How to cite:
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta (2024) Wawasan Ke-Indonesiaan dan Tantangan
Masa Depan Kepolisian Negara Republik Indonesia, (06) 05, https://doi.org/10.36418/syntax-
idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
WAWASAN KE-INDONESIAAN DAN TANTANGAN MASA DEPAN KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Bakharuddin Muhammad Syah
1
, Rendy Ananta Prasetya
2
1
Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Republik Indonesia, Indonesia
2
Pusat Analisis Jaringan Sosial, Indonesia
Email:
1
2
Abstrak
Negara Indonesia yang sudah berdiri semenjak 1945 mengalami banyak perubahan dalam
sistem ketahanan dan pemerintahannya, begitu juga dengan berkembangnya kepolisian di
Indonesia. Namun, dalam setiap era, kepolisian di Indonesia memiliki tantangannya masing-
masing dalam memenuhi kewajiban dan tugasnya sebagai pelindung masyarakat. Dalam
tulisan ini, penulis akan membawa potensi tantangan yang akan dialami oleh Kepolisian
Indonesia di masa yang akan datang. Untuk menjabarkannya, penulis menggunakan tiga
kerangka teori yang akan berfungsi sebagai instrumen dalam analisis potensi tantangan.
Pertama, police science, (2) keteraturan sosial dan (3) Antropologi kepolisian. Ketiga
kerangka teoritis tersebut akan menghasilkan argumen dari masing-masing sudut pandang
yang sehingga terbagi menjadi sembilan dimensi pembahasan mengenai ancaman-ancaman
kepolisian seperti: (1) keanekaragaman dan konflik sosial, (2) perkembangan teknologi
informasi komunikasi, (3) konflik atas sumber daya alam dan pertahanan, (4) kejahatan
lingkungan dan perdagangan hijau, (5) ketimpangan ekonomi, (6) penegakan hukum dan
proses integrasi keadilan terpadu, (7) dinamika dan hubungan TNI-POLRI, (8) koordinasi
lintas kementerian dan instansi dan (9) wawasan keIndonesiaan. Beberapa dari poin diskusi
yang dilampirkan sudah dialami oleh kepolisian Indonesia pada setiap era, namun ada
beberapa yang baru muncul akibat dari masuknya masyarakat ke dalam era digitalisasi.
Namun di luar tantangan baru yang akan dihadapi oleh kepolisian, penting bagi mereka untuk
pandai dalam analisis aspek-aspek tersebut dalam segala kasus yang dihadapi dan pada saat
penugasan mereka. Poin-poin diskusi yang sudah dilampirkan juga merupakan bagian dari
aspek hidup berwarga negara Indonesia juga. Untuk berkontribusi dalam bidang akademik
ilmu kepolisian dan memberikan referensi pada penelitian di masa depan, tulisan ini akan
menjelaskan aspek-aspek tersebut dalam rinci melalui tiga lensa teori.
Kata kunci: Wawasan Ke-Indonesiaan, Tantangan Masa Depan, Kepolisian Negara Republik
Indonesia
Abstract
The Indonesian state, which has been established since 1945, has undergone many changes in
its resilience and governance system, as well as the development of police in Indonesia.
However, in every era, the police in Indonesia have their own challenges in fulfilling their
obligations and duties as protectors of the community. In this paper, the author will bring the
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya
2300 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
potential challenges that will be experienced by the Indonesian Police in the future. To
elaborate, the author uses three theoretical frameworks that will serve as instruments in the
analysis of potential challenges. First, police science, (2) social order and (3) police
anthropology. The three theoretical frameworks will produce arguments from each point of
view so that they are divided into nine dimensions of discussion on police threats such as: (1)
diversity and social conflict, (2) development of information communication technology, (3)
conflict over natural resources and defense, (4) environmental crime and green trade, (5)
economic inequality, (6) law enforcement and integrated justice integration processes, (7)
dynamics and relations between the TNI-POLRI, (8) coordination across ministries and
agencies and (9) Indonesian insight. Some of the discussion points attached have been
experienced by the Indonesian police in every era, but there are some that have only emerged
as a result of the entry of society into the era of digitalization. But beyond the new challenges
that will be faced by the police, it is important for them to be good at analyzing these aspects
in all cases encountered and at the time of their assignment. The discussion points that have
been attached are also part of the aspect of life of Indonesian citizens as well. To contribute
to the academic field of police science and provide reference for future research, this paper
will explain these aspects in detail through three theoretical lenses.
Keywords: Indonesian Insight, Future Challenges, National Police of the Republic of
Indonesia
PENDAHULUAN
Selama dua dekade terakhir, kepolisian telah melakukan inovasi dengan pesat,
mengembangkan praktik dan kebijakan baru yang telah mereformasi dan mengubah industri
kepolisian (Weisburd & Braga, 2019).Ilmu Sosial memainkan peran yang semakin penting
selama beberapa dekade terakhir baik dalam memajukan analisis kejahatan maupun dalam
mengevaluasi dan menilai praktik kepolisian tradisional dan inovasi baru dalam strategi
kepolisian. Yang kami maksud dengan sains adalah kemajuan dalam penggunaan model
penyelidikan ilmiah seperti kepolisian yang berorientasi pada masalah - masalah sosial.
Sebagian besar praktik kepolisian tidak dievaluasi secara sistematis, dan kita masih terlalu
sedikit mengetahui apa yang berhasil dan dalam kondisi apa dalam kepolisian (Weisburd &
Braga, 2019). Model berbasis bukti menjadi salah satu taktik dan kebijakan yang diadopsi di
lembaga Kepolisian. Studi di Eropa mengenai penelitian kepolisian di lembaga kepolisian
Eropa menemukan bahwa hanya lima dari 30 negara yang menunjukkan nilai tinggi terhadap
perkembangan Ilmu Kepolisian. Sehingga akademi ilmu pengetahuan membutuhkan untuk
memberikan pandangan - pandangan baru kepada praktek - praktek kepolisian dan
pengembangan ilmu kepolisian (Hanak & Hofinger, 2005).
Masyarakat sebagai bagian dari kehidupan masyarakat masih menjadi titik tolak utama
perhatian kepolisian negara republik Indonesia. Kepolisian tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan dinamika dan perubahan sosial yang ada di tengah masyarakat. Beberapa ahli
mengemukakan bahwa dinamika yang saat ini sedang terjadi di masyarakat merupakan era
disruptif/serba tidak teratur (Bennett & Lemoine, 2014). Kondisi disruptif yang disebut
dengan volatile, uncertain, complex, ambiguous / VUCA pada masyarakat kontemporer
(Bennett & Lemoine, 2014; Corazza, Scagnelli, & Mio, 2017; Truant, Corazza, & Scagnelli,
2017; Waller, Lemoine, Mense, Garretson, & Richardson, 2019). Transformasi teknologi
Wawasan Ke-Indonesiaan dan Tantangan Masa Depan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2301
informasi dan komunikasi di berbagai aspek kehidupan dalam menuju tatanan bekerja dan
beraktivitas. Ini merupakan pengembangan cara cara kerja, interaksi sosial dan
pengembangan pengetahuan sebagai bagian dari Tata Kelola kehidupan masyarakat yang
sesuai dengan konteks dan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Tulisan ini akan
mengulas mengenai: a) Tantangan - tantangan yang akan dihadapi Kepolisian Negara
Republik Indonesia; dan b) Wawasan KeIndonesiaan sebagai bagian dari Tantangan
Masyarakat Indonesia.
METODE PENELITIAN
Tulisan ini menggunakan metode metode kualitatif dengan mempertimbangkan tinjauan
literatur yang dipaparkan. Dalam metode ini juga melibatkan data collection dengan
menjalankan wawancara dengan berbagai narasumber dan melakukan observasi. Dalam
proses wawancara, penulis melakukan menulis catatan, dan structured interview. Data yang
sudah dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualitatif dengan selective coding. Setelah itu
data dipaparkan dengan tulisan deskriptif (Ismayani, 2019).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pada Undang - Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 2 tentang fungsi
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan fungsinya yakni memelihara keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum dan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada Masyarakat. Polisi sebagai fondasi yang menjaga peradaban dan kehidupan sosial
masyarakat agar keteraturan sosial dapat terus terjaga. Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi terhambatnya polisi dalam menjalankan tugas dan fungsinya adalah berasal
dari masyarakat itu sendiri (Anam, Sudarmanto, Arifin, & Sihotang, 2021). Maka dari itu
pemahaman atas suatu kondisi sosial masyarakat sangatlah penting untuk dijadikan kerangka
analisis dalam menghadapi berbagai kondisi - kondisi sosial dan berbagai penanganannya
oleh Kepolisian.
Polisi atau petugas kepolisian mempunyai fungsi dalam struktur kehidupan masyarakat
(komuniti) sebagai pengayom, penegak hukum yaitu mempunyai tanggung jawab khusus
untuk memelihara ketertiban masyarakat dan menangani kejahatan baik dalam bentuk
tindakan terhadap pelaku kejahatan maupun dalam bentuk upaya pencegahan kejahatan agar
anggota masyarakat dapat hidup dan bekerja dalam keadaan aman dan tenteram (Bachtiar,
1994:1). Kegiatan polisi berkenaan dengan suatu masalah sosial tertentu atau gejala yang ada
dalam berbagai dinamika kehidupan sosial yang oleh suatu masyarakat tertentu dirasakan
sebagai beban atau gangguan yang merugikan anggota masyarakat tersebut (Tohirin Al
Mudzakir, Adi Rizky Pratama, & Ayu Ratna Juwita, 2022). Masyarakat yang dimaksud yakni
merupakan bagian - bagian dari keseluruhan masyarakat yang lebih besar (lokal - nasional).
Keanekaragaman & Konflik Sosial
Di Indonesia pernah terjadi beberapa kali konflik sosial antar etnis (SARA / Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan) seperti konflik Ambon, Kalimantan Barat, Poso di
Sulawesi Tengah, Lampung. Masyarakat tidak hanya amat kompleks tetapi juga bercorak
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya
2302 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
majemuk. Indonesia sebagai masyarakat negara yang terdiri atas banyak sukubangsa yang
jumlahnya lebih 500 buah yang dipersatukan oleh sistem nasional Indonesia (Suparlan, 2019).
Keanekaragaman sosial mencakup demografi, ekonomi, teknologi, politik, dan corak
kebudayaan pada umumnya. Belum lagi diterimanya agama - agama besar (Hindu, Budha,
Islam, Katolik, Kristen, Protestan dan Konghucu. Pemisahan sosial antara kelompok -
kelompok sukubangsa yang mayoritas, minoritas dan dominan dalam keanekaragaman sosial
yang terjadi penting untuk mengidentifikasi potensi konflik sosial yang dapat terjadi dan
mengganggu keteraturan sosial di masyarakat agar tidak terjadi kembali konflik sosial yang
pernah terjadi di Indonesia.
Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi
Teknologi seperti Internet of Things membuat pengetahuan tentang teknologi menjadi
penting (Chan, Hackett, Lemoine, & Richardson, 2016). Teknologi informasi dan
komunikasi mempengaruhi lokal, nasional dan global Tekleselassie, Roberts, & Richardson,
(2014) teknologi informasi dan komunikasi menjadikan tantangan terhadap penyebaran
informasi yang tidak didasari fakta atau biasa disebut hoax (Wade & Hornick, 2018). Kondisi
ini turut mempengaruhi kejahatan, gangguan, ancaman serta pelanggaran yang ada di
masyarakat. Berdasarkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) tahun 2020, serangan cyber
mencapai 495,3 juta atau meningkat dari tahun sebelumnya di 2019 sebesar 290,3 juta. Badan
Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat laporan kejahatan siber
sebanyak 4.586 laporan polisi yang meningkat dari tahun sebelumnya 4.360 laporan pada
tahun 2018 (“Patroli Siber | Statistik,” n.d.). Kejahatan yang terjadi melintasi batas - batas
negara dan memiliki mobilitas tinggi dengan jaringan yang sangat tertutup didukung dengan
manajemen operasional dan keuangan yang tidak sedikit. Perangkat sekali pakai, web dan
deep-web, persembunyian transaksi kriminal, forum khusus / obrolan di dunia maya telah
menciptakan ‘ruang sosial untuk berjejaring’ membangun jaringan sosial dan pasar bawah
tanah untuk berbagai Tindakan illegal (Beech, Elliott, Birgden, & Findlater, 2008; Lavorgna,
2014; Stalans & Finn, 2016b, 2016a). Atau kejahatan terorganisir Albanese, (2021) ataupun
kelompok ideologis yang membangun propaganda dan agitasi berbasis teknologi informasi
serta penyimpangan penyimpangan hukum lainnya (Frederick & Perrone, 2014; Freiburger
& Crane, 2011; K. Gauthier & J. Forsyth, 1999; Rediker, 2014) Kejahatan terorganisir
seringkali terdiri dari jaringan yang terorganisir membentuk struktur dan beroperasi dalam
struktur struktur relasi yang lintas batas lihat lebih jauh dalam (Albanese, 2021; Custers,
Pool, & Cornelisse, 2019) mengemukakan pentingnya eksplorasi mengenai penggunaan
teknologi informasi dalam beberapa kasus kejahatan dunia maya khususnya yang terkait
dengan kejahatan terorganisir. Seperti misalnya pemerasan, korupsi, perdagangan manusia,
prostitusi, peretasan, perdagangan narkoba, kejahatan dunia maya / penipuan di dunia online
dan pencucian uang.
