Syntax
Idea : p�ISSN: 2684-6853� e-ISSN : 2684-883X�����
Vol. 2, No. 8, Agustus 2020
PENGARUH PELATIHAN �BECOME A GREAT EMPLOYEE WITH MEANINGFULNESS�
TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN
Christin Natalia Ratu
Universitas Surabaya
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pelatihan
terkait meaningful work atau kebermaknaan kerja�
terhadap work engagement atau keterikatan kerja pada karyawan PT. DSS,
serta melihat perubahan dan peningkatan pada sikap�sikap positif yang berkaitan
dengan kinerja berdasarkan konsep work engagement atau keterikatan kerja.
Metode pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian
eksperimen dengan membandingkan keadaan sebelum intervensi dan sesudah diberikan
intervensi. Subjek dalam penelitian ini merupakan karyawan PT. DSS yang terdiri
dari 20 orang. Pada tahap asesmen awal, metode yang digunakan yaitu wawancara
dan observasi untuk pengumpulan data terkait analisis kebutuhan. Hasil dari
penelitian ini pelatihan �Become A Great Employe With Meaningfulness� yang
merupakan salah faktor untuk meningkatkan work engagement. Apabila didukung
dengan persepsi karyawan dalam memakai pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.
Kata kunci: Work
Engagement, Meaningful Work, Meaningfulness
Pendahuluan
PT. DSS merupakan salah satu ekspansi bidang usaha dari
perusahaan retail dalam bidang kendaraan bermotor ternama dan terkemuka di
Indonesia (PT.MPM). Retail industri ini telah berdiri sejak tahun 1987 yang
mengawali usahanya dalam bidang perdagangan dan distribusi kendaraan bermotor,
yang kemudian perusahaan ini melakukan ekspansi bidang usaha yaitu, Finance
yang melayani dalam pemberian pinjaman modal kepada pelanggan mulai dari
kepemilikan kendaraan bermotor, pemenuhan modal kerja, perjalanan wisata,
pendidikan hingga pegadaan mesin dan alat berat. Insurance yang melayani dalam
memberikan perlindungan asuransi terhadap kendaran, properti, mesin, uang,
kargo dan rangka kapal. Motorcycle melayani penjualan sepeda motor. Distributor
memberikan pelayanan dalam penjualan suku cadang. Rent memberikan pelayanan
rental kendaraan. Parts melayani penjualan sparepart kendaraan bermotor dan
Outsourching yang melayani dalam penyediaan jasa tenaga kerja diantaranya
menyediakan driver, cleaning service dan security. Perushaan retail ini
menjalankan bisnisnya dengan mengoperasikan empat puluh gerai di seluruh
Indonesia, diantaranya melayani konsumen di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.
PT.DSS dalam menjalankan tugas fungsi sebagai anak perusahaan yang menyediakan
jasa tenaga kerja. Tenaga kerja yang disediakan merupakan tenaga kerja
outsourching diantaranya driver, cleaning service dan security. Dalam
menjalankan bisnisnya, PT.DSS memiliki visi dan misi. Visi untuk menjadi
perusahaan yang ternama dan digemari oleh khalayak ramai. Misi dalam
menyediakan produk berkualitas dan memberikan pelayanan terbaik yang dapat
menyenangkan pelanggan. Kesuksesan dan keunggulan yang dimiliki oleh PT.DSS
didukung dengan sumber daya manusia atau karyawan yang ada perusahaan tersebut.
Maka diperlukan karyawan yang unggul dan memiliki keterikatan kerja. Ketika
karyawan memiliki keterikatan dengan pekerjaan yang dilakukan, maka ia
mengupayakan segala daya dan upaya yang dimiliki untuk memajukan perusahaan.
Dari hasil temuan peneliti saat melakukan wawancara, masih
terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan perusahaan dengan fakta yang
terjadi di lapangan. Perusahaan mengharapkan karyawannya menunjukkan
keterikatan kerja dalam hal ini, semangat dan dedikasi ketika bekerja. Karyawan
belum secara utuh memaknai pekerjaan yang dilakukannya, sehingga dapat
mempengaruhi keterikatan kerja. Keterikatan karywan dibutuhkan setiap
perusahaan dengan kayawan yang terikat dalam pekerjaan dapat membantu karyawan
dalam mencapai tujuan. Karyawan yang engage adalah individu yang merasa puas
dan mendapatkan pemenuhan dari peran pekerjaan, merasa termotivasi untuk
melakukan pekerjaan dengan baik, memahami kontribusi dalam perusahaan, memiliki
komitmen dalam membantu perusahaan, memiliki keinginan untuk terlibat pada
kegiatan perusahaan, memiliki rasa bangga terhadap perusahaan dan memberikan
compliment terhadap perusahaan (Robertson-Smith
& Markwick, 2009). Menurut (Kahn, 1990) dalam penelitiannya �Psychological Conditions Of
Personal Engagement And Disengagement At Work� menyatakan bahwa Psychological
Meaningfulness adalah salah satu kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi
individu ketika mengalami keterikatan, disamping kondisi psikologis lain yaitu,
availability dan safety. Selain itu (May, Gilson, & Harter, 2004) yang berjudul �The
Psychological Conditions of Meaningfulness, safety and availability and the
engagement of human spirit� at work� dan
penelitian (Sebastiaan Rothmann & Welsh, 2013) yang berjudul �Employee
Engagement: The role of psychological conditions� dalam penelitiannya juga
mengungkapkan apabila karyawan dapat menemukan makna bekerja, maka akan
cenderung lebih puas, terikat dengan pekerjaan dan lebih produktif. Penelitian
yang dilakukan oleh Frank (1992) dalam (Jacobs, 2013) mengungkapkan bahwa kebermaknaan kerja (Meaningful
Work) memiliki dampak pada keterlibatan kerja melalui gagasan bahwa individu
memiliki dorongan yang melekat untuk menemukan makna dalam pekerjaan mereka.
Apabila tidak memiliki makna dalam bekerja maka karyawan cenderung mengasingkan
diri dan merasa terlepas dari perusahaan, dalam arti tidak memiliki
keterlibatan dengan perusahaan (Aktouf, 1992 dalam Jacobs, 2013).
Sumber daya manusia merupakan bagian penting dalam� aktivitas�
kerja.� Karena� hal�
tersebut� berhubungan� dengan�
masalah� kualitas� kerja dan�
pencapaian� kerja (Saridawati, 2018). Fenomena yang terjadi di PT.DSS ini menunjukkan bahwa
sumber daya yang dimiliki dalam hal ini karyawan, secara kuantitas cukup
memadai namun perlu ditunjang dengan kualitasnya. �Kualitas dari seorang karyawan adalah bagaimana
menjalankan perannya dalam bekerja dengan baik. Hal ini yang diduga oleh
peneliti bahwa selama ini karyawan belum menjalankan perannya sebagai karyawan
secara efektif. Dalam arti bahwa setiap karyawan masih perluh ditingkatkan
keterikatannya dengan perusahaan. Lingkungan tempat kerja juga terkesan cuek
antara atasan dan bawahan. Pelatihan yang dilakukan selama ini hanya untuk
menunjang job demands (tuntutan kerja) namun belum menyentuh personal resources
(sumber pribadi). Hal ini menjadi penting agar karyawan dapat mengalami
pertumbuhan pribadidan dapat mendorong keterikatan dengan karyawan. Berdasarkan
hasil temuan yang dijelaskan, maka untuk memperbaiki hal tersebut, maka diakan
pelatihan yaitu �Become A Great Employee With Meaningfulness�. Pelatihan ini
dipilih karena merupakan media yang efektif untuk membagi pengetahuan (Noe,
Clarke, & Klein, 2014). Kegiatan pelatihan
meliputi beberapa tahap yang akan dijelaskan lebih lengkap dalam rundown
pelatihan. Pelatihan ini memfasilitasi para karyawan untuk menjadi karyawan
yang lebih memaknai pekerjaannya.
����������� Pelatihan �Become A Great Employee
With Meaningfulness� merupakan suatu program pelatihan yang dikhususkan untuk
membentuk seorang karyawan dalam hal ini sumber pribadi (personal resources)
untuk memiliki kebermaknaan kerja. Karyawan dibekali dengan beberapa
pengetahuan dan keterampilan terkait aspek yang ada dalam Meaningfulness Work
diantaranya, positive meaning, meaning making through in work dan greater good
motivation (Steger, Dik, & Duffy, 2012). Ketiga aspek yang ada dalam meaningful work, kemudian diturunkan
kedalam lima model yang ada, diantaranya SPIRE (Strength, Personalization,
Integration, Resonance dan Expansion. Artinya jika semua komponen dan meteri
meaningful work dipahami dan diterapkan oleh karyawan, maka dapat mempengaruhi work
engagement pada karyawan. Berikut pada tabel dibawah ini merupakan gambaran
kondisi perilaku karyawan yang ada di PT.DSS dan perilaku ideal yang seharusnya
dimiliki oleh karyawan yang memiliki keterikatan terhadap perusahaan. Gambaran
kondisi ini diperoleh pada proses wawancara kepada atasan dan beberapa karyawan
yang ada di PT.DSS
Tabel 1
Gambaran Kondisi Work Engagement
Karyawan PT. DSS
Aspek Keterikatan Kerja |
Perilaku Menurun (Dari hasil
wawancara dengan atasan dan beberapa karyawan) |
Perilaku Ideal (Bakker &
Demeroutti, 2008) |
Semangat
(Vigor) |
- Beberapa
karyawan datang terlambat saat bekerja - Beberapa
karyawan tidak memperlakukan pelanggan dengan baik karena mood tidak baik dan
merasa lelah secara fisik - Beberapa
karyawan mengajukan resign dalam
satu tahun terakhir karena merasa lingkunga kerja tidak mendukung |
Keadaan
penuh energi, kegembiraan mental dan semangat tinggi pada saat bekerja serta
kerelaan dalam mengerahkan usaha maksimal pada pekerjaan disertai ketahanan
ketika berhadapan dengan situasi sulit dalam pekerjaan. |
Dedikasi (Dedication) |
- Beberapa
karyawan ikut � ikutan teman ketika tidak masuk kerja - Beberapa
karyawan berusaha menyelesaikan tanggung jawab dengan baik - Beberapa
karyawan mudah meninggalkan perusahaan dan tidak bertanggung jawab pada perusahaan |
Keterlibatan
yang kuat pada pekerjaan, merasakan pengalaman antusias, insipirasi, bangga
dan merasakan penuh tantangan dalam pekejraan yang dilakukan. |
Penghayatan (Absorption) |
- Beberapa
karyawan ingin cepat pulang - Beberapa
karyawan sering tidak masuk kerja - Beberapa
karyawan tidak memperhatikan penampilan sehingga sering mendapatkan keluhan
dari pelanggan - Beberapa
karyawan tidak memperhatikan dan menjaga fasilitas perusahaan dengan baik - Beberapa
karyawan tidak masuk kerja dengan alasan masalah keluarga - Beberapa
karyawan melakukan aktivitas lain diluar pekerjaan utama |
Suatu
bentuk konsentrasi penuh dan bangga terhadap pekerjaannya, waktu menjadni
cepat berlalu dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan. |
Berdasarkan data gambaran kondisi karyawan diatas, dapat
dilihat bahwa keadaan para karyawan sangat rentan dipengaruhi oleh keadaan di
dalam dan di luar dirinya. Didukung penelitian yang dilakukan oleh (Halbesleben, 2010) diperoleh hasil bahwa sumber daya personal berupa
dukungan sosial, otonomi, perasaan berdaya, optimisme dan pemaknaan kerja
mempunyai korelasi dengan keterikatan kerja seseorang. Semakin individu
mempunyai sumber daya personal yang tinggi maka secara otomatis individu
tersebut akan semakin terikat dengan pekerjaannya. Beberapa aspek tersebut
dapat meningkat terutama ketika seorang pekerja juga memiliki pemaknaan kerja
yang positif pada dirinya. Artinya pemaknaan kerja menjadi faktor penting dan memiliki
pengaruh terhadap aspek�aspek lain. (Hakanen & Schaufeli, 2012) mengungkapkan dalam
penelitiannya bahwa perasaan positif dan berenergi (Work Engagement) merupakan hasil dari suatu bentuk proses pemaknaan
kerja karyawan.
Menurut (Wrzesniewski, McCauley, Rozin, & Schwartz, 1997) makna kerja (work meaning) merupakan suatu keyakinan
tentang pekerjaan secara individual yang terdiri dari 3 karakteristik yaitu
orientasi pekerjaan (work as a job),
orientasi panggilan (work as a calling)
dan orientasi karir (work as a career).
Orientasi pekerjaan memandang kerja sebagai suatu proses pengembangan
finansial, orientasi karir memandang kerja sebagai pengembangan profesionalitas
dan orientasi panggilan memandang kerja sebagai bentuk komitmen yang kuat
sehingga memperoleh kepuasan dan meningkatkan keterikatan dengan pekerjaan yang
dilakukan. (Steger, M. F., Dik, B. J., & Shim, 2012) juga menjelaskan bahwa meaningful work merupakan tema besar
dari beberapa tema terkait yaitu, makna kerja (Work Meaning), kebermaknaan kerja (Meaningful Work) dan konotasi positif lain yang memiliki hubungan
dengan makna kerja. Menurut Steger
(2012) menjelaskan bahwa makna kerja adalah pekerjaan yang memiliki arti,
mengacu pada cara pandang seseorang secara luas terkait dengan pekerjaan yang
dilakukan. Makna kerja juga merupakan tujuan akhir dalam pekerjaan (Steger & Dik, 2009).
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada
karyawan terkait pentingnya kebermaknaan kerja. Tidak hanya itu peserta dapat
mengalami perubahan dan peningkatan sikap � sikap postif yang berkaitan dengan
produktivitas dan kinerja berdasarkan konsep keterikatan kerja dan kebermaknaan
kerja. Peserta juga mampu menerapkan sikap memaknai pekerjaan dan mampu
menampilkan makna kerja dalam diri serta dapat manfaat dari makna kerja
tersebut.
Menurut (Bakker, Schaufeli, Leiter, & Taris, 2008), keterikatan kerja merupakan sebuah bentuk pemenuhan terhadap afeksi
dan motivasi yang ditunjukkan secara positif pada pekerjaan serta dilihat
sebagai lawan dari kejenuhan kerja. Schaufeli et al (2002) menjelaskan keterikatan
kerja sebagai suatu kondisi mental yang positif dapat menimbulkan kepuasan
terhadap diri terhadap pekerjaan yang didukung oleh adanya semangat, dedikasi
dan penghayatan. Selain keterikatan kerja, keterikatan karyawan juga
berpengaruh terhadap pekerjaan. Bakker dan Leiter (2010) menjelaskan,
keterikatan karyawan disebut juga dengan �komitmen� atau �motivasi�, yang
mengacu pada kondisi psikologis, dimana karyawan merasa memiliki peran dalam
keberhasilan perusahaan dan melakukan dengan standar tinggi, sehingga dapat
melebihi syarat yang tercantum dalam pekerjaan. Menurut (Schaufeli, Salanova, González-Romá,
& Bakker, 2002) terdapat
tiga dimensi dalam keterikatan kerja atau work
engagement, yaitu : Semangat (Vigor), Dedikasi (Dedication) dan Penghayatan
(Absorption). Hal yang ditemui pada saat orientasi kerja karyawan lebih karena
tuntutan ekonomi. Hal ini terlihat dari ungkapan para karyawan yang hanya
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keadaan ini menunjukkan bahwa para
karyawan tidak mengalami suatu panggilan kerja baik dalam profesi dan
organisasi tempat ia bekerja. Selama ini, cara � cara yang ditempuh oleh
organisasi untuk meningkatkan keterikatan kerja karyawan adalah memberikan
bekal secara teknikal tanpa ada pemberdayaan secara personal.
Menjadi penting bagi peneliti untuk
meningkatkan pemaknaan kerja seseorang karywan untuk dapat menunjang
peningkatan keterikatan kerja baik pada organisasi maupun profesi pekerjaan itu
sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari (Wrzesniewski, 2003) individu memaknai pekerjaannya sebagai sebuah panggilan akan memiliki
hubungan yang lebih kuat dalam pekerjaannya. Begitu pula individu yang melihat
pekerjaan sebagai sebuah panggilan akan merasa pekerjaan adalah sesuatu yang
penting dan dapat memberikan kepuasan dalam hidupnya. Oleh karena itu individu
yang memaknakan pekerjaan sebagai panggilan akan merasa lebih senang dan
terikat dengan pekerjaannya daripada individu yang hanya bekerja untuk memenuhi
kebutuhan �finansial� saja. Individu tersebut juga bisa lebih survive dalam menghadapi berbagai
tantangan pekerjaan diluar dirinya.
Menurut (Steger, M. F., Dik, B. J., & Shim, 2012) menjelaskan Meaningful Work atau kebermaknaan kerja merupakan tema payung dari beberapa tema mengenai makna kerja (Work Meaning). Kebermaknaan kerja (Meaningful Work) memiliki konotasi positif yang berhubungan dengan makna kerja. Rosso, Dekas, & Wrzesniewski, 2010 Dalam (Steger et al., 2012) menjelaskan bahwa makna kerja merupakan cara seseorang memandang arti dalam pekerjaan yang dilakukan. Makna kerja juga merupakan tujuan akhir dalam pekerjaan (Steger & Dik, 2009).
Pelatihan merupakan sebuah proses
seseorang mencapai kemampuan untuk memenuhi tujuan organisasi (Mathis & Jackson, 2002). Pelatihan juga merupakan
sebuah proses pendidikan untuk karyawan dalam jangka waktu singkat yang
menggunakan sebuah prosedur perubahan perilaku untuk mencapai tujuan organisasi
(Ambar, 2003). Dengan demikian pelatihan juga mampu menemukan solusi yang sangat
berkaitan erat dengan perkembangan individu maupun organisasi. Peneliti
mempunyai pandangan untuk bisa mengemas penemuan makna dalam bekerja sebagai
seorang karyawan dalam sebuah aktivitas pelatihan. Tujuan utama yang ingin
dicapai dalam proses ini adalah karyawan dapat menemukan orientasi dan alasan
bekerja sebagai seorang karyawan di PT.DSS. Hal ini dilakukan tidak semata �
mata untuk memenuhi kebutuhan finansial saja tetapi sampai pada panggilan hati
yang dapat meningkatan keterikatan kerja pada organisasi.
Pelatihan ini akan dikemas dalam tema
�Become A Great Employee With
Meaningfulness� ditujukan terutama bagi para karyawan agar lebih dapat
terikat dengan pekerjaannya. Pelatihan kermaknaan kerja ini secara khusus
dirancang untuk dapat mengubah mind set atau
cara pandang karyawan, kemudian diikuti dengan kemampuan untuk mengelola dan
mempertahankan perilaku yang berkaitan dengan keterikatan kerja. Pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness�
akan dilakukan dalam satu hari dengan menggunakan metode experimental learning berdasarkan pengalaman bekerja yang telah
dialami para karyawan selama ini. Pengalaman tersebut akan dijadikan bahan
refleksi khusus untuk menemukan betapa pentingnya pemaknaan dalam bekerja
secara pribadi. Harapannya dengan meningkatkan kemampuan para karyawan dalam
memaknai pekerjaan sebagai panggilan, keterikatan jerja sebagai karyawan akan
meningkat. Menurut konsep (Bakker & Demerouti, 2008) dijelaskan bahwa sumber daya individu adalah salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi keterikatan kerja. Dalam variabel ini makna kerja
dikelompokkan sebagi bagian dari sumber daya individu yang dapat menilai
keterikatan kerja seorang karyawan. Apabila karyawan memiliki makna kerja yang
tinggi maka semakin terikat dengan pekerjaan. Pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness� diharapkan dapat
meningkatkan pemaknaan kerja selama proses berlangsung sehingga secara tidak
langsung juga dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Pelatihan ini
diharapkan mampu meningkatkan pemaknaan kerja terlebih dahulu baru diikuti
dengan adanya keterikatan kerja dari para karyawan.
Metode
Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Mix Method Research dari (Creswell & Clark, 2017) yang dilakukan dengan cara melakukan pengggabungan metode
kualitatif fan kuantitatif. Dalam penelitian ini metode kualitatif digunakan
sebagai pendekatan utama, artinya metode kuantitatif digunakan sebagai
pendukung. Desain penelitian ini juga menggunakan desain penelitian
eksperimental yang dapat mengukur pengaruh perlakuan terhadap suatu kelompok
yang kondisinya dikendalikan oleh peneliti (Sugiyono, 2017).
Pada tahap asesmen awal, metode yang digunakan adalah
observasi dan wawancara untuk menggali permsalahan yang ada di perusahaan. Pada
tahap intervensi pelatihan menggunakan metode lecturing, audio visual, paper assignment, discussion dan games (Lawson,
2006). Pada tahap evaluasi menggunakan metode evaluasi yang
dikembangkan oleh (Kirkpatrick & Kirkpatrick, 1998) yaitu, evaluasi level satu
(reaction) dalam evaluasi ini
mengukur efektivitas program pelatihan sebagai bentuk terhadap peningkatan
kualitas suatu pelatihan, evaluasi level dua (learning) evaluasi ini mengukur pengetahuan, keterampilan serta
sikap peserta selama proses pelatihan dan evaluasi level tiga (behavior) evaluasi ini mengukur
perubahan perilaku peserta setelah proses pelatihan.
Subjek awal yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari
20 peserta dari PT. DSS, namun dalam prosesnya peserta berkurang menjadi 17
orang. Jumlah ini berkurang karena 3 orang peserta tidak dapat mengikuti sesi
pelatihan hingga selesai. Sehingga ditetapkan menggunakan data 17 orang peserta
untuk mengukur dan menganalisa perubahan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti
pelatihan. Berikut ini adalah data peserta pelatihan :
Tabel 2
Peserta Pelatihan
No |
Jabatan |
Jenis Kelamin |
Jumlah |
1 |
Team
Leader |
1
P, 1 L |
2 |
2 |
Office
Boy |
2
P. 6 L |
8 |
3 |
Cleaning
Service |
6
L |
6 |
4 |
Driver |
1
P, 1 L |
2 |
5 |
Gardener |
1
L |
1 |
6 |
Operator |
1
P |
1 |
Hasil dan Pembahasan
Dari intervensi dalam hal ini pelatihan yang dilakukan
diperoleh data perhitungan skor pretest
dan posttest untuk variabel work engagement keseluruhan peserta
sebagai berikut :
Tabel 3
Hasil Pretest dan Posttest Per
Aspek
No |
Aspek |
Pretest |
Posttest |
Work Engagement |
|||
1 |
Vigor |
23.3 |
24.1 |
2 |
Absorption |
19.4 |
21.1 |
3 |
Dedication |
18.8 |
20.0 |
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa terdapat
peningkatan skor pretest ke posttest pada semua aspek yang ada dalam
work engagement (vigor, absorption dan dedication).
Hal ini menunjukkan intervensi yang dilakukan dapat meningkatkan work engagement karyawan.
Tabel 4
Hasil Pretest dan Posttest Work
Engagement
Pengukuran |
N |
Mean |
p |
Pre-test |
17 |
61,50 |
<0,05 |
Post-test |
17 |
65,20 |
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa terjadi peningkatan pada peserta pelatihan yaitu sebesar 3,7%.
Hal ini berarti peningkatan WE terjadi secara signifikan (p<0,05), yang
diperkuat dengan hasil follow-up berupa wawancara kepada peserta
pelatihan yang rata-rata mengaku semakin menyadari untuk lebih terikat dengan
pekerjaan.
Tabel 5
Hasil Pretest dan Posttest Work Engagement
Pengukuran |
N |
Mean |
p |
Pre-test |
17 |
36 |
<0,05 |
Post-test |
17 |
39,41 |
Berdasarkan skor pretest
dan posttest pada meaningful work diperoleh peningkatan
nilai rata � rata semua peserta dari semula 36 menjadi 39,41 artinya mengalami
peningkatkan meaningful work sebesar
3,41%. Hal ini berarti peningkatan meaningful
work terjadi secara signifikan (p<0,05). Setelah melihat perubahan pada
masing � masing aspek baik itu work
engagement dan meaningful work secara keseluruhan pada semua
peserta. Berikut ini merupakan jumlah peningkatan dari semua peserta pelatihan
setelah dilakukan intervensi.
Tabel 6
Jumlah Peningkatan Setelah Dilakukan
Intervensi
No |
Ket. |
Work Engagement Aspect |
WE |
MW |
||
Vig |
Abs |
Ded |
||||
1 |
Tetap |
9 |
4 |
1 |
1 |
1 |
2 |
Naik |
7 |
11 |
13 |
14 |
16 |
3 |
Turun |
1 |
2 |
3 |
2 |
0 |
Total |
17 org |
17 org |
17 org |
17 org |
17 org |
Berdasarkan data pada tabel diatas diperoleh hasil 82.3% (14
dari 17 orang) mengalami peningkatan pada variabel work engagement dan 94.1% (16 dari 17 orang) mengalami peningkatan
pada variabel meaningfulness work.
Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi kelompok yang menunjukkan sebagian besar
peserta pelatihan mengalami peningkatan pada work engagement dan meaningful
work. Meskipun terdapat dua orang yang mengalami penurunan dan satu orang
tidak mengalami perubahan pada work engagement,
serta 1 orang tidak mengalami perubahan pada variabel meaningful work. Artinya bahwa banyak faktor yang mempengaruhi
perubahan nilai pretest dan posttest sehingga tampak berbeda antar
tiap individu.
����������� Sebagian peserta mengalami
peningkatan karena intervensi ini dan sebagian kecil peserta tidak mengalami
perubahan bahkan mengalami penurunan. Apabila ditelaah dari hasil evaluasi
setelah pelatihan ditemukan bahwa peserta mengalami perubahan secara umum pada
aspek vigor dimana para peserta
menunjukkan gairah atau semangat dan sikap antusiasme pada saat bekerja. Hal
ini diperoleh dari hasil pengamatan dan penilaian supervisor yang melihat
perubahan perilaku sebelum dan sesudah pelatihan yang tampak dari perilaku
peserta yang menunjukkan semangat, datang tepat waktu, tidak sering absen dan
menggunakan fasilitas perusahaan sesuai dengan standar yang berlaku. Dari hasil
wawancara evaluasi dengan peserta juga diperoleh bahwa peserta semakin
menyadari kelebihan dan kelemahan diri yang dimiliki dan memiliki keinginan dan
usaha dalam memperbaiki diri kearah yang lebih baik dalam meningkatkan performa
kerja. Berikut ini adalah tabel rangkuman perubahan perilaku setelah dilakukan
pelatihan :�
Tabel 7
Perubahan Perilaku Peserta Pelatihan
No. |
Nama |
Jabatan |
Target 3 hari setelah pelatihan |
Target 1 minggu setelah pelatihan |
Kendala yang dihadapi |
1 |
AP |
Team Leader |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini tidak
mengalami kendala, ia merasa lebih antusias dalam menjalankan pekerjaannya
dan mengawasi bawahannya dalam bekerja. |
2 |
JR |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek
tidak mengalami kendala, ia merasa lebih semangat dan menyelesaikan pekerjaan
dengan baik. |
3 |
PT |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek
tidak mengalami kendala, ia datang tepat waktu dan memperhatikan penampilan
ketika masuk kerja. |
4 |
R |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek
tidak mengalami kendala dan merasa lebih fokus dalam menjalankan pekerjaan. |
5 |
MA |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Subjek merasa
terkadang masih terpengaruh oleh rekan kerja. |
6 |
IA |
Operator |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek
tidak mengalami kendala, subjek merasa antusias dan berada dalam mood yang
baik untuk melakukan pekerjaan. |
7 |
TS |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek
tidak mengalami kendala, subjek dapat menyelesaikan tanggung jawab dengan
baik dan pulang sesuai dengan jam kerja yang ditentutkan. |
8 |
CS |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini tidak
mengalami kendala, subjek dapat menjalankan pekerjaan dengan baik dengan
semangat. |
9 |
IR |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek tidak mengalami
kendala, ia mengaku dapat menjaga fasilitas kantor dengan baik saat bekerja. |
10 |
IH |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek tidak mengalami
kendala, ia memlih untuk menjalani pekerjaan dengan senang. |
11 |
KMI |
Driver Idle |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek tidak mengalami
kendala ketika berhadapan dengan pelanggan. |
12 |
APR |
Gardener |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek tidak mengalami
