Syntax Idea : p�ISSN: 2684-6853e-ISSN : 2684-883X�����

Vol. 2, No. 8, Agustus 2020

 


PENGARUH PELATIHAN �BECOME A GREAT EMPLOYEE WITH MEANINGFULNESS� TERHADAP KETERIKATAN KERJA KARYAWAN

 

Christin Natalia Ratu

Universitas Surabaya

Email: [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari pelatihan terkait meaningful work atau kebermaknaan kerjaterhadap work engagement atau keterikatan kerja pada karyawan PT. DSS, serta melihat perubahan dan peningkatan pada sikap�sikap positif yang berkaitan dengan kinerja berdasarkan konsep work engagement atau keterikatan kerja. Metode pelatihan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan membandingkan keadaan sebelum intervensi dan sesudah diberikan intervensi. Subjek dalam penelitian ini merupakan karyawan PT. DSS yang terdiri dari 20 orang. Pada tahap asesmen awal, metode yang digunakan yaitu wawancara dan observasi untuk pengumpulan data terkait analisis kebutuhan. Hasil dari penelitian ini pelatihan �Become A Great Employe With Meaningfulness� yang merupakan salah faktor untuk meningkatkan work engagement. Apabila didukung dengan persepsi karyawan dalam memakai pekerjaan dan lingkungan pekerjaan.

 

Kata kunci: Work Engagement, Meaningful Work, Meaningfulness

 

Pendahuluan

PT. DSS merupakan salah satu ekspansi bidang usaha dari perusahaan retail dalam bidang kendaraan bermotor ternama dan terkemuka di Indonesia (PT.MPM). Retail industri ini telah berdiri sejak tahun 1987 yang mengawali usahanya dalam bidang perdagangan dan distribusi kendaraan bermotor, yang kemudian perusahaan ini melakukan ekspansi bidang usaha yaitu, Finance yang melayani dalam pemberian pinjaman modal kepada pelanggan mulai dari kepemilikan kendaraan bermotor, pemenuhan modal kerja, perjalanan wisata, pendidikan hingga pegadaan mesin dan alat berat. Insurance yang melayani dalam memberikan perlindungan asuransi terhadap kendaran, properti, mesin, uang, kargo dan rangka kapal. Motorcycle melayani penjualan sepeda motor. Distributor memberikan pelayanan dalam penjualan suku cadang. Rent memberikan pelayanan rental kendaraan. Parts melayani penjualan sparepart kendaraan bermotor dan Outsourching yang melayani dalam penyediaan jasa tenaga kerja diantaranya menyediakan driver, cleaning service dan security. Perushaan retail ini menjalankan bisnisnya dengan mengoperasikan empat puluh gerai di seluruh Indonesia, diantaranya melayani konsumen di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. PT.DSS dalam menjalankan tugas fungsi sebagai anak perusahaan yang menyediakan jasa tenaga kerja. Tenaga kerja yang disediakan merupakan tenaga kerja outsourching diantaranya driver, cleaning service dan security. Dalam menjalankan bisnisnya, PT.DSS memiliki visi dan misi. Visi untuk menjadi perusahaan yang ternama dan digemari oleh khalayak ramai. Misi dalam menyediakan produk berkualitas dan memberikan pelayanan terbaik yang dapat menyenangkan pelanggan. Kesuksesan dan keunggulan yang dimiliki oleh PT.DSS didukung dengan sumber daya manusia atau karyawan yang ada perusahaan tersebut. Maka diperlukan karyawan yang unggul dan memiliki keterikatan kerja. Ketika karyawan memiliki keterikatan dengan pekerjaan yang dilakukan, maka ia mengupayakan segala daya dan upaya yang dimiliki untuk memajukan perusahaan.

Dari hasil temuan peneliti saat melakukan wawancara, masih terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan perusahaan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Perusahaan mengharapkan karyawannya menunjukkan keterikatan kerja dalam hal ini, semangat dan dedikasi ketika bekerja. Karyawan belum secara utuh memaknai pekerjaan yang dilakukannya, sehingga dapat mempengaruhi keterikatan kerja. Keterikatan karywan dibutuhkan setiap perusahaan dengan kayawan yang terikat dalam pekerjaan dapat membantu karyawan dalam mencapai tujuan. Karyawan yang engage adalah individu yang merasa puas dan mendapatkan pemenuhan dari peran pekerjaan, merasa termotivasi untuk melakukan pekerjaan dengan baik, memahami kontribusi dalam perusahaan, memiliki komitmen dalam membantu perusahaan, memiliki keinginan untuk terlibat pada kegiatan perusahaan, memiliki rasa bangga terhadap perusahaan dan memberikan compliment terhadap perusahaan (Robertson-Smith & Markwick, 2009). Menurut (Kahn, 1990) dalam penelitiannya �Psychological Conditions Of Personal Engagement And Disengagement At Work� menyatakan bahwa Psychological Meaningfulness adalah salah satu kondisi psikologis yang dapat mempengaruhi individu ketika mengalami keterikatan, disamping kondisi psikologis lain yaitu, availability dan safety. Selain itu (May, Gilson, & Harter, 2004) yang berjudul �The Psychological Conditions of Meaningfulness, safety and availability and the engagement of human spiritat work� dan penelitian (Sebastiaan Rothmann & Welsh, 2013) yang berjudul �Employee Engagement: The role of psychological conditions� dalam penelitiannya juga mengungkapkan apabila karyawan dapat menemukan makna bekerja, maka akan cenderung lebih puas, terikat dengan pekerjaan dan lebih produktif. Penelitian yang dilakukan oleh Frank (1992) dalam (Jacobs, 2013) mengungkapkan bahwa kebermaknaan kerja (Meaningful Work) memiliki dampak pada keterlibatan kerja melalui gagasan bahwa individu memiliki dorongan yang melekat untuk menemukan makna dalam pekerjaan mereka. Apabila tidak memiliki makna dalam bekerja maka karyawan cenderung mengasingkan diri dan merasa terlepas dari perusahaan, dalam arti tidak memiliki keterlibatan dengan perusahaan (Aktouf, 1992 dalam Jacobs, 2013).

Sumber daya manusia merupakan bagian penting dalamaktivitaskerja.Karenahaltersebutberhubungandenganmasalahkualitaskerja danpencapaiankerja (Saridawati, 2018). Fenomena yang terjadi di PT.DSS ini menunjukkan bahwa sumber daya yang dimiliki dalam hal ini karyawan, secara kuantitas cukup memadai namun perlu ditunjang dengan kualitasnya. Kualitas dari seorang karyawan adalah bagaimana menjalankan perannya dalam bekerja dengan baik. Hal ini yang diduga oleh peneliti bahwa selama ini karyawan belum menjalankan perannya sebagai karyawan secara efektif. Dalam arti bahwa setiap karyawan masih perluh ditingkatkan keterikatannya dengan perusahaan. Lingkungan tempat kerja juga terkesan cuek antara atasan dan bawahan. Pelatihan yang dilakukan selama ini hanya untuk menunjang job demands (tuntutan kerja) namun belum menyentuh personal resources (sumber pribadi). Hal ini menjadi penting agar karyawan dapat mengalami pertumbuhan pribadidan dapat mendorong keterikatan dengan karyawan. Berdasarkan hasil temuan yang dijelaskan, maka untuk memperbaiki hal tersebut, maka diakan pelatihan yaitu �Become A Great Employee With Meaningfulness�. Pelatihan ini dipilih karena merupakan media yang efektif untuk membagi pengetahuan (Noe, Clarke, & Klein, 2014). Kegiatan pelatihan meliputi beberapa tahap yang akan dijelaskan lebih lengkap dalam rundown pelatihan. Pelatihan ini memfasilitasi para karyawan untuk menjadi karyawan yang lebih memaknai pekerjaannya.

����������� Pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness� merupakan suatu program pelatihan yang dikhususkan untuk membentuk seorang karyawan dalam hal ini sumber pribadi (personal resources) untuk memiliki kebermaknaan kerja. Karyawan dibekali dengan beberapa pengetahuan dan keterampilan terkait aspek yang ada dalam Meaningfulness Work diantaranya, positive meaning, meaning making through in work dan greater good motivation (Steger, Dik, & Duffy, 2012). Ketiga aspek yang ada dalam meaningful work, kemudian diturunkan kedalam lima model yang ada, diantaranya SPIRE (Strength, Personalization, Integration, Resonance dan Expansion. Artinya jika semua komponen dan meteri meaningful work dipahami dan diterapkan oleh karyawan, maka dapat mempengaruhi work engagement pada karyawan. Berikut pada tabel dibawah ini merupakan gambaran kondisi perilaku karyawan yang ada di PT.DSS dan perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh karyawan yang memiliki keterikatan terhadap perusahaan. Gambaran kondisi ini diperoleh pada proses wawancara kepada atasan dan beberapa karyawan yang ada di PT.DSS

 

Tabel 1

Gambaran Kondisi Work Engagement Karyawan PT. DSS

Aspek Keterikatan Kerja

Perilaku Menurun (Dari hasil wawancara dengan atasan dan beberapa karyawan)

Perilaku Ideal (Bakker & Demeroutti, 2008)

Semangat

(Vigor)

-       Beberapa karyawan datang terlambat saat bekerja

-       Beberapa karyawan tidak memperlakukan pelanggan dengan baik karena mood tidak baik dan merasa lelah secara fisik

-       Beberapa karyawan mengajukan resign dalam satu tahun terakhir karena merasa lingkunga kerja tidak mendukung

Keadaan penuh energi, kegembiraan mental dan semangat tinggi pada saat bekerja serta kerelaan dalam mengerahkan usaha maksimal pada pekerjaan disertai ketahanan ketika berhadapan dengan situasi sulit dalam pekerjaan.

Dedikasi

(Dedication)

-       Beberapa karyawan ikut � ikutan teman ketika tidak masuk kerja

-       Beberapa karyawan berusaha menyelesaikan tanggung jawab dengan baik

-       Beberapa karyawan mudah meninggalkan perusahaan dan tidak bertanggung jawab pada perusahaan

Keterlibatan yang kuat pada pekerjaan, merasakan pengalaman antusias, insipirasi,

bangga dan merasakan penuh tantangan dalam pekejraan yang dilakukan.

Penghayatan

(Absorption)

-       Beberapa karyawan ingin cepat pulang

-       Beberapa karyawan sering tidak masuk kerja

-       Beberapa karyawan tidak memperhatikan penampilan sehingga sering mendapatkan keluhan dari pelanggan

-       Beberapa karyawan tidak memperhatikan dan menjaga fasilitas perusahaan dengan baik

-       Beberapa karyawan tidak masuk kerja dengan alasan masalah keluarga

-       Beberapa karyawan melakukan aktivitas lain diluar pekerjaan utama

Suatu bentuk konsentrasi penuh dan bangga terhadap pekerjaannya, waktu menjadni cepat berlalu dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan.

 

Berdasarkan data gambaran kondisi karyawan diatas, dapat dilihat bahwa keadaan para karyawan sangat rentan dipengaruhi oleh keadaan di dalam dan di luar dirinya. Didukung penelitian yang dilakukan oleh (Halbesleben, 2010) diperoleh hasil bahwa sumber daya personal berupa dukungan sosial, otonomi, perasaan berdaya, optimisme dan pemaknaan kerja mempunyai korelasi dengan keterikatan kerja seseorang. Semakin individu mempunyai sumber daya personal yang tinggi maka secara otomatis individu tersebut akan semakin terikat dengan pekerjaannya. Beberapa aspek tersebut dapat meningkat terutama ketika seorang pekerja juga memiliki pemaknaan kerja yang positif pada dirinya. Artinya pemaknaan kerja menjadi faktor penting dan memiliki pengaruh terhadap aspek�aspek lain. (Hakanen & Schaufeli, 2012) mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa perasaan positif dan berenergi (Work Engagement) merupakan hasil dari suatu bentuk proses pemaknaan kerja karyawan.

Menurut (Wrzesniewski, McCauley, Rozin, & Schwartz, 1997) makna kerja (work meaning) merupakan suatu keyakinan tentang pekerjaan secara individual yang terdiri dari 3 karakteristik yaitu orientasi pekerjaan (work as a job), orientasi panggilan (work as a calling) dan orientasi karir (work as a career). Orientasi pekerjaan memandang kerja sebagai suatu proses pengembangan finansial, orientasi karir memandang kerja sebagai pengembangan profesionalitas dan orientasi panggilan memandang kerja sebagai bentuk komitmen yang kuat sehingga memperoleh kepuasan dan meningkatkan keterikatan dengan pekerjaan yang dilakukan. (Steger, M. F., Dik, B. J., & Shim, 2012) juga menjelaskan bahwa meaningful work merupakan tema besar dari beberapa tema terkait yaitu, makna kerja (Work Meaning), kebermaknaan kerja (Meaningful Work) dan konotasi positif lain yang memiliki hubungan dengan makna kerja. Menurut Steger (2012) menjelaskan bahwa makna kerja adalah pekerjaan yang memiliki arti, mengacu pada cara pandang seseorang secara luas terkait dengan pekerjaan yang dilakukan. Makna kerja juga merupakan tujuan akhir dalam pekerjaan (Steger & Dik, 2009).

Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada karyawan terkait pentingnya kebermaknaan kerja. Tidak hanya itu peserta dapat mengalami perubahan dan peningkatan sikap � sikap postif yang berkaitan dengan produktivitas dan kinerja berdasarkan konsep keterikatan kerja dan kebermaknaan kerja. Peserta juga mampu menerapkan sikap memaknai pekerjaan dan mampu menampilkan makna kerja dalam diri serta dapat manfaat dari makna kerja tersebut.

Menurut (Bakker, Schaufeli, Leiter, & Taris, 2008), keterikatan kerja merupakan sebuah bentuk pemenuhan terhadap afeksi dan motivasi yang ditunjukkan secara positif pada pekerjaan serta dilihat sebagai lawan dari kejenuhan kerja. Schaufeli et al (2002) menjelaskan keterikatan kerja sebagai suatu kondisi mental yang positif dapat menimbulkan kepuasan terhadap diri terhadap pekerjaan yang didukung oleh adanya semangat, dedikasi dan penghayatan. Selain keterikatan kerja, keterikatan karyawan juga berpengaruh terhadap pekerjaan. Bakker dan Leiter (2010) menjelaskan, keterikatan karyawan disebut juga dengan �komitmen� atau �motivasi�, yang mengacu pada kondisi psikologis, dimana karyawan merasa memiliki peran dalam keberhasilan perusahaan dan melakukan dengan standar tinggi, sehingga dapat melebihi syarat yang tercantum dalam pekerjaan. Menurut (Schaufeli, Salanova, González-Romá, & Bakker, 2002) terdapat tiga dimensi dalam keterikatan kerja atau work engagement, yaitu : Semangat (Vigor), Dedikasi (Dedication) dan Penghayatan (Absorption). Hal yang ditemui pada saat orientasi kerja karyawan lebih karena tuntutan ekonomi. Hal ini terlihat dari ungkapan para karyawan yang hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Keadaan ini menunjukkan bahwa para karyawan tidak mengalami suatu panggilan kerja baik dalam profesi dan organisasi tempat ia bekerja. Selama ini, cara � cara yang ditempuh oleh organisasi untuk meningkatkan keterikatan kerja karyawan adalah memberikan bekal secara teknikal tanpa ada pemberdayaan secara personal.

Menjadi penting bagi peneliti untuk meningkatkan pemaknaan kerja seseorang karywan untuk dapat menunjang peningkatan keterikatan kerja baik pada organisasi maupun profesi pekerjaan itu sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari (Wrzesniewski, 2003) individu memaknai pekerjaannya sebagai sebuah panggilan akan memiliki hubungan yang lebih kuat dalam pekerjaannya. Begitu pula individu yang melihat pekerjaan sebagai sebuah panggilan akan merasa pekerjaan adalah sesuatu yang penting dan dapat memberikan kepuasan dalam hidupnya. Oleh karena itu individu yang memaknakan pekerjaan sebagai panggilan akan merasa lebih senang dan terikat dengan pekerjaannya daripada individu yang hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan �finansial� saja. Individu tersebut juga bisa lebih survive dalam menghadapi berbagai tantangan pekerjaan diluar dirinya.

Menurut (Steger, M. F., Dik, B. J., & Shim, 2012) menjelaskan Meaningful Work atau kebermaknaan kerja merupakan tema payung dari beberapa tema mengenai makna kerja (Work Meaning). Kebermaknaan kerja (Meaningful Work) memiliki konotasi positif yang berhubungan dengan makna kerja. Rosso, Dekas, & Wrzesniewski, 2010 Dalam (Steger et al., 2012) menjelaskan bahwa makna kerja merupakan cara seseorang memandang arti dalam pekerjaan yang dilakukan. Makna kerja juga merupakan tujuan akhir dalam pekerjaan (Steger & Dik, 2009).

Pelatihan merupakan sebuah proses seseorang mencapai kemampuan untuk memenuhi tujuan organisasi (Mathis & Jackson, 2002). Pelatihan juga merupakan sebuah proses pendidikan untuk karyawan dalam jangka waktu singkat yang menggunakan sebuah prosedur perubahan perilaku untuk mencapai tujuan organisasi (Ambar, 2003). Dengan demikian pelatihan juga mampu menemukan solusi yang sangat berkaitan erat dengan perkembangan individu maupun organisasi. Peneliti mempunyai pandangan untuk bisa mengemas penemuan makna dalam bekerja sebagai seorang karyawan dalam sebuah aktivitas pelatihan. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam proses ini adalah karyawan dapat menemukan orientasi dan alasan bekerja sebagai seorang karyawan di PT.DSS. Hal ini dilakukan tidak semata � mata untuk memenuhi kebutuhan finansial saja tetapi sampai pada panggilan hati yang dapat meningkatan keterikatan kerja pada organisasi.

Pelatihan ini akan dikemas dalam tema �Become A Great Employee With Meaningfulness� ditujukan terutama bagi para karyawan agar lebih dapat terikat dengan pekerjaannya. Pelatihan kermaknaan kerja ini secara khusus dirancang untuk dapat mengubah mind set atau cara pandang karyawan, kemudian diikuti dengan kemampuan untuk mengelola dan mempertahankan perilaku yang berkaitan dengan keterikatan kerja. Pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness� akan dilakukan dalam satu hari dengan menggunakan metode experimental learning berdasarkan pengalaman bekerja yang telah dialami para karyawan selama ini. Pengalaman tersebut akan dijadikan bahan refleksi khusus untuk menemukan betapa pentingnya pemaknaan dalam bekerja secara pribadi. Harapannya dengan meningkatkan kemampuan para karyawan dalam memaknai pekerjaan sebagai panggilan, keterikatan jerja sebagai karyawan akan meningkat. Menurut konsep (Bakker & Demerouti, 2008) dijelaskan bahwa sumber daya individu adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja. Dalam variabel ini makna kerja dikelompokkan sebagi bagian dari sumber daya individu yang dapat menilai keterikatan kerja seorang karyawan. Apabila karyawan memiliki makna kerja yang tinggi maka semakin terikat dengan pekerjaan. Pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness� diharapkan dapat meningkatkan pemaknaan kerja selama proses berlangsung sehingga secara tidak langsung juga dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan pemaknaan kerja terlebih dahulu baru diikuti dengan adanya keterikatan kerja dari para karyawan.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan Mix Method Research dari (Creswell & Clark, 2017) yang dilakukan dengan cara melakukan pengggabungan metode kualitatif fan kuantitatif. Dalam penelitian ini metode kualitatif digunakan sebagai pendekatan utama, artinya metode kuantitatif digunakan sebagai pendukung. Desain penelitian ini juga menggunakan desain penelitian eksperimental yang dapat mengukur pengaruh perlakuan terhadap suatu kelompok yang kondisinya dikendalikan oleh peneliti (Sugiyono, 2017).

Pada tahap asesmen awal, metode yang digunakan adalah observasi dan wawancara untuk menggali permsalahan yang ada di perusahaan. Pada tahap intervensi pelatihan menggunakan metode lecturing, audio visual, paper assignment, discussion dan games (Lawson, 2006). Pada tahap evaluasi menggunakan metode evaluasi yang dikembangkan oleh (Kirkpatrick & Kirkpatrick, 1998) yaitu, evaluasi level satu (reaction) dalam evaluasi ini mengukur efektivitas program pelatihan sebagai bentuk terhadap peningkatan kualitas suatu pelatihan, evaluasi level dua (learning) evaluasi ini mengukur pengetahuan, keterampilan serta sikap peserta selama proses pelatihan dan evaluasi level tiga (behavior) evaluasi ini mengukur perubahan perilaku peserta setelah proses pelatihan.

Subjek awal yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 20 peserta dari PT. DSS, namun dalam prosesnya peserta berkurang menjadi 17 orang. Jumlah ini berkurang karena 3 orang peserta tidak dapat mengikuti sesi pelatihan hingga selesai. Sehingga ditetapkan menggunakan data 17 orang peserta untuk mengukur dan menganalisa perubahan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Berikut ini adalah data peserta pelatihan :

Tabel 2

Peserta Pelatihan

No

Jabatan

Jenis Kelamin

Jumlah

1

Team Leader

1 P, 1 L

2

2

Office Boy

2 P. 6 L

8

3

Cleaning Service

6 L

6

4

Driver

1 P, 1 L

2

5

Gardener

1 L

1

6

Operator

1 P

1

 

Hasil dan Pembahasan

Dari intervensi dalam hal ini pelatihan yang dilakukan diperoleh data perhitungan skor pretest dan posttest untuk variabel work engagement keseluruhan peserta sebagai berikut :

Tabel 3

Hasil Pretest dan Posttest Per Aspek

No

Aspek

Pretest

Posttest

Work Engagement

1

Vigor

23.3

24.1

2

Absorption

19.4

21.1

3

Dedication

18.8

20.0

 

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa terdapat peningkatan skor pretest ke posttest pada semua aspek yang ada dalam work engagement (vigor, absorption dan dedication). Hal ini menunjukkan intervensi yang dilakukan dapat meningkatkan work engagement karyawan.

Tabel 4

Hasil Pretest dan Posttest Work Engagement

Pengukuran

N

Mean

p

Pre-test

17

61,50

<0,05

Post-test

17

65,20

 

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terjadi peningkatan pada peserta pelatihan yaitu sebesar 3,7%. Hal ini berarti peningkatan WE terjadi secara signifikan (p<0,05), yang diperkuat dengan hasil follow-up berupa wawancara kepada peserta pelatihan yang rata-rata mengaku semakin menyadari untuk lebih terikat dengan pekerjaan.

Tabel 5

Hasil Pretest dan Posttest Work Engagement

Pengukuran

N

Mean

p

Pre-test

17

36

<0,05

Post-test

17

39,41

 

Berdasarkan skor pretest dan posttest pada meaningful work diperoleh peningkatan nilai rata � rata semua peserta dari semula 36 menjadi 39,41 artinya mengalami peningkatkan meaningful work sebesar 3,41%. Hal ini berarti peningkatan meaningful work terjadi secara signifikan (p<0,05). Setelah melihat perubahan pada masing � masing aspek baik itu work engagement dan meaningful work secara keseluruhan pada semua peserta. Berikut ini merupakan jumlah peningkatan dari semua peserta pelatihan setelah dilakukan intervensi.

 

Tabel 6

Jumlah Peningkatan Setelah Dilakukan Intervensi

No

Ket.

Work Engagement Aspect

WE

MW

Vig

Abs

Ded

1

Tetap

9

4

1

1

1

2

Naik

7

11

13

14

16

3

Turun

1

2

3

2

0

Total

17 org

17 org

17 org

17 org

17 org

 

Berdasarkan data pada tabel diatas diperoleh hasil 82.3% (14 dari 17 orang) mengalami peningkatan pada variabel work engagement dan 94.1% (16 dari 17 orang) mengalami peningkatan pada variabel meaningfulness work. Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi kelompok yang menunjukkan sebagian besar peserta pelatihan mengalami peningkatan pada work engagement dan meaningful work. Meskipun terdapat dua orang yang mengalami penurunan dan satu orang tidak mengalami perubahan pada work engagement, serta 1 orang tidak mengalami perubahan pada variabel meaningful work. Artinya bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perubahan nilai pretest dan posttest sehingga tampak berbeda antar tiap individu.

����������� Sebagian peserta mengalami peningkatan karena intervensi ini dan sebagian kecil peserta tidak mengalami perubahan bahkan mengalami penurunan. Apabila ditelaah dari hasil evaluasi setelah pelatihan ditemukan bahwa peserta mengalami perubahan secara umum pada aspek vigor dimana para peserta menunjukkan gairah atau semangat dan sikap antusiasme pada saat bekerja. Hal ini diperoleh dari hasil pengamatan dan penilaian supervisor yang melihat perubahan perilaku sebelum dan sesudah pelatihan yang tampak dari perilaku peserta yang menunjukkan semangat, datang tepat waktu, tidak sering absen dan menggunakan fasilitas perusahaan sesuai dengan standar yang berlaku. Dari hasil wawancara evaluasi dengan peserta juga diperoleh bahwa peserta semakin menyadari kelebihan dan kelemahan diri yang dimiliki dan memiliki keinginan dan usaha dalam memperbaiki diri kearah yang lebih baik dalam meningkatkan performa kerja. Berikut ini adalah tabel rangkuman perubahan perilaku setelah dilakukan pelatihan :

 

Tabel 7

Perubahan Perilaku Peserta Pelatihan

No.

Nama

Jabatan

Target 3 hari setelah pelatihan

Target 1 minggu setelah pelatihan

Kendala yang dihadapi

1

AP

Team Leader

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini tidak mengalami kendala, ia merasa lebih antusias dalam menjalankan pekerjaannya dan mengawasi bawahannya dalam bekerja.

2

JR

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, ia merasa lebih semangat dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik.

3

PT

OB

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, ia datang tepat waktu dan memperhatikan penampilan ketika masuk kerja.

4

R

OB

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala dan merasa lebih fokus dalam menjalankan pekerjaan.

5

MA

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Subjek merasa terkadang masih terpengaruh oleh rekan kerja.

6

IA

Operator

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, subjek merasa antusias dan berada dalam mood yang baik untuk melakukan pekerjaan.

7

TS

OB

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, subjek dapat menyelesaikan tanggung jawab dengan baik dan pulang sesuai dengan jam kerja yang ditentutkan.

8

CS

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini tidak mengalami kendala, subjek dapat menjalankan pekerjaan dengan baik dengan semangat.

9

IR

OB

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, ia mengaku dapat menjaga fasilitas kantor dengan baik saat bekerja.

10

IH

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala, ia memlih untuk menjalani pekerjaan dengan senang.

