasal 10, dan rincinya sepadan dengan Yehezkiel 34. Dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan kata poimen artinya gembala, gembala kawanan ternak, sedangkan kata boskon / boske artinya gembala yang memelihara ternak.

Dari beberapa arti dan pengertian gembala di atas, menjadi dasar untuk menguraikan pengertian gembala secara benar. Menurut (Bons-Storm, 1989), kata gembala dalam bahasa Latin ialah �pastor� dan dalam bahasa Yunani �Poimen� oleh sebab itu penggembalaan juga dapat disebut poimenika atau pastoralia. Pelayan pastoral disebut penggembalaan. Jadi gembala adalah seorang yanag memiliki kehidupan rohani dan keahlian dalam mendamaikan, serta mengerti keadaan. Alasstair V. Campbell mengatakan:

 

�The care of the bereaved inevitably means that the pastor�s craft is to bring together theology and spirituality with a proper understanding of sociological and psychological pricinples of growth, development and mental health. In care for the bereaved of the pastor is required to develop skills in all these areas, whilst being faithfull to his or her own humanity, limitations and personal experience of loss and grief.�

 

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang gembala jemaat harus dapat melindungi anggotanya dari setiap ancaman dan godaan yang mungkin datang setiap saat. Berdasarkan beberapa pengertian dari Perjanjian Baru, dapat dikatakan bahwa Gembala adalah seorang yang rela berkorban memberikan nyawanya dan menyelamatkan domba-dombanya dari jalan yang tersesat.

William Berclay menjelaskan, �Yesus adalah gembala yang baik. Dia adalah Gembala yang bersedia mengorbankan hidup-Nya untuk mencari dan menyelamatkan domba-Nya yang tersesat (Lukas, n.d.). Dengan demikian pengertian gembala dalam Perjanjian Baru dapat disimpulkan, bahwa seorang gembala adalah seorang yang rela berkorban bagi domba-dombanya dalam arti segala sesuatu diberikan demi domba-dombanya. Dia bersedia memelihara, mengarahkan dan menuntun domba-dombanya.

Dari prinsip yang nyata dalampengertian di atas menunjukkan adanya kesamaan dalam Yehezkiel pasal 34 dan Yohanes pasal 10.

Dalam tugas, seorang gembala bertanggung jawab untuk menuntun, memimpin dan mengarahkan jemaat kepada Allah, selanjutnya seorang gembala mengenal dan mengasihi semua dombanya. M. Bons-Storm menyatakan: �Antara gembala dan domba ada hubungan yang baik, domba mengenal gembalanya (Yoh. 10:3-5,14) dan gembala mengasihi setiap dombanya. Ingatlah kegembiraan seorang gembala, yang mencari dan menemukan seekor dombanya yang hilang� (Mat. 16:12-14), keselamatan domba-domba ada dalam tanggung jawab gembala.��

 

 

D.  Rancangan Kode

Pada umumnyavikaris adalah lulusan Sekolah Tinggi Teologi yang ditempatkan di suatu gereja lokal dibawah pembinaan gembala jemaat yang kelak akan menjadi pendeta atau gembala jemaat setelah ditahbiskan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, vikaris artinya pembantu (pengganti) di jabatan pimpinan gereja (Pendidikan & Kebudayaan, n.d.). Menurut Kamus Istilah Teologi karanganR Soedarmo, vikaris artinya pengganti (Soedarmono, 1988). Menurut Pedoman Peraturan Sinode tentang Mahasiswa Teologi dan Vikaris Gereja Kristen Pasundan, pengertian vikaris adalah lulusan Lembaga Perguruan Tinggi Teologi yang telah mengikuti proses sebagaimana diatur dalam tata-cara penyiapan vikaris dan oleh Majelis Pusat Sinode dinyatakan siap untuk memasuki masa vikariat sebagai proses penyiapan diri memangku jabatan pendeta GKP.

Yosua adalah salah satu contoh positif sebagai tokoh kitab Perjanjian Lama yang harus menjalani persiapan-persiapan dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini merupakan proses yang juga dialami oleh para pemimpin. Kitab yang lain, misalnya persiapan Elisa sebagai asisten Elia. Ujian terbesar bagi Yosua adalah dalam mempersiapkan diri sebagai pemimpin bangsa Israel adalah saat dia diutus sebagai mata-mata untuk mengintai Tanah Kanaan. Ketika kedua belas mata-mata itu kembali dari pengintaian mereka, hanya Yosua dan Kaleb yang memiliki pandangan positif tentang Tanah Kanaan, sama seperti yang Tuhan janjikan. Pengintai-pengintai lain sangat ketakutan melihat kota yang demikian kuat dengan tentara-tentaranya yang gagah perkasa dan mereka memasukkan ketakutan mereka ke dalam hati seluruh bangsa Israel. Tak terelakkan lagi, seluruh bangsa Israel berontak melawan Musa dan Harun.

Pada waktu itulah kualitas iman Yosua tampak sangat nyata dibanding waktu-waku sebelumnya. Dia bersama dengan Kaleb, berani menantang Bangsa Israel dengan berkata :� Negeri yang kami lalui untuk diintai itu adalah luar biasa baiknya. Jika Tuhan berkenan kepada kita, maka Ia akan membawa kepada kita, suatu negeri yang berlimpah susu dan madunya. Hanya janganlah memberontak kepada Tuhan, dan janganlah takut kepada bangsa negeri itu, sebab mereka akan kita telan habis. Yang melindungi mereka sudah meninggalkan mereka, sedang Tuhan menyertai kita; janganlah takut kepada mereka.� (Bil. 14:7-9).

Pengalaman Yosua sebagai pengintai memberi pelajaran penting dan berarti dalam pendidikan yang telah Tuhan persiapkan sendiri selama di padang gurun. Menurut pandangan Allah, Yosua berhasil mengatasi ujian-ujian yang dialami dan pada waktu 40 tahun kemudian dia menjadi seorang pemimpin bangsa Israel menuju ke Tanah Kanaan.

Rasul Paulus menyurati Timotius tentang sebuah rumusan untuk menjadikan murid Kristus yang juga merupakan sebuah rumusan revolusioner untuk membina pemimpin.� Apa yang telah engkau dengar daripadaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain� (Fee, 2011). Jadi, Timotius adalah pembantu Rasul Paulus dan juga sebagai pemimpin bagi orang-orang yang dapat dipercaya.

E.  Tugas Gembala Jemaat Mementor Vikaris

Kata mentor dalam kamus yan ditulis Peter Salim diterjemahkan sebagai penasehat yang bijaksana. Dalam Kamus Bahasa Indonesia secara umum mentor diterjemahkan sebagai pembimbing atau pengasuh yang biasanya digunakan untuk membimbing mahasiswa. Jika melihat kembali timbulnya penggunaan istilah mentor, maka tugas mentor dimaksudkan untuk mendidik, melatih, dan mengembangkan seseorang untuk memenuhi hak azasinya dan kelak menjadi pemimpin. Istilah mentor sering juga dihubungkan dengan seseorang yang bertindak sebagai sahabat, pembimbing, guru, penasehat dan penolong kepada orang yang dipercaya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa mentor adalah seseorang yang memiliki potensi untuk menolong orang lain, menjadi orang yang dipercaya demi pengembangan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, atau seseorang yang bertanggungjawabakan kemajuan dan keberhasilan orang lain. Maka mentor tidak pernah bekerja sendiri, karena kata mentor selalu mengarah pada arti penasehat dan pembimbing. Itu berarti bahwa seseorang mentor selalu berhubungan dengan orang lain. Gordon F. Shea merumuskan satu definisi mentoring sebagai berikut:

