How to cite:
Trijayati, Y., & Junadi, P. (2024). Perubahan Kelembagaan Rumah Sakit Daerah. Syntax Idea. 6(5).
doi
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
PERUBAHAN KELEMBAGAAN RUMAH SAKIT DAERAH
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
*
Abstrak
Kesehatan merupakan kunci kesejahteraan umat manusia. Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan masyarakat. Rumah sakit harus mampu meningkatkan pelayanan yang lebih
baik serta terjangkau oleh masyarakat. Rumah sakit daerah sebagai institusi pelayanan kesehatan
yang dikelola pemerintah daerah memiliki kelembagaannya sendiri. Artikel ini bertujuan untuk
mengetahui berbagai perubahan kelembagaan rumah sakit daerah. Metode yang digunakan adalah
literature riview dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sekunder yang
berasal dari hasil dokumentasi berbagai buku, jurnal, atau dokumen lainnya. Adapun data yang
disajikan menggunakan model interaktif Miles and Huberman dengan mencakup (1) reduksi data,
(2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Data yang disajikan menunjukkan
bahwa kelembagaan rumah sakit daerah di Indonesia sering kali mengalami perubahan. Seperti
perubahan dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPTD) atau
BLUD, dan terakhir
Kata kunci: Kesehatan, kelembagaan, rumah sakit daerah
Abstract
Health is the key to well-being for mankind. Hospitals are health service institutions for the
community so they must be able to improve services that are better and affordable by the
community. Regional hospitals as health service institutions managed by local governments have
their own institutions. This article aims to find out the various institutional changes in regional
hospitals. The method used is literature review with a qualitative approach. The data source used
is secondary which comes from the documentation of various books, journals, or other documents.
The data presented using the Miles and Huberman interactive model includes (1) data reduction,
(2) data presentation, and (3) conclusion drawing/verification. The data presented shows that
regional hospital institutions in Indonesia often undergo changes. Such as the change from
Regional Technical Institution (LTD) to Technical Implementation Unit (UPTD) or BLUD, and
finally
Keywords: Health, institutional, regional hospital
PENDAHULUAN
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Juhari, 2016).
Rumah Sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan yang baik melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah ini mengatur rumah sakit Daerah sebagai unit
organisasi bersifat khusus yang memberikan layanan secara profesional yaitu otonomi
dalam pengelolaan keuangan dan barang milik Daerah serta bidang kepegawaian
(Gusnally, Yusrizal, & Sulaiman, 2022).
JOURNAL SYNTAX IDEA
p–ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi
2356 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Rumah sakit daerah adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang berlokasi di daerah
tertentu, seperti kota, kabupaten, atau wilayah pedesaan (Sadali, Alfana, Hadijah,
Rosewidiadari, & Andika, 2022). Mereka memiliki peran penting dalam menyediakan
layanan medis dan perawatan kepada masyarakat di wilayah tersebut. Rumah sakit daerah
biasanya bertanggung jawab untuk memberikan layanan kesehatan dasar, seperti rawat
jalan, rawat inap, gawat darurat, pelayanan kebidanan, dan pelayanan medis lainnya
kepada penduduk local (Putra, 2014).
Selain itu, rumah sakit daerah juga bisa menjadi pusat rujukan untuk kasus-kasus
yang memerlukan perawatan kesehatan yang lebih kompleks atau spesialis. Mereka dapat
berkolaborasi dengan rumah sakit regional atau nasional untuk mentransfer pasien jika
dibutuhkan. Rumah sakit daerah sering kali menjadi tulang punggung sistem kesehatan
di wilayah tersebut, karena mereka memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang
lebih luas dan memiliki akses yang lebih dekat bagi penduduk setempat. Dengan
demikian, mereka berperan penting dalam memastikan akses universal terhadap layanan
kesehatan yang berkualitas.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia, rumah sakit daerah (RSD) biasanya
memiliki kelembagaan yang terkait erat dengan pemerintah daerah. Struktur kelembagaan
RSD ini sering kali mengikuti prinsip-prinsip otonomi daerah dan pengelolaan
administrasi publik yang terdesentralisasi (Santoso & Harefa, 2015). Beberapa
kelembagaan rumah sakit umum daerah diIndonesia seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT),
LTD, hingga Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Berbeda dengan artikel-artikel sebelumnya, kebaruan pada artikel ini adalah
menganalisis perubahaan kelembagaan rumah sakit daerah di Indonesia kemudian
membandingkannya dengan di luar negeri. Sehingga artikel ini bertujuan untuk
menganalisis implementasi kebijakan tentang kelembagaan rumah sakit daerah.
METODE PENELITIAN
Artikel ini menggunakan metode literature review. Literatur review adalah
metode yang digunakan untuk menganalisis dan mensintesis pengetahuan yang ada
mengenai topik atau pertanyaan tertentu. Ini melibatkan pencarian, evaluasi kritis, dan
interpretasi sumber-sumber ilmiah yang relevan, seperti artikel jurnal, buku, dan bab buku
yang ditinjau oleh rekan sejawat (Mengist, Soromessa, & Legese, 2020). Literature
review merupakan suatu penelusuran kepustakaan dengan cara membaca dan menelaah
berbagai jurnal, buku, dan berbagai naskah terbitan lainnya yang berkaitan dengan topik
untuk menghasilkan sebuah tulisan yang berkenaan dengan suatu topik atau isu tertentu
(Sahputra, Habibah, & Fitria, 2023). Sedangkan kualitatif merupakan suatu teknik sajian
data yang menggunakan narasi atau kata-kata dalam menjelaskan dan menjabarkan
makna dari setiap fenomena, gejala, dan situasi sosial tertentu. Dalam artikel kualitatif,
peneliti adalah instrumen kunci untuk memaknai dan menginterpretasikan setiap
fenomena, gejala dan situasi sosial tertentu. Karena itu peneliti perlu menguasai teori
untuk menganalisis kesenjangan yang terjadi antara konsep teoritis dengan fakta yang
terjadi (Waruwu, 2023).
Pada artikel ini sumber data yang digunakan yakni data sekunder yang didapatkan
secara dokumentasi yang bersumber dari jurnal, buku ataupun dokumen lainnya yang
mendukung artikel, setelah data didapatkan kemudian di analisis. Data yang disajikan
menggunakan model Miles and Huberman. Model interaktif ini memiliki 3 komponen
yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi
(Zulfirman, 2022)
Perubahan Kelembagaan Rumah Sakit Daerah
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2357
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Derah
pasal 22 bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban
menyediakan fasilitas pelayanan Kesehatan (Undang-Undang, 2005).Pelayanan yang
harus di lakukan pemerintah daerah di bidang kesehatan di laksanakan melalui upaya
peningkatan mutu layanan Rumah Sakit Daerah. Otonomi di berikan kepada manajemen
Rumah Sakit Daerah dalam rangka memperlancar dan meningkatan pelayanan kesehatan
kepada Masyarakat (Sahuri & FITRIANA, 2014). Rumah Sakit Daerah (RSD) memiliki
peran penting dalam menyediakan akses pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di
wilayah tertentu. Sebagai pusat kesehatan terdekat, RSD memberikan layanan rawat
jalan, rawat inap, dan gawat darurat, serta berperan sebagai pusat rujukan untuk
perawatan yang lebih lanjut. Selain itu, mereka juga aktif dalam upaya pencegahan
penyakit, promosi kesehatan, dan tanggap terhadap bencana. Dengan fungsi ini, RSD
tidak hanya menjaga kesehatan individu tetapi juga mendukung kesejahteraan komunitas
secara keseluruhan, memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara terhadap
layanan kesehatan yang diperlukan. Adapun klasifikasi RSD berdasarkan PP No.72 Tahun
2019 tentang Perangkat Daerah dalam Pasal 44E berbunyi:
1. Jenis rumah sakit Daerah kabupaten/kota terdiri atas rumah sakit umum dan rumah
sakit khusus.
2. Rumah sakit Daerah kabupaten/kota diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan rumah sakit Daerah kabupaten/kota.
3. Klasifikasi rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota terdiri atas:
a. rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas A;
b. rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas B;
c. rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas C; dan
d. rumah sakit umum Daerah kabupaten/kota kelas D.
4. Klasifikasi rumah sakit khusus Daerah kabupaten I kota terdiri atas: a. rumah sakit
khusus Daerah kabupaten/kota kelas A; dan b. rumah sakit khusus Daerah
kabupaten/kota kelas B.
5. Jenis dan klasifikasi rumah sakit Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) menentukan besaran organisasi rumah sakit Daerah kabupaten/
kota.
6. Ketentuan mengenai fasilitas dan kemampuan pelayanan klasifikasi rurnah sakit
Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan.
RSD adalah tulang punggung JKN, kesuksesan JKN bergantung kepada bagaimana
RSD mengelola pelayanan. Tidak hanya dalam sektor kesehatan yang langsung dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat, RSD juga berperan dalam sektor pendidikan. RSD adalah
wahana pendidikan utama dalam mendidik calon tenaga kesehatan (medis dan non
medis). Selain berfungsi sebagai wahana pendidikan, RSD juga berkontribusi terhadap
sejumlah publikasi. Besarnya peran yang dimiliki, menjadikan RSD sebagai bagian
penting program Academic Health System yang bertujuan meningkatkan derajat
kesehatan disebuah wilayah melalui pendekatan kolaborasi lintas sektor (Pendidikan,
Kesehatan, Pemerintah Daerah). Waktu membuktikan bahwa RSD mampu mengejar
ketertinggalan dengan diberikankannya otoritas dan kemandirian dalam bentuk
Pengelolaan Keuangan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang mulai
diimplementasikan pada tahun 2009. Otonomi dan fleksibilitas yang didapat dari
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi
2358 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Lembaga Teknis Daerah (LTD) dan BLUD mengantarkan RSD keluar dari keterbatasan
sumber daya melalui mekanisme Public Private Partnership (PPP) (Basabih, 2017).
Rumah sakit daerah sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah, maka
peraturan. perundang-undangan yang pertama kali perlu untuk dikaji secara lebih
mendalam ialah yang terkait dengan Undang-undang Pemerintahan Daerah Untuk
merespon keinginan akan otonomi pemerintah daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanahkan desentralisasi untuk urusan
pemerintahan pusat ke daerah yang kemudian diimplementasikan pada tahun 2001.
Otonomi daerah ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tahun 2001, terbitlah Keppres Nomor 40
Tahun 2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan Rumah Sakit Daerah yang
menetapkan bahwa kelembagaan RSD dapat berbentuk Lembaga Teknis Daerah (LTD)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), peraturan ini kemudian diikuti oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah yang
menyatakan bahwa kelembagaan RSD adalah LTD.
Pemerintah tetap menjadi pemilik rumah sakit. Akan tetapi, terdapat proses
otonomi manajemen rumah sakit yang berakibat pada semacam pemisahan antara fungsi
pemerintah sebagai pemberi biaya atau regulator dengan fungsi pelayanan. Kebijakan-
kebijakan tersebut antara lain adanya perubahan RSUP menjadi Perjan yang diubah
kembali menjadi Perum atau BLU, RSD menjadi Lembaga Teknis Daerah yang tidak
berada di bawah Dinas Kesehatan (PP No. 8 Tahun 2003). Pada tahun 2003 juga,
pemerintahan Provinsi DKI Jakarta menindaklanjuti Keppres Nomor 41 dengan
menginisiasi kelembagaan RSD sebagai Badan Usaha Milik Daerah (Perseroan). Inisiasi
RSD sebagai BUMD ini kemudian berakhir dengan Keputusan Mahkamah Agung yang
membatalkan Perda Nomor 13, 14 dan 15 tahun 2004 yang berisi tentang perubahan status
RSUD menjadi Perseroan Terbatas lewat keputusan MA Reg. Nomor 05 P/HUM/2005.
Pertimbangan hukum kala itu antara lain RSUD harus memenuhi pelayanan hak atas
kesehatan, bukan berorientasi bisnis yang mengedepankan keuntungan. Selain itu, dengan
adanya isu privatisasi berarti mengubah sifat pelayanan publik yang pada akhirnya akan
merugikan masyarakat miskin dan juga menghalangi akses mereka atas hak
kesehatannya. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 32 memperkuat kelembagaan
RSD sebagai LTD yang berada langsung di bawah Kepala Daerah. Undang-Undang ini
kemudian turut dii- kuti dengan keluarnya Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD dan Permenpan Nomor 2 Tahun 2007
yang menyatakan bahwa RSD yang menerapkan PPK BLUD berkedudukan langsung di
bawah Kepala Daerah yang secara operasional sehari-hari dikoordinasikan oleh
Sekretaris Daerah (Basabih, 2017).
Di saat upaya-upaya perbaikan terus menerus dilakukan dalam rangka
meningkatkan pelayanan, terbit Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, di mana pada
Undang-Undang ini nomenklatur Lembaga Teknis Daerah (LTD) kembali hilang. Dalam
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan perubahan atas
UU Nomor 32 Tahun 2004 secara eksplisit pada Pasal 209 Ayat (2) yang berbunyi bahwa
Perangkat Daerah kabupaten/kota terdiri atas : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD,
Inspektorat, Dinas, Badan dan Kecamatan. Berdasar hal tersebut Lembaga Teknis Daerah
(LTD) sebagai induk kelembagaan rumah sakit daerah.
Berdasarkan Undang-undang No. 22/1999, UU No. 25/1999 dan Peraturan
Pemerintah No. 25/2000 rumah sakit memasuki era desentralisasi sistem kesehataan,
sehingga memicu perubahan besar dalam lingkungan lembaga pelayanan kesehatan.
Perubahan Kelembagaan Rumah Sakit Daerah
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2359
Namun sejak diterbitkannya PP No. 18 Tahun 2016 Pasal 21 yang memuat isu kebijakan
untuk mengembalikan posisi rumah sakit daerah provinsi menjadi unit pelaksana teknis
di bawah dinas kesehatan, telah membuat kedudukan dan fungsi rumah sakit umum
daerah akan menjadi lembaga fungsional murni (non eselon) berbentuk unit pelaksana
teknis daerah dibawah dinas Kesehatan (Marchelina et al., 2019). Peraturan turunannya
(PP Nomor 18 Tahun 2016) merubah kelembagan RSD yang semula Lembaga Teknis
Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas yang bersifat otonom dan
memposisikan RSUD sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah koordinasi Dinas
Kesehatan (Rentha Monica Simamora et al., 2021).
Status kelembagaan UPTD, minim teknologi, kecurangan pendapatan dimana-
mana, kualitas SDM rendah, ini memotivasi seorang inisiator direktur saat itu untuk
mengubah RS menjadi lebih baik dan mensejahterakan karyawannya. Perubahan budaya
organisasi tersebut selanjutnya diterapkan pada perubahan status kelembagaan UPTD
menjadi LTD swadana didukung oleh bupati dan DPRD, mengikuti standarisasi akreditasi
rumah sakit, ISO, Pelayanan piala citra, mengadakan teknologi SIM RS, HT, PABX, KSO
peralatan medik dan penunjang medis dan meningkatkan kualitas SDM dengan
memberikan diklat dan memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi sampai S2 bagi
seluruh karyawan (Hariyadi, Sudiro, & Mawarni, 2013).
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada
Pasal 21 yang secara substansi menyatakan bahwa terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas
Daerah provinsi di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah provinsi sebagai unit
organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Disinilah
berakhirnya riwayat Lembaga Teknis Daerah yaitu RSD dan berubah bentuk menjadi
UPTD dibawah Dinas Kesehatan Provinsi (Nomor, 18AD). Pada pasal 21 PP Nomor 18
Tahun 2016 merupakan penegasan dari berubahnya RSD dimana disebutkan bahwa RSD
dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah provinsi yang merupakan dokter dengan
jabatan fungsional (pasal 94), bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah
sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan
umum Daerah (PPK-BLUD) (Kusuma, 2016).
Adapun kedudukan RSD menurut PP No. 72 tahun 2019 menyebutkan bahwa
RSD merupakan fasilitas pelayanan kesehatan milik daerah dengan karakteristik dan
organisasi yang bersifat khusus untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan
daerah. Unit Organisasi Baru Kesatuan Rumah Sakit (UOBK) sendiri merupakan aturan
yang mengatur tentang struktur organisasi rumah sakit di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah mengatur rumah sakit
Daerah dipimpin oleh direktur, sehingga perlu diatur mengenai batas waktu penyesuaian
status jabatan direktur rumah sakit Daerah yang berdasarkan ketentuan sebelumnya
dilaksanakan oleh pejabat fungsional dokter atau dokter gigi yang diberikan tugas
tambahan. Selain itu, dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan optimalisasi
layanan kesehatan, rumah sakit Daerah yang belum menerapkan pola pengelolaan
keuangan badan layanan umum Daerah diwajibkan untuk menerapkan pola pengelolaan
keuangan badan layanan umum Daerah (Gusnally et al., 2022).
Implementasi UOBK di berbagai RSD di Indonesia melibatkan proses adaptasi
dan penerapan pedoman yang tercantum dalam PP No 72 Tahun 2019. Hal ini dapat
mencakup:
a. Pemetaan dan Penyusunan Struktur Organisasi: Rumah sakit melakukan pemetaan dan
penyusunan ulang struktur organisasi sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi
2360 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
PP No 72 Tahun 2019, termasuk pembentukan unit-unit kerja yang sesuai dengan
kebutuhan dan standar.
b. Pengangkatan Pejabat dan Manajemen: Pengangkatan pejabat dan manajemen rumah
sakit dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan tersebut, dengan
memperhatikan kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan.
c. Penyusunan Pedoman dan Prosedur Operasional: Rumah sakit menyusun pedoman
dan prosedur operasional yang sesuai dengan UOBK untuk memastikan bahwa seluruh
proses operasional rumah sakit berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
d. Pemberdayaan dan Pelatihan: Implementasi UOBK juga melibatkan pemberdayaan
dan pelatihan kepada seluruh staf rumah sakit agar mereka memahami dan dapat
menjalankan tugas mereka sesuai dengan struktur dan prosedur yang baru.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelembagaan rumah sakit umum daerah di
Indonesia telah mengalami transformasi yang signifikan, terutama terkait dengan
pemilikan, pengelolaan, dan struktur organisasinya. Seiring dengan adopsi konsep Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD), rumah sakit daerah kini memiliki otonomi yang lebih
besar dalam pengelolaan keuangan dan operasional. Hal ini menandai perubahan dari
Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPTD) atau BLUD.
Meskipun demikian, rumah sakit pemerintah di Indonesia tetap menjadi milik dan
dioperasikan oleh pemerintah daerah setempat. Di sisi lain, kelembagaan rumah sakit
pemerintah di luar negeri memiliki variasi yang lebih luas, dengan beberapa negara
menempatkannya di bawah wewenang badan kesehatan nasional, badan kesehatan
regional, atau sebagai bagian dari lembaga swadaya masyarakat. Struktur organisasinya
juga dapat berbeda, dengan beberapa rumah sakit pemerintah memiliki otonomi yang
lebih besar dalam pengelolaan keuangan dan operasional, sementara yang lain tetap
terikat pada regulasi yang lebih ketat dari pemerintah pusat. Meskipun demikian, prinsip-
prinsip pelayanan kesehatan publik dan peran strategis dalam sistem kesehatan nasional
tetap menjadi fokus utama baik di dalam maupun di luar negeri.
Salah satu bentuk kelembagaan rumah sakit pemerintah yang ada di luar negeri
adalah Singhealth di Singapore. Rumah sakit pemerintah di Singapura dikenal dengan
nama SingHealth. SingHealth adalah rumah sakit umum yang beroperasi di Singapura
dan merupakan salah satu dari tiga jenis rumah sakit umum di Singapura. Rumah sakit
ini menyediakan berbagai layanan medis, termasuk perawatan pendukung, perawatan inti,
dan perawatan khusus. SingHealth adalah rumah sakit umum yang memiliki setidaknya
200 tempat tidur.
Singapore Health Service umumnya dikenal sebagai SingHealth, adalah
kelompok institusi kesehatan terbesar di Singapura. Kelompok ini dibentuk pada tahun
2000 dan terdiri dari empat rumah sakit umum, tiga rumah sakit komunitas, lima pusat
khusus nasional dan jaringan delapan poliklinik. Rumah Sakit Umum Singapura adalah
rumah sakit terbesar dalam grup dan berfungsi sebagai rumah sakit unggulan untuk
klaster tersebut (Renaldy, 2018).
Rumah sakit pemerintah di Indonesia dan Singapura memiliki perbedaan yang
mencolok dalam struktur organisasi, pendanaan, dan pelayanan kesehatan yang mereka
tawarkan. Di Indonesia, rumah sakit pemerintah umumnya dioperasikan oleh pemerintah
daerah atau kementerian terkait dan seringkali memiliki struktur organisasi yang
beragam, yang melibatkan Kepala Rumah Sakit, Dewan Pengawas (bila ada), dan
manajemen yang bertanggung jawab atas pengelolaan harian dan sumber daya.
Sedangkan di Singapura, rumah sakit pemerintah dikelola oleh badan pemerintah terpisah
dan memiliki struktur organisasi yang lebih terpusat dan terkoordinasi. Mereka didanai
Perubahan Kelembagaan Rumah Sakit Daerah
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2361
melalui pajak, iuran kesehatan wajib, serta sumbangan swasta, dengan fokus pada standar
pelayanan yang tinggi dan teknologi medis yang canggih. Meskipun biaya perawatan bisa
lebih tinggi, rumah sakit pemerintah Singapura menawarkan pelayanan spesialis yang
luas dan mencakup pasien dari berbagai lapisan masyarakat.
Adapun keuntungan dan kekurangan setiap kelembagaan RSD di Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. UPT (Unit Pelaksana. Teknis)
1) Keuntungan
a) Keterkaitan dengan Pemerintah: Sebagai unit pelaksana teknis, UPT memiliki
keterkaitan yang kuat dengan pemerintah daerah atau instansi terkait, sehingga
dapat memperoleh dukungan langsung dari pemerintah.
b) Kontrol Penuh: UPT biasanya memiliki kontrol penuh atas kegiatan operasional
dan pengelolaan sumber daya rumah sakit, memungkinkan fleksibilitas dalam
pengambilan keputusan.
2) Kekurangan
a) Fokus pada Pelayanan Medis: Sebagai pusat layanan dokter, PLD dapat
memberikan fokus yang kuat pada pelayanan medis dan peningkatan kualitas
layanan kesehatan.
b) Keterlibatan Dokter: Keterlibatan dokter dalam pengambilan keputusan dapat
memastikan bahwa aspek medis dan klinis diprioritaskan dalam manajemen
rumah sakit.
c) UPTD (Unit Pengelola Teknis Daerah)
1) Keuntungan
a) Keterkaitan Lokal yang Kuat: Sebagai unit yang dikelola secara teknis
oleh pemerintah daerah, UPTD memiliki keterkaitan yang kuat dengan
kebutuhan dan kondisi lokal, sehingga dapat lebih responsif terhadap
masalah dan tantangan yang spesifik bagi wilayahnya.
b) Fleksibilitas Operasional: UPTD memiliki tingkat fleksibilitas yang relatif
tinggi dalam pengelolaan operasional, karena dapat menyesuaikan
kebijakan dan prosedur sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
2) Kekurangan
a) Keterbatasan Sumber Daya: UPTD mungkin menghadapi keterbatasan
sumber daya, baik dalam hal anggaran, tenaga kerja, maupun infrastruktur,
yang dapat membatasi kemampuannya dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal.
b) Tingkat Pelayanan yang Bervariasi: Kualitas dan aksesibilitas pelayanan
kesehatan di UPTD dapat bervariasi secara signifikan antara satu daerah
dengan daerah lainnya, tergantung pada tingkat dukungan dan prioritas
pemerintah daerah setempat.
d) BLU (Badan Layanan Umum)
1) Keuntungan
a) Fleksibilitas Keuangan: Sebagai badan layanan umum, BLU memiliki
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dan dapat menghasilkan
pendapatan sendiri melalui layanan yang diberikan.
b) Kemandirian Keuangan: BLU dapat mengelola dan mengalokasikan
sumber daya secara mandiri, tanpa terlalu bergantung pada anggaran
pemerintah.
2) Kekurangan
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi
2362 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
a) Peningkatan Persaingan: Dalam menghasilkan pendapatan sendiri,
BLU mungkin menghadapi persaingan dengan rumah sakit swasta
dalam menarik pasien dan meningkatkan pelayanan.
b) Tanggung Jawab Keuangan: BLU bertanggung jawab secara mandiri
atas keseimbangan anggaran dan keuntungan, sehingga risiko
keuangan juga meningkat.
e) UOBK (Unit Organisasu Baru Kesatuan Rumah Sakit
1) Keuntungan
a) Manajemen yang Efisien: UOBK dapat memungkinkan manajemen
yang lebih efisien dan efektif, karena struktur organisasinya yang
terpusat dan terkoordinasi.
b) Pengambilan Keputusan yang Cepat: Dengan struktur organisasi yang
lebih terpusat, UOBK dapat memfasilitasi pengambilan keputusan
yang cepat dan responsif terhadap perubahan lingkungan.
2) Kekurangan
a) Kehilangan Otonomi Lokal: Dalam beberapa kasus, UOBK mungkin
mengurangi otonomi dan fleksibilitas bagi rumah sakit dalam
mengelola sumber daya dan menentukan kebijakan lokal.
b) Tantangan Implementasi: Proses implementasi UOBK bisa menjadi
rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama, terutama dalam
menyatukan berbagai entitas rumah sakit menjadi satu kesatuan
organisasi.
Dengan demikian, implementasi kebijakan tentang kelembagaan rumah sakit
daerah menggambarkan perjalanan evolusi rumah sakit dari lembaga sosial menjadi
industri pelayanan kesehatan yang berbasis manajerial. Adanya kelembagaan rumah sakit
daerah berperan penting dalam mendukung system Kesehatan yang inklusif, berkualitas,
dan berkelanjutan di tingkat local maupun nasional.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil literature review menunjukkan bahwa kelembagaan rumah
sakit daerah mencakup sejumlah aspek penting, termasuk perubahan struktural,
pengelolaan sumber daya, dan efektivitas pelayanan kesehatan. Transformasi
kelembagaan, seperti peralihan dari Lembaga Teknis Daerah (LTD) menjadi Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), telah
mempengaruhi cara rumah sakit daerah dioperasikan dan dikelola. Pengaturan
kelembagaan ini sering kali bertujuan untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada
rumah sakit dalam pengelolaan keuangan dan operasionalnya.
Bibliografi
Basabih, Masyitoh. (2017). Buku Putih Rumah Sakit Daerah. Asosiasi Rumah Sakit Daerah
(Arsada).
Gusnally, Harris, Yusrizal, Yusrizal, & Sulaiman, Sulaiman. (2022). Kedudukan Dan
Kewenangan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa Sebagai Badan Layanan Umum Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 Tentang Perangkat Daerah. Suloh: Jurnal
Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, 10(2), 431–447.
Hariyadi, Sepri, Sudiro, Sudiro, & Mawarni, Atik. (2013). Analisis Proses Perubahan Budaya
Organisasi Di Badan Rumah Sakit Umum Tabanan Bali. Universitas Diponegoro.
Perubahan Kelembagaan Rumah Sakit Daerah
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2363
Kusuma, Hendra. (2016). Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia.
Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia, 9(1), 1–11.
Mengist, Wondimagegn, Soromessa, Teshome, & Legese, Gudina. (2020). Method For
Conducting Systematic Literature Review And Meta-Analysis For Environmental Science
Research. Methodsx, 7, 100777.
Nomor, Peraturan Pemerintah. (18ad). Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah.
Putra, Windhu. (2014). Efesiensi Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Pasca Pemekaran Wilayah
Di Provinsi Kalimantan Barat.
Renaldy, M. Reza. (2018). Asean Tourism Strategic Plan (Atsp) 2016-2025 Dalam Mendorong
Daya Saing Pariwisata Untuk Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Di Negara-Negara
Asean.
Rentha Monica Simamora, Rentha, Arfijanto, Muhammad Vitanata, Rusli, Musofa, Budi Utomo,
Budi, Pakpahan, Cennikon, & Garry Prasetyo Adi, Garry. (2021). Clinical Signs And
Laboratory Parameters As Predictors Of Mortality Among Hospitalized Human
Immunodeficiency Virus-Infected Adult Patients At Tertiary Hospital In Surabaya. Open
Access Macedonian Journal Of Medical Sciences, 25(95 (B)), 1388–1394.
Sadali, Mohammad Isnaini, Alfana, Muhammad Arif Fahrudin, Hadijah, Zara, Rosewidiadari,
Ersa Latifa, & Andika, Rifan. (2022). Dominasi Kota Sebagai Konsentrasi Fasilitas
Kesehatan (Studi Kasus: Daerah Istimewa Yogyakarta). Region: Jurnal Pembangunan
Wilayah Dan Perencanaan Partisipatif, 17(1), 136–150.
Sahputra, Dedi, Habibah, Puspita, & Fitria, Dilla. (2023). Munculnya Kecemasan Sosial Sebagai
Masalah Kesehatan Mental Pada Pengguna Media Sosial. Caraka: Indonesia Journal Of
Communication, 4(1), 17–25.
Sahuri, Chalid, & Fitriana, Adilla. (2014). Analisis Pelayanan Medik Pada Rumah Sakit Umum
Daerah (Rsud) Kabupaten Kepulauan Meranti. Riau University.
Santoso, Catur Wibowo Budi, & Harefa, Herman. (2015). Urgensi Pengawasan Organisasi
Kemasyarakatan Oleh Pemerintah. Jurnal Bina Praja: Journal Of Home Affairs
Governance, 7(1), 1–20.
Undang-Undang, R. I. (2005). Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Direktorat
Jenderal Otonomi Daerah, Jakarta.
Waruwu, Marinu. (2023). Pendekatan Penelitian Pendidikan: Metode Penelitian Kualitatif,
Metode Penelitian Kuantitatif Dan Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Jurnal
Pendidikan Tambusai, 7(1), 2896–2910.
Zulfirman, Rony. (2022). Implementasi Metode Outdoor Learning Dalam Peningkatan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Agama Islam Di Man 1 Medan. Jurnal Penelitian,
Pendidikan Dan Pengajaran: Jppp, 3(2), 147–153.
Copyright holder:
Yuli Trijayati, Purnawan Junadi (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: