Ketahanan Rasa Malu Perempuan Jawa Korban Body Shaming
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, Juni 2024 2675
PENDAHULUAN
Fenomena body shaming makin marak terjadi di beberapa negara seperti di Amerika
menganggap body shaming adalah sebuah perilaku perundungan, pelanggaran pribadi, dan
diskriminasi sebab mengomentari bentuk tubuh seseorang bukanlah sesuatu yang lazim
(Ramahardhila & Supriyono, 2022). Body shaming termasuk dalam perundungan secara
verbal ketika saling berinteraksi sehari-hari (Hernanto, Nugraha, & Permana, 2021; Yolanda,
Suarti, & Muzanni, 2022). Berdasarkan definisi tersebut, perilaku body shaming memiliki
ciri-ciri diantaranya; 1). Mengkritik penampilan sendiri dengan membandingkan dirinya
dengan orang lain; 2). Mengkritik penampilan orang lain di depan mereka; dan 3). Mengkritik
penampilan orang lain tanpa sepengetahuan mereka (Chairani, 2018). Body shaming dapat
terjadi karena didorong oleh tekanan sosial yang ada di masyarakat termasuk kaum
perempuan mengenai bentuk tubuh dan pola pikir yang baru membuat individu cenderung
impulsif (Kurniawati & Lestari, 2021).
Bahkan, citra tubuh ideal tidak terlepas dari konteks budaya seperti dalam perspektif
budaya Jawa. Salah satunya melalui cerita Arjuna Wiwaha yaitu cerita budaya Jawa karya
Mpu Kanwa yang ditulis pada masa pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042) yang
menceritakan kedudukan para putri utama Jawa yang terdiri dari Dewi Wara Sumbadra, Dewi
Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, dan Dewi Manohara (el Firdausy, 2014).
Ketetapan nilai yang telah diyakini dalam kisah tersebut mencerminkan perempuan Jawa yang
memiliki pinggul yang ramping, berambut lurus, berkulit putih, berbadan tinggi, dan bibir
tipis dan kecil berwarna merah menyulitkan posisi perempuan Jawa dalam menghadapi
masyarakat luas diluar dirinya karena adanya standarisasi dalam masyarakat. Hal tersebut
dapat berpotensi korban tidak mampu dikeluarkan tetapi memunculkan rasa malu. Perasaan
malu yang disebabkan dari perlakuan body shaming membuat seseorang yang merasa berada
di bawah masyarakat dan menghindari perbuatan buruk karena takut akan dihukum dan
memilih mengurung diri (Lipowska et al., 2019). Oleh karena itu, dibutuhkan strategi untuk
mengurangi perasaan malu dengan meningkatkan ketahanan rasa malu. Dengan kata lain,
berarti kemampuan untuk mempraktikkan keberanian, kasih sayang, dan terkoneksi secara
empati dengan orang lain dalam menjalani pengalaman rasa malu tanpa mengorbankan nilai-
nilai yang sudah diyakini oleh banyak orang (Andani, 2024).
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi sebagai desain penelitian (La Kahija, 2017). Partisipan dalam penelitian ini
dipilih menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria yang peneliti buat.
Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen observasi dan wawancara. Analisis data
dapat dilakukan dengan pengumpulan data, redukasi data fenomonologis, variasi imajinatif,
pembuatan sintesis deskripsi tekstural dan deskripsi struktural, dan penarikan kesimpulan (La
Kahija, 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah penelitian ini melewati proses hingga menghasilkan beberapa temuan tema
umum yang muncul pada kedua partisipan secara bersamaan tentang ketahanan rasa malu
perempuan Jawa korban body shaming, yaitu sebagai berikut:
Adaptasi Membentuk Ketahanan Rasa Malu
Tema adaptasi membentuk ketahanan rasa malu menjadi suatu gambaran tersendiri bagi
partisipan yang dimulai dengan membentuk pikiran positif dengan tujuan melindungi diri agar