JOURNAL SYNTAX IDEA

p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 05, Mei 2024

 

 

PERUBAHAN KELEMBAGAAN RUMAH SAKIT DAERAH

 

Yuli Trijayati, Purnawan Junadi

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]*

 

Abstrak

Kesehatan merupakan kunci kesejahteraan umat manusia. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit harus mampu meningkatkan pelayanan yang lebih baik serta terjangkau oleh masyarakat. Rumah sakit daerah sebagai institusi pelayanan kesehatan yang dikelola pemerintah daerah memiliki kelembagaannya sendiri. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui berbagai perubahan kelembagaan rumah sakit daerah. Metode yang digunakan adalah literature riview dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sekunder yang berasal dari hasil dokumentasi berbagai buku, jurnal, atau dokumen lainnya. Adapun data yang disajikan menggunakan model interaktif Miles and Huberman dengan mencakup (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Data yang disajikan menunjukkan bahwa kelembagaan rumah sakit daerah di Indonesia sering kali mengalami perubahan. Seperti perubahan dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPTD) atau BLUD, dan terakhir

Kata kunci: Kesehatan, kelembagaan, rumah sakit daerah

 

Abstract

Health is the key to well-being for mankind. Hospitals are health service institutions for the community so they must be able to improve services that are better and affordable by the community. Regional hospitals as health service institutions managed by local governments have their own institutions. This article aims to find out the various institutional changes in regional hospitals. The method used is literature review with a qualitative approach. The data source used is secondary which comes from the documentation of various books, journals, or other documents. The data presented using the Miles and Huberman interactive model includes (1) data reduction, (2) data presentation, and (3) conclusion drawing/verification. The data presented shows that regional hospital institutions in Indonesia often undergo changes. Such as the change from Regional Technical Institution (LTD) to Technical Implementation Unit (UPTD) or BLUD, and finally

Keywords: Health, institutional, regional hospital

 

PENDAHULUAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Juhari, 2016). Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan yang baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah ini mengatur rumah sakit Daerah sebagai unit organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan secara profesional yaitu otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik Daerah serta bidang kepegawaian (Gusnally, Yusrizal, & Sulaiman, 2022).

Rumah sakit daerah adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang berlokasi di daerah tertentu, seperti kota, kabupaten, atau wilayah pedesaan (Sadali, Alfana, Hadijah, Rosewidiadari, & Andika, 2022). Mereka memiliki peran penting dalam menyediakan layanan medis dan perawatan kepada masyarakat di wilayah tersebut. Rumah sakit daerah biasanya bertanggung jawab untuk memberikan layanan kesehatan dasar, seperti rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, pelayanan kebidanan, dan pelayanan medis lainnya kepada penduduk local (Putra, 2014).

Selain itu, rumah sakit daerah juga bisa menjadi pusat rujukan untuk kasus-kasus yang memerlukan perawatan kesehatan yang lebih kompleks atau spesialis. Mereka dapat berkolaborasi dengan rumah sakit regional atau nasional untuk mentransfer pasien jika dibutuhkan. Rumah sakit daerah sering kali menjadi tulang punggung sistem kesehatan di wilayah tersebut, karena mereka memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang lebih luas dan memiliki akses yang lebih dekat bagi penduduk setempat. Dengan demikian, mereka berperan penting dalam memastikan akses universal terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, rumah sakit daerah (RSD) biasanya memiliki kelembagaan yang terkait erat dengan pemerintah daerah. Struktur kelembagaan RSD ini sering kali mengikuti prinsip-prinsip otonomi daerah dan pengelolaan administrasi publik yang terdesentralisasi (Santoso & Harefa, 2015). Beberapa kelembagaan rumah sakit umum daerah diIndonesia seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT), LTD, hingga Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Berbeda dengan artikel-artikel sebelumnya, kebaruan pada artikel ini adalah menganalisis perubahaan kelembagaan rumah sakit daerah di Indonesia kemudian membandingkannya dengan di luar negeri. Sehingga artikel ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan tentang kelembagaan rumah sakit daerah.

 

METODE PENELITIAN

Artikel ini menggunakan metode literature review. Literatur review adalah metode yang digunakan untuk menganalisis dan mensintesis pengetahuan yang ada mengenai topik atau pertanyaan tertentu. Ini melibatkan pencarian, evaluasi kritis, dan interpretasi sumber-sumber ilmiah yang relevan, seperti artikel jurnal, buku, dan bab buku yang ditinjau oleh rekan sejawat (Mengist, Soromessa, & Legese, 2020). Literature review merupakan suatu penelusuran kepustakaan dengan cara membaca dan menelaah berbagai jurnal, buku, dan berbagai naskah terbitan lainnya yang berkaitan dengan topik untuk menghasilkan sebuah tulisan yang berkenaan dengan suatu topik atau isu tertentu (Sahputra, Habibah, & Fitria, 2023). Sedangkan kualitatif merupakan suatu teknik sajian data yang menggunakan narasi atau kata-kata dalam menjelaskan dan menjabarkan makna dari setiap fenomena, gejala, dan situasi sosial tertentu. Dalam artikel kualitatif, peneliti adalah instrumen kunci untuk memaknai dan menginterpretasikan setiap fenomena, gejala dan situasi sosial tertentu. Karena itu peneliti perlu menguasai teori untuk menganalisis kesenjangan yang terjadi antara konsep teoritis dengan fakta yang terjadi (Waruwu, 2023).

Pada artikel ini sumber data yang digunakan yakni data sekunder yang didapatkan secara dokumentasi yang bersumber dari jurnal, buku ataupun dokumen lainnya yang mendukung artikel, setelah data didapatkan kemudian di analisis. Data yang disajikan menggunakan model Miles and Huberman. Model interaktif ini memiliki 3 komponen yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi (Zulfirman, 2022)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Derah pasal 22 bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban menyediakan fasilitas pelayanan Kesehatan (Undang-Undang, 2005).Pelayanan yang harus di lakukan pemerintah daerah di bidang kesehatan di laksanakan melalui upaya peningkatan mutu layanan Rumah Sakit Daerah. Otonomi di berikan kepada manajemen Rumah Sakit Daerah dalam rangka memperlancar dan meningkatan pelayanan kesehatan kepada Masyarakat (Sahuri & FITRIANA, 2014). Rumah Sakit Daerah (RSD) memiliki peran penting dalam menyediakan akses pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah tertentu. Sebagai pusat kesehatan terdekat, RSD memberikan layanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat, serta berperan sebagai pusat rujukan untuk perawatan yang lebih lanjut. Selain itu, mereka juga aktif dalam upaya pencegahan penyakit, promosi kesehatan, dan tanggap terhadap bencana. Dengan fungsi ini, RSD tidak hanya menjaga kesehatan individu tetapi juga mendukung kesejahteraan komunitas secara keseluruhan, memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara terhadap layanan kesehatan yang diperlukan. Adapun klasifikasi RSD berdasarkan PP No.72 Tahun 2019 tentang Perangkat Daerah dalam Pasal 44E berbunyi:

1.   Jenis rumah sakit Daerah kabupaten/kota terdiri atas rumah sakit umum dan rumah sakit khusus.

2.   Rumah sakit Daerah kabupaten/kota diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit Daerah kabupaten/kota.

3.   Klasifikasi rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota terdiri atas:

a.   rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas A;

b.   rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas B;

c.   rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas C; dan

d.   rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas D.

4.   Klasifikasi rumah sakit khusus Daerah kabupaten I kota terdiri atas: a. rumah sakit khusus Daerah kabupaten/kota kelas A; dan b. rumah sakit khusus Daerah kabupaten/kota kelas B.

5.   Jenis dan klasifikasi rumah sakit Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menentukan besaran organisasi rumah sakit Daerah kabupaten/ kota.

6.   Ketentuan mengenai fasilitas dan kemampuan pelayanan klasifikasi rurnah sakit Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.

RSD adalah tulang punggung JKN, kesuksesan JKN bergantung kepada bagaimana RSD mengelola pelayanan. Tidak hanya dalam sektor kesehatan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, RSD juga berperan dalam sektor pendidikan. RSD adalah wahana pendidikan utama dalam mendidik calon tenaga kesehatan (medis dan non medis). Selain berfungsi sebagai wahana pendidikan, RSD juga berkontribusi terhadap sejumlah publikasi. Besarnya peran yang dimiliki, menjadikan RSD sebagai bagian penting program Academic Health System yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan disebuah wilayah melalui pendekatan kolaborasi lintas sektor (Pendidikan, Kesehatan, Pemerintah Daerah). Waktu membuktikan bahwa RSD mampu mengejar ketertinggalan dengan diberikankannya otoritas dan kemandirian dalam bentuk Pengelolaan Keuangan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang mulai diimplementasikan pada tahun 2009. Otonomi dan fleksibilitas yang didapat dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) dan BLUD mengantarkan RSD keluar dari keterbatasan sumber daya melalui mekanisme Public Private Partnership (PPP) (Basabih, 2017).

Rumah sakit daerah sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, maka peraturan. perundang-undangan yang pertama kali perlu untuk dikaji secara lebih mendalam ialah yang terkait dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah Untuk merespon keinginan akan otonomi pemerintah daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanahkan desentralisasi untuk urusan pemerintahan pusat ke daerah yang kemudian diimplementasikan pada tahun 2001. Otonomi daerah ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tahun 2001, terbitlah Keppres Nomor 40 Tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah yang menetapkan bahwa kelembagaan RSD dapat berbentuk Lembaga Teknis Daerah (LTD) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), peraturan ini kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang menyatakan bahwa kelembagaan RSD adalah LTD.

Pemerintah tetap menjadi pemilik rumah sakit. Akan tetapi, terdapat proses otonomi manajemen rumah sakit yang berakibat pada semacam pemisahan antara fungsi pemerintah sebagai pemberi biaya atau regulator dengan fungsi pelayanan. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan yang diubah kembali menjadi Perum atau BLU, RSD menjadi Lembaga Teknis Daerah yang tidak berada di bawah Dinas Kesehatan (PP No. 8 Tahun 2003). Pada tahun 2003 juga, pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menindaklanjuti Keppres Nomor 41 dengan menginisiasi kelembagaan RSD sebagai Badan Usaha Milik Daerah (Perseroan). Inisiasi RSD sebagai BUMD ini kemudian berakhir dengan Keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perda Nomor 13, 14 dan 15 tahun 2004 yang berisi tentang perubahan status RSUD menjadi Perseroan Terbatas lewat keputusan MA Reg. Nomor 05 P/HUM/2005. Pertimbangan hukum kala itu antara lain RSUD harus memenuhi pelayanan hak atas kesehatan, bukan berorientasi bisnis yang mengedepankan keuntungan. Selain itu, dengan adanya isu privatisasi berarti mengubah sifat pelayanan publik yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat miskin dan juga menghalangi akses mereka atas hak kesehatannya. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 32 memperkuat kelembagaan RSD sebagai LTD yang berada langsung di bawah Kepala Daerah. Undang-Undang ini kemudian turut dii- kuti dengan keluarnya Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD dan Permenpan Nomor 2 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa RSD yang menerapkan PPK BLUD berkedudukan langsung di bawah Kepala Daerah yang secara operasional sehari-hari dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah (Basabih, 2017).

Di saat upaya-upaya perbaikan terus menerus dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan, terbit Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, di mana pada Undang-Undang ini nomenklatur Lembaga Teknis Daerah (LTD) kembali hilang. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 2004 secara eksplisit pada Pasal 209 Ayat (2) yang berbunyi bahwa Perangkat Daerah kabupaten/kota terdiri atas : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, Badan dan Kecamatan. Berdasar hal tersebut Lembaga Teknis Daerah (LTD) sebagai induk kelembagaan rumah sakit daerah.

Berdasarkan Undang-undang No. 22/1999, UU No. 25/1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25/2000 rumah sakit memasuki era desentralisasi sistem kesehataan, sehingga memicu perubahan besar dalam lingkungan lembaga pelayanan kesehatan. Namun sejak diterbitkannya PP No. 18 Tahun 2016 Pasal 21 yang memuat isu kebijakan untuk mengembalikan posisi rumah sakit daerah provinsi menjadi unit pelaksana teknis di bawah dinas kesehatan, telah membuat kedudukan dan fungsi rumah sakit umum daerah akan menjadi lembaga fungsional murni (non eselon) berbentuk unit pelaksana teknis daerah dibawah dinas Kesehatan (Marchelina et al., 2019). Peraturan turunannya (PP Nomor 18 Tahun 2016) merubah kelembagan RSD yang semula Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas yang bersifat otonom dan memposisikan RSUD sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah koordinasi Dinas Kesehatan (Rentha Monica Simamora et al., 2021).

Status kelembagaan UPTD, minim teknologi, kecurangan pendapatan dimana-mana, kualitas SDM rendah, ini memotivasi seorang inisiator direktur saat itu untuk mengubah RS menjadi lebih baik dan mensejahterakan karyawannya. Perubahan budaya organisasi tersebut selanjutnya diterapkan pada perubahan status kelembagaan UPTD menjadi LTD swadana didukung oleh bupati dan DPRD, mengikuti standarisasi akreditasi rumah sakit, ISO, Pelayanan piala citra, mengadakan teknologi SIM RS, HT, PABX, KSO peralatan medik dan penunjang medis dan meningkatkan kualitas SDM dengan memberikan diklat dan memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi sampai S2 bagi seluruh karyawan (Hariyadi, Sudiro, & Mawarni, 2013).

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada Pasal 21 yang secara substansi menyatakan bahwa terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Disinilah berakhirnya riwayat Lembaga Teknis Daerah yaitu RSD dan berubah bentuk menjadi UPTD dibawah Dinas Kesehatan Provinsi (Nomor, 18AD). Pada pasal 21 PP Nomor 18 Tahun 2016 merupakan penegasan dari berubahnya RSD dimana disebutkan bahwa RSD dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah provinsi yang merupakan dokter dengan jabatan fungsional (pasal 94), bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah (PPK-BLUD) (Kusuma, 2016).

Adapun kedudukan RSD menurut PP No. 72 tahun 2019 menyebutkan bahwa RSD merupakan fasilitas pelayanan kesehatan milik daerah dengan karakteristik dan organisasi yang bersifat khusus untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan daerah. Unit Organisasi Baru Kesatuan Rumah Sakit (UOBK) sendiri merupakan aturan yang mengatur tentang struktur organisasi rumah sakit di Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah mengatur rumah sakit Daerah dipimpin oleh direktur, sehingga perlu diatur mengenai batas waktu penyesuaian status jabatan direktur rumah sakit Daerah yang berdasarkan ketentuan sebelumnya dilaksanakan oleh pejabat fungsional dokter atau dokter gigi yang diberikan tugas tambahan. Selain itu, dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan optimalisasi layanan kesehatan, rumah sakit Daerah yang belum menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah diwajibkan untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah (Gusnally et al., 2022).

Implementasi UOBK di berbagai RSD di Indonesia melibatkan proses adaptasi dan penerapan pedoman yang tercantum dalam PP No 72 Tahun 2019. Hal ini dapat mencakup:

a.    Pemetaan dan Penyusunan Struktur Organisasi: Rumah sakit melakukan pemetaan dan penyusunan ulang struktur organisasi sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam PP No 72 Tahun 2019, termasuk pembentukan unit-unit kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan standar.

b.   Pengangkatan Pejabat dan Manajemen: Pengangkatan pejabat dan manajemen rumah sakit dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tersebut, dengan memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.

c.    Penyusunan Pedoman dan Prosedur Operasional: Rumah sakit menyusun pedoman dan prosedur operasional yang sesuai dengan UOBK untuk memastikan bahwa seluruh proses operasional rumah sakit berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

d.   Pemberdayaan dan Pelatihan: Implementasi UOBK juga melibatkan pemberdayaan dan pelatihan kepada seluruh staf rumah sakit agar mereka memahami dan dapat menjalankan tugas mereka sesuai dengan struktur dan prosedur yang baru.

Dalam beberapa tahun terakhir, kelembagaan rumah sakit umum daerah di Indonesia telah mengalami transformasi yang signifikan, terutama terkait dengan pemilikan, pengelolaan, dan struktur organisasinya. Seiring dengan adopsi konsep Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), rumah sakit daerah kini memiliki otonomi yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan dan operasional. Hal ini menandai perubahan dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPTD) atau BLUD. Meskipun demikian, rumah sakit pemerintah di Indonesia tetap menjadi milik dan dioperasikan oleh pemerintah daerah setempat. Di sisi lain, kelembagaan rumah sakit pemerintah di luar negeri memiliki variasi yang lebih luas, dengan beberapa negara menempatkannya di bawah wewenang badan kesehatan nasional, badan kesehatan regional, atau sebagai bagian dari lembaga swadaya masyarakat. Struktur organisasinya juga dapat berbeda, dengan beberapa rumah sakit pemerintah memiliki otonomi yang lebih besar dalam pengelolaan keuangan dan operasional, sementara yang lain tetap terikat pada regulasi yang lebih ketat dari pemerintah pusat. Meskipun demikian, prinsip-prinsip pelayanan kesehatan publik dan peran strategis dalam sistem kesehatan nasional tetap menjadi fokus utama baik di dalam maupun di luar negeri.

Salah satu bentuk kelembagaan rumah sakit pemerintah yang ada di luar negeri adalah Singhealth di Singapore. Rumah sakit pemerintah di Singapura dikenal dengan nama SingHealth. SingHealth adalah rumah sakit umum yang beroperasi di Singapura dan merupakan salah satu dari tiga jenis rumah sakit umum di Singapura. Rumah sakit ini menyediakan berbagai layanan medis, termasuk perawatan pendukung, perawatan inti, dan perawatan khusus. SingHealth adalah rumah sakit umum yang memiliki setidaknya 200 tempat tidur.

Singapore Health Service umumnya dikenal sebagai SingHealth, adalah kelompok institusi kesehatan terbesar di Singapura. Kelompok ini dibentuk pada tahun 2000 dan terdiri dari empat rumah sakit umum, tiga rumah sakit komunitas, lima pusat khusus nasional dan jaringan delapan poliklinik. Rumah Sakit Umum Singapura adalah rumah sakit terbesar dalam grup dan berfungsi sebagai rumah sakit unggulan untuk klaster tersebut (Renaldy, 2018).

Rumah sakit pemerintah di Indonesia dan Singapura memiliki perbedaan yang mencolok dalam struktur organisasi, pendanaan, dan pelayanan kesehatan yang mereka tawarkan. Di Indonesia, rumah sakit pemerintah umumnya dioperasikan oleh pemerintah daerah atau kementerian terkait dan seringkali memiliki struktur organisasi yang beragam, yang melibatkan Kepala Rumah Sakit, Dewan Pengawas (bila ada), dan manajemen yang bertanggung jawab atas pengelolaan harian dan sumber daya. Sedangkan di Singapura, rumah sakit pemerintah dikelola oleh badan pemerintah terpisah dan memiliki struktur organisasi yang lebih terpusat dan terkoordinasi. Mereka didanai melalui pajak, iuran kesehatan wajib, serta sumbangan swasta, dengan fokus pada standar pelayanan yang tinggi dan teknologi medis yang canggih. Meskipun biaya perawatan bisa lebih tinggi, rumah sakit pemerintah Singapura menawarkan pelayanan spesialis yang luas dan mencakup pasien dari berbagai lapisan masyarakat.

Adapun keuntungan dan kekurangan setiap kelembagaan RSD di Indonesia adalah sebagai berikut.

a.    UPT (Unit Pelaksana. Teknis)

1)  Keuntungan

a)   Keterkaitan dengan Pemerintah: Sebagai unit pelaksana teknis, UPT memiliki keterkaitan yang kuat dengan pemerintah daerah atau instansi terkait, sehingga dapat memperoleh dukungan langsung dari pemerintah.

b)   Kontrol Penuh: UPT biasanya memiliki kontrol penuh atas kegiatan operasional dan pengelolaan sumber daya rumah sakit, memungkinkan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan.

2)  Kekurangan

a)   Fokus pada Pelayanan Medis: Sebagai pusat layanan dokter, PLD dapat memberikan fokus yang kuat pada pelayanan medis dan peningkatan kualitas layanan kesehatan.

b)   Keterlibatan Dokter: Keterlibatan dokter dalam pengambilan keputusan dapat memastikan bahwa aspek medis dan klinis diprioritaskan dalam manajemen rumah sakit.

c)   UPTD (Unit Pengelola Teknis Daerah)

1)   Keuntungan

a)   Keterkaitan Lokal yang Kuat: Sebagai unit yang dikelola secara teknis oleh pemerintah daerah, UPTD memiliki keterkaitan yang kuat dengan kebutuhan dan kondisi lokal, sehingga dapat lebih responsif terhadap masalah dan tantangan yang spesifik bagi wilayahnya.

b)  Fleksibilitas Operasional: UPTD memiliki tingkat fleksibilitas yang relatif tinggi dalam pengelolaan operasional, karena dapat menyesuaikan kebijakan dan prosedur sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

2)   Kekurangan

a)   Keterbatasan Sumber Daya: UPTD mungkin menghadapi keterbatasan sumber daya, baik dalam hal anggaran, tenaga kerja, maupun infrastruktur, yang dapat membatasi kemampuannya dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.

b)  Tingkat Pelayanan yang Bervariasi: Kualitas dan aksesibilitas pelayanan kesehatan di UPTD dapat bervariasi secara signifikan antara satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung pada tingkat dukungan dan prioritas pemerintah daerah setempat.

d)   BLU (Badan Layanan Umum)

1)   Keuntungan

a)   Fleksibilitas Keuangan: Sebagai badan layanan umum, BLU memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dan dapat menghasilkan pendapatan sendiri melalui layanan yang diberikan.

b)  Kemandirian Keuangan: BLU dapat mengelola dan mengalokasikan sumber daya secara mandiri, tanpa terlalu bergantung pada anggaran pemerintah.

2)     Kekurangan

a)     Peningkatan Persaingan: Dalam menghasilkan pendapatan sendiri, BLU mungkin menghadapi persaingan dengan rumah sakit swasta dalam menarik pasien dan meningkatkan pelayanan.

b)     Tanggung Jawab Keuangan: BLU bertanggung jawab secara mandiri atas keseimbangan anggaran dan keuntungan, sehingga risiko keuangan juga meningkat.

e)   UOBK (Unit Organisasu Baru Kesatuan Rumah Sakit

1)     Keuntungan

a)     Manajemen yang Efisien: UOBK dapat memungkinkan manajemen yang lebih efisien dan efektif, karena struktur organisasinya yang terpusat dan terkoordinasi.

b)     Pengambilan Keputusan yang Cepat: Dengan struktur organisasi yang lebih terpusat, UOBK dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang cepat dan responsif terhadap perubahan lingkungan.

2)     Kekurangan

a)     Kehilangan Otonomi Lokal: Dalam beberapa kasus, UOBK mungkin mengurangi otonomi dan fleksibilitas bagi rumah sakit dalam mengelola sumber daya dan menentukan kebijakan lokal.

b)     Tantangan Implementasi: Proses implementasi UOBK bisa menjadi rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama, terutama dalam menyatukan berbagai entitas rumah sakit menjadi satu kesatuan organisasi.

Dengan demikian, implementasi kebijakan tentang kelembagaan rumah sakit daerah menggambarkan perjalanan evolusi rumah sakit dari lembaga sosial menjadi industri pelayanan kesehatan yang berbasis manajerial. Adanya kelembagaan rumah sakit daerah berperan penting dalam mendukung system Kesehatan yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan di tingkat local maupun nasional.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil literature review menunjukkan bahwa kelembagaan rumah sakit daerah mencakup sejumlah aspek penting, termasuk perubahan struktural, pengelolaan sumber daya, dan efektivitas pelayanan kesehatan. Transformasi kelembagaan, seperti peralihan dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), telah mempengaruhi cara rumah sakit daerah dioperasikan dan dikelola. Pengaturan kelembagaan ini sering kali bertujuan untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada rumah sakit dalam pengelolaan keuangan dan operasionalnya.

 

 

Bibliografi

Basabih, Masyitoh. (2017). Buku Putih Rumah Sakit Daerah. Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada).

Gusnally, Harris, Yusrizal, Yusrizal, & Sulaiman, Sulaiman. (2022). Kedudukan Dan Kewenangan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Sebagai Badan Layanan Umum Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 Tentang Perangkat Daerah. Suloh: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, 10(2), 431�447.

Hariyadi, Sepri, Sudiro, Sudiro, & Mawarni, Atik. (2013). Analisis Proses Perubahan Budaya Organisasi Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan Bali. Universitas Diponegoro.

Kusuma, Hendra. (2016). Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia, 9(1), 1�11.

Mengist, Wondimagegn, Soromessa, Teshome, & Legese, Gudina. (2020). Method For Conducting Systematic Literature Review And Meta-Analysis For Environmental Science Research. Methodsx, 7, 100777.

Nomor, Peraturan Pemerintah. (18ad). Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.

Putra, Windhu. (2014). Efesiensi Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Pasca Pemekaran Wilayah Di Provinsi Kalimantan Barat.

Renaldy, M. Reza. (2018). Asean Tourism Strategic Plan (Atsp) 2016-2025 Dalam Mendorong Daya Saing Pariwisata Untuk Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Di Negara-Negara Asean.

Rentha Monica Simamora, Rentha, Arfijanto, Muhammad Vitanata, Rusli, Musofa, Budi Utomo, Budi, Pakpahan, Cennikon, & Garry Prasetyo Adi, Garry. (2021). Clinical Signs And Laboratory Parameters As Predictors Of Mortality Among Hospitalized Human Immunodeficiency Virus-Infected Adult Patients At Tertiary Hospital In Surabaya. Open Access Macedonian Journal Of Medical Sciences, 25(95 (B)), 1388�1394.

Sadali, Mohammad Isnaini, Alfana, Muhammad Arif Fahrudin, Hadijah, Zara, Rosewidiadari, Ersa Latifa, & Andika, Rifan. (2022). Dominasi Kota Sebagai Konsentrasi Fasilitas Kesehatan (Studi Kasus: Daerah Istimewa Yogyakarta). Region: Jurnal Pembangunan Wilayah Dan Perencanaan Partisipatif, 17(1), 136�150.

Sahputra, Dedi, Habibah, Puspita, & Fitria, Dilla. (2023). Munculnya Kecemasan Sosial Sebagai Masalah Kesehatan Mental Pada Pengguna Media Sosial. Caraka: Indonesia Journal Of Communication, 4(1), 17�25.

Sahuri, Chalid, & Fitriana, Adilla. (2014). Analisis Pelayanan Medik Pada Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau University.

Santoso, Catur Wibowo Budi, & Harefa, Herman. (2015). Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan Oleh Pemerintah. Jurnal Bina Praja: Journal Of Home Affairs Governance, 7(1), 1�20.

Undang-Undang, R. I. (2005). Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Jakarta.

Waruwu, Marinu. (2023). Pendekatan Penelitian Pendidikan: Metode Penelitian Kualitatif, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Jurnal Pendidikan Tambusai, 7(1), 2896�2910.

Zulfirman, Rony. (2022). Implementasi Metode Outdoor Learning Dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Agama Islam Di Man 1 Medan. Jurnal Penelitian, Pendidikan Dan Pengajaran: Jppp, 3(2), 147�153.

 

Copyright holder:

Yuli Trijayati, Purnawan Junadi (2024)

 

 

First publication right:

Syntax Idea

 

 

 

This article is licensed under:

�����������������������������������������������