kendala dan mengaku mulai tidak terlambat datang bekerja. |
13 |
SA |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Sejauh ini subjek tidak mengalami
kendala. Ia mengaku dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan standar yang
berlaku di perusahaan. |
14 |
MAL |
Cleaning Service |
Tercapai |
Tercapai |
Subjek tidak mengalami kendala. Ia
mengaku lebih termotivasi untuk semangat dalam menjalankan pekerjaan. |
15 |
SAH |
Leader |
Tercapai |
Tercapai |
Subjek tidak mengalami kendala. Ia
mengaku lebih antusias dan merasa bertanggung dalam memperhaikan keterikatan
kerja bawahannya. |
16 |
RA |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Subjek tidak mengalami kendala. Ia
berharap bisa lebih antusias dan menjaga performa kerjanya.� |
17 |
NHM |
OB |
Tercapai |
Tercapai |
Subjek tidak mengalami kendala. Ia
mengaku lebih sering datang kerja dan tidak melakukan aktivitas lain saat
bekerja. |
Dari gambaran tabel diatas, menunjukkan bahwa target
pelatihan selama tiga hari dan satu minggu setelah pelatihan dapat tercapai.
Secara keseluruhan karyawan cukup dapat bekerja dengan baik meskipun terdapat
beberapa karyawan yang merasa masih dipengaruhi oleh rekan kerja lain dalam
bekerja.
Berdasarkan hasil asesmen diketahui bahwa terdapat persoalan
pada aspek vigor, absorption, dedication
dan meaningful work. Meskipun
diketahui dari hasil kuantitatif angket work
engagement dan meaningful work menunjukkan
peningkatan pada aspek work engagement dan
work meaningfulness. Dari hasil
asesmen ditemukan bahwa faktor yang menyebabkan para karyawan tidak dapat
secara penuh terikat dengan pekerjaan karena rendahnya aspek vigor, absorption dan dedication. Menurut (Bakker & Demerouti, 2008) dalam teorinya mengungkap
bahwa karyawan yang engage terhadap
pekerjaannya akan menampilkan aspek yang ada dalam work engagement yaitu vigor
atau semangat, dalam hal ini menunjukkan keadaan penuh energi, kegembiraan dan
semangat yang tinggi dalam bekerja serta mampu mengerahkan usaha yang maksimal
dalam menjalankan pekerjaan yang dilakukan dan ketahanan dalam menghadapi
situasi atau kondisi sulit dalam bekerja. Pada aspek absorption (penghayatan) menunjukkan konsentrasi penuh dan bahagia
terhadap pekerjaan dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan karena larut dalam
pekerjaan. Pada aspek dedication
(dedikasi) menunjukkan keterlibatan yang kuat dalam bekerja, antusias,
menginspirasi dan merasakan tantangan dalam bekerja.
Gambaran keadaan work
engagement diatas tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di PT.DSS.
Beberapa karyawan mengalami masalah pada aspek vigor yang mana mereka sering terlambat datang saat bekerja, merasa
tidak mood dan lelah secara fisik. Pada aspek dedication beberapa karyawan ikut � ikutan rekan kerja tidak masuk
kerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik. Pada aspek absorption beberapa karyawan ingin cepat
pulang dari kantor, sering tidak masuk kerja dan melakukan aktivitas lain
diluar pekerjaan. Menurut (Hobfoll, Johnson, Ennis, & Jackson, 2003) salah satu faktor yang mempengaruhi
work engagement pada karyawan adalah personal resource, dalam hal ini suatu
bentuk evaluasi diri positif yang berkaitan dengan resiliensi dan� pemahaman terhadap kemampuan diri dalam
mengelola pekerjaan serta memberikan dampak terhadap lingkungan pekerjaan. Personal resource yang mencerminkan
aspek - aspek keterikan kerja yaitu dengan memaknai makna kerja yang terdiri
dari tiga aspek dalam meaningful work atau� kebermaknaan kerja yaitu positive meaning, meaning making through work dan great good motivation yang kemudian
oleh (Steger, 2017) diturunkan dalam bentuk model SPIRE yang terdiri dari strength, personalization, integration,
resonance dan expansion. Pemahaman individu tentang dirinya dapat membantu
dalam memaknai pekerjaan yang dilakukan. Semakin seseorag memaknai
pekerjaannya, maka ia dapat menemukan makna dalam memahami kelebihan dan
motivasinya dalam bekerja. Tidak hanya itu, semakin seseorang memaknai pekerjaannya
ia dapat menemukan nilai atau value
pribadi dan pengembangan dirinya serta membantu orang lain menemukan makna
dalam pekerjaannya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku
yang cukup signifikan pada peserta pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness�, sehingga diketahui
adanya peningkatan pada� keterikatan
kerja dan terdapat perbedaan yang cukup siginifikan sebelum dan sesudah
pelatihan. Pelatihan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (S Rothmann & Olivier, 2007) diketahui bahwa terdapat
perubahan positif pada keterikatan kerja dengan meningkatkan kebermaknaan
kerja. Diketahui juga bahwa dari ketiga aspek meaningful work atau kebermaknaan kerja yang memiliki korelasi
paling tinggi adalah pada aspek positif
meaning in work. Aspek ini merupakan refleksi langsung dari konsep
kebermaknaan kerja, makna positif dalam bekerja merupakan pengalaman subjektif
karyawan bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan memiliki mana personal yang
mendalam. Selain itu aspek positif
meaning in work juga menunjukkan penilaian seseorang tentang pentingnya
pekerjaan dan makna dari pekerjaan itu sendiri.
Namun pada pelatihan ini terdapat peserta yang tidak
mengalami peningkatan bahkan mengalami penurunan walaupun dari hasil pengujian
hipotesis perubahan cukup signifikan. Hal tersebutt juga dapat disebabkan oleh
hal lain, tingkat work engagement
dapat bervariasi setiap harinya, tergantung dari kondisi dan situasi personal
tertentu. Kondisi personal sangat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan
tanggung jawabnya (Sonnentag & Frese, 2005). Menurut (Hakanen & Schaufeli, 2012) keterikatan kerja merupakan
hasil dari pemaknaan karyawan terhadap pekerjaannya. Dengan demikian semakin
karywan dapat memaknai pekerjaannya maka keterikatan terhadap pekerjaan semakin
tinggi. Hasil dari keterikatan kerja ini karyawan tidak mudah merasakan
kebosanan, burn out ketika dalam
keadaan yang tertekan.
Beberapa karyawan juga lingkungan organisasi kurang mendukung
karyawan dalam meningkatkan keterikatan kerja. Hal ini ditemui ketika proses
wawancara dengan karyawan yang mana karywan tidak pernah memperoleh pelatihan
yang dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Selama ini pelatihan yang
diberikan bersifat teknikal. Sehingga karyawan merasa tidak mampu mengelolah
masalah yang dihadapi berkaitan dengan keterikatan kerja. Menurut (Anitha, 2014) lingkungan kerja mempengaruhi keterlibatan kejra
karyawan. Kondisi atau lingkungan tempat bekerja memainkan peran penting bagi
karyawan apakah mereka ingin tetap bekerja di organisasi. Selain lingkungan
kerja, atasan kurang mampu mengarahkan karyawan dan lingkungan kerja yang kurang
mendukung satu sama lain.
Kondisi awal yang ditemui pada penelitian ini bahwa
keterikatan kerja yang rendah disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang
mendukung karyawan dan sifat kepemimpinan atasan yang tidak dapat mengarahkan
karyawan. Selain itu sumebr daya personal karyawan juga mempengaruhi
keterikatan kerja, yaitu merasa tidak bersemangat dan tidak dapat mempersiapkan
diri dengan baik ketika menajalnkan tugas dan tanggung jawab. Hal ini sejalan
dengan konserp work engagement yang
dikembangkan oleh (Bakker & Demerouti, 2008) sumber daya personal
merupakan satu dari sekian banyak faktor yang mmeiliki pengaruh terhadap work engagement atau keterikatan kerja.
Setelah diberikan intervensi dalam hal ini pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness�,
kondisi akhir karyawan sudah mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari
semangat dan antusiasme yang tunjukkan oleh peserta. Lingkungan pekerjaan juga
lebih mendukung karena semangat yang ditunjukkan oleh peserta. (Bakker & Demerouti, 2008) juga mengungkapkan bahwa
evaluasi diri karywan yang positif dapat meningkatkan motivasi dan performansi.
Hal ini dapat diartikan bahwa makna kerja dapat membentuk evaluasi diri sebagai
salah satu sumebr personal yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.
Harapannya seorang karywan yang menemukan makna dalam
pekerjaannya dapat mengatasi kendala yang dihadapi dalam menjalankan pekerjaan.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan (Frankl, 2011) yang mengungkapkan bahwa, seseorang yang memiliki
makna dalam pekerjaannya mempunyai kemampuan untuk menghadapi tantangan, emosi
dan ketakutannya. Hal ini menjadi penjelasan atas munculnya sikap pantang
menyerah yang muncul dalam aspek vigor dalam work engagement.
Kesimpulan
Dari hasil intervensi meaningful work yang
dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh PT. DSS dalam hal ini
berkaitan dengan keterikatan kerja karyawan. Para karyawan mengalami
peningkatan secara knowledge atau pengetahuan meaningful work. Berikut ini
adalah tabel hasil evaluasi knowledge dari pelatihan:
Tabel 8
Hasil Evaluasi Knowledge dari
Pelatihan
Hasil |
Peserta |
Jumlah |
Meningkat |
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,14,15,16,17 |
16 |
Tetap |
13 |
1 |
Menurun |
- |
0 |
Dari evaluasi yang diperoleh dari proses pelatihan, dapat
dikatakan bahwa pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta terkait meaningful work dan work engagement. Hal tersebut diperoleh dari hasil uji beda yang
dilakukan terhadap pre dan posttest peserta pelatihan. Dari segi knowledge dan Skill terdapat perbedaan yang signifikan (Asymp. Sig. 2-tailed = 0,000 sig < 0,05) dari hasil skor pre-test dan post-test. Hal ini menunjukkan vahwa pelatihan meaningful work yang diberikan efektif dalam mengubah pandangan
atau pengetahuan peserta.
Sebagian besar peserta pelatihan pada setiap aspek dalam work engagement juga mengalami
peningkatan. Pada sebagian besar aspek work
engagement, kebanyakan peserta mengalami peningkatan. Hal tersebut cukup
sesuai dengan hasil evaluasi skill
yang dilakukan oleh observer.
Berdasarkan penilaian observer
tersebut, sebagian peserta termasuk dalam kategori skill sedang atau cukup, tiga peserta dengan kategori tinggi dan
terdapat peserta dua peserta yang masuk dalam kategori sangat tinggi.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh observer pula, mayoritas peserta
aktif untuk berdiskusi, aktif dalam permainan dan aktif dalam menuangkan
pemikirannya kedalam lembar kerja. Selain evaluasi secara kuantitatif yang
menghasilkan peningkatan knowledge dari
para peserta pelatihan, pada akhir sesi pelatihan juga dihasilkan aspirasi�aspirasi
dari para peserta pelatihan yang merupakan karyawan PT. DSS, yang mana
sebelumnya belum atau tidak terungkap selama menjalankan profesi sebagai driver, cleaning service, OB dan gardener.
Hal tersebut menjadi nilai tambah karena melalui pelatihan ini, muncul ide �
ide kegiatan baru dan kreatif untuk pengembangan pekerjaan kedepannya.
BIBLIOGRAFI
Ambar, T. S. &. Rosidah.
(2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Anitha,
Jagannathan. (2014). Determinants of employee engagement and their impact on
employee performance. International Journal of Productivity and Performance
Management.
Bakker,
Arnold B., & Demerouti, Evangelia. (2008). Towards a model of work
engagement. Career Development International.
Bakker,
Arnold B., Schaufeli, Wilmar B., Leiter, Michael P., & Taris, Toon W.
(2008). Work engagement: An emerging concept in occupational health psychology.
Work & Stress, 22(3), 187�200.
Creswell,
John W., & Clark, Vicki L. Plano. (2017). Designing and conducting mixed
methods research. Sage publications.
Frankl,
Viktor E. (2011). The unheard cry for meaning: Psychotherapy and humanism.
Simon and Schuster.
Hakanen,
Jari J., & Schaufeli, Wilmar B. (2012). Do burnout and work engagement
predict depressive symptoms and life satisfaction? A three-wave seven-year
prospective study. Journal of Affective Disorders, 141(2�3),
415�424.
Halbesleben,
Jonathon R. B. (2010). A meta-analysis of work engagement: Relationships with
burnout, demands, resources, and consequences. Work Engagement: A Handbook of
Essential Theory and Research, 8(1), 102�117.
Hobfoll,
Stevan E., Johnson, Robert J., Ennis, Nicole, & Jackson, Anita P. (2003).
Resource loss, resource gain, and emotional outcomes among inner city women. Journal
of Personality and Social Psychology, 84(3), 632.
Jacobs,
Holly. (2013). An examination of psychological meaningfulness, safety, and
availability as the underlying mechanisms linking job features and personal
characteristics to work engagement.
Kahn,
William A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and
disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4),
692�724.
Kirkpatrick,
Donald L., & Kirkpatrick, James D. (1998). Evaluating training programs:
the four levels. Berrett. Koehler Publisher, Berkley, USA.
Lawson,
Bryan. (2006). How designers think: The design process demystified.
Routledge.
Mathis,
Robert L., & Jackson, John H. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.
May,
Douglas R., Gilson, Richard L., & Harter, Lynn M. (2004). The psychological
conditions of meaningfulness, safety and availability and the engagement of the
human spirit at work. Journal of Occupational and Organizational Psychology,
77(1), 11�37.
Noe,
Raymond A., Clarke, Alena D. M., & Klein, Howard J. (2014). Learning in the
twenty-first-century workplace. Annu. Rev. Organ. Psychol. Organ. Behav.,
1(1), 245�275.
Robertson-Smith,
Gemma, & Markwick, Carl. (2009). Employee engagement: A review of
current thinking. Institute for Employment Studies Brighton.
Rothmann,
S, & Olivier, A. L. (2007). Antecedents of work engagement in a
multinational company. SA Journal of Industrial Psychology, 33(3),
49�56.
Rothmann,
Sebastiaan, & Welsh, Coen. (2013). Employee engagement: The role of
psychological conditions. Management Dynamics: Journal of the Southern
African Institute for Management Scientists, 22(1), 14�25.
Saridawati,
Saridawati. (2018). Pengelolaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada PT.
Atmoni Shamasta Prezki. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9),
107�122.
Schaufeli,
Wilmar B., Salanova, Marisa, González-Romá, Vicente, &
Bakker, Arnold B. (2002). The measurement of engagement and burnout: A two
sample confirmatory factor analytic approach. Journal of Happiness Studies,
3(1), 71�92.
Sonnentag,
Sabine, & Frese, Michael. (2005). Performance Concepts and Performance
Theory. Psychological Management of Individual Performance, (January),
1�25. https://doi.org/10.1002/0470013419.ch1
Steger,
M. F., Dik, B. J., & Shim, Y. (2012). Measuring Satisfaction and Meaning
In Work. In S. Lopez (Ed.),The Oxford Handbook of Positive Psychology
Assessment (2nd Ed.). Oxford, UK: Oxford University Press.
Steger,
Michael F. (2017). Creating meaning and purpose at work. The Wiley Blackwell
Handbook of the Psychology of Positivity and Strengths‐Based Approaches
at Work, 60�81.
Steger,
Michael F., & Dik, Bryan J. (2009). If one is looking for meaning in life,
does it help to find meaning in work? Applied Psychology: Health and
Well‐Being, 1(3), 303�320.
Steger,
Michael F., Dik, Bryan J., & Duffy, Ryan D. (2012). Measuring meaningful
work: The work and meaning inventory (WAMI). Journal of Career Assessment,
20(3), 322�337.
Sugiyono.
(2017). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wrzesniewski,
Amy. (2003). Finding positive meaning in work. Positive Organizational
Scholarship: Foundations of a New Discipline, 296�308.
Wrzesniewski,
Amy, McCauley, Clark, Rozin, Paul, & Schwartz, Barry. (1997). Jobs,
careers, and callings: People�s relations to their work. Journal of Research
in Personality, 31(1), 21�33.