Mohammad Rifki Haekal, Mulawarman Hannase
2220 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
contained in library materials such as books, journals, articles, encyclopedias, and so on. The
research approach in data management used by the author is a descriptive-analytical
approach. That is, by explaining in detail about the form of the problem and after that it is
analyzed deductively.
Keywords: Polygamy Permit, Polygamy, Mashlahah Mursalah, Wahbah al-Zuhaili.
PENDAHULUAN
Perbincangan mengenai poligami selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan
(Azzahra & Ramadhani, 2020). Terutama perbincangan ini sangat diwarnai dan diprakarsai
oleh kaum feminis yang terus mengkampanyekan emansipasi. Apabila dirunut dalam sejarah,
poligami itu sendiri telah lama ada dan dilakukan oleh umat-umat terdahulu. Namun
demikian, pro dan kontra mengenai praktik poligami terus saja berlanjut. Di satu sisi,
poligami dinilai sebagai perilaku yang melanggar HAM (Hak Asasi Manusia) karena
dianggap sebagai bentuk eksploitasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan. Poligami
hanya dilakukan untuk memenuhi hawa nafsu belaka. Sementara di sisi lainnya, menilai
bahwa poligami adalah sebuah bentuk solusi terhadap permasalahan sosial seperti
perselingkuhan dan prostitusi. Poligami juga memiliki sandaran normatif yang jelas dan justru
dapat mengangkat martabat kaum perempuan (Rohmah, 2022).
Sementara dari sudut pandang lain, kaum feminis muslim memperjuangkan
emansipasi tersebut melalui kerangka hukum agama. Hal ini terlihat dari kritik mereka
mengenai sistem patriarki yang berakar kuat pada hukum keluarga Islam dan pembangunan
yang mengatasnamakan Islam. Di era 1990-an para ahli tafsir dan fiqh mulai
menginterpretasikan ayat-ayat Alquran dan Hadits yang mengandung penjelasan mengenai
jender, terutama yang berkaitan dengan hukum keluarga dan isu-isu lain tentang kekerasan
terhadap wanita. Yang demikian itu mereka lakukan guna menuntut persamaan hak wanita
untuk dapat ikut andil dalam ijtihad mengenai sumber-sumber agama sekaligus menentang
dominasi laki-laki dalam bidang hukum Islam. (Kütük-Kuriş, 2021)
Dalam pandangan Islam, poligami sejatinya merupakan hal yang amat berat untuk
dapat dilakukan oleh seseorang. Seorang suami yang hendak beristri lebih dari seorang harus
mampu berlaku adil dalam memenuhi segala hak istri-istrinya. Sementara itu, Poligami yang
dibolehkan Islam pun tidak tak terbatas, melainkan dengan batas maksimal empat orang istri
dalam satu waktu (Sunandar, 2022). Namun sayangnya, ada beberapa kalangan yang salah
paham mengeai hakikat kebolehan berpoligami ini yang pada akhirnya justru malah
mengampanyekan poligami tanpa memandang hakikat kebolehannya. Oleh karena itu, di
beberapa negara pemerintah pun turut andil dalam menyikapi persoalan poligami tersebut.
Beberapa negara terebut antara lain adalah; Mesir, Syiria, Bangladesh, Pakistan, Iran, Brunei
Darussalam, Indonesia, Filipina, dan Malaysia (Nasution, 2002). Beberapa negara tersebut
khususnya Indonesia menerapkan peraturan khusus bagi laki-laki yang hendak berpoligami,
berupa izin poligami. Seorang laki-laki berkewajiban untuk mendapatkan izin terlebih dahulu
dari Pengadilan apabila dia hendak berpoligami. Apabila tidak dilakukannya, maka akan
menyebabkan perkawinan poligami itu tidak memiliki kekuatan hukum.