Kejahatan yang berbasis blockchain technology, crypto-currency, kejahatan lintas
platform digital, peretasan atau pengambilan data mining yang ilegal, propaganda
komputasional, ujaran kebencian, pencurian data, mekanisme algoritma yang menjebak,
desain kompleksitas dari Hak Kekayaan Intelektual, perlindungan data pribadi, keterbatasan
Wawasan Ke-Indonesiaan dan Tantangan Masa Depan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2303
kerangka peraturan di era digital, artificial intelligence, dan lain sebagainya akan semakin
meningkat (Rebovich, 2021).
Konflik atas Sumberdaya Alam & Pertanahan
Eksploitasi sumber daya alam Indonesia selama hampir 4 dekade memang telah
membawa manfaat ekonomi tetapi juga kerap membawa kerugian sampingan yakni merusak
lingkungan alam dan masyarakat di sekitar wilayah yang kaya sumber daya sehingga memicu
ketegangan sosial yang berujung pada konflik kekerasan. Dalam beberapa kasus
pertambangan yang melibatkan masyarakat dan industri ekstraktif skala besar seperti yang
terjadi pada Kasus Tambang Pasir Besi di Pesisir Kab. Bengkulu, Kasus Tambang Andesit di
Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kasus Tambang Parigi
Moutong di Sulawesi Tengah, Kasus pertambangan di Wawonii, Sulawesi Tenggara, Kasus di
Pakel, Banyuwangi, Jawa Timur, Kasus di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara
dan lain sebagainya. Konflik atas sumberdaya alam dan pertanahan juga kerap terjadi di
Indonesia khususnya ketika distribusi atas sumberdaya alam atau sumber daya sebagai
pemenuhan kebutuhan masyarakat. Apalagi jika terdapat ketimpangan ekonomi yang tinggi,
perlakuan yang tidak adil (secara subjektivitas kelompok), dominasi etnis tertentu atas
sumberdaya yang melibatkan hubungan masyarakat dengan perusahaan / konglomerasi bisnis
dapat memicu konflik sosial yang dapat berskala besar. Indonesia perlu mengelola sumber
daya alamnya dengan cara yang lebih adil dan berkelanjutan dengan memperhatikan kondisi
ekosistem sosial yang ada (hubungan antara masyarakat - alam lingkungan dimana Ia hidup).
Kejahatan Lingkungan dan Perdagangan Hijau
Dengan semakin berkembangnya pengetahuan tentang ekonomi hijau dan pentingnya
pelestarian lingkungan hidup yang menjadi satu kesatuan dengan manusia. Kerusakan dan
kejahatan lingkungan seperti penambangan ilegal (tanpa izin), kerusakan hutan yang tidak
direncanakan, restorasi lingkungan hidup, industrialisasi dapat menjadi akselerator bagi
kerusakan lingkungan hidup. Ini merupakan tindakan antropogenik dalam proses
industrialisasi yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk
peningkatan suhu bumi. Sebagaimana dicatat oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan
Iklim yang dibentuk pada tahun 1988 di bawah organisasi UNFCCC.
Kemudian pada tahun 1992 Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang perubahan Iklim
(UNFCCC) dibentuk sebagai perjanjian internasional untuk mengidentifikasi,
merekomendasikan dan menerapkan serangkaian mekanisme untuk mengatasi perubahan
iklim dan masalah lingkungan lainnya (Gouldson & Murphy, 1997) sudah menjadi inisiatif
global dalam mengatasi masalah lingkungan. Di tambah Indonesia juga telah meratifikasi
Paris Agreement melalui Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2016 mengenai Pengesahan
Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change
(Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Perubahan Iklim). Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98
Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian target
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya
2304 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Kontribusi yang ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam
Pembangunan Nasional.
Ketimpangan Ekonomi
Ketimpangan ekonomi yang didefinisikan sebagai kesenjangan distribusi kekayaan
antar individu dalam suatu masyarakat tertentu merupakan masalah yang menurut temuan
berkorelasi positif dengan berbagai akibat yang tidak diinginkan termasuk kejahatan.
Hubungan antara ketimpangan ekonomi dan kejahatan biasanya diwujudkan dalam data
tingkat makro yang menunjukkan bahwa daerah-daerah yang ditandai dengan ketimpangan
ekonomi yang tinggi juga cenderung memiliki tingkat kejahatan yang lebih tinggi (Itskovich
& Factor, 2023). Kesenjangan pendapatan sering kali mengakibatkan masyarakat
berpenghasilan rendah (seringkali miskin) cenderung mendapatkan lebih banyak keuntungan
dari aktivitas ilegal dibandingkan aktivitas legal. Menurut teori regangan yang dikemukakan
oleh Merton (1949), individu yang menganggap dirinya kurang sukses dibandingkan rekan-
rekannya mungkin mengalami frustasi. Ketimpangan pendapatan yang semakin besar
memberikan tekanan yang lebih besar pada individu-individu tersebut, yang juga berarti
insentif yang lebih besar untuk melakukan kejahatan.
Di Indonesia berdasarkan data dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
memperlihatkan mayoritas tabungan orang Indonesia berada di bawah angka Rp. 100 juta,
hanya sekitar 1% orang Indonesia yang memiliki tabungan di atas Rp 100 juta. Data ini
berdasarkan 554.606.241 jumlah rekening atau sekitar 98,8% yang rekeningnya berada di
bawah 100 juta (CNBC, 2024). Dalam data yang berbeda di bidang pertanahan, indeks gini di
Indonesia kondisinya sangat memprihatinkan sebesar 0,59 artinya 1% penduduk menguasai
59% lahan yang ada di negeri ini. Ini merupakan salah satu bentuk ketimpangan ekonomi
yang terjadi di Indonesia dan patut menjadi perhatian Kepolisian sebagai pemelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat.
Penegakan Hukum dan Proses Integrasi Sistem Keadilan Terpadu
Meningkatnya kompleksitas, keragaman dan maraknya kejahatan di Masyarakat modern
memang merupakan tantangan bagi otoritas peradilan pidana khususnya dalam hal ini
Kepolisian dan Kejaksaan. Peran penting untuk melakukan check and balance antara polisi
dan jaksa memang dapat di satu sisi memperkuat penegakan hukum dan sistem peradilan
pidana namun disisi lain juga dapat melemahkan proses peradilan pidana. Kekhawatiran lebih
mengenai keterlibatan jaksa dalam penyelidikan polisi pada tahap awal penyelidikan memang
dapat meningkatkan hubungan kerja dengan polisi, walaupun di sisi yang lain intervensi
berlebih dapat juga menghambat kerja - kerja polisi dan mengurangi independensi kepolisian
yang sejatinya memiliki fungsi melebur untuk mengayomi dan melayani masyarakat guna
menjaga keteraturan sosial. Hal ini bisa terjadi ketika polisi dan jaksa tidak memiliki tujuan
yang sama dalam proses pidana. Kondisi ini wajar saja ketika perbedaan pandangan terjadi
mengenai disposisi kasus tertentu, namun bisa juga dianggap sebagai bukti berfungsi dan
berjalannya mekanisme check and balances dalam suatu sistem peradilan pidana. Kenyataan
ini dapat diminimalisir dengan konsultasi yang intensif pada tahap - tahap awal proses
Wawasan Ke-Indonesiaan dan Tantangan Masa Depan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2305
peradilan pidana, Pertemuan rutin, Workshop, seminar, model kerjasama penyederhanaan
proses yang bisa dibicarakan antara kedua pihak.
Dinamika dan Hubungan TNI - Polri
Perjalanan sejarah Indonesia secara unik dan kasuistik memang menempatkan
hubungan polisi - tentara dalam interaksi dan dinamika yang tidak selalu berada dalam
rangkaian hubungan yang harmonis (Bhakti, Yanuarti, & Nurhasim, 2009). Kompetisi
pembagian kewenangan dari dinamika keamanan dalam negeri era pasca-Soeharto
menempatkan kedua lembaga tersebut pada posisi yang diametral (Anwar & Sohail, 2004).
Perkembangan hubungan militer dan polisi di Indonesia juga tidak lepas dari perkembangan
struktur politik nasional sejak kemerdekaan hingga pasca reformasi dimana batas - batas dan
ruang lingkup wewenang menjadi kabur.
Koordinasi lintas Kementerian dan Instansi
Integrasi Pemolisian sebagai polisi yang saat ini dengan kompleksitas yang tinggi
berada dalam konteks - konteks kehidupan sosial yang semakin saling berhubungan satu
dengan yang lain. (Brodeur, 2010) menyebutnya dengan istilah jaringan kepolisian. Polisi
berada pada posisi bagaimana polisi dapat bekerja sama satu sama lain dalam berbagai
spesialisasi, unit organisasi dan sub unit kalau dibandingkan 1-2 dekade yang lalu tumpang
tindih yurisdiksi geografis dan administrasi kewilayahan tidak seperti sekarang baik intra -
organisasi maupun inter-organisasi (antar badan dan kementerian). ini merupakan tantangan
yang harus dihadapi dalam menuju pemolisian yang kolaborasi atau bisa beroperasi lintas
batas / interoperability.
Wawasan KeIndonesiaan
Indonesia memiliki karakteristik yang khas yakni negeri gugusan pulau - pulau, berbeda
dengan negara daratan atau kontinental. Gugusan pulau merupakan satu kesatuan wilayah
kedaulatan sejak lahirnya deklarasi djuanda pada tahun 1957. Melalui deklarasi djuanda
menetapkan batas teritorial yang tadinya tiap - tiap pulau sepanjang 3 mill di tengah - tengah
wilayah negara indonesia terdapat kekosongan (dapat dilalui entitas asing, sehingga
membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Penentuan batas wilayah kedaulatan negara
Indonesia tidak bisa diterapkan hukum batas negara berdasarkan azas negara kontinen.
Disinilah pentingnya konsep “negara kepulauan” (archipelagic state principle). Karakter satu
pulau dengan pulau lainnya akan memiliki keberagaman sosial yang berbeda satu dengan
yang lain. Archipelagic state principle sudah sejatinya menjadi kerangka berpikir dalam
mengelola negara dan masyarakat (khusus - umum, lokal - nasional, daerah - pusat, darat -
laut sungai dan berbagai komponen lainnya) sebagai satu kesatuan. Sehingga wilayah darat
dan laut (serta sungai) sebetulnya merupakan satu kesatuan penanganan khusus yang tidak
dapat dilepaskan satu dengan yang lain.
Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu secara efisien dan efektif menjaga
keberlangsungan entitas berbagai kesatuan sosial yang ada melalui bentuk penangkalan dan
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya
2306 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
hubungan yang kuat dengan masyarakat melalui Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Polisi sebagai pemelihara keteraturan sosial, pemberi jaminan keamanan dan rasa aman
dari berbagai gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi penting dalam
mempelajari kekhasan dari keindonesiaan. Tugas mengayomi, melindungi dan melayani
melalui upaya penegakan hukum (upaya paksa) atas suatu Tindakan yang dianggap
merugikan, mengganggu dan merusak tatanan kehidupan warga masyarakat, kelompok,
komuniti dan beranekara ragam pranata sosial yang ada . Hal ini penting dikarenakan secara
fungsional bagi kepolisian, mendapatkan kepercayaan, legitimasi dari masyarakat yang
dilayaninya adalah salah satu indikator keberhasilan polisi di mata masyarakat yang beraneka
ragam secara sosial ada di dalam Indonesia. Masalah yang terdapat dalam sebuah masyarakat
tertentu belum tentu menjadi masalah bagi masyarakat yang lain, sehingga tugas yang harus
dijalankan oleh polisi sesuai dengan fungsinya akan berbeda antara satuan kewilayahan yang
satu dengan yang lain. Hal ini menunjukkan keanekaragaman sosial suatu masyarakat akan
membutuhkan penanganan yang berbeda - beda satu dengan yang lain. Masalah sosial dalam
perspektif ini dilihat sebagai produk dari dinamika sosial masyarakat (Suparlan, 2021).
Indonesia juga memiliki akar historis / perjalanan sejarah yang juga membentuk konteks
KeIndonesiaan, begitu juga dengan sumber daya alam yang melimpah. Hal - hal ini turut serta
mempengaruhi proses - proses pengambilan keputusan setiap anggota kepolisian dengan
mendasarkannya pada pandangan keanekaragaman sosial yang ada di Indonesia seperti
kepentingan, sukubangsa, agama, suku, ras dan lain sebagainya. Keberadaan Kepolisian harus
secara sistematis, dan berbasis empiris untuk menyediakan suatu solusi yang didesain khusus
(tailor-made) dengan masyarakat kewilayahan di mana Ia hidup. Kepolisian bersama dengan
masyarakat sebagai mitra polisi harus bekerja bersama untuk memelihara berbagai ancaman,
gangguan, hambatan dan tantangan dari keamanan dan ketertiban masyarakat
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan diskusi dan analisis di atas, Masalah sosial sebagai gejala dapat
merusak tatanan kehidupan masyarakat di dalam suatu kelompok wilayah tertentu yang
didasarkan pada kesatuan - kesatuan sosial yang ada di masyarakat. Interkoneksi teknologi
informasi, keanekaragaman sosial kehidupan di Indonesia, sebagai kekuatan juga tetapi juga
sebagai kelemahan di Indonesia yang harus diwaspadai. Ancaman lintas batas negara,
ancaman digital / teknologi informasi dan komunikasi, ancaman keanekaragaman sosial di
Indonesia yang rentan terhadap potensi konflik, dan lain sebagainya. Proses pengembangan
strategi dari ancaman, hambatan, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat adalah
ancaman nyata bagi Indonesia. Aspek keluasan dalam konsep “Polisi” yang tidak bisa lepas
dari dunia sosial dan wawasan yang ada di KeIndonesiaan mampu untuk memahami
permasalahan yang lebih mendalam dan menjadikan berbagai strategi kebijakan pengendalian
sosial atas keteraturan sosial dapat terjaga dengan baik. Kepolisian perlu untuk memahami,
menganalisis dan merespon kondisi sosial masyarakat dengan penanaman nilai - nilai khas
dan luhur yang menjadi pedoman anggota masyarakat, itulah mengapa wawasan kebangsaan /
Wawasan Ke-Indonesiaan dan Tantangan Masa Depan Kepolisian Negara Republik Indonesia
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2307
wawasan keIndonesiaan penting sebagai cara pandang bangsa tentang diri dan lingkungan
alam serta sosial yang saling terkait satu dengan yang lain.
BIBLIOGRAFI
Albanese, Jay S. (2021). Organized crime as financial crime: the nature of organized crime as
reflected in prosecutions and research. Victims & Offenders, 16(3), 431443.
Anam, Muhammad, Sudarmanto, Kukuh, Arifin, Zaenal, & Sihotang, Amri Panahatan.
(2021). Kewenangan Direktorat Reserse Narkoba Polda Jateng Dalam Penanganan
Tindak Pidana Narkoba. Jurnal Usm Law Review, 4(2), 525534.
Anwar, Syed Aziz, & Sohail, M. Sadiq. (2004). Festival tourism in the United Arab Emirates:
First-time versus repeat visitor perceptions. Journal of Vacation Marketing, 10(2), 161
170.
Beech, Anthony R., Elliott, Ian A., Birgden, Astrid, & Findlater, Donald. (2008). The Internet
and child sexual offending: A criminological review. Aggression and Violent Behavior,
13(3), 216228.
Bennett, Nathan, & Lemoine, James. (2014). What VUCA really means for you. Harvard
Business Review, 92(1/2).
Bhakti, Ikrar Nusa, Yanuarti, Sri, & Nurhasim, Moch. (2009). Military politics, ethnicity and
conflict in Indonesia.
Brodeur, Jean Paul. (2010). The policing web. Oxford University Press.
Chan, T. C., Hackett, P. T., Lemoine, P. A., & Richardson, M. D. (2016). The use of
technology in higher education: The role of accountability. Journal of Studies in
Educational Leadership, 2(1).
Corazza, Laura, Scagnelli, Simone Domenico, & Mio, Chiara. (2017). Simulacra and
sustainability disclosure: Analysis of the interpretative models of creating shared value.
Corporate Social Responsibility and Environmental Management, 24(5), 414434.
Custers, Bart H. M., Pool, Ronald L. D., & Cornelisse, Remon. (2019). Banking malware and
the laundering of its profits. European Journal of Criminology, 16(6), 728745.
Frederick, Brian J., & Perrone, Dina. (2014). “Party N Play” on the Internet: Subcultural
formation, craigslist, and escaping from stigma. Deviant Behavior, 35(11), 859884.
Freiburger, Tina, & Crane, Jeffrey S. (2011). The Internet as a terrorist’s tool: A social
learning perspective. In Cyber Criminology (pp. 163176). Routledge.
Gouldson, Andrew, & Murphy, Joseph. (1997). Ecological modernisation: restructuring
industrial economies. Political Quarterly, 68(B), 7486.
Hanak, Gerhard, & Hofinger, Veronika. (2005). Police Science and Research in the European
Union: report. Institute for the Sociology of Law and Criminology.
Ismayani, Ade. (2019). Metodologi penelitian. Syiah Kuala University Press.
Itskovich, Eran, & Factor, Roni. (2023). Economic inequality and crime: The role of social
resistance. Journal of Criminal Justice, 86, 102065.
K. Gauthier, Deann, & J. Forsyth, Craig. (1999). Bareback sex, bug chasers, and the gift of
death. Deviant Behavior, 20(1), 85100.
Lavorgna, Anita. (2014). Internet-mediated drug trafficking: towards a better understanding of
new criminal dynamics. Trends in Organized Crime, 17, 250270.
Rebovich, Donald. (2021). The changing face of financial crime: New technologies, new
offenders, new victims, and new strategies for prevention and control. Victims &
Offenders, Vol. 16, pp. 283285. Taylor & Francis.
Rediker, Ezekiel. (2014). The incitement of terrorism on the internet: legal standards,
enforcement, and the role of the European Union. Mich. J. Int’l L., 36, 321.
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya
2308 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Stalans, Loretta J., & Finn, Mary A. (2016a). Consulting legal experts in the real and virtual
world: Pimps’ and johns’ cultural schemas about strategies to avoid arrest and
conviction. Deviant Behavior, 37(6), 644664.
Stalans, Loretta J., & Finn, Mary A. (2016b). Understanding how the internet facilitates crime
and deviance. Victims & Offenders, Vol. 11, pp. 501508. Taylor & Francis.
Suparlan, Suparlan. (2019). Teori konstruktivisme dalam pembelajaran. Islamika, 1(2), 79
88.
Suparlan, Suparlan. (2021). Factors contributing students’ speaking anxiety. Journal of
Languages and Language Teaching, 9(2), 160169.
Tekleselassie, A. A., Roberts, E. L., & Richardson, M. D. (2014). Technology as educational
speculation: Mechanism for a continually shifting world. Innovative Technology for
21st Century Education. Dubuque, IA: Kendall/Hunt.
Tohirin Al Mudzakir, Adi Rizky Pratama, & Ayu Ratna Juwita. (2022). Sistem Informasi
Umkm Pada Website Desa. Buana Ilmu, 7(1), 277282.
https://doi.org/10.36805/bi.v7i1.3490
Truant, Elisa, Corazza, Laura, & Scagnelli, Simone Domenico. (2017). Sustainability and risk
disclosure: An exploratory study on sustainability reports. Sustainability, 9(4), 636.
Wade, Steven, & Hornick, Julie. (2018). Stop! Don’t share that story!: Designing a pop-up
undergraduate workshop on fake news. The Reference Librarian, 59(4), 188194.
Waller, Robert E., Lemoine, Pamela A., Mense, Evan G., Garretson, Christopher J., &
Richardson, Michael D. (2019). Global higher education in a VUCA world: Concerns
and projections. Journal of Education and Development, 3(2), 73.
Weisburd, David, & Braga, Anthony A. (2019). Police innovation: Contrasting perspectives.
Cambridge University Press.
Copyright holder:
Bakharuddin Muhammad Syah, Rendy Ananta Prasetya (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: