Syntax Idea: p�ISSN: 2684-6853 e-ISSN: 2684-883X�����
Vol. 2, No. 6, Juni 2020
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN MELALUI PEMBERDAYAAN UMKM
DI KABUPATEN SIDOARJO
Fidianing Sopah, Winda
Kusumawati dan Kalvin Edo Wahyudi
Universitas Pembangunan
Nasional (UPN) Veteran, Jawa Timur
Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]
Abstrak
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi masalah serius di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya telah dijalankan
untuk mengentaskan kemiskinan, baik dari pusat maupun
daerah. Salah satunya adalah Kabupaten Sidoarjo yang menangani masalah kemiskinan didaerahnya dengan menetapkan ladasan hukum berupa Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pengentasan Kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualiatatif deskriptif dengan teknik pengumpulan
data wawancara, observasi,
dan dokumentasi. Fokus penelitian ini ada didalam Peraturan
Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 02 tahun 2016 pasal 14 pada poin C yakni pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yakni pemberdayaan
usaha ekonomi mikro sebagai upaya
pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan teori Marilee S.
Grindle. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa adanya kekurangan dalam pengimplementasian kebijakan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yang merupakan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM
�1000 Wirausaha Baru� kurang berhasil dilaksanakan, diukur berdasarkan teori Marilee S.
Grindle yaitu isi kebijakan dan lingkungan implementasi.
Kata kunci: Kemiskinan,
UMKM dan Implementasi
Pendahuluan
Fenomena kemiskinan merupakan masalah sosial yang menjadi
masalah serius di negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Masalah
kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional yang
berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya. Badan Pusat
Statistik pada tahun 2019 menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin� pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang.
Kemiskinan tersebut mengalami penurunan, Badan Pusat Statistik (2019) juga
menyebutkan kemiskinan pada tahun 2016 berada pada angka 27,77 persen poin,
tahun 2017 berada pada angka 26,58 persen poin, tahun 2018 berada pada
angka� 25,67 persen poin dan pada tahun
2019 berada pada angka 24,79 persen poin, sehingga dapat dikatakan bahwa
pemerintah Indonesia telah berhasil dalam mengupayakan pengentasan kemiskinan.
Permasalahan kemiskinan, harus diselesaikan bersama, baik
dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus saling
bekerjasama dalam mengentakan kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 adalah kebijakan dan
program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis,
terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi
jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat (Indonesia, 2010). Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia dilandasi
oleh beberapa landasan hukum yang mengatur agar kemiskinan di Indonesia tidak
semakin meningkat, antara lain sebagai berikut : (1) UU Nomor 13 Tahun 2011,
(2) Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, (3) Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 1981, (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010. Upaya
pengentasan kemiskinan juga terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJP-Nas), maupun secara eksplisit terlihat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Kemudian pada setiap provinsi dan
kabupaten/kota juga memiliki wewenang untuk berupaya menangani masalah
kemiskinan didaerahnya sesuai dengan kondisi yang ada.
Salah satunya keseriusan Kabupaten Sidoarjo dalam
menanggulangi kemiskinan didaerah dengan ditetapkan Peraturan Daerah Nomor 02
Tahun 2016 yang didalamnya terdapat berbagai cara untuk membebaskan daerahnya
terhadap kemiskinan. Berbagai program yang telah di cantumkan berupa (a)
kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga; (b) kelompok program
pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat; (c) kelompok program
pengentasan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro, dan; (d)
kelompok program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak
langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan warga miskin (Bupati Sidoarjo, 2016). Program-program tersebut ditujukan untuk mengurangi
kemiskinan dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat Kabupaten Sidoarjo. Di
Kabupaten Sidoarjo, penerima program-program selanjutnya disebut sebagai rumah
tangga sasaran atau RTS.
Fokus penelitian ini ada didalam Peraturan Daerah Kabupaten
Sidoarjo Nomor 02 Tahun 2016 Pasal 14 poin C yakni pengentasan kemiskinan
berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro. Pengentasan kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi mikro tersebut dilakukan dengan dengan pemberian
bantuan modal usaha yang meliputi: (a) peningkatan permodalan bagi penduduk
miskin; (b) perluasan akses program pinjaman modal murah; (c) peningkatan
pemberian pinjaman dana bergulir; dan (d) peningkatan sarana dan prasarana
usaha. Pemberian bantuan modal yang disebutkan dijalankan oleh Dinas Koperasi
dan UKM Kabupaten Sidoarjo dan dikoordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengentasan
Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo.
Menempatkan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia
sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional pada masa periode
pemerintahan ini, dilakukan dengan mengembangkan perekonomian rakyat yang
didukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan, menciptakan lapangan
kerja yang memadai, serta mendorong meningkatnya pendapatan (Tedjasuksmana, 2015). Salah satunya dengan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah atau bisa di sebut dengan UMKM. UMKM berperan dalam mendorong laju
pertumbuhan ekonomi sehingga dianggap mampu mengentaskan kemiskinan maupun
pengangguran. Kehadiran UMKM dapat mengentaskan kemiskinan maupun pengangguran
dikarenakan dapat melibatkan banyak orang dengan berbagai jenis usaha. UMKM
merupakan salah satu cara yang dipakai untuk mengurangi jumlah pengangguran dan
mampu menyerap tenaga kerja. Sehingga masyarakat memiliki jiwa kewirausahaan
dan mampu memenuhi kebutuhan hidup ataupun meningkatkan taraf hidup melalui
UMKM.
Provinsi Jawa Timur menurut data dari Dinas Koperasi dan UKM
Provinsi Jawa Timur berdasarkan Sensus Ekonomi 2016 dan SUTAS 2018, memiliki
UMKM berjumlah 9.782.262 unit dengan Kabupaten Jember yang memiliki UMKM
terbanyak sebesar 647.416 unit, sedangkan Kabupaten Sidoarjo memiliki UMKM
sebesar 248.306 unit. Perolehan yang dimiliki Kabupaten Sidoarjo tidak
menyurutkan semangat Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo dalam mengembangkan
Kabupaten Sidoarjo menjadi Kabupaten UMKM. Dengan angka 248.206 juga menunjukan
betapa tingginya partisipasi masyarakat yang secara tidak langsung menggerakan
sistem perekonomian Kabupaten Sidoarjo. Saat ini belum diketahui secara rinci
jumlah UMKM yang berada di Provinsi Jawa Timur ataupun Kabupaten Sidoarjo hingga
Sensus Penduduk 2020 selesai dilaksanakan.
Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) ialah sebuah usaha yang berjalan di beragam bidang usaha yaitu, usaha perdagangan, usaha pertambangan, usaha
industri, usaha jasa pendidikan, real
estate dan lain-lain. Di Indonesia, UMKM adalah salah satu langkah yang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan serta pengangguran. Dari data statistik yang
dilakukan, UMKM mewakili jumlah kelompok usaha terbesar. UMKM ialah himpunan dari beragam eksekutor ekonomi
terbesar dalam perekonomian di Indonesia dan menjadi aspek perkembangan ekonomi pasca krisis ekonomi. Selain menjadi
penyumbang besar dalam pembangunan nasional, UMKM juga bisa menjadi kesempatan
kerja yang cukup besar untuk tenaga kerja di Indonesia yang pastinya memerlukan
pekerjaan di sulitnya mendapat pekerjaan di era globalisasi ini. UMKM menjadi
perhatian lebih pemerintah untuk lebih lagi mengembangkan unit-unit UMKM.
Karena keberhasilan UMKM memiliki kontribusi yang sangat besar utamanya bagi
perekonomian Indonesia, membuat masyarakat eksekutor UMKM lebih mandiri,
membuat masyarakat lebih aktif serta kreatif dalam berpikir gagasan-gagasan
baru untuk perluasan usahanya (Siagian & Indra, 2019).
Pemberdayaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas
Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo salah satunya dengan di adakan Program 1000
Wirausaha Baru yang telah berjalan dari tahun 2017. Program tersebut telah
dijalankan di 7 kecamatan di Kabupaten Sidoarjo yang masuk dalam zona merah
kemiskinan, meliputi Tarik, Prambon, Krembung, Tulangan, Taman, Krian dan
Balangbendo. Zona merah kemiskinan merupakan kawasan dengan tingkat kemiskinan
diatas rata-rata 5,56%. Lebih detail mengenai perbandingan persentase
kemiskinan per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo dapat dilihat pada grafik di
bawah ini.
Tabel 1
Presentase RTS Per-Kecamatan di Kabupaten
Sidoarjo
(Sumber :
LP2KD Bappeda Kabupaten Sidoarjo)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14 Poin C yakni pemberdayaan
usaha ekonomi mikro sebagai upaya
pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo berdasarkan teori Marilee S.
Grindle.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi dan memberikan
saran terkait kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM �1000 Wirausaha
Baru�.
Menurut (Adimihardja & Hikmat, 2004) menyatakan bahwa masyarakat miskin memiliki kemampuan yang relatif baik
untuk memperoleh sumber melalui kesempatan yang ada. Kendatipun bantuan luar
kadang-kadang digunakan, tetapi tidak begitu saja dapat dipastikan sehingga
masyarakat bergantung pada dukungan dari luar.
Dikatakan bahwa kemiskinan menurut (Windia, 2015) dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yakni: (i) kemiskinan absolut,
(ii) kemiskinan relatif dan (iii) kemiskinan kultural. Seseorang termasuk
golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti:
pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Selanjutnya, seseorang tergolong
miskin relatif apabila seseorang tersebut sebenarnya telah hidup di atas garis
kemiskinan, namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
Sedangkan seseorang tergolong miskin kultural apabila seseorang atau sekelompok
masyarakat tersebut memiliki sikap tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Mereka
merasa dirinya tidak miskin.
Secara akademik Heclo dalam (Damayanti, 2000) mendefinisikan kebijakan sebagai berikut: �A policy may usefully be considered as a course of action or inaction
rather than specific decisions or actions� yang berarti bahwa kebijakan
dapat dipandang sebagai suatu rangkaian tindakan atau tidak bertindak daripada
sesuatu keputusan atau tindakan tertentu.
Kebijakan publik dalam praktik
ketatanegaraan dan kepemerintahan menurut Nugroho dalam (Sore & Sobirin, 2017) pada dasarnya terbagi dalam tiga prinsip yaitu: pertama, dalam konteks
bagaimana merumuskan kebijakan publik; kedua, bagaimana kebijakan publik
tersebut diimplementasikan; dan ketiga, bagaimana kebijakan publik tersebut
diimplementasikan. Maksud dan tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk
memecahkan masalah publik yang ada dan tumbuh kembang di masyarakat.
�Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Indonesia dan menjadi fokus
pemerintah untuk pengembangannya. Kontribusi sektor UMKM terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) semakin meningkat.�
Upaya pemberdayaan UMKM telah menjadi prioritas dari program pemerintah,
baik di negara berkembang maupun negara maju, bahkan telah menjadi perhatian
dunia, terutama untuk mengatasi kesenjangan ekonomi antara negara-negara sedang
berkembang dan negara maju dalam mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan (Suryana, 2019). UMKM merupakan kelompok usaha yang paling konsisten dalam artian tidak
tergoncang walaupun terjadi krisis ekonomi, bahkan UMKM dapat membantu
perekonomian nasional dengan menopang PDB Indonesia.
Pemberdayaan merupakan proses yang
dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang,
meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan, sehingga setiap orang atau
kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan
berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien (Kurniawan & Fauziah, 2014). Pemberdayaan UMKM harus terus dilakukan agar dapat membantu kekuatan
ekonomi masyarakat di tingkat kecil. Berdasarkan (Presiden Republik Indonesia, 2008) Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,� Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah: a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan; b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c.
meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah,
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Menurut (Abdul, 2019) implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik
yang merupakan sebuah proses berjalanya sebuah kebijakan atau tidak.
Implementasi dilaksanakan setelah formulasi kebijakan dibuat dan disahkan
menjadi sebuah kebijakan yang memiliki tujuan yang jelas.
Menurut Marilee S. Grindle (1980)
dalam (Supriyadi, 2019), menyatakan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi
oleh dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content policy) dan lingkungan
implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup
Wahab dalam (Aziz & Humaizi, 2013):� (1) Kepentingan kelompok
sasaran. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan menyangkut sejauh mana
kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.
(2) Tipe manfaat. (3) Derajat perubahan yang diinginkan. (4) Letak pengambilan
keputusan. (5) Pelaksanaan program. Maksudnya apakah sebuah kebijakan telah
menyebutkan implementornya dengan rinci. (6) Sumberdaya yang dilibatkan.
Sedangkan variabel lingkungan
kebijakan meliputi: (1) Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi
yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. (2)
Karakteristik lembaga dan penguasa, bagaimanakah keberadaan institusi dan rezim
yang sedang berkuasa. (3) Tingkat kepatuhan dan daya tanggap (responsifitas)
kelompok sasaran.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif (qualitative research). Penelitian menggunakan tipe
deskriptif kualitatif untuk memahami dan memaknai sudut pandangan serta
kejadian pada subyek penelitian dalam rangka menggali informasi dasar tentang
implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 02 Tahun 2016. Lokasi
penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sidoarjo karena kabupaten tersebut
merupakan kabupaten dengan angka kemiskinan yang rendah di Jawa Timur dan
merupakan kabupaten yang memiliki julukan sebagai Kabupaten UMKM. Sumber data
diambil dari wawancara secara langsung serta observasi atau pengamatan secara
langsung dan melalui dokumentasi saat melakukan observasi pada Tim Koordinasi
Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo dan Dinas Koperasi dan
UKM Kabupaten Sidoarjo.
Hasil
dan Pembahasan
Dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo
Nomor 2 Tahun 2016 tentang pengentasan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo melalui Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Sidoarjo dan TKPKD
Kabupaten Sidoarjo membuat skala prioritas untuk daerah atau kecamatan yang
masuk dalam kategori zona merah dalam garis kemiskinan. Terdapat 7 kecamatan
dalam zona merah di Kabupaten Sidoarjo, diantaranya Tarik, Prambon, Krembung,
Tulangan, Taman, Krian dan Balangbendo. Dari data yang diperoleh kemudian
Bappeda Sidoarjo dan TKPKD Sidoarjo memberikan data 7 kecamatan zona merah
kepada instansi-instansi terkait yang ikut serta dalam pengentasan kemiskinan,
salah satunya adalah Dinas Koperasi dan UKM.
Kemudian oleh Dinas Koperasi dan UKM, data 7 kecamatan zona
merah dijadikan sebuah patokan dalam usaha pengentasan kemiskinan, salah
satunya adalah pemberdayaan usaha ekonomi mikro. Dalam pengimplementasi
pemberdayaan usaha ekonomi mikro, Dinas Koperasi dan UKM Sidoarjo berpegangan
dalam kebijakan Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Pasal 14
Poin C tentang pemberdayaan ekonomi usaha mikro. Pemberdayaan ekonomi usaha
mikro ini dilakukan dengan cara meningkatkan permodalan, perluasan akses
pinjaman modal dengan bunga ringan, peningkatan pemberian dana bergulir dan
peningkatan sarana prasarana pendukung usaha ekonomi mikro.
Program 1000 Wirausaha Baru merupakan salah satu program yang
digagas oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk mengajak
masyarakat membuka usaha ekonomi mikro. Program 1000 Wirausaha Baru ini
dibentuk dari tahun 2017 dan telah berjalan hingga saat ini. Program ini mampu
membantu Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam mengentaskan kemiskinan yang
tinggi di 7 kecamatan zona merah Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 2
Tingkat Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo
(Badan Pusat Statistik Kabupaten Sidoajo, 2019)
Dilihat dari data pada tahun 2016 - 2019 dapat dikatakan bahwa tingkat kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan. Program yang
mampu mengentaskam kemiskinan dengan pesat ini salah satunya adalah pemberdayaan UMKM dan Program 1000 Wirausaha
Baru. Di Kabupaten Sidoarjo, hingga saat ini� terdapat
835 binaan usaha mikro baru oleh Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo.
Tabel 3
Data Binaan Usaha Mikro Klinik KUM Kabupaten Sidoarjo
(Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo)
Dari data Pengelolaan UMKM yang ada dari Dinas Koperasi
dan UKM Kabupaten Sidoarjo, pengelolaan UMKM di Kabupaten Sidoarjo terdapat 219 usaha dikelola secara mandiri, 616 usaha dikelola bersama atau sudah memilki
karyawan.
A. Tahapan� Pemberdayaan UMKM melalui Program 1000
Wirausaha Baru oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo
1.
Pendaftaran
Dinas koperasi dan UKM mengunjungi� 7
kecamatan zona merah kemiskinan untuk melakukan sosialiasi dan membuka
pendaftaran untuk keikutsertaan masyarakat dalam program 1000 wirausaha baru
yang hanya dibatasi 100 orang perkecamatan.
2.
Klasifikasi kelas
Setelah pendaftaran, kemudian masyarakat yang ikut serta dalam program ini
akan diklasifikasi kedalam kelas-kelas sesuai dengan keinginan produk atau jasa
apa yang mereka bangun.
3.
Produksi
Setelah masuk dalam kelas masing-masing, para peserta program 1000
wirausaha memasuki tahap produksi. Peserta diberi kiat-kiat dalam memproduksi
barang, mulai dari pemilihan barang hingga pembuatan sebuah packaging, serta di beri bantuan dana
oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Koperasi dan UKM sesuai dengan
kebutuhan para peserta.
4.
Promosi
Setelah para peserta mampu untuk memproduksi barang atau jasa, maka akan
sampai pada tahap promosi. Para peserta akan diajarkan bagaimana cara
mempromosikan barang dan jasanya, serta akan ikut dalam pameran yang di adakan
oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
5.
Final
Setelah para perserta berhasil melalui tahap satu hingga tahap lima, maka
peserta akan lulus dan akan memiliki surat ijin mendirikan UKM ataupun
sertifikat gratis dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Koperasi dan
UKM. Peserta yang lulus juga akan tetap mendapatkan pemberdayaan melalui kelas-kelas
dan perkumpulan yang� diadakan oleh Dinas
Koperasi dan UKM.
(wawancara
dengan Bapak Mahfud, Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo)
Berdasarkan program 1000 Wirausaha Baru sebagai upaya pengentasan
kemiskinan pada tahun 2017 di Kabupaten Sidoarjo ini dilaksanakan sesuai dengan
beberapa tahapanan. Dari beberapa Pelaku UMKM yang ikut serta dalam program
1000 Wirausaha Baru tidak semuanya yang dapat melakukan tahapan sampai akhir.
Akibatnya terdapat 435 usaha telah memiliki legalitas usaha, sedangkan 400
usaha lainnya belum memiiki legalitas usaha.
Tabel 4
Data Jumlah Pegawai UKM
No. |
Jumlah Karyawan |
Usaha Mikro |
1 |
0 (dikelola mandiri) |
219 |
2 |
1 |
242 |
3 |
2 |
203 |
4 |
3 |
63 |
5 |
4 |
41 |
6 |
5-1110 |
67 |
Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 2 tahun 2016,
pengentasan kemiskinan dilaksanakan, secara bertahap, terpadu konsisten dan
keberlanjutan sesuai skala prioritas dengan mempertimbangkan kemampuan sumber
daya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan kebutuhan warga miskin �(Bupati Sidoarjo,
2019). Pengukuran tingkat
keberhasilan pemberdayaan UMKM sebagai upaya pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Sidoarjo menggunakan model teori implementasi kebijakan (Grindle & Thomas, 1991). Terdapat 2 variabel besar yang mempengaruhi keberhasilan suatu
implementasi kebijakan, yaitu Isi kebijakan (Content Policy) dan Lingkungan Implementasi (Context of Implementation). Dua variabel ini menjabarkan
indikator-indikator yang digunakan untuk melihat proses implementasi kebijakan.
Berdasarkan hasil penlitian, maka variabel dan indikator-indikator yang ada dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam rangka percepatan
pengentasan kemiskinan di daerah perlu dilakukan
koordinasi antar lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan secara terpadu dan berkesinambungan sehingga perlu menetapkan Keputusan Bupati Sidoarjo tentang Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten
Sidoarjo. Tugas Tim adalah untuk melakukan
koordinasi pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dan� mengendalikan pelaksanaan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo, dll (Bupati Sidoarjo,
2019).
Berdasarkan variabel dan indikator dari teori
implememtasi kebijakan dari Marilee S. Grindle, maka dapat dijelaskan secara mendalam bagaimana keberhasilan sebuah kebijakan diterapkan. Variabel Isi Kebijakan (Content Policy) ini diantaranya: Indikator
pertama, kepentingan-kepentingan
yang mempengaruhi. Hasilnya menunjukkan bahwa kepentingan kelompok sasaran/target groups telah terpenuhi. Yang dimaksud sebagai kelompok sasaran/target groups adalah pengangguran dan
penduduk miskin di Kabupaten Sidoarjo. Kepentingan kelompok sasaran/target groups
dalam kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM
�1000 Wirausaha Baru� sangat diutamakan. Di dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 dijelaskan bahwa terdapat 9 hak masyarakat yang didapat dari kebijakan
tersebut, salah satunya adalah memperoleh keterampilan berusaha, peluang pekerjaan dan serta pengembangan usaha. Dalam pelaksaannya,
hak tersebut dilaksanakan dalam berbagai cara, seperti adanya kelas-kelas pemberdayaan gratis, keikutsertaan kelompok sasaran/target groups
dalam pameran yang menunjang promosi ataupun bantuan dana dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untun pengembangan usaha.
Indikator kedua, jenis manfaat yang
diterima oleh kelompok sasaran/target
groups pada kebijakan ini sudah terpenuhi. Banyak manfaat
yang telah di peroleh kelompok sasaran/target groups seperti
adanya kelas gratis untuk pemberdayaan UMKM, bantuan dana yang didapat diakses melalui Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM, kemudian� ikut serta dalam pameran-pameran
yang diadakan dalam skala daerah maupun
nasional dengan biaya gratis ditanggung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo.� Hal ini dilakukan agar tercapainya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo serta tercapainya cita-cita Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menjadikan Sidoarjo sebagai
kota UMKM.
Kemudian di indikator ketiga, perubahan
yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Perubahan yang diberikan dalam pengimplementasian kebijakan pengentasan kemiskinan kurang sesuai dengan perubahan
yang diinginkan. Perubahan yang ada sudah mengarah positif, tetapi perubahan tersebut belum sesuai dengan
tujuan kebijakan dan
program. Terdapat lima (5) tujuan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016, salah satunya yaitu mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
yang masih belum terpenuhi. Bahwa masih terdapat tujuh (7) kecamatan zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan ekonomi masyarakat masih jauh tertinggal
dari perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan.
Indikator keempat
adalah letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam pelaksanaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM
�1000 Wirausaha Baru�
sudah tepat dengan adanya kerjasama
yang baik serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dan target sasaran/target groups. Pengambilan
keputusan dalam kebijakan ini dilakukan
dari atas ke bawah (top down), pemegang kekuasaan
tertinggi dalam implementasi kebijakan ini adalah Bupati
Kabupaten Sidoarjo yang wewenangnya dilimpahkan pada Tim Koordinasi Pengentasan
Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Kemudian dilaksanakan
oleh SKPD yang berkaitan yaitu
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Sidoarjo. Letak pengambilan keputusan ini sudah tersistem
dari atas berdasarkan regulasi.
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator). Peran pelaksana dalam kebijakan ini sangatlah penting,
pelaksana kebijakan ini tidak hanya
dilakukan oleh satu aktor saja melainkan
banyak aktor yang terlibat dalam pelaksanaa kebijakan.� Pelaksana program memiliki peran
dan fungsi masing-masing. Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 belum tertulis
secara rinci siapa saja pelaksana
yang akan terlibat dalam kebijakan. Hanya di sebutkan bahwa pelaksana pengentasan kemiskinan adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kabupaten Sidoarjo
yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengentasan kemiskinan serta di koordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengentasan
Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo.
Indikator keenam adalah sumber-sumber
daya yang memadai. Sumber daya di bedakan
menjadi 2 yaitu sumber daya material dan non
material. Sumber daya non material yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Sumber Daya
Manusia pelaksana kebijakan yang memadai dan mengertiakan peran dan fungsinya. Sedangkan sumber daya material yang dimaksudkan dalam kebijakan ini adalah
sumber anggaran yang harus sesuai dengan
kebutuhan agar mampu menunjang implementasi kebijakan. Dalam hal anggaran, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo telah menyiapkan anggaran untuk program-program pengentasan
kemiskinan salah satunya
Program 1000 Wirausaha Baru. Anggaran tersebut digunakan dari tahap awal hingga
akhir proses implementasi Program
1000 Wirausaha Baru. Pada poin keenam ini, pengimplementasian
kebijakan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM ini sudah didukung
oleh sumber daya yang memadai.
Dalam suatu kebijakan, perlu �untuk dipertimbangkan akan kekuatan, kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para
aktor yang terlibat untuk memperlancar suatu implementasi kebijakan. Jika hal tersebut tidak diperhitungkan dengan matang, sangat besar kemungkinan program yang akan dilaksanakan akan gagal. Dalam variabel lingkungan
kebijakan terdapat 3 indikator yang�
mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
Indikator pertama kekuasaan, kepentingan & strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan, dalam indikator ini dapat dikatakan
berhasil, kontrol dari implementator sudah berjalan dengan baik. Pihak berwenang telah melaksanakan tugasnya dengan maksimal. Kepentingan pribadi aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan UMKM tidak dilibatkan dalam pelaksanaan program. Dan juga strategi yang dimiliki
oleh implementator mengikuti
kekuasaan yang diberikan. Kekuasaan, kepentingan dan strategi yang digunakan implementator sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilan dari sebuah pelaksanaan kebijakan.
Indikator kedua karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa, karakteristik dari lembaga institusi
sudah sesuai standar dan kompetensi serta bisa mengkondisikan
segala sesuatu yang sedang dilaksanakan maupun meminimaisir kegagalan di masa mendatang. Dapat dilihat dari grafik
pelaku UMKM yang semakin meningkat, menunjukkan rezim yang berkuasa demokrasi, partisipatif dan akuntabel. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo sangat mengutamakan ketiga hal tersebut. Partisipasi masyarakat Sidoarjo dalam perencanaan dan pelaksanaan senantiasa diikutsertakan.
Kemudian indikator
ketiga yaitu tingkat kepatuhan dan responsivitas pelaksana. Kepatuhan dan responsifitas dari pelaksana dinilai cukup baik dilihat
dari seberapa serius mereka menanggapi
dan melaksanakan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM �1000 Wirausaha
Baru�. Pada setiap pelaksaan program pemberdayaan, pelaksana telah maksimal dalam memberikan dedikasi terhadap kelompok sasaran/target groups
dan telah menjalankan sesuai dengan peraturan
ataupun rencana. Akan tetapi kepatuhan dan responsifitas dari kelompok sasaran yang dirasa tidak terpenuhi hingga kurangnya komitmen dan konsistensi dari masyarakat dalam pelaksanaan program ini mengakibatkan pelaksaan kebijakan kurang berhasil dilaksanakan. Dalam tahapan implementasi kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM �1000 Wirausaha
Baru� terdapat pembagian kelas-kelas yang harus mereka lakukan sesuai tahapam, tetapi tidak dijalankan
hingga tuntas atau terputus di tengah jalan.
Kesimpulan
Implementasi pemberdayaan UMKM sebagai
upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan belum maksimal. Dari dua (2) indikator dengan 9 variabel keberhasilan implementasi kebijakan menurut (Grindle & Thomas, 1991), masih terdapat tiga (3) indikator yang belum terpenuhi/terlaksana. Dari isi kebijakan (content policy), terdapat
empat (4) indikator yang sudah terlaksana dan dua (2) tidak terlaksana.
Sedangkan dari lingkungan kebijakan (context of implementation) tedapat 2 indikator terlaksana dan 1 indikator belum terlaksana.
Dalam variable isi kebijakan,
indikator pertama kepentingan-kepetingan yang mempengaruhi
dinilai cukup baik. Hasilnya menunjukkan bahwa kepentingan kelompok sasaran/target groups telah terpenuhi dengan terlaksananya 9 hak yang diperoleh oleh kelompok sasaran/target groups.�
Indikator kedua, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran/target groups pada kebijakan
ini sudah terpenuhi. Salah satu manfaat yang diperoleh adalah adanya bantuan
dana yang didapat diakses melalui Dinas Koperasi
dan UKM Kabupaten Sidoarjo untuk pengembangan UMKM.
Kemudian di indikator ketiga,
perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan
belum tercapai dikarenakan kurang sesuai dengan perubahan
yang diinginkan ataupun sesuai dengan tujuan
kebijakan dan program. Bahwa
masih terdapat tujuh (7) kecamatan zona merah kemiskinan, artinya kesejahteraan ekonomi masyarakat masih jauh tertinggal
dari perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Indikator keempat adalah letak pengambilan
keputusan dinilai sudah tercapai dengan baik dengan
adanya kerjasama serta koordinasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dan target sasaran/target
groups. Pengambilan keputusan
dalam kebijakan ini dilakukan dari
atas ke bawah
(top down).
Indikator kelima kebijakan adalah pelaksana program (implementator). Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 tahun 2016 belum tertulis secara rinci siapa saja
pelaksana yang akan terlibat dalam kebijakan. Hanya di sebutkan bahwa pelaksana pengentasan kemiskinan adalah Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Kabupaten Sidoarjo
yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengentasan kemiskinan serta di koordinasikan oleh Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten
Sidoarjo. Indikator keenam adalah sumber-sumber
daya yang memadai dinilai sudah memadai.
Sumber Daya Manusia pelaksana kebijakan yang memadai dan mengerti akan peran
dan fungsinya dan sumber anggaran yang sesuai dengan kebutuhan yang mampu menunjang implementasi kebijakan.
Didalam variabel lingkungan
kebijakan masih belum berjalan dengan maksimal, indikator pertama kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam pengimplementasian kebijakan dapat dikatakan berhasil. Kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh implementator mengikuti kekuasaan yang diberikan. Indikator kedua karakteristik institusi dan rezim yang berkuasa, sudah sesuai standar dan kompetensi menunjukkan rezim yang berkuasa demokrasi, partisipatif dan akuntabel.
Kemudian indikator ketiga yaitu tingkat kepatuhan
dan responsifitas pelaksana
dinilai cukup baik dilihat pada setiap pelaksaan program pemberdayaan, pelaksana telah maksimal dalam memberikan dedikasi terhadap kelompok sasaran/target groups
dan telah menjalankan sesuai dengan peraturan
ataupun rencana. Akan tetapi kepatuhan dan responsifitas dari kelompok sasaran yang dirasa tidak terpenuhi
hingga kurangnya komitmen dan konsistensi dari masyarakat dalam pelaksanaan program ini mengakibatkan pelaksaan kebijakan pengentasan kemiskinan melalui program pemberdayaan UMKM
�1000 Wirausaha Baru� kurang berhasil dilaksanakan.
BIBLIOGRAFI
A., Suryana. (2019).
Pengembangan Kewirausahaan Untuk Pemberdayaan UKM Daerha (1st ed.).
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Abdul,
Kartini Maharani. (2019). Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima
(Studi Kasus di Pasar Sore Kota Tanjung Selor Kabupaten Bulungan). Dinamika
Governance : Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 9(1).
https://doi.org/10.33005/jdg.v9i1.1420
Adimihardja,
A., & Hikmat, H. (2004). Parcipatory Research Appraisal. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Aziz,
Abdul, & Humaizi. (2013). Implementasi Kebijakan Publik Studi Tentang
Kegiatan Pusat Informasi Pada Dinas Komunikasi Dan Informatika Provinsi
Sumatera Utara Abdul. Journal of Chemical Information and Modeling, 3(1),
1689�1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sidoajo. (2019). Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2010 -
2019.
Bupati
Sidoarjo. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 2 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Kemiskinan. , Pub. L. No. 2 (2016).
Bupati
Sidoarjo. Keputusan Bupati Sidoarjo. , Pub. L. No. 188/81/432.1.1.3/2019
(2019).
Damayanti,
Kania. (2000). Proses Perumusan Kebijaka Publik dan Impliksinya Bagi
Penyelenggaraan Kepemrintahan Yang Baik Di Daerah. 51�59.
Grindle,
Marilee S., & Thomas, John W. (1991). Pubic Choice And Developing
Countries. Baltimore: John Hopkins University Press.
Indonesia,
Pemerintah Republik. (2010). Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Percepatan Penanggulangan Kemisikanan. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
Kurniawan,
Ferry Duwi, & Fauziah, Luluk. (2014). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) Dalam Penanggulangan Kemiskinan. JKMP, 2(2),
165�176.
Presiden
Republik Indonesia. UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. , Pub. L. No. 20 (2008).
Siagian,
Ade Onny, & Indra, Natal. (2019). Pengetahuan Akuntansi Pelaku Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) Terhadap Laporan Keuangan. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 4(12), 17�35.
Sore,
Uddin B., & Sobirin. (2017). Kebijakan Publik (1st ed.; Dahlan,
Ed.). Makassar: CV Sah Media.
Supriyadi,
Adang. (2019). Airmanship. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tedjasuksmana,
Budianto. (2015). Potret UMKM Indonesia Menghadapi Masyrakat Ekonomi ASEAN
2015. 189�202.
Windia,
Wayan. (2015). Sekali Lagi Tentang Pengentasan Kemiskinan (Di Bali). PIRAMIDA,
XI(1), 1�7.