Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 6, Juni 2020
KESIAPSIAGAAN WILAYAH PADA PUSKESMAS SEBAGAI FASYANKES TINGKAT PERTAMA
DALAM MENGHADAPI PANDEMI COVID-19 BERDASARKAN INDIKATOR SDM DAN SARANA
PRASARANA
Santosa
Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Jawa Tengah
Email: [email protected]�
Abstrak
Coronavirus Disease (COVID-19) merupakan jenis
virus baru yang belum pernah ditelaah sebelumnya. Dalam Penelitian sebelumnya, SARS ditularkan dari kucing luwak (civet cats) pada manusia serta MERS melalui unta ke manusia. Penularan manusia ke manusia sangat terbatas. Penghambatan serta penanggulangan COVID-19 perlu dijadikan prioritas
yang teresensial dalam setiap
peraturan pemerintahan. Lembaga pelayanan kesehatan di semua tingkatan/level
diharapkan� mematuhi indikator
pemerintah pusat dan daerah setempat serta wajib menguatkan asas kinerja penghambatan serta penanggulangan epidemi
local serta membentuk kelompok yang ahli dibidang penghambatan serta penanggulangan
COVID-19 dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait. Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
penting bagi penduduk di Indonesia. Puskesmas merupakan fasyankes yang berada
di daerah tingkat pertama yang senagian besar masyarakat memanfaatkan pelayanan
tersebut,. Metode penelitian menggunakan deskriptif
eksploratif dengan desain penelitian cross sectional study melalui kuesioner
yang dibagikan menggunakan google form dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP
yang di sebarkan melalui Whatsapp dan Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai
Fasyankes Tingkat Pertama. Penelitian ini menggunakan total sampel responden
yang telah mengisi kuesioner yang dibagikan menggunakan google form sejumlah
216 responden. Kesimpulan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh
Puskesmas dimana Prosentase diatas 84,3%. sedangkan SDM yang belum disiapkan di
Puskesmas dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%. Puskesmas
sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal sarana
pelayanan kesehatan yang meliputi ruang isolasi yang belum tersedia guna
melakukan tatalaksana, kebutuhan alat-alat kesehatan, dan sebagainya dalam
menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau sejumlah 141
Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
Kata kunci: Puskesmas, Kesiapsiagaan Wilayah, Pandemi,COVID-19
Pendahuluan
Coronavirus (CoV) merupakan keluarga besar virus yang mengakibatkan
penyakit dengan ditandai� dari gejala
ringan hingga gejala yang berat. Ada dua tipe coronavirus yang dikenal mampu
sebabkan penyakit yang memicu gejala berat seperti halnya Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) serta Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Dalam penelitian sebelumnya mengatakan bahwa SARS ditularkan dari kucing
luwak (civet cats). Gejala akan muncul dalam kurun waktu 2-14 hari sesudah
paparan. Tanda klinis secara umum pada infeksi coronavirus adalah gejala
gangguan pernapasan yang mendadak disertai demam, batuk dan gangguan pernapasan.
Pada kasus yang sulit bisa mengakibatkan pneumonia, sindrom pernapasan akut,
gagal ginjal, bahkan kematian. Berdasarkan data WHO disebutkan bahwa kasus
COVID-19 semakin meningkat serta telah terjadi transmisi ke luar wilayah Wuhan beserta
negara lainnya. Data yang ada hingga tanggal 16 Februari 2020, dilaporkan bahwa
51.857 kasus konfimasi di 25 negara dengan 1.669 kematian (CFR 3,2%). Rincian
negara serta jumlah kasus adalah� China
51.174 kasus konfirmasi dengan 1.666 kematian, Jepang (53 kasus, 1 Kematian serta
355 kasus di cruise ship Pelabuhan Jepang), Thailand (34 kasus), Korea Selatan
(29 kasus), Vietnam (16 kasus), Singapura (72 kasus), Amerika Serikat (15
kasus), Kamboja (1 kasus), Nepal (1 kasus), Perancis (12 kasus), Australia (15
kasus), Malaysia (22 kasus), Filipina (3 kasus, 1 kematian), Sri Lanka (1
kasus), Kanada (7 kasus), Jerman (16 kasus), Perancis (12 kasus), Italia (3
kasus), Rusia (2 kasus), United Kingdom (9 kasus), Belgia (1 kasus), Finlandia
(1 kasus), Spanyol (2 kasus), Swedia (1 kasus), UEA (8 kasus), dan Mesir (1
Kasus). Beberapa kasus itu sudah ada sebagian pekerja kesehatan yang terpapar ((P2P). 2020).
WHO merekomendasikan bahwa protokol standart untuk pencegahan
sebaran infeksi adalah dengan cuci tangan pakai sabun atau desinfektan dengan teratur,
mengimplemantasikan etika batuk dan bersin yang benar serta tidak melakukan
kontak langsung dan menjaga jarak dengan orang yang mengindikasikan gejala
penyakit pernapasan semisal batuk atau bersin. Disamping itu, pentingnya penerapan
cegahan serta penanggulangan Infeksi (PPI) ketika di Fasyankes (fasilitas
pelayanan kesehatan) terutama UGD ((P2P)., 2020).
Sebuah penelitian yang dilakukan secara observasional
terhadap jenis penularan yang dilakukan pada sembilan ibu post partum, ternyata
tidak temukan penularan vertikal dari ibu ke bayi yang baru lahir. Juga, pada
penelitian deskriptif di Wuhan tidak menemukan bukti penularan virus melalui
hubungan seks, melainkan sebagian ahli mengatakan bahwa penularan ketika hubungan
seks bisa terjadi dengan rute lain (Kementrian Dalam Negeri, 2020).
COVID-19 harus dilakukan pencegahan serta pengendalian
ditempat tempat pada prioritas utama dalam segala hal memlalui kebijakan
pemerintahan. Pada semua tingkatan Institusi kesehatan diharapkan mengikuti
petunjuk dari pemerintah pusat/daerah setempat dengan tetap menguatkan asas
kinerja penghambatan serta penanggulangan epidemi local serta membangun
kelompok ahli penghambatan serta penanggulangan COVID-19 yang mengikutsertakan
para ahli dan pemangku kepentingan terkait. Konsolidasi penghambatan serta penanggulangan,
asas ilmiah, pengobatan tepat waktu, prinsip kinerja, institusi-institusi berkaitan
perlu diatur untuk merancang serta mengeskalasi kinerja serta solusi teknologi
agar pencegahan COVID-19 dapat terpadu. Negara Indonesia menganggap perlu
dilakukan percepatan penanganan COVID-19 menggunakan langkah sigap, sesuai,
fokus, sistematis, juga sinergis di tiap kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah. Sesuai dengan evaluasi, Presiden Joko Widodo menentukan Keputusan
Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 perihal Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dalam melakukan tugas, Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 dengan bantuan Sekretariat yang berada di Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (RI, 2016). Gubernur dan Bupati/Wali Kota wajib membangun Gugus
Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-I9 Daerah dengan mempertimbangan kondisi
di daerah. Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dalam melakukan
tugasnya bisa mengikutsertakan/berkolaborasi dengan kementerian/intitusi
Pemerintah non kementerian, instansi pemerintah baik pusat atau daerah, swasta,
serta lain pihak yang dirasa penting (Kementrian Dalam Negeri, 2020).
Kesehatan
merupakan kebutuhan manusia yang utama dan menjadi prioritas yang mendasar bagi
kehidupan (Rahmat, 2020). Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, berkewajiban
untuk mengoptimalkan penyelenggaraan dibidang pelayanan kesehatan termasuk
menjaga mutu pelayanan kesehatan dengan melakukan pelatihan pelatihan terhadap
staf medis dan unsur yang terkait untuk mencegah dan mengendalikan adanya
resiko infeksi nosokomial ditempat kerjanya. Pemerintah Daerah melalui Dinas
Kesehatan Kabupaten (DKK) diharapkan mampu menentukan kebijakan pembangunan
kesehatan di daerah diantaranya adalah pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis
Dinas (UPTD) Puskesmas yang menjadi bagian tanggungjawab teknis DKK untuk
membina puskesmas agar bermutu sehingga dipercaya oleh masyarakat (JUNAIDI, 2009).
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan yang sangat penting bagi penduduk di wilayah
Indonesia. Puskesmas merupakan sarana kesehatan level pertama bagi sebagian
besar masyarakat, terutama di daerah. Profil Kesehatan Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa kuantitas Puskesmas di Indonesia yaitu 9.993 unit di tahun
2018. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.623 unit (36%) telah memiliki layanan
rawat inap. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah Puskesmas terbanyak,
yakni mencapai 1.069 unit. Kemudian diikuti Jawa Timur dengan 967 unit di
urutan kedua dan Jawa Tengah dengan 881 unit di posisi ketiga. Jumlah penduduk
yang begitu banyak di ketiga provinsi tersebut membutuhkan sarana kesehatan
yang banyak pula. Sedangkan jumlah Puskesmas di Kalimantan Utara hanya 56 unit,
paling sedikit di Indonesia. Sementara berdasarkan rasio jumlah Puskesmas di
setiap Kecamatan, wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menduduki peringkat
pertama. Di Ibu Kota negara tersebut memiliki rasio 7,3 Puskesmas di setiap
Kecamatan. Di urutan kedua Bali dengan rasio 2,11 dan ketiga, Kalimantan Timur
dengan rasio 1,78 Puskesmas di setiap Kecamatan. Secara nasional, rasio
Puskesmas sebesar 1,39 di setiap kecamatan. Sebagai provinsi dengan rasio
terendah, yaitu 0,7 Puskemas di setiap kecamatan adalah Papua dan Papua Barat.
Artinya, belum semua kecamatan di kedua provinsi tersebut memiliki Puskesmas ((Kemenkes), 2018).
Puskesmas merupaka sarana pelayanan kesehatan yang mengadakan
upaya kesehatan masyarakat serta kesehatan perseorangan level pertama, serta
lebih mementingkan upaya promotif juga preventif, agar meraih kualitas kesehatan
masyarakat yang maksimal di area kinerjanya. Dalam mengimplementasikan tugasnya,
Puskesmas mengadakan fungsi yakni Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) serta Upaya
kesehatan mayarakat (UKM level awal di area kerja. Dalam keberlangsungan fungsinya,
Puskesmas berwenang untuk melakukan perencanaan sesuai analisis persoalan
kesehatan masyarakat serta analisis kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan sampai
dengan memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dalam hal ini adalah dukungan bagi sistem kehati-hatian dini serta feedback
penanggulangan penyakit (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
n.d.).
Visi dan Misi pembangunan kesehatan yang semestinya dilaksanakan
oleh Puskesmas ialah pembangunan kesehatan yang berdasarkan dengan arketipe
sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan,
teknologi tepat guna serta integrasi dan kesinambungan. Pada misi pembangunan
kesehatan yang perlu dilaksanakan oleh Puskesmas ialah mendukung tercapainya
visi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah mampu mendorong semua
pemangku kepentingan untuk bertanggungjawab dalam upaya mencegah juga mengurangi
resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok atau masyarakat
sampai dengan upaya mengintegrasi serta mengatur pelaksanaan UKM serta UKP
lintas program juga lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang dengan
dukungan dari manajemen Puskesmas (Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
n.d.).�
Puskesmas dikelompokan sesuai ciri wilayah kerja serta keahlian
penyelenggaran. Sesuai ciri wilayah kerja, Puskesmas dibedakan: Puskesmas
kawasan perkotaan, Puskesmas kawasan pedesaan, Puskesmas kawasan terpencil atau
sangat terpencil. Berdasarkan kemampuan pelaksanaan, Puskesmas dikelompokkan
menjadi Puskesmas non rawat inap serta Puskesmas rawat inap. Puskesmas non
rawat inap ialah Puskesmas yang tidak melaksanakan pelayanan rawat inap, melainkan
bantuan persalinan normal. Puskesmas rawat inap merupakan Puskesmas yang diberi
tambahan sumber daya supaya menyelenggarakan pelayanan rawat inap, berdasar pertimbangan
keperluan pelayanan kesehatan (RI, 2016).
Pedoman pelaksanakan kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 di
Indonesia telah disusun oleh Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI berdasarkan rekomendasi WHO sehubungan
dengan adanya kasus COVID-19 di Wuhan, China. mencakup surveilans dan respon
KLB/wabah, pengelolaan klinis, pemeriksaan laboratorium, pencegahan serta
pengendalian infeksi, pemeriksaan laboratorium dan kontak risiko ((P2P)., 2020).
Buku Pedoman yang ada memuat beberapa hal tentang deteksi
dini di wilayah kerja Puskesmas melalui peningkatan kegiatan surveilans rutin
dan surveilans berbasis kejadian yang dilakukan secara aktif maupun pasif.
Kegiatan dilakukan mengandung maksud untuk mendapatkan keberadaan indikasi
pasien dengan pengawasan COVID-19 yang perlu cepat ditanggapi. Adapun kegiatan
bentuk respon bisa berbentuk verifikasi, rujukan kasus, investigasi, pemberitahuan,
serta tanggapan penanggulangan. Bentuk kegiatan verifikasi dan investigasi
adalah penyelidikan epidemiologi. Sedangkan, kegiatan tanggapan penanggulangan
antara lain penelaahan serta pemantauan kontak, rujukan, komunikasi risiko dan
pemutusan rantai penularan. Termasuk dalam hal ini adalah kesiapsiagaan
menghadapi infeksi COVID-19 maka Pemerintah Pusat dan Dinkes melaksanakan kesiapan
sumber daya yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) ,kesiapan Sarana dan Prasarana dan
juga kesiapan Pembiayaan bagi pasien dalam pengawasan yang dirawat di RS ((P2P)., 2020).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, peneliti
tertarik untuk menganalisis bagaimana Kesiapsiagaan Wilayah pada Puskesmas
sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 di
Indonesia berdasarkan pada pedoman Kesiapsiagaan Deteksi Dini Wilayah yang
didalamnya ada indikator Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sarana Prasarana
Puskesmas di wilayah kerjanya.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan yaitu deskriptif eksploratif dengan
desain penelitian cross sectional study melalui kuesioner yang dibagikan
menggunakan google form dengan link http://bit.ly/KuesSantFKTP yang di sebarkan
melalui Whatsapp dan Facebook ke seluruh Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat
Pertama selama satu minggu. Metode pengambilan sampel adalah probability
sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua Puskesmas sebagai
Fasyankes Tingkat Pertama yang dapat mengakses google form. Sampel dalam
penelitian ini yaitu total sampel responden yang telah mengisi kuesioner yang
dibagikan menggunakan google form sejumlah 216 responden
Hasil
dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1.
Karakteristik Puskesmas�
Tabel 1
Distribusi Frekuensi
berdasar Karakteristik Puskesamas dengan n (216)
Karakteristik Puskesmas |
Frekuensi (n) |
Prosentase |
Puskesmas Rawat Jalan |
110 |
50,9% |
Puskesms Rawat Inap |
106 |
49,1% |
Total |
216 |
100% |
Sumber: Data 2020
Penjelasan Tabel 1 diatas adalah Puskesmas Rawat Jalan
lebih banyak jumlahnya dari Puskesmas Rawat Inap sejumlah 110 (50,9%).
Tabel 2
Distribusi Frekuensi berdasar
Karakteristik Wilayah Puskesamas dengan n (216)
Karakteristik Wilayah Puskesmas |
Frekuensi (n) |
Prosentase |
Puskesmas Pedesaan |
138 |
63,9% |
Puskesmas Perkotaan |
75 |
34,7% |
Puskesmas Daerah Terpencil atau Sangat
Terpencil |
3 |
1,4% |
Total |
216 |
100% |
Penjelasan Tabel 2 diatas adalah Pukesmas Wilayah
Daerah Terpencil atau Sangat Terpencil sejumlah 3 (1,4%) dan Puskesmas Wilayah
Pedesaan sejumlah 138 (63,9%).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi
berdasar Status Akreditasi Puskesamas dengan n (216)
Status Akreditasi Puskesmas� |
Frekuensi (n) |
Prosentase |
Belum Terakreditasi |
4 |
1,9% |
Sudah
Terakreditasi |
212 |
98,1% |
Total |
85 |
100% |
Sumber: Data 2020
Penjelasan Tabel 3
diatas adalah Pukesmas yang belum terakreditasi sejumlah 4 (1,9%) dan Puskesmas
yang sudah terakreditasi sejumlah 212 (98,1%).
2.
Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas
sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi COVID-19. berdasar
Indikator SDM dan Sarana Prasarana
Tabel 4
Sebaran Jawaban
Berdasar Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama
dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 berdasar Indikator SDM
No |
Komponen Survey |
Ya |
% |
Tidak |
% |
B |
Kesiapsiagaan Sarana Prasarana |
|
|
|
|
4 |
Kesiapan alat transportasi (ambulans) serta
menjamin bisa berfungsi dengan baik untuk menagacu pada kasus. |
189 |
87,5% |
27 |
12,5% |
5 |
Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya
mencakup tersedianya ruang isolasi untuk melaksanakan tatalaksana, instrumen
kesehatan dsb. |
75 |
34,7% |
141 |
65,3% |
6 |
Kesiapan ketersediaan serta fungsi alat
komunikasi penyelarasan dengan unit-unit terkai |
200 |
92,6% |
16 |
7,4% |
7 |
Kesiapan barang penunjang pelayanan
kesehatan yang diperlukan antara lain obat-obat suportif (lifesaving),
alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik lainnya. |
155 |
71,8% |
61 |
28,2% |
8 |
Kesiapan bahan-bahan KIE antara lain brosur,
banner, leaflet serta media untuk melakukan komunikasi risiko terhadap
masyarakat. |
200 |
92,6% |
16 |
7,4% |
9 |
Kesiapan pedoman kesiapsiagaan menghadapi
COVID-19 untuk petugas kesehatan, termasuk mekanisme atau prosedur tata
laksana dan rujukan RS. |
188 |
87% |
28 |
13,0% |
Sumber: Data 2020
Penjelasan Pada
Tabel.4 Diatas bahwa Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat
Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sumber Daya
Manusia (SDM) didapatkan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh Puskesmas
dimana Prosentase diatas 84,3%. sedangkan SDM yang belum disiapkan di Puskesmas
dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%.
Tabel 5
Sebaran Jawaban Berdasar Kesiapsiagaan
Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pandemi
COVID-19 berdasar Indikator Sarana Prasarana
A |
Kesiapasiagaan SDM |
|
|
|
|
1 |
Membentuk atau mengaktifkan TGC�
di� Provinsi dan Kab/Kota. |
198 |
91,7% |
18 |
8,3% |
2 |
Meningkatkan kapabilitas SDM dalam kesiagaan menangani COVID-19 dengan
melakukan sosialisasi, table top exercises /drilling serta simulasi COVID-19 |
182 |
84,3% |
34 |
15,7% |
3 |
Meningkatkan jaringan kinerja surveilans dengan lintas program serta
sektor terkait |
211 |
97,7% |
5 |
2,3% |
Penjelasan Pada
Tabel 5 Diatas bahwa Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes Tingkat
Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sarana
Prasarana didapatkan rata rata sarana prasarananya sudah disiapkan oleh
Puskesmas dimana Prosentase diatas 87% , namun demikian ternyata Puskesmas
sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal kesiapan fasilitas
pelayanan kesehatan diantaranya mencakup adanya ruang isolasi untuk melaksanakan
tatalaksana, instrumen kesehatan dsb. dalam menghadapi Pandemi COVID-19 dengan
prosentase mencapai 65,3% atau sejumlah 141 Puskemas dari 216 Puskesmas yang
disurvey. Selain itu juga Kesiapan logistik penopang pelayanan kesehatan yang
diperlukan antara lain obat-obat suportif (lifesaving),
alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik lainnya di puskesmas dirasa
masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi COVID-19 ini dengan prosentase
28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
B. Pembahasan
Merujuk pada penanganan wabah COVID-19 di China,
Departemen Kesehatan di tingkat kabupaten harus memanjamen dan mengimplementasikan
pelacakan serta manajemen kontak dekat dengan institusi terkait. Orang-orang
yang sudah kontak dekat dengan orang yang suspek serta kasus yang terdiagnosis
secara klinis (hanya di Provinsi Hubei), atau kasus yang sudah diverifikasi,
atau pembawa (carrier) tanpa gejala harus mendapatkan observasi isolasi medis
terpusat. Daerah yang tidak sesuai persyaratan bisa mengadopsi observasi medis
isolasi berbasis rumah. Upaya dini untuk memantau temperatur tubuh paling kminim
2 kali sehari serta pantau apakah kontak dekat mengindikasi adanya gejala
serangan akut pernapasan maupun gejala lainnya serta memantau perkembangan
penyakit. Periode observasi untuk kontak dekat yakni 14 hari setelah kontak
terakhir dengan kasus COVID-19 atau pembawa (carrier) tanpa gejala (Kementrian
Dalam Negeri, 2020).
Pelacakan kontak dekat digunakan untuk
mengidentifikasi memiliki hubungan dekat dengan seseorang yang didiagnosis
dengan penyakit Coronavirus (COVID-19). Seseorang dari unit kesehatan umum
setempat akan menghubungi kontak dekat setiap hari saat individu berisiko
terinfeksi untuk memantau gejala-gejalanya. Kontak terdekat yang memiliki
riwayat kontak dengan penderita harus mengisolasi diri di rumah yaitu 14 hari
setelah kontak terakhir dengan kasus yang dikonfirmasi. Orang-orang yang
direkomendasikan untuk diisolasi tidak diperbolehkan berada ditempat-tempat
umum, semisal pekerjaan, sekolah, penitipan anak maupun universitas. Jangan
izinkan pengunjung masuk ke rumah. Tidak harus memakai masker di rumah. Jika dip[erbolehkan,
hubungi orang lain seperti teman/keluarga, yang tidak diharuskan terisolasi,
untuk mendapatkan makanan atau keperluan lain. Jika harus meninggalkan rumah,
seperti mencari perawatan medis, diwajibkan mengenakan masker bedah.
Mengacu dari tahapan
pelaksanaan Pandemi COVID-19 di China, bahwa di Indonesia ada institusi layanan
kesehatan dasar yang disebut Puskesmas. Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang bisa diakses serta terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah
kerjanya yang secara adil tanpa memdiferensiasi status sosial, ekonomi, agama,
budaya serta kepercayaan, juga mampu menggunakan teknologi tepat guna yang berdasarkan
dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan juga tidak berpengaruh buruk
bagi lingkungan serta mampu memadukan serta mengoordinasikan penyelenggaraan
UKM juga UKP lintas program serta lintas sektor juga melakukan Sistem Rujukan
yang didukung dengan manajemen Puskesmas menjadi sangat penting disiapkan
sebagai layanan tingkat pertama dalam menghadapi Pandemi COVID-19 yang
dampaknya sangat luar biasa.
Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kesehatan telah membekali Puskesmas
dengan standar opersional yang ada dalam bentuk Pedoman pelaksanakan
kesiapsiagaan menghadapi COVID-19 di Indonesia yang telah disusun oleh
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian
Kesehatan RI, bahkan training dan simulasi penanganan pandemi COVID-19
di Indonesia telah dilakukan bekerja sama dengan Gugus Tugas sesuai dengan� Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun
2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19).
Meskipun demikian berdasarkan penelitian diatas didapatkan bahwa masih
ada puskesmas yang belum menyiapkan SDM nya dalam hal peningkatkan kapabilitas SDM
dalam kesiagaan menangani COVID-19 dengan melaksanakan sosialisasi, table top exercises/drilling juga simulasi COVID-19 sejumlah 15% atau 34 Puskesmas dari
216 Puskesmas yang disurvey, hal ini dikarenakan waktu penyebaran COVID-19 ini
sangat cepat sehingga ada beberapa Puskesmas yang menjadi responden penelitian
ini belum sempat melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam kesiapsiagaan menangani
COVID-19 dengan sosialisasi, table top
exercises /drilling dan simulasi
COVID-19 di wilayah kerjanya.
Sedangkan pada
Indikator Sarana dan Prasarana dari enam komponen survey didapatkan bahwa
Puskesmas sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal
kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan diantaranya mencakup tersedianya ruang
isolasi untuk melaksanakan tatalaksana, instrumen kesehatan dsb dalam
menghadapi Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau sejumlah 141
Puskemas dari 216 Puskesmas yang disurvey.Hal ini terjadi karena selama ini
Konsep Puskesmas seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat,
tidak mewajibkan adanya ruang isolasi dengan jumlah besar baik itu Puskesmas
dengan Rawat maupun Rawat Jalan sehingga disaat kejadian pandemi seperti saat
ini rata rata puskesmas tidak siap begitu juga alat kesehatan yang mendukung
penanganan wabah COVID-19 karena Puskesmas tidak disiapkan untuk pelayanan
kesehatan lanjutan atau rujukan. Selain itu juga Kesiapan logistik penunjang
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan antara lain obat-obat suportif (lifesaving), alat-alat kesehatan, APD
serta melengkapi logistik lainnya dipuskesmas dirasa masih belum disiapkan
dalam menghadapi Pandemi COVID-19 ini dengan Prosentase 28% atau sejumlah 16
Puskesmas dari 216 Puskesmas yang disurvey. Hal ini terjadi karena ketersedian
logostik terutama APD (Alat Pelindung Diri) di awal penangan wabah COVID-19
sangat sangat terbatas, mengingat kebutunan APD dipenyedia Alkes juga sangat
kekurangan persedian dikarenakan permintaan yang sangat besar baik untuk
konsumsi APD bagi tenaga medis dan kesehatan di Puskesmas seperti Masker Bedah,
Baju Hazmat, Masker N95 dan alat kesehatan lainnya. Pemenuhan kebutuhan yang
membutuhkan waktu inilah yang menyebabkan kebutuhan APD mengalami kekurangan di
Fasyankes sehinga Pemerintah Daerah selaku pengendali Gugus Tugas COVID-19 di
daerah harus berupaya pengadaan segera guna memenuhi APD di Fasyankes dalam
penangan wabah COVID-19 tersebut, karena APD merupakan bagian terpenting dalam
mencegah proses penularan dari pasien ke petugas kesehatan ataupun petugas
Puskesmas yang melayani pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Kesimpulan
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes
Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sumber
Daya Manusia (SDM) didapatkan rata rata SDM Puskesmas sudah disiapkan oleh
Puskesmas dimana Prosentase diatas 84,3%. Sedangkan SDM yang belum disiapkan di
Puskesmas dalam Menghadapi Pandemi COVID-19 ini Prosentasenya 15%.
Kesiapsiagaan Wilayah Puskesmas sebagai Fasyankes
Tingkat Pertama dalam Menghadapi Pendemi COVID-19 berdasarkan Indikator Sarana
Prasarana didapatkan rata rata sarana prasarananya sudah disiapkan oleh
Puskesmas dimana Prosentase diatas 87% , namun demikian ternyata Puskesmas
sebagai Fasyankes tingkat pertama masih ada yang belum siap dalam hal kesiapan fasilitas
pelayanan kesehatan diantaranya mencakup tersedianya ruang isolasi untuk
melakukan tatalaksana, alat-alat kesehatan dan sebagainya dalam menghadapi
Pandemi COVID-19 dengan prosentase mencapai 65,3% atau sejumlah 141 Puskemas
dari 216 Puskesmas yang disurvey.
Kesiapan logistik penunjang pelayanan kesehatan yang diperlukan
antara lain obat-obat suportif (lifesaving),
alat-alat kesehatan, APD serta melengkapi logistik lainnya dipuskesmas dirasa
masih belum disiapkan dalam menghadapi Pandemi COVID-19 ini dengan Prosentase
28% atau sejumlah 16 Puskesmas dari 216 Puskesmas yang disurvey.
BIBLIOGRAFI
(Kemenkes), Data
Kementrian Kesehatan. (2018). Data Kementrian Kesehatan (Kemenkes). (2018).
(P2P).,
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit. (2020). Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disesase
(Covid-19). Jakarta.
Junaidi,
Nasrun. (2009). Hubungan Status Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) Dengan Tingkat Kepuasan Pasien. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementrian
Dalam Negeri. (2020). Pedoman Umum menghadapi Pandemi COVID 19 Bagi
Pemerintah Daerah, Pencegahan,Pengendalian,Diagnosis dan Manajemen.
Jakarta.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. (n.d.).
Rahmat,
Basuki. (2020). Pengaruh Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah
Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Pada Dinas Kesehatan
Kota Tasikmalaya. Syntax Idea, 2(3), 1�11.
RI,
Kementrian Kesehatan. (2016). Data Dasar Puskesmas, Kondisi Desember 2015.
Jakarta.