Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 1, No. 4 Agustus 2019
FAKTOR-FAKTOR RISIKO
KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA USIA 20-55 TAHUN DI
POLIKLINIK PENYAKIT DALAM �RSUD 45 KUNINGAN
Sri Tanti Rahmayani
Universitas Islam Al-Ihya Kuningan
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan
bahwa jenis kelamin, riwayat keluarga, stres, kebiasaan olahraga, status
obesitas dan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi
primer. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan
metode survei dan pendekatan Cross Sectional. Pengumpulan data melalui
wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi
adalah pasien rawat jalan poliklinik penyakit dalam RSUD 45 Kabupaten
Kuningan� usia 20-55 tahun yang berjumlah
624 orang dengan jumlah sampel sebanyak 61 orang. Hasil uji statistik chi
Square menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki terbukti merupakan faktor
risiko kejadian hipertensi primer (POR: 4,182, 95% CI= 1,427-12,258). Adanya
riwayat keluarga terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer
(POR: 6,5, 95% CI= 2,108-20,044). Stres terbukti merupakan faktor risiko
kejadian hipertensi primer (POR: 7,25, 95% CI= 2,150-24,442). Kebiasaan
olahraga tidak teratur terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi
primer (POR: 6,557, 95% CI= 2,096-20,517). Status obesitas terbukti merupakan
faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 5,573, 95% CI= 1,706-18,205).
Kebiasaan merokok terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer
(POR I: 14,375 (CI=95%: 3,280-63,008), POR II : 10 (CI=95%: 1,781-56,150).
Berdasarkan uraian diatas, disarankan menghindari terjadinya hipertensi primer
yaitu hindari merokok, turunkan berat badan dengan berolahraga secara teratur,
lebih sering melakukan pengontrolan terhadap berat badan sehingga dapat
terdeteksi secara dini bila tubuh mengalami kelebihan berat badan, hindari
stres karena stres dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Kata kunci : Hipertensi primer, Faktor-faktor risiko, Kuningan
Pendahuluan
Semakin
meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat
menjadi pemicu meningkatnya perhatian terhadap penyakit tidak menular. Bangsa Indonesia yang sedang membangun masyarakat industri dengan melakukan perkembangan dari yang semula negara
agraris tentunya membawa kecenderungan
baru dalam pola penyakit dimasyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat ini
banyak memberikan peran terhadap perubahan fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi yang dapat
memicu semakin meningkatnya penyakit tidak menular, sehingga terjadi perubahan
pola penyakit menular ke penyakit tidak menular (Bustan, 2007).
Menurut WHO, hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal, secara umum hipertensi terjadi apabila tekanan darahnya ≥ 140 mmHg sistolik atau ≥ 90 mmHg diastolik. Tekanan darah antara 100/70 mm Hg-140/80 mm Hg yang biasa terjadi pada orang dewasa normal, tekanan darah seperti ini dapat dialami kapan pun. Hipertensi primer mencapai � 90% dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder dari total pasien hipertensi. Hanya 50% dari penderita hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu, upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas.
Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, namun penyakit hipertensi ini baru disadari oleh mereka setelah terjadi komplikasi. Prevalensi hipertensi ringan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan stadium berat dan harus diwaspadai karena ternyata lebih banyak menyebabkan kematian dibandingkan kanker. Meski sebagai silent killer, terapi ringan akan mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular termasuk kematian dini. Sebenarnya penyebabnya belum diketahui hanya terdapat dugaan terdapat faktor yang berperan memacu terjadinya hipertensi.
Serangan hipertensi dapat terjadi pada seluruh usia, semua orang memiliki potensi �mengalami penyakit jantung tanpa ada gejala-gejala sebelumnya. Berdasarkan umur seseorang tekanan darah bervariasi, bayi dan anak-anak tekanan darahnya lebih rendah dibandingkan remaja, dan tekanan darah yang lebih tinggi terjadi pada orang dewasa. Hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab serangan jantung dan stroke, apabila tidak dilakukan pengobatan dan perawatan secara dini akan menimbulkan bahaya pada tubuh seperti kerusakan sistem saraf otak (Gray, Dawkins, Simpson, & Morgan, 2001).
Hasil penelitian membuktikan ternyata prevalensi (angka kejadian) bertambahnya usia menjadi pemicu lahirnya hipertensi. Pada penelitian Darmoyo diketahui bahwa antara 1,8-28,6% masyarakat perkampungan yaitu penderita hipertensi. Angka 1,8% berasal dari penelitian di Desa Kalirejo Jawa Tengah, sedangkan Sukabumi Jawa Barat melaporkan angka 28,6 % sebagai hasil dari sebuah penelitian. Prevalensi di daerah luar Jawa dan Bali lebih tinggi daripada kedua pulau tersebut. Erat kaitannya pola makan dengan hal tersebut, terutama konsumsi garam yang biasanya lebih besar dibandingkan luar Pulau Jawa dan Bali.
Sugiri di Jawa Tengah melaporkan
bahwa terdapat angka prevalensi 11,6% untuk perempuan dan 6,0% untuk laki-laki.
Prevalensi di Sumatera Barat didapatkan 18,6% pada pria dan 17,4% pada
perempuan, sedangkan di daerah Jakarta (Petukangan) didapatkan 13,7% perempuan dan
14,6% laki-laki. Pada umumnya laki-laki memiliki kemungkinan terserang
hipertensi lebih besar daripada wanita. Hipertensi seperti ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Perilaku
tidak sehat seperti merokok sering kali menjadi pemicu pada perempuan, berat
badan yang berlebihan, depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada laki-laki
lebih dominan berhubungan dengan pekerjaan, seperti ketidak nyamanan dalam bekerja
dan menganggur dan perilaku kurang sehat.
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan angka kesakitan hipertensi primer pada tahun 2016 sebanyak 34.660 orang dan pada tahun 2017 angka kesakitan hipertensi mengalami peningkatan menjadi sebanyak 36.772 orang. Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan merupakan rumah sakit terbesar di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan menunjukkan hipertensi yang paling banyak terjadi adalah hipertensi primer. Pada tahun 2016 hipertensi primer di rawat inap sebesar 8,74 % dari sepuluh besar penyakit dan menempati peringkat ke 5 dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,86 % menempati peringkat ke 4. Sedangkan pada rawat jalan tahun 2016 penyakit hipertensi primer sebesar 15,38% dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar 19,86%. Penderita hipertensi primer di Rumah Sakit Umum 45 Kabupaten Kuningan umur 20-55 tahun yaitu sebanyak 40,24%.
Berdasarkan laporan Rumah Sakit Umum
45 Kabupaten Kuningan dari tahun ke tahun jumlah kunjungan poliklinik penyakit
dalam yang menderita hipertensi primer terus meningkat. Dari data tersebut
didapatkan penderita hipertensi di poliklinik rawat jalan yang berusia 20-55
tahun prevalensinya cukup tinggi dan dari bulan ke bulan selama tahun 2017 mengalami peningkatan.
Menurut geografis karakteristik Kabupaten Kuningan merupakan daerah pegunungan
yang mayoritas pekerjaannya sebagai buruh, dimana daerah pegunungan mempunyai
risiko lebih kecil dari pada pantai. Meskipun daerah pegunungan jumlah
penderita hipertensi di Kabupaten Kuningan cukup tinggi, hal ini karena
percepatan pembangunan di Kabupaten kuningan sehingga adanya perubahan gaya
hidup yang memacu terjadinya hipertensi primer.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik, menggunakan metode penelitian survei dan pendekatan studi Cross�sectional yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dari paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesalahan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat (Rachmi & Herdana, 2018).
Penelitian ini dilakukan di poliklinik penyakit dalam RSUD 45 Kuningan.� Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien usia 20-55 tahun yang berobat di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan kunjungan pada bulan terakhir adalah 624 orang dengan jumlah sampel berdasarkan perhitungan sampel yaitu 61 orang.
Hasil dan Pembahasan
1. Analisis
Univariat
Dalam bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan hasil pembahasan yang diperoleh dari hasil jawaban 61 orang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017. Penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi kemudian dideskripsikan dalam bentuk narasi.
Tabel 1 Karakteristik
Responden
Variabel |
N (61) |
% |
Kejadian Hipertensi |
|
|
Hipertensi |
34 |
55,7 |
Tidak hipertensi |
27 |
44,3 |
Umur |
|
|
20-34 Tahun |
24 |
39,3 |
35-44 Tahun |
29 |
49,6 |
45-55 Tahun |
8 |
13,1 |
Jenis Kelamin |
|
|
Laki-laki |
32 |
52,4 |
Perempuan |
29 |
47,6 |
Riwayat Keluarga |
|
|
Ada |
35 |
57,4 |
Tidak ada |
26 |
42,6 |
Stress |
|
|
Stress |
41 |
67,2 |
Tidak stress |
20 |
32,8 |
Kebiasaan olahraga |
|
|
Tidak teratur |
37 |
60,7 |
Teratur |
24 |
39,3 |
Status Obesitas |
|
|
Obesitas |
24 |
39,3 |
Tidak Obesitas |
37 |
60,7 |
Kebiasaan Merokok |
|
|
Merokok |
31 |
50,8 |
Pernah merokok |
12 |
19,7 |
Tidak merokok |
18 |
29,5 |
Tabel 1 menunjukkan distribusi
kejadian hipertensi primer di poliklinik dalam RSUD 45 Kuningan menunjukkan bahwa responden yang mengalami
kejadian hipertensi primer� yaitu
sebanyak 34 orang (55,7%) sedangkan sebanyak 27 orang (44,3%) tidak mengalami
hipertensi primer. Berdasarkan umur sebagian besar (49,6%) responden berusia 35
sampai 44 tahun. Jenis kelamin responden pada penelitian ini sebagian besar
responden 32 orang (52,4%) adalah laki-laki dan sebanyak 29 orang (47,6%)
adalah responden perempuan. Peran riwayat keluarga hipertensi yang mempengaruhi
sangat besar dimana sebagian besar responden sebanyak 35 orang (57,4%)
mempunyai riwayat keluarga hipertensi sedangkan yang tidak mempunyai riwayat
keluarga hipertensi sebanyak 26 orang (42,6%).
Berdasarkan
hasil pengukuran stress melalui sistem Roy Bayler (1992),� maka tingkat stress responden menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 responden (67,2%) yang stress
sedangkan yang tidak stress sebanyak 20 orang (32,8%). Kebiaaan olahraga
responden sebanyak 37 orang (60,7%) tidak melakukan olahraga secara teratur
sedangkan responden yang melakukan olahraga secara teratur sebanyak 24 orang
(39,3%). Status obesitas salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi dimana
sebanyak 24 orang (39,3%) mengalami obesitas sedangkan sebagian besar responden
yaitu sebanyak 37 orang (60,7%) tidak mengalami obesitas. Kebiasaan merokok
dapat meningkatkan hipertensi sebanyak 31 responden (50,8%) mengaku merokok, 18
orang (29,5%) Tidak merokok dan sebanyak 12 orang (19,7%) mengaku pernah
merokok
2.
Analisis Bivariat
Tabel 2 Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Primer
Variabel |
Kejadian Hipertensi |
Total |
Nilai p |
POR |
|
Hipertensi |
Tidak Hipertensi |
||||
Jenis Kelamin |
|
|
|
0,016 |
|
Laki-laki |
23 (71,9%) |
9 (28,1%) |
32 (100%) |
4,182 (CI = 95%: 1,427-12,258 |
|
Perempuan |
11 (37,9%) |
18 (62,1%) |
|
||
Riwayat Keluarga |
|
|
|
0,002 |
6,5 (CI = 95%: 2,108-20,044) |
Ada |
26 (74,3%) |
9 (28,1%) |
35 (100%) |
||
Tidak ada |
8 (30,8%) |
18 (62,1%) |
26 (100%) |
||
Stress |
|
|
|
0,002 |
7,25 (CI=95%: 2,150-24,442) |
Stress |
29 (70,7%) |
12 (29,3%) |
41 (100%) |
||
Tidak stres |
5 (25%) |
15 (75%) |
20 (100%) |
||
Kebiasaan
Olahraga |
|
|
|
0,002 |
6,557 (CI=95%: 2,096-20,517) |
Olahraga tidak teratur |
27 (73%) |
10 (28,1%) |
37 (100%) |
||
Olahraga teratur |
7 (29,2%) |
17 (70,8%) |
24 (100%) |
||
Status
Obesitas |
|
|
|
0,007 |
5,573 (CI=95%: 1,706-18,205) |
Obesitas |
19 (79,2%) |
5 (20,8%) |
24 (100%) |
||
Tidak obesitas |
15 (40,5%) |
22 (59,5%) |
37 (100%) |
||
Kebiasaan Merokok |
|
|
|
< 0,001 |
POR I : 14,375 (CI=95%: 3,280- 63,008) POR II : 10 (CI=95%: 1,781-56,150) Referensi |
Merokok |
23 (74,2%) |
8 (25,8%) |
31 (100%) |
||
Pernah, Merokok |
8 (66,7%) |
4 (33,3%) |
12 (100%) |
||
Tidak merokok |
3 (16,7%) |
15 (83,3%) |
18 (100%) |
Berdasarkan
tabel 2, analisis bivariat faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi pada usia 20-55 Tahun diperoleh semua variabel berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi pada usia 20-55 tahun yaitu jenis kelamin, riwayat
keluarga, stress, kebiasaan olahraga, obesitas dan kebiasaan merokok.
Proporsi laki-laki
yang menderita hipertensi primer lebih banyak 71,9% dibandingkan dengan
perempuan yang mengalami kejadian hipertensi primer yaitu sebanyak 37,9%.� Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,016 yang lebih kecil dari α
0,05 yang berarti jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian hipertensi
primer, di samping itu diperoleh nilai POR: 4,182 Confidence Interval (CI) POR 1,427-12,258 yang artinya risiko
mengalami hipertensi primer bagi laki-laki adalah 4,182 lebih besar dari pada
perempuan.�
Pada� umumnya di kalangkan orang dewasa muda pria
memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi lebih awal daripada
wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan
kurang nyaman terhadap pekerjaan dan menganggur dan perilaku tidak sehat
seperti merokok. Sedangkan wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen. Berdasarkan jumlah paritas pada kelompok P=1
terdapat 2 ibu hamil yang mengalami hipertensi, pada kelompok M=2 � 4 terdapat
9 ibu hamil dengan hipertensi, dan pada kelompok G = > 4 terdapat 5 ibu
hamil dengan hipertensi (Bardja, 2017). Dengan demikian hipertensi bisa dialami oleh siapa pun.
Dibandingkan
dengan Framingham, prevalensi hipertensi tampaknya sama bagi perempuan dan laki-laki
kulit putih, namun pada perempuan Amerika-Afrika Hipertensi Primer lebih tinggi
daripada perempuan. Pada penelitian ini laki-laki lebih banyak menderita
Hipertensi Primer yaitu 71,9% dibandingkan dengan perempuan yang mengalami
Hipertensi Primer yaitu hanya 37,9%. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pria memiliki kemungkinan lebih besar untuk
terserang hipertensi lebih awal daripada wanita, hal ini dikarenakan laki-laki
memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah, seperti merokok.
Sedangkan� pada wanita terlindung dari
penyakit kardiovaskuler sebelum menopause karena wanita yang belum mengalami
menopause dilindungi oleh hormon estrogen.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 74,3% responden yang
mempunyai riwayat keluarga mengalami hipertensi primer, sedangkan responden
yang tidak mempunyai riwayat keluarga hanya 30,8% yang mengalami kejadian
hipertensi primer. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p=
0,002 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 artinya riwayat hipertensi pada
keluarga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan
pula dengan nilai POR: 6,5 Confidence
Interval (CI=95%: 2,108-20,044) yang berarti bahwa risiko mengalami
hipertensi primer bagi responden yang mempunyai riwayat keluarga 6,5 kali lebih
besar daripada yang tidak mempunyai riwayat keluarga.�
Adanya faktor
riwayat keluarga pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai
risiko menderita hipertensi. Individu dengan orangtua hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang
memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
penderita hipertensi.
Menurut penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah
dilakukan hipertensi juga banyak ditemui pada kembar monozigot (satu telur)
apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sidabutar yang mengatakan adanya hubungan riwayat keluarga positif
hipertensi untuk terjadinya hipertensi esensial dan juga sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa pada 70-80% kasus hipertensi, didapatkan
riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
dugaan hipertensi akan lebih besar.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 70,7% responden yang
stres mengalami hipertensi primer, sedangkan responden yang tidak stres hanya
25% yang mengalami kejadian hipertensi primer. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang lebih kecil dari nilai
α 0,05 artinya stres merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer
yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 7,25 Confidence
Interval (CI=95%: 2,150-24,442) yang berarti bahwa risiko mengalami
hipertensi primer bagi responden yang stres 7,25 kali lebih besar daripada yang
tidak mengalami stress.
Hasil penelitian
ini sesuai dengan literatur bahwa ada hubungan antara faktor stress dengan
kejadian hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres dapat memicu peningkatan
hormon adrenalin, juga sering membuat orang memiliki kebiasaan makan yang
kurang baik, dan merokok. Keadaan-keadaan tersebut jika tidak ditanggulangi,
berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi. Pengendalian stres berdampak besar
pada penurunan tekanan darah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Sargowo
yang menyatakan bahwa stress terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi.
Pada responden
dengan kebiasaan olahraga tidak teratur kejadian hipertensi primer sebanyak 73%
sedangkan pada responden dengan kebiasaan olahraga teratur proporsi kejadian
hipertensi primer sebanyak 29,2%.� Hasil
uji statistik dengan Chi-Square
diperoleh nilai p= 0,002 yang lebih
kecil dari nilai α 0,05 artinya kebiasaan olahraga yang tidak teratur
merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan
nilai POR: 6,557 Confidence Interval
(CI=95%: 2,096-20,517) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer
bagi responden yang mempunyai kebiasaan olahraga yang tidak teratur 6,557 kali
lebih besar daripada yang mempunyai kebiasaan olahraga teratur.
Penderita
hipertensi dianjurkan untuk melakukan latihan fisik atau berolahraga secara
teratur. Berolahraga dengan teratur merupakan salah satu bagian terpenting
dalam pengelolaan hipertensi karena
olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah. Menurut ahli kesehatan satu sesi olahraga dapat menurunkan tekanan darah
(5-7 mmHg) sedangkan pengaruh olahraga dalam jangka panjang dapat menurunkan
tekanan darah sebesar 7,4mmHg (Lemeshow, Hosmer,
Klar, & Lwanga, n.d.).
Hasil penelitian
Julianty P, yang menyatakan responden yang berprilaku tidak sehat (merokok,
minum minuman keras dan kurang olah raga) mempunyai risiko 1,53 kali menderita
hipertensi dibandingkan dengan responden yang berprilaku sehat.
Dari penelitian yang
dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD 45 Kabupaten Kuningan responden
yang memiliki kebiasaan olahraga tidak teratur lebih banyak dibandingkan dengan
responden yang memiliki kebiasaan olahraga secara teratur. Olahraga tidak
teratur meningkatkan risiko sebesar 6,557 kali lebih besar untuk terkena
Hipertensi Primer. Olahraga
lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga dikaitkan juga dengan peran obesitas pada hipertensi.
Dengan kebiasaan olahraga yang tidak teratur, kemungkinan timbulnya obesitas
akan meningkat dan akan mudah timbul Hipertensi. Menurut penelitian Ralph
Paffenhager orang yang memiliki kebiasaan olahraga tidak teratur mempunyai
risiko mendapat tekanan darah tinggi 35% lebih besar. Hasil penelitian lainnya
menyimpulkan, orang yang tidak pernah berlatih olahraga risikonya bahkan
menjadi 1,5 kalinya. Melalui olah raga yang teratur (aktivitas fisik aerobik
selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (Puspitorini, 2008).
Sebanyak 79,2%
responden yang mengalami obesitas menderita hipertensi primer, sedangkan
kejadian hipertensi primer pada responden yang tidak mengalami obesitas hanya
40,5%. Hasil uji statistik dengan Chi-Square
diperoleh nilai p= 0,007 yang lebih kecil
dari nilai α 0,05 yang berarti status obesitas merupakan faktor risiko
kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 5,573 Confidence Interval (CI=95%:
1,706-18,205) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden
dengan status obesitas 5,573 kali lebih besar daripada yang tidak obesitas.
Kegemukan merupakan
ciri khas dari populasi Hipertensi Primer dan dibuktikan bahwa faktor ini
mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi primer dikemudian hari.
Walaupun belum terdapat mekanisme pasti yang jelas hubungan antara obesitas
dengan Hipertensi Primer, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih
tinggi dibanding dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
Penderita obesitas
berisiko dua sampai enam kali lebih besar untuk terserang hipertensi primer
dibandingkan orang-orang dengan berat badan yang normal. Curah jantung dan
sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer
pembuluh darah berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis
meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Telah dibuktikan pula bahwa setiap penurunan berat
badan 10% maka terdapat penurunan 3% risiko penyakit jantung (Douglas Wetherill, M.S., and Dean J Kereiakes, M. D.,
2001). Penurunan berat badan akan disertai dengan peenurunan tekanan darah.
Responden yang
mempunyai kebiasaan merokok proposi kejadian hipertensi primer sebanyak 74,2%,
pada responden yang pernah merokok proporsi kejadian hipertensi primer sebanyak
66,7% dan pada responden yang tidak merokok proporsi kejadian hipertensi primer
sebanyak 16,7%. Hasil uji statistik dengan Chi-Square
diperoleh nilai p= < 0,001 yang
lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti kebiasaan merokok merupakan
faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR:
14,375 Confidence Interval (CI=95%:
3,280-63,008) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi
responden yang mempunyai kebiasaan merokok 14,375 kali lebih besar daripada yang
tidak merokok.
Berdasarkan teori, Merokok berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida yang
dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan
darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan
merokok dengan adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada
pembuluh darah arteri.
Nikotin
pada perokok secara langsung akan meningkatkan tekanan darah bahkan pada
pecandu sekalipun. Merokok ≥ 20 batang per hari berhubungan erat dengan
peningkatan tekanan darah dan hipertrofi ventrikel kiri. Responden yang merokok lebih dari 30 tahun
mempunyai risiko 2,98 kali dibandingkan yang merokok kurang dari 10 tahun. �Risiko
orang yang berhenti merokok untuk mengalami Hipertensi Primer akan lebih kecil
dari pada orang yang merokok.� Keuntungan
berhenti merokok nampak setelah 5 tahun berhenti dan risikonya kembali seperti
bukan perokok setelah 20 tahun berhenti merokok (Jaya, 2009).
Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian Rayhani �didapatkan 80% dari penderita hipertensi
mempunyai riwayat kebiasaan merokok.�
Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian Julianty P, yang
menyatakan responden yang berprilaku tidak sehat (merokok, minum minuman keras
dan kurang olah raga) mempunyai risiko 1,53 kali menderita hipertensi
dibandingkan dengan responden yang berprilaku sehat.
Kesimpulan
����������� Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
senagai berikut :
1. Jenis kelamin laki-laki
terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 4,182 ; CI=95%:
1,427-12,258)
2. Riwayat keluarga hipertensi
terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 6,5: CI=95%:
2,108-20,044)
3. Stress terbukti merupakan
faktor risiko hipertensi primer (POR : 7,25 CI=95%: 2,150-24,442)
4. Kebiasaan olahraga tidak
teratur terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 6,557:
CI=95%: 2,096-20,517)
5. Status obesitas terbukti
merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 5,573: CI=95%: 1,706-18,205).
6. Kebiasaan merokok terbukti
merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR I : 14,375 (CI=95%: 3,280-
63,008), POR II: 10 (CI=95%: 1,781-56,150).
BIBLIOGRAFI
Bardja, S. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TERJADINYA HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS
GUNUNG JATI TAHUN 2015. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(11),
151�161.
Bustan, M.
N. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka Cipta, 221.�������������
Douglas Wetherill, M.S., and Dean J
Kereiakes, M. D., F. A. C. C. (2001). Kegagalan Jantung Kongestif.
Jakarta: Alex Media Komputindo.
Gray, H., Dawkins, K., Simpson, I. A.,
& Morgan, J. (2001). Lecture Notes on Cardiology. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=WawzqsDaMjAC
Jaya, M. (2009). Pembunuh berbahaya itu
bernama rokok. Yogyakarta: Riz�ma.
Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J.,
& Lwanga, S. K. (n.d.). Adequacy of Sample Size in Health Studies. 1997.
Dalam Dibyo Pramono (Penterjemah) dan Hari Kusnanto (editor). Besar Sampel
Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Puspitorini, M. (2008). Hipertensi: cara
mudah mengatasi tekanan darah tinggi. IMAGE, Yogyakarta.
Rachmi, T., & Herdana, M. (2018).
Optimalisasi Kreativitas Anak Melalui Aktivitas Montase pada Usia Taman
Kanak-Kanak. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(3),
161�168.