Peran Hukum Keluarga Dalam Mencegah Konflik Warisan Dan Mempromosikan
Harmoni Keluarga
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2065
musyawarah dan perundingan sebagai metode penyelesaian. Meskipun mungkin
berbeda dengan prinsip-prinsip AI atau perlu penyesuaian, tujuannya tetap sama dengan
ajaran Alquran: menciptakan kedamaian (Permatasari, Fabrianti, Salsabila, & Abada,
2023). Prinsip-prinsip Islam yang menekankan kedamaian dan cinta damai, seperti yang
diuraikan dalam ayat-ayat Alquran, memiliki tujuan yang serupa. Konsep dasar
pembagian warisan dan cara penyelesaiannya diatur oleh norma hukum dan prosedur
administrasi yang mencakup hukum Islam, adat, dan perdata (Myn & Yani, 2023).
Konflik pembagian warisan di Indonesia mencerminkan ragam sosial-ekonomi
yang ada dalam masyarakat. Dinamika ini tidak hanya berkaitan dengan hak-hak
hukum, tetapi juga melibatkan aspek ekonomi yