Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 1, No. 4 Agustus 2019

 


FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PRIMER PADA USIA 20-55 TAHUN DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM �RSUD 45 KUNINGAN

 

Sri Tanti Rahmayani

Universitas Islam Al-Ihya Kuningan

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa jenis kelamin, riwayat keluarga, stres, kebiasaan olahraga, status obesitas dan kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan metode survei dan pendekatan Cross Sectional. Pengumpulan data melalui wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Populasi adalah pasien rawat jalan poliklinik penyakit dalam RSUD 45 Kabupaten Kuningan� usia 20-55 tahun yang berjumlah 624 orang dengan jumlah sampel sebanyak 61 orang. Hasil uji statistik chi Square menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 4,182, 95% CI= 1,427-12,258). Adanya riwayat keluarga terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 6,5, 95% CI= 2,108-20,044). Stres terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 7,25, 95% CI= 2,150-24,442). Kebiasaan olahraga tidak teratur terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 6,557, 95% CI= 2,096-20,517). Status obesitas terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR: 5,573, 95% CI= 1,706-18,205). Kebiasaan merokok terbukti merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (POR I: 14,375 (CI=95%: 3,280-63,008), POR II : 10 (CI=95%: 1,781-56,150). Berdasarkan uraian diatas, disarankan menghindari terjadinya hipertensi primer yaitu hindari merokok, turunkan berat badan dengan berolahraga secara teratur, lebih sering melakukan pengontrolan terhadap berat badan sehingga dapat terdeteksi secara dini bila tubuh mengalami kelebihan berat badan, hindari stres karena stres dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah.

 

Kata kunci : Hipertensi primer, Faktor-faktor risiko, Kuningan

 

Pendahuluan

Semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat menjadi pemicu meningkatnya perhatian terhadap penyakit tidak menular. Bangsa Indonesia yang sedang membangun masyarakat industri dengan melakukan perkembangan dari yang semula negara agraris tentunya membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dimasyarakat. Perubahan pola struktur masyarakat ini banyak memberikan peran terhadap perubahan fertilitas, gaya hidup dan sosial ekonomi yang dapat memicu semakin meningkatnya penyakit tidak menular, sehingga terjadi perubahan pola penyakit menular ke penyakit tidak menular (Bustan, 2007).

Menurut WHO, hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal, secara umum hipertensi terjadi apabila tekanan darahnya ≥ 140 mmHg sistolik atau ≥ 90 mmHg diastolik. Tekanan darah antara 100/70 mm Hg-140/80 mm Hg yang biasa terjadi pada orang dewasa normal, tekanan darah seperti ini dapat dialami kapan pun. Hipertensi primer mencapai � 90% dan 10% lainnya disebabkan oleh hipertensi sekunder dari total pasien hipertensi. Hanya 50% dari penderita hipertensi sekunder dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu, upaya penanganan hipertensi primer lebih mendapatkan prioritas.

Hipertensi terbukti sering muncul tanpa gejala, namun penyakit hipertensi ini baru disadari oleh mereka setelah terjadi komplikasi. Prevalensi hipertensi ringan lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan stadium berat dan harus diwaspadai karena ternyata lebih banyak menyebabkan kematian dibandingkan kanker. Meski sebagai silent killer, terapi ringan akan mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular termasuk kematian dini. Sebenarnya penyebabnya belum diketahui hanya terdapat dugaan terdapat faktor yang berperan memacu terjadinya hipertensi.

Serangan hipertensi dapat terjadi pada seluruh usia, semua orang memiliki potensi �mengalami penyakit jantung tanpa ada gejala-gejala sebelumnya. Berdasarkan umur seseorang tekanan darah bervariasi, bayi dan anak-anak tekanan darahnya lebih rendah dibandingkan remaja, dan tekanan darah yang lebih tinggi terjadi pada orang dewasa. Hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab serangan jantung dan stroke, apabila tidak dilakukan pengobatan dan perawatan secara dini akan menimbulkan bahaya pada tubuh seperti kerusakan sistem saraf otak (Gray, Dawkins, Simpson, & Morgan, 2001).

Hasil penelitian membuktikan ternyata prevalensi (angka kejadian) bertambahnya usia menjadi pemicu lahirnya hipertensi. Pada penelitian Darmoyo diketahui bahwa antara 1,8-28,6% masyarakat perkampungan yaitu penderita hipertensi. Angka 1,8% berasal dari penelitian di Desa Kalirejo Jawa Tengah, sedangkan Sukabumi Jawa Barat melaporkan angka 28,6 % sebagai hasil dari sebuah penelitian. Prevalensi di daerah luar Jawa dan Bali lebih tinggi daripada kedua pulau tersebut. Erat kaitannya pola makan dengan hal tersebut, terutama konsumsi garam yang biasanya lebih besar dibandingkan luar Pulau Jawa dan Bali.

Sugiri di Jawa Tengah melaporkan bahwa terdapat angka prevalensi 11,6% untuk perempuan dan 6,0% untuk laki-laki. Prevalensi di Sumatera Barat didapatkan 18,6% pada pria dan 17,4% pada perempuan, sedangkan di daerah Jakarta (Petukangan) didapatkan 13,7% perempuan dan 14,6% laki-laki. Pada umumnya laki-laki memiliki kemungkinan terserang hipertensi lebih besar daripada wanita. Hipertensi seperti ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Perilaku tidak sehat seperti merokok sering kali menjadi pemicu pada perempuan, berat badan yang berlebihan, depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada laki-laki lebih dominan berhubungan dengan pekerjaan, seperti ketidak nyamanan dalam bekerja dan menganggur dan perilaku kurang sehat.

Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan angka kesakitan hipertensi primer pada tahun 2016 sebanyak 34.660 orang dan pada tahun 2017 angka kesakitan hipertensi mengalami peningkatan menjadi sebanyak 36.772 orang. Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan merupakan rumah sakit terbesar di Kabupaten Kuningan. Berdasarkan catatan rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan menunjukkan hipertensi yang paling banyak terjadi adalah hipertensi primer. Pada tahun 2016 hipertensi primer di rawat inap sebesar 8,74 % dari sepuluh besar penyakit dan menempati peringkat ke 5 dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,86 % menempati peringkat ke 4. Sedangkan pada rawat jalan tahun 2016 penyakit hipertensi primer sebesar 15,38% dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi sebesar 19,86%. Penderita hipertensi primer di Rumah Sakit Umum 45 Kabupaten Kuningan umur 20-55 tahun yaitu sebanyak 40,24%.

Berdasarkan laporan Rumah Sakit Umum 45 Kabupaten Kuningan dari tahun ke tahun jumlah kunjungan poliklinik penyakit dalam yang menderita hipertensi primer terus meningkat. Dari data tersebut didapatkan penderita hipertensi di poliklinik rawat jalan yang berusia 20-55 tahun prevalensinya cukup tinggi dan dari bulan ke bulan selama tahun 2017 mengalami peningkatan. Menurut geografis karakteristik Kabupaten Kuningan merupakan daerah pegunungan yang mayoritas pekerjaannya sebagai buruh, dimana daerah pegunungan mempunyai risiko lebih kecil dari pada pantai. Meskipun daerah pegunungan jumlah penderita hipertensi di Kabupaten Kuningan cukup tinggi, hal ini karena percepatan pembangunan di Kabupaten kuningan sehingga adanya perubahan gaya hidup yang memacu terjadinya hipertensi primer.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik, menggunakan metode penelitian survei dan pendekatan studi Cross�sectional yaitu rancangan studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dari paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesalahan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat (Rachmi & Herdana, 2018).

Penelitian ini dilakukan di poliklinik penyakit dalam RSUD 45 Kuningan.� Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien usia 20-55 tahun yang berobat di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah 45 Kabupaten Kuningan kunjungan pada bulan terakhir adalah 624 orang dengan jumlah sampel berdasarkan perhitungan sampel yaitu 61 orang.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Analisis Univariat

Dalam bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dan hasil pembahasan yang diperoleh dari hasil jawaban 61 orang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2017. Penyajian data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi kemudian dideskripsikan dalam bentuk narasi.

Tabel 1 Karakteristik Responden

 

Variabel

N (61)

%

Kejadian Hipertensi

 

 

Hipertensi

34

55,7

Tidak hipertensi

27

44,3

Umur

 

 

20-34 Tahun

24

39,3

35-44 Tahun

29

49,6

45-55 Tahun

8

13,1

Jenis Kelamin

 

 

Laki-laki

32

52,4

Perempuan

29

47,6

Riwayat Keluarga

 

 

Ada

35

57,4

Tidak ada

26

42,6

Stress

 

 

Stress

41

67,2

Tidak stress

20

32,8

Kebiasaan olahraga

 

 

Tidak teratur

37

60,7

Teratur

24

39,3

Status Obesitas

 

 

Obesitas

24

39,3

Tidak Obesitas

37

60,7

Kebiasaan Merokok

 

 

Merokok

31

50,8

Pernah merokok

12

19,7

Tidak merokok

18

29,5

 

Tabel 1 menunjukkan distribusi kejadian hipertensi primer di poliklinik dalam RSUD 45 Kuningan menunjukkan bahwa responden yang mengalami kejadian hipertensi primer� yaitu sebanyak 34 orang (55,7%) sedangkan sebanyak 27 orang (44,3%) tidak mengalami hipertensi primer. Berdasarkan umur sebagian besar (49,6%) responden berusia 35 sampai 44 tahun. Jenis kelamin responden pada penelitian ini sebagian besar responden 32 orang (52,4%) adalah laki-laki dan sebanyak 29 orang (47,6%) adalah responden perempuan. Peran riwayat keluarga hipertensi yang mempengaruhi sangat besar dimana sebagian besar responden sebanyak 35 orang (57,4%) mempunyai riwayat keluarga hipertensi sedangkan yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi sebanyak 26 orang (42,6%).

Berdasarkan hasil pengukuran stress melalui sistem Roy Bayler (1992),� maka tingkat stress responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 responden (67,2%) yang stress sedangkan yang tidak stress sebanyak 20 orang (32,8%). Kebiaaan olahraga responden sebanyak 37 orang (60,7%) tidak melakukan olahraga secara teratur sedangkan responden yang melakukan olahraga secara teratur sebanyak 24 orang (39,3%). Status obesitas salah satu faktor yang mempengaruhi hipertensi dimana sebanyak 24 orang (39,3%) mengalami obesitas sedangkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 37 orang (60,7%) tidak mengalami obesitas. Kebiasaan merokok dapat meningkatkan hipertensi sebanyak 31 responden (50,8%) mengaku merokok, 18 orang (29,5%) Tidak merokok dan sebanyak 12 orang (19,7%) mengaku pernah merokok

 

2.    Analisis Bivariat

Tabel 2 Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Primer

 

Variabel

Kejadian Hipertensi

Total

Nilai p

POR

Hipertensi

Tidak Hipertensi

Jenis Kelamin

 

 

 

0,016

 

Laki-laki

23

(71,9%)

9

(28,1%)

32

(100%)

4,182

(CI = 95%:

1,427-12,258

Perempuan

11

(37,9%)

18

(62,1%)

 

Riwayat Keluarga

 

 

 

0,002

6,5

(CI = 95%:

2,108-20,044)

Ada

26

(74,3%)

9

(28,1%)

35

(100%)

Tidak ada

8

(30,8%)

18

(62,1%)

26

(100%)

Stress

 

 

 

0,002

7,25

(CI=95%:

2,150-24,442)

Stress

29

(70,7%)

12

(29,3%)

41

(100%)

Tidak stres

5

(25%)

15

(75%)

20

(100%)

Kebiasaan Olahraga

 

 

 

0,002

6,557

(CI=95%:

2,096-20,517)

Olahraga tidak teratur

27

(73%)

10

(28,1%)

37

(100%)

Olahraga teratur

7

(29,2%)

17

(70,8%)

24

(100%)

Status Obesitas

 

 

 

0,007

5,573

(CI=95%:

1,706-18,205)

Obesitas

19

(79,2%)

5

(20,8%)

24

(100%)

Tidak obesitas

15

(40,5%)

22

(59,5%)

37

(100%)

Kebiasaan Merokok

 

 

 

< 0,001

POR I : 14,375

(CI=95%:

3,280- 63,008)

POR II : 10

(CI=95%:

1,781-56,150)

Referensi

Merokok

23

(74,2%)

8

(25,8%)

31

(100%)

Pernah,

Merokok

8

(66,7%)

4

(33,3%)

12

(100%)

Tidak merokok

3

(16,7%)

15

(83,3%)

18

(100%)

 

Berdasarkan tabel 2, analisis bivariat faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada usia 20-55 Tahun diperoleh semua variabel berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada usia 20-55 tahun yaitu jenis kelamin, riwayat keluarga, stress, kebiasaan olahraga, obesitas dan kebiasaan merokok.

Proporsi laki-laki yang menderita hipertensi primer lebih banyak 71,9% dibandingkan dengan perempuan yang mengalami kejadian hipertensi primer yaitu sebanyak 37,9%.� Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,016 yang lebih kecil dari α 0,05 yang berarti jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer, di samping itu diperoleh nilai POR: 4,182 Confidence Interval (CI) POR 1,427-12,258 yang artinya risiko mengalami hipertensi primer bagi laki-laki adalah 4,182 lebih besar dari pada perempuan.�

Pada� umumnya di kalangkan orang dewasa muda pria memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi lebih awal daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan menganggur dan perilaku tidak sehat seperti merokok. Sedangkan wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen. Berdasarkan jumlah paritas pada kelompok P=1 terdapat 2 ibu hamil yang mengalami hipertensi, pada kelompok M=2 � 4 terdapat 9 ibu hamil dengan hipertensi, dan pada kelompok G = > 4 terdapat 5 ibu hamil dengan hipertensi (Bardja, 2017). Dengan demikian hipertensi bisa dialami oleh siapa pun.

Dibandingkan dengan Framingham, prevalensi hipertensi tampaknya sama bagi perempuan dan laki-laki kulit putih, namun pada perempuan Amerika-Afrika Hipertensi Primer lebih tinggi daripada perempuan. Pada penelitian ini laki-laki lebih banyak menderita Hipertensi Primer yaitu 71,9% dibandingkan dengan perempuan yang mengalami Hipertensi Primer yaitu hanya 37,9%. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pria memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi lebih awal daripada wanita, hal ini dikarenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung meningkatkan tekanan darah, seperti merokok. Sedangkan� pada wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause karena wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 74,3% responden yang mempunyai riwayat keluarga mengalami hipertensi primer, sedangkan responden yang tidak mempunyai riwayat keluarga hanya 30,8% yang mengalami kejadian hipertensi primer. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 artinya riwayat hipertensi pada keluarga merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 6,5 Confidence Interval (CI=95%: 2,108-20,044) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden yang mempunyai riwayat keluarga 6,5 kali lebih besar daripada yang tidak mempunyai riwayat keluarga.�

Adanya faktor riwayat keluarga pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orangtua hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki kemungkinan lebih besar mendapatkan hipertensi jika orang tuanya penderita hipertensi.

Menurut penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan hipertensi juga banyak ditemui pada kembar monozigot (satu telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian Sidabutar yang mengatakan adanya hubungan riwayat keluarga positif hipertensi untuk terjadinya hipertensi esensial dan juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa pada 70-80% kasus hipertensi, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi akan lebih besar.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 70,7% responden yang stres mengalami hipertensi primer, sedangkan responden yang tidak stres hanya 25% yang mengalami kejadian hipertensi primer. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 artinya stres merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 7,25 Confidence Interval (CI=95%: 2,150-24,442) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden yang stres 7,25 kali lebih besar daripada yang tidak mengalami stress.

Hasil penelitian ini sesuai dengan literatur bahwa ada hubungan antara faktor stress dengan kejadian hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stres dapat memicu peningkatan hormon adrenalin, juga sering membuat orang memiliki kebiasaan makan yang kurang baik, dan merokok. Keadaan-keadaan tersebut jika tidak ditanggulangi, berpotensi menjadi faktor risiko hipertensi. Pengendalian stres berdampak besar pada penurunan tekanan darah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Sargowo yang menyatakan bahwa stress terbukti berhubungan dengan prevalensi hipertensi.

Pada responden dengan kebiasaan olahraga tidak teratur kejadian hipertensi primer sebanyak 73% sedangkan pada responden dengan kebiasaan olahraga teratur proporsi kejadian hipertensi primer sebanyak 29,2%.� Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,002 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 artinya kebiasaan olahraga yang tidak teratur merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 6,557 Confidence Interval (CI=95%: 2,096-20,517) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden yang mempunyai kebiasaan olahraga yang tidak teratur 6,557 kali lebih besar daripada yang mempunyai kebiasaan olahraga teratur.

Penderita hipertensi dianjurkan untuk melakukan latihan fisik atau berolahraga secara teratur. Berolahraga dengan teratur merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengelolaan hipertensi karena olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Menurut ahli kesehatan satu sesi olahraga dapat menurunkan tekanan darah (5-7 mmHg) sedangkan pengaruh olahraga dalam jangka panjang dapat menurunkan tekanan darah sebesar 7,4mmHg (Lemeshow, Hosmer, Klar, & Lwanga, n.d.).

Hasil penelitian Julianty P, yang menyatakan responden yang berprilaku tidak sehat (merokok, minum minuman keras dan kurang olah raga) mempunyai risiko 1,53 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang berprilaku sehat.

Dari penelitian yang dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD 45 Kabupaten Kuningan responden yang memiliki kebiasaan olahraga tidak teratur lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan olahraga secara teratur. Olahraga tidak teratur meningkatkan risiko sebesar 6,557 kali lebih besar untuk terkena Hipertensi Primer. Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga dikaitkan juga dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kebiasaan olahraga yang tidak teratur, kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan akan mudah timbul Hipertensi. Menurut penelitian Ralph Paffenhager orang yang memiliki kebiasaan olahraga tidak teratur mempunyai risiko mendapat tekanan darah tinggi 35% lebih besar. Hasil penelitian lainnya menyimpulkan, orang yang tidak pernah berlatih olahraga risikonya bahkan menjadi 1,5 kalinya. Melalui olah raga yang teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan  menurunkan tekanan darah (Puspitorini, 2008).

Sebanyak 79,2% responden yang mengalami obesitas menderita hipertensi primer, sedangkan kejadian hipertensi primer pada responden yang tidak mengalami obesitas hanya 40,5%. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= 0,007 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti status obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 5,573 Confidence Interval (CI=95%: 1,706-18,205) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden dengan status obesitas 5,573 kali lebih besar daripada yang tidak obesitas.

Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi Primer dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi primer dikemudian hari. Walaupun belum terdapat mekanisme pasti yang jelas hubungan antara obesitas dengan Hipertensi Primer, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibanding dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

Penderita obesitas berisiko dua sampai enam kali lebih besar untuk terserang hipertensi primer dibandingkan orang-orang dengan berat badan yang normal. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer pembuluh darah berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Telah dibuktikan pula bahwa setiap penurunan berat badan 10% maka terdapat penurunan 3% risiko penyakit jantung (Douglas Wetherill, M.S., and Dean J Kereiakes, M. D., 2001). Penurunan berat badan akan disertai dengan peenurunan tekanan darah.

Responden yang mempunyai kebiasaan merokok proposi kejadian hipertensi primer sebanyak 74,2%, pada responden yang pernah merokok proporsi kejadian hipertensi primer sebanyak 66,7% dan pada responden yang tidak merokok proporsi kejadian hipertensi primer sebanyak 16,7%. Hasil uji statistik dengan Chi-Square diperoleh nilai p= < 0,001 yang lebih kecil dari nilai α 0,05 yang berarti kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer yang dibuktikan pula dengan nilai POR: 14,375 Confidence Interval (CI=95%: 3,280-63,008) yang berarti bahwa risiko mengalami hipertensi primer bagi responden yang mempunyai kebiasaan merokok 14,375 kali lebih besar daripada yang tidak merokok.

Berdasarkan teori, Merokok berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

Nikotin pada perokok secara langsung akan meningkatkan tekanan darah bahkan pada pecandu sekalipun. Merokok ≥ 20 batang per hari berhubungan erat dengan peningkatan tekanan darah dan hipertrofi ventrikel kiri. Responden yang merokok lebih dari 30 tahun mempunyai risiko 2,98 kali dibandingkan yang merokok kurang dari 10 tahun. �Risiko orang yang berhenti merokok untuk mengalami Hipertensi Primer akan lebih kecil dari pada orang yang merokok.� Keuntungan berhenti merokok nampak setelah 5 tahun berhenti dan risikonya kembali seperti bukan perokok setelah 20 tahun berhenti merokok (Jaya, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rayhani �didapatkan 80% dari penderita hipertensi mempunyai riwayat kebiasaan merokok.� Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian Julianty P, yang menyatakan responden yang berprilaku tidak sehat (merokok, minum minuman keras dan kurang olah raga) mempunyai risiko 1,53 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang berprilaku sehat.

 

Kesimpulan

����������� Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan senagai berikut :

1.    Jenis kelamin laki-laki terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 4,182 ; CI=95%: 1,427-12,258)

2.    Riwayat keluarga hipertensi terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 6,5: CI=95%: 2,108-20,044)

3.    Stress terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 7,25 CI=95%: 2,150-24,442)

4.    Kebiasaan olahraga tidak teratur terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 6,557: CI=95%: 2,096-20,517)

5.    Status obesitas terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR : 5,573: CI=95%: 1,706-18,205).

6.    Kebiasaan merokok terbukti merupakan faktor risiko hipertensi primer (POR I : 14,375 (CI=95%: 3,280- 63,008), POR II: 10 (CI=95%: 1,781-56,150).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Bardja, S. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS GUNUNG JATI TAHUN 2015. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(11), 151�161.

 

Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta: Rineka Cipta, 221.�������������

 

Douglas Wetherill, M.S., and Dean J Kereiakes, M. D., F. A. C. C. (2001). Kegagalan Jantung Kongestif. Jakarta: Alex Media Komputindo.

 

Gray, H., Dawkins, K., Simpson, I. A., & Morgan, J. (2001). Lecture Notes on Cardiology. Retrieved from https://books.google.co.id/books?id=WawzqsDaMjAC

 

Jaya, M. (2009). Pembunuh berbahaya itu bernama rokok. Yogyakarta: Riz�ma.

 

Lemeshow, S., Hosmer, D. W., Klar, J., & Lwanga, S. K. (n.d.). Adequacy of Sample Size in Health Studies. 1997. Dalam Dibyo Pramono (Penterjemah) dan Hari Kusnanto (editor). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

 

Puspitorini, M. (2008). Hipertensi: cara mudah mengatasi tekanan darah tinggi. IMAGE, Yogyakarta.

 

Rachmi, T., & Herdana, M. (2018). Optimalisasi Kreativitas Anak Melalui Aktivitas Montase pada Usia Taman Kanak-Kanak. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(3), 161�168.