11

KMI

Driver Idle

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala ketika berhadapan dengan pelanggan.

12

APR

Gardener

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala dan mengaku mulai tidak terlambat datang bekerja.

13

SA

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Sejauh ini subjek tidak mengalami kendala. Ia mengaku dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku di perusahaan.

14

MAL

Cleaning Service

Tercapai

Tercapai

Subjek tidak mengalami kendala. Ia mengaku lebih termotivasi untuk semangat dalam menjalankan pekerjaan.

15

SAH

Leader

Tercapai

Tercapai

Subjek tidak mengalami kendala. Ia mengaku lebih antusias dan merasa bertanggung dalam memperhaikan keterikatan kerja bawahannya.

16

RA

OB

Tercapai

Tercapai

Subjek tidak mengalami kendala. Ia berharap bisa lebih antusias dan menjaga performa kerjanya.

17

NHM

OB

Tercapai

Tercapai

Subjek tidak mengalami kendala. Ia mengaku lebih sering datang kerja dan tidak melakukan aktivitas lain saat bekerja.

 

Dari gambaran tabel diatas, menunjukkan bahwa target pelatihan selama tiga hari dan satu minggu setelah pelatihan dapat tercapai. Secara keseluruhan karyawan cukup dapat bekerja dengan baik meskipun terdapat beberapa karyawan yang merasa masih dipengaruhi oleh rekan kerja lain dalam bekerja.

Berdasarkan hasil asesmen diketahui bahwa terdapat persoalan pada aspek vigor, absorption, dedication dan meaningful work. Meskipun diketahui dari hasil kuantitatif angket work engagement dan meaningful work menunjukkan peningkatan pada aspek work engagement dan work meaningfulness. Dari hasil asesmen ditemukan bahwa faktor yang menyebabkan para karyawan tidak dapat secara penuh terikat dengan pekerjaan karena rendahnya aspek vigor, absorption dan dedication. Menurut (Bakker & Demerouti, 2008) dalam teorinya mengungkap bahwa karyawan yang engage terhadap pekerjaannya akan menampilkan aspek yang ada dalam work engagement yaitu vigor atau semangat, dalam hal ini menunjukkan keadaan penuh energi, kegembiraan dan semangat yang tinggi dalam bekerja serta mampu mengerahkan usaha yang maksimal dalam menjalankan pekerjaan yang dilakukan dan ketahanan dalam menghadapi situasi atau kondisi sulit dalam bekerja. Pada aspek absorption (penghayatan) menunjukkan konsentrasi penuh dan bahagia terhadap pekerjaan dan sulit untuk meninggalkan pekerjaan karena larut dalam pekerjaan. Pada aspek dedication (dedikasi) menunjukkan keterlibatan yang kuat dalam bekerja, antusias, menginspirasi dan merasakan tantangan dalam bekerja.

Gambaran keadaan work engagement diatas tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di PT.DSS. Beberapa karyawan mengalami masalah pada aspek vigor yang mana mereka sering terlambat datang saat bekerja, merasa tidak mood dan lelah secara fisik. Pada aspek dedication beberapa karyawan ikut � ikutan rekan kerja tidak masuk kerja dan tidak menjalankan pekerjaan dengan baik. Pada aspek absorption beberapa karyawan ingin cepat pulang dari kantor, sering tidak masuk kerja dan melakukan aktivitas lain diluar pekerjaan. Menurut (Hobfoll, Johnson, Ennis, & Jackson, 2003) salah satu faktor yang mempengaruhi work engagement pada karyawan adalah personal resource, dalam hal ini suatu bentuk evaluasi diri positif yang berkaitan dengan resiliensi danpemahaman terhadap kemampuan diri dalam mengelola pekerjaan serta memberikan dampak terhadap lingkungan pekerjaan. Personal resource yang mencerminkan aspek - aspek keterikan kerja yaitu dengan memaknai makna kerja yang terdiri dari tiga aspek dalam meaningful work ataukebermaknaan kerja yaitu positive meaning, meaning making through work dan great good motivation yang kemudian oleh (Steger, 2017) diturunkan dalam bentuk model SPIRE yang terdiri dari strength, personalization, integration, resonance dan expansion. Pemahaman individu tentang dirinya dapat membantu dalam memaknai pekerjaan yang dilakukan. Semakin seseorag memaknai pekerjaannya, maka ia dapat menemukan makna dalam memahami kelebihan dan motivasinya dalam bekerja. Tidak hanya itu, semakin seseorang memaknai pekerjaannya ia dapat menemukan nilai atau value pribadi dan pengembangan dirinya serta membantu orang lain menemukan makna dalam pekerjaannya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perilaku yang cukup signifikan pada peserta pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness�, sehingga diketahui adanya peningkatan padaketerikatan kerja dan terdapat perbedaan yang cukup siginifikan sebelum dan sesudah pelatihan. Pelatihan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (S Rothmann & Olivier, 2007) diketahui bahwa terdapat perubahan positif pada keterikatan kerja dengan meningkatkan kebermaknaan kerja. Diketahui juga bahwa dari ketiga aspek meaningful work atau kebermaknaan kerja yang memiliki korelasi paling tinggi adalah pada aspek positif meaning in work. Aspek ini merupakan refleksi langsung dari konsep kebermaknaan kerja, makna positif dalam bekerja merupakan pengalaman subjektif karyawan bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan memiliki mana personal yang mendalam. Selain itu aspek positif meaning in work juga menunjukkan penilaian seseorang tentang pentingnya pekerjaan dan makna dari pekerjaan itu sendiri.

Namun pada pelatihan ini terdapat peserta yang tidak mengalami peningkatan bahkan mengalami penurunan walaupun dari hasil pengujian hipotesis perubahan cukup signifikan. Hal tersebutt juga dapat disebabkan oleh hal lain, tingkat work engagement dapat bervariasi setiap harinya, tergantung dari kondisi dan situasi personal tertentu. Kondisi personal sangat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tanggung jawabnya (Sonnentag & Frese, 2005). Menurut (Hakanen & Schaufeli, 2012) keterikatan kerja merupakan hasil dari pemaknaan karyawan terhadap pekerjaannya. Dengan demikian semakin karywan dapat memaknai pekerjaannya maka keterikatan terhadap pekerjaan semakin tinggi. Hasil dari keterikatan kerja ini karyawan tidak mudah merasakan kebosanan, burn out ketika dalam keadaan yang tertekan.

Beberapa karyawan juga lingkungan organisasi kurang mendukung karyawan dalam meningkatkan keterikatan kerja. Hal ini ditemui ketika proses wawancara dengan karyawan yang mana karywan tidak pernah memperoleh pelatihan yang dapat meningkatkan keterikatan kerja karyawan. Selama ini pelatihan yang diberikan bersifat teknikal. Sehingga karyawan merasa tidak mampu mengelolah masalah yang dihadapi berkaitan dengan keterikatan kerja. Menurut (Anitha, 2014) lingkungan kerja mempengaruhi keterlibatan kejra karyawan. Kondisi atau lingkungan tempat bekerja memainkan peran penting bagi karyawan apakah mereka ingin tetap bekerja di organisasi. Selain lingkungan kerja, atasan kurang mampu mengarahkan karyawan dan lingkungan kerja yang kurang mendukung satu sama lain.

Kondisi awal yang ditemui pada penelitian ini bahwa keterikatan kerja yang rendah disebabkan oleh lingkungan kerja yang kurang mendukung karyawan dan sifat kepemimpinan atasan yang tidak dapat mengarahkan karyawan. Selain itu sumebr daya personal karyawan juga mempengaruhi keterikatan kerja, yaitu merasa tidak bersemangat dan tidak dapat mempersiapkan diri dengan baik ketika menajalnkan tugas dan tanggung jawab. Hal ini sejalan dengan konserp work engagement yang dikembangkan oleh (Bakker & Demerouti, 2008) sumber daya personal merupakan satu dari sekian banyak faktor yang mmeiliki pengaruh terhadap work engagement atau keterikatan kerja.

Setelah diberikan intervensi dalam hal ini pelatihan �Become A Great Employee With Meaningfulness�, kondisi akhir karyawan sudah mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari semangat dan antusiasme yang tunjukkan oleh peserta. Lingkungan pekerjaan juga lebih mendukung karena semangat yang ditunjukkan oleh peserta. (Bakker & Demerouti, 2008) juga mengungkapkan bahwa evaluasi diri karywan yang positif dapat meningkatkan motivasi dan performansi. Hal ini dapat diartikan bahwa makna kerja dapat membentuk evaluasi diri sebagai salah satu sumebr personal yang dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan.

Harapannya seorang karywan yang menemukan makna dalam pekerjaannya dapat mengatasi kendala yang dihadapi dalam menjalankan pekerjaan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan (Frankl, 2011) yang mengungkapkan bahwa, seseorang yang memiliki makna dalam pekerjaannya mempunyai kemampuan untuk menghadapi tantangan, emosi dan ketakutannya. Hal ini menjadi penjelasan atas munculnya sikap pantang menyerah yang muncul dalam aspek vigor dalam work engagement.

 

Kesimpulan

Dari hasil intervensi meaningful work yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh PT. DSS dalam hal ini berkaitan dengan keterikatan kerja karyawan. Para karyawan mengalami peningkatan secara knowledge atau pengetahuan meaningful work. Berikut ini adalah tabel hasil evaluasi knowledge dari pelatihan:

 

Tabel 8

Hasil Evaluasi Knowledge dari Pelatihan

Hasil

Peserta

Jumlah

Meningkat

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,14,15,16,17

16

Tetap

13

1

Menurun

-

0

 

 

Dari evaluasi yang diperoleh dari proses pelatihan, dapat dikatakan bahwa pelatihan ini dapat meningkatkan pengetahuan peserta terkait meaningful work dan work engagement. Hal tersebut diperoleh dari hasil uji beda yang dilakukan terhadap pre dan posttest peserta pelatihan. Dari segi knowledge dan Skill terdapat perbedaan yang signifikan (Asymp. Sig. 2-tailed = 0,000 sig < 0,05) dari hasil skor pre-test dan post-test. Hal ini menunjukkan vahwa pelatihan meaningful work yang diberikan efektif dalam mengubah pandangan atau pengetahuan peserta.

Sebagian besar peserta pelatihan pada setiap aspek dalam work engagement juga mengalami peningkatan. Pada sebagian besar aspek work engagement, kebanyakan peserta mengalami peningkatan. Hal tersebut cukup sesuai dengan hasil evaluasi skill yang dilakukan oleh observer. Berdasarkan penilaian observer tersebut, sebagian peserta termasuk dalam kategori skill sedang atau cukup, tiga peserta dengan kategori tinggi dan terdapat peserta dua peserta yang masuk dalam kategori sangat tinggi. Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh observer pula, mayoritas peserta aktif untuk berdiskusi, aktif dalam permainan dan aktif dalam menuangkan pemikirannya kedalam lembar kerja. Selain evaluasi secara kuantitatif yang menghasilkan peningkatan knowledge dari para peserta pelatihan, pada akhir sesi pelatihan juga dihasilkan aspirasi�aspirasi dari para peserta pelatihan yang merupakan karyawan PT. DSS, yang mana sebelumnya belum atau tidak terungkap selama menjalankan profesi sebagai driver, cleaning service, OB dan gardener. Hal tersebut menjadi nilai tambah karena melalui pelatihan ini, muncul ide � ide kegiatan baru dan kreatif untuk pengembangan pekerjaan kedepannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ambar, T. S. &. Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 

Anitha, Jagannathan. (2014). Determinants of employee engagement and their impact on employee performance. International Journal of Productivity and Performance Management.

 

Bakker, Arnold B., & Demerouti, Evangelia. (2008). Towards a model of work engagement. Career Development International.

 

Bakker, Arnold B., Schaufeli, Wilmar B., Leiter, Michael P., & Taris, Toon W. (2008). Work engagement: An emerging concept in occupational health psychology. Work & Stress, 22(3), 187�200.

 

Creswell, John W., & Clark, Vicki L. Plano. (2017). Designing and conducting mixed methods research. Sage publications.

 

Frankl, Viktor E. (2011). The unheard cry for meaning: Psychotherapy and humanism. Simon and Schuster.

 

Hakanen, Jari J., & Schaufeli, Wilmar B. (2012). Do burnout and work engagement predict depressive symptoms and life satisfaction? A three-wave seven-year prospective study. Journal of Affective Disorders, 141(2�3), 415�424.

 

Halbesleben, Jonathon R. B. (2010). A meta-analysis of work engagement: Relationships with burnout, demands, resources, and consequences. Work Engagement: A Handbook of Essential Theory and Research, 8(1), 102�117.

 

Hobfoll, Stevan E., Johnson, Robert J., Ennis, Nicole, & Jackson, Anita P. (2003). Resource loss, resource gain, and emotional outcomes among inner city women. Journal of Personality and Social Psychology, 84(3), 632.

 

Jacobs, Holly. (2013). An examination of psychological meaningfulness, safety, and availability as the underlying mechanisms linking job features and personal characteristics to work engagement.

 

Kahn, William A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work. Academy of Management Journal, 33(4), 692�724.

 

Kirkpatrick, Donald L., & Kirkpatrick, James D. (1998). Evaluating training programs: the four levels. Berrett. Koehler Publisher, Berkley, USA.

 

Lawson, Bryan. (2006). How designers think: The design process demystified. Routledge.

 

Mathis, Robert L., & Jackson, John H. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.

 

May, Douglas R., Gilson, Richard L., & Harter, Lynn M. (2004). The psychological conditions of meaningfulness, safety and availability and the engagement of the human spirit at work. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77(1), 11�37.

 

Noe, Raymond A., Clarke, Alena D. M., & Klein, Howard J. (2014). Learning in the twenty-first-century workplace. Annu. Rev. Organ. Psychol. Organ. Behav., 1(1), 245�275.

 

Robertson-Smith, Gemma, & Markwick, Carl. (2009). Employee engagement: A review of current thinking. Institute for Employment Studies Brighton.

 

Rothmann, S, & Olivier, A. L. (2007). Antecedents of work engagement in a multinational company. SA Journal of Industrial Psychology, 33(3), 49�56.

 

Rothmann, Sebastiaan, & Welsh, Coen. (2013). Employee engagement: The role of psychological conditions. Management Dynamics: Journal of the Southern African Institute for Management Scientists, 22(1), 14�25.

 

Saridawati, Saridawati. (2018). Pengelolaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada PT. Atmoni Shamasta Prezki. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9), 107�122.

 

Schaufeli, Wilmar B., Salanova, Marisa, González-Romá, Vicente, & Bakker, Arnold B. (2002). The measurement of engagement and burnout: A two sample confirmatory factor analytic approach. Journal of Happiness Studies, 3(1), 71�92.

 

Sonnentag, Sabine, & Frese, Michael. (2005). Performance Concepts and Performance Theory. Psychological Management of Individual Performance, (January), 1�25. https://doi.org/10.1002/0470013419.ch1

 

Steger, M. F., Dik, B. J., & Shim, Y. (2012). Measuring Satisfaction and Meaning In Work. In S. Lopez (Ed.),The Oxford Handbook of Positive Psychology Assessment (2nd Ed.). Oxford, UK: Oxford University Press.

 

Steger, Michael F. (2017). Creating meaning and purpose at work. The Wiley Blackwell Handbook of the Psychology of Positivity and Strengths‐Based Approaches at Work, 60�81.

 

Steger, Michael F., & Dik, Bryan J. (2009). If one is looking for meaning in life, does it help to find meaning in work? Applied Psychology: Health and Well‐Being, 1(3), 303�320.

 

Steger, Michael F., Dik, Bryan J., & Duffy, Ryan D. (2012). Measuring meaningful work: The work and meaning inventory (WAMI). Journal of Career Assessment, 20(3), 322�337.

 

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

 

Wrzesniewski, Amy. (2003). Finding positive meaning in work. Positive Organizational Scholarship: Foundations of a New Discipline, 296�308.

 

Wrzesniewski, Amy, McCauley, Clark, Rozin, Paul, & Schwartz, Barry. (1997). Jobs, careers, and callings: People�s relations to their work. Journal of Research in Personality, 31(1), 21�33.