�Suatu hubungan pengembangan yang memperdulikan, menjaga, menggunakan bersama dan membantu, dimana seseorang menggunakan waktu, pengetahuan dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan pengetahuan dan keahlian seseorang , dan tanggap terhadap kebutuhan orang itu dengan cara menyiapkan orang itu dengan produktivitas yang lebih besar atau keberhasilan di masa depan�

Seorang mentor memiliki pengaruh yang besar untuk mengubah gaya hidup atau gaya yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu terjadi akibat hubungan secara pribadi dengan pribadi yang lain yang didalamnya mentor berusaha untuk menawarkan pengetahuan, pemahaman yang mendalam, memaparkan suatu perspektif atau kebijakan yang dapat membantu orang lain untuk mengembangkan diri. Paul Stanley dan Robert Clinton mengatakan bahwa mentor sebagai pembimbing adalah suatu dinamika posistif yang memungkinkan manusia untuk mengembangkan potensi.

Pembimbingan yang dimaksud adalah suatu pengalaman yang menyangkut hubungan yang melaluinya seseorang memberikan kemampuan kepada orang lain dengan cara membagikan keterampilan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya.

Jadi mentor adalah seorang yang memiliki potensi untuk menjadikan seseorang pembimbing atau penolong bagi orang lain. Hal itu dilaksanakan dengan sukarela dengan suatu kesadaran bahwa apa yang akan dibagikan kepada orang lain merupakan pemberian Allah semata.

Kriteria seorang mentor bagi vikaris: Pertama, memiliki karakter kristiani. Seorang mentor yang memiliki karakter kristiani, akan menjadikan Alkitab sebagai standar dalam mementor vikaris. Sikap mentor terhadap Alkitab sebagai kebenaran yang obyektif, absolut dan mutlak seperti tertulis dalam 2 Tim 3:16-17. Bergantung kepada kuasa Roh Kudus (2 Kor.3:5). Berdasarkan kasih Allah yang bersifat universal, mendorong mentor untuk mengasihi dan membimbing vikaris. Kedua, memiliki kualitas sebagai Pembimbing. Sebagai seorang mentor, seharusnya memiliki kerohanian yang sehat. Menurut David Viscott, adapun yang dimaksudkan dengan kerohanian yang sehat adalah demikian: �Kehidupan yang seimbang, sebab yang paling merusak kehidupan rohani adalah ketidakseimbangan teologi sama dengan kebodohan dalam doktrin.

Penerapan yang tidak seimbang akan ajaran-ajaran alkitab akan mengakibatkan kehidupan Kristen yang tidak seimbang dan penekanan yang berlebihan soal pengakuan dosa akan mengakibatkan instropeksi yang tidak sehat. Keseimbangan adalah kunci menuju kehidupan rohani yang praktis dan sehat� (Viscott, 1992).

Ketiga, memiliki hikmat Ilahi, yaitu suatu kombinasi kemampuan oleh Roh Kudus, penjernihan pengetahuan oleh firman Allah dan pengenalan akan situasi yang konkrit (Gunarsa, 1992). Hikmat berarti mengerti situasi dan mengetahui dengan tepat apa yang harus dilakukan. Keempat, memiliki kemampuan yang positif. Seorang mentor harus benar-benar menjadi pribadi yang utuh untuk memenuhi potensi-potensi yang harus dimiliki sebagai seorang pembimbing. Mentor harus memiliki kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan menaruh empati terhadap vikaris. Kemampuan mengenal diri sendiri menjadi modal untuk mengenal orang lain. Pengenalan diri mendasar untuk mulai mengasihi sesama, memiliki kepekaan etisbahkan rela berkorban bagi orang lain. Kelima, dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Mentor harus dapat meyakinkan bahwa informasi yang disampaikan menjadi rahasia berdua saja. Informasi-informasi pribadi kadang-kadang dapat merusak reputasi, status dan relasi dengan orang-orang penting dalam hidup vikaris. Keenam, memahami prinsip dasar mentoring. Mengenal identitas vikaris yang dimentornya, sehingga memudahkan dia untuk dapat membimbing dan mengarahkannya. Seorang mentor tidak hanya mengajar, namun yang lebih mempengaruhi vikaris, adalah membimbing dengan teladan, serta memberi jalan keluar dalam berbagai persoalan hidup vikaris khususnya dalam melengkapi vikaris sebagai calon gembala jemaat. Ketujuh, berupaya mengembangkan pengaruh dan peran kepemimpinan vikaris ke arah efektivitas tinggi.

Tugas seorang mentor, di antaranya sebagai pendorong semangat. Dasar pemberian motivasi adalah karena adanya titik kelemahan atau potensi yang terpendam yang tidak pernah dimanfaatkan, sekalipun ada daya untuk memanfaatkannya. Maka harus diberi dorongan semangat agar termotivasi untuk mengupayakan potensi yang terpendam, dan dorongan itu selalu diarahkan pada pengupayaan potensi tersebut. Semakin giat diupayakan potensi yang ada pada diri, semakin pesat potensi itu berkembang. Demikian Alkitab mencatat tentang memanfaatkan talenta yang dipercayakan oleh Allah. Motivasi adalah rangsangan dari dalam yang mengerahkan untuk bertindak dan semakin besar motivasi semakin kuat rangsangannya (Rush, 1986).

Motivasi atau dorongan harus mempunyai suatu sasaran dan selalu dipimpin ke arah suatu tindakan khusus. Suatu tujuan tidak pernah menjadi kenyataan tanpa adanya tingkat dorongan yang tepat. Maka pada saat memberi dorongan semangat harus mengarahkan perhatian pada tujuan. Untuk menimbulkan dorongan maka tujuan harus memenuhi kebutuhan, berhasil memanfaatkan seluruh kesanggupan seseorang dan harus dapat dicapai. Jika seseorang dituntut bertindak ke arah tujuan yang tidak memenuhi kebutuhan, maka hal itu akan cenderung melemahkan semangat.

Seorang mentor harus mengabdikan diri untuk menolong, membina, untuk mencapai sasaran dengan memanfaatkan kesanggupan atau potensi yang ada pada individu, sebab setiap individu ingin merasa dibutuhkan dan memberi sambangan yang berati bagi kepentingan gereja. Seorang mentor memiliki sarana sebagai pendorong semangat yakni bertitik tolak dari sudut pandang Alkitab.

Seorang mentor juga adalah sebagai �pengevaluasi utama artinya mentor beranggungjawab atas kegagalan dan keberhasilan perkembangan vikaris, walaupun tidaksecara mutlak. Setiap pelaksanaan kegiatan harus ada evaluasi guna mengukur keberhasilan dan kegagalan dalam mencapai sasaran. Evaluasi juga penting untukmeneliti faktor-faktorpenyebab kegagalan dan keberhasilansehingga dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran proses selanjutnya. Suatu kegiatan tanpa evaluasi bisa mengakibatkan pekerjaan tidak terarah. Ngalim purwanto menjelaskan empat prinsip evaluasi:penilaian bersifat objektif tanpa dipengaruhi penilai. Penilaian yang objektif prinsip integritas artinya bahwa yang dievaluasi bukan hasilnya saja, tetapi keseluruhan bersama-sama dengan pribadi individu. Prinsip kontiniutas yaitu bahwa evaluasi yang baik tidak dilakukan secara insidentil saja, tetapi harus secara kontiniu, sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai perkembangan,prinsip objektivitas artinya adalah setiap penilaian yang didasarkan atas kenyataan yang sesunggungnya. Prinsip kooperatif yaitu penilaian yang dilaksanakan secara bersama-sama. (Poerwanto, n.d.).

Mentor juga sebagai pemberi perspektif. Setiap tindakan manusia berawal dari pikiran. Dengan kata lain, bahwa setiap tingkah laku terdorong dari cara berpikir seseorang. Bagaimana seseorang berpikir, maka pola pikir itulah yang terpantul dalam tingkah laku. Dough Hooper mengatakan bahwa:

Seseorang berubah dalam batinnya yang dimulai dengan perubahan dalam pemikirannya, maka keadaan luarnya pasti berubah. Dia akan segera mendapatkan diri terlibat dalam kegiatan yang sama sekali berbeda dengan apa saja yang sebelumnya dilakukan. (Tomatala, 1998).

Tugas mentor yang lain adalah sebagai pemberi nasihat khusus. Dalam surat-surat Paulus penuh dengan nasehat.Itu membuktikan bahwa nasehat sangat penting dalam kehidupan manusia. Nasehat itu tidak sekedar ungkapan penghiburan, tetapi di dalamnyamengandung makna yang bertujuan untuk menolong, membangkitkan orang lain dari kelemahan dan kegagalannya. Nasehat itu adalah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan iman yang tulus iklas (1 Tim.1:5).

Dengan demikian tugas gembala dalam hal mementor vikaris, akan melengkapinya sehingga pada saatnya seorang vikaris akan mampu menjadi gembala jemaat di lokasi yang baru. Pengorbanan seorang mentorakan menentukan keberhasilan vikaris dalam mengemban tugas penggembalaan kelak. Selain pengorbanan mentor, tentu saja keberhasilan proses mentoring juga ditentukan oleh vikaris yang bersedia diarahkan, dibimbing, dilengkapi untuk menjadi gembala jemaat. Ketaatan dan ketundukan kepada mentor merupakan modal keberhasilan dalam proses mentoring.

F.  Konsepsi mentoring vikaris, sebagai persiapan menjadi gembala jemaat

Pemahaman pentingnya mentoring bagi vikaris, akan diwujudkan dengan menetapkan tim perumus mentoring vikaris. Sebaiknya para gembala senior di mana suka duka dan pengalaman mementor vikaris secara otodidak atau terprogram telah mereka miliki. Tim Perumus akan merumuskansemua sistem mentoring vikaris dalam kurun waktu yang ditetapkan.

Selanjutnya para gembala dilengkapi sebagai mentor bagi vikaris. Mengapa seseorang bersedia melakukan mentoring? Ada banyak alasan yang membuat seseorangmelakukan proses mentoring. Dr. Robby Chandra menuliskan mengapa orang bersedia melakukan mentoring, sebagai berikut:

Pertama, Orang tersebutpernah mengalami sebuah hubungan yang positif dengan seorang mentor dan merasa mendapatkan suatu manfaat atau rahmat; Kedua, Kematangan dan kebijaksanaan dalam diri seorang pemimpin memampukan dia untuk mengenali potensi-potensi laten dalam diri orang lain; Ketiga, Orang tersebut terbeban untuk melihat orang lain bertumbuh secara spiritual, emosional, dan sosial. (Dr. Robby I Chandra., 2006)

Materi mentoring kepada vikaris perlu dipersiapkan dengan baik di antaranya: mengenal tugas dan tanggungjawab seorang gembala jemaat, materi keahlian kepemimpinan (leadership skill), materi keahlian berkomunikasi (communication skill), manajemen penggembalaan, administrasi gereja lokal, memimpin rapat yang efektif, materi pelatihan dan konseling (couching and conseling), materi membangun tim (team building), materi membangun karakter (build the character).

Kesimpulan

Jemaat yang adalah tubuh Kristus dan yang mewakili Kristus di dunia ini diberi amanat untuk bersaksi sehingga melalui tugas marturia ini diharapkan akan berdiri gereja-gereja lokal yang baru. Tiap jemaat baru membutuhkan gembala untuk dapat memimpin dan mengayomi jemaat serta mengarahkan kepada pertumbuhan selanjutnya.

Sebelum seorang gembala ditempatkan di satu gereja lokal, hendaknya dimentor selagi masa vikariat untuk siap menjadi seorang gembala kelak. Proses mentoring gembala terhadap vikaris hendaknya dilakukan secara terprogram.

Mentor memiliki kriteria khusus yang mutlak ada padanya dalam melakukan tugas mentoring. Kriteria tersebut tidak bersumber dari pengetahuan dan pengalaman saja, tetapi ada unsur yang melibatkan oknumAllah, nilai lebih ini yang memampukan gembala jemaat sebagai mentor untuk bertindak secara bijak dalam mengarahkan vikaris. Dalam hal ini sangat ditekankan keutuhan pribadi seorang mentor sebagai gembala jemaat.

Keberhasilah mentoring lebih bergantung pada kualitas mentor, dengan kecermatan menggunakan tekhnik mentoring. Di sisi lain juga diharapkan ketaatan dan ketundukan vikaris selama proses mentoring. Dengan demikian di masa yang akan datang vikaris akan muncul menjadi gembala jemaat yang mampu menggembalakan dengan baik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ashfield, R., Patel, A. J., Bossone, S. A., Brown, H., Campbell, R. D., Marcu, K. B., & Proudfoot, N. J. (1994). MAZdependent termination between closely spaced human complement genes. The EMBO Journal, 13(23), 5656�5667.

 

Baar, J. (1983). Alkitab di dunia Modern. BPK Gunung Mulia.

 

Baker, A. D. L. (2014). Abnormal magnetic-resonance scans of the lumbar spine in asymptomatic subjects. A prospective investigation. In Classic papers in orthopaedics (pp. 245�247). Springer.

 

Bons-Storm, M. (1989). Hoe gaat het met jou?: Pastoraat als komen tot verstaan. Kok.

 

Dr. Robby I Chandra. (2006). Pemimpin dan Mentoring Dalam Organisasi. Penerbit Generasi Info Media.

 

Fee, G. D. (2011). 1 & 2 Timothy, Titus (Understanding the Bible Commentary Series). Baker Books.

 

Gunarsa, S. D. (1992). Konseling dan Psikoterapi, Jakarta, PT. BPK. Gunung Mulia.

 

Guthrie, D. (1996). Tafsiran Alkitab masa kini. Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.

 

Lala, A. (2017). Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama Dan Sanksi Bagi Pelaku Perspektif Hukum Positif Di Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(3), 28�39.

 

Lukas, M. (n.d.). Perumpamaan tentang Domba yang Hilang Matius 18: 12-14.

 

Milliard, J. E. (1965). Christian Theology. 3, 44.

 

Narromore, C. M. (1961). Menolong Anak Anda Bertumbuh Dalam Iman. Yayasan Kalam Hidup.

 

Pendidikan, D., & Kebudayaan, T. P. K. P. P. (n.d.). Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Poerwanto, N. (n.d.). Administrasi pendidikan. Mutiara Sumber Widya.

 

Rush, M. (1986). Pemimpin Baru. Immanuel.

 

Saucy, R. L. (1974). The church in God�s program. Moody Publishers.

 

SJ, J. B. (n.d.). Gereja dan Masyarakat. Penerbit Kanisius.

 

Soedarmono. (1988). Kamus Istilah Theologia. BPK Gunung Mulia.

 

Storm, M. B. (1988). Apakah Penggembalaan Itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

 

Thiessen, H. C. (1979). Lectures in systematic theology. Wm. B. Eerdmans Publishing.

 

Tomatala, Y. (1998). Manusia sukses. Gandum Mas.

 

Viscott, D. (1992). Mendewasakan Hubungan antar Pribadi. Kanisius.

 

Wongso, P. (1999). Obrolan Seorang Gembala. Malang: Departemen Literatur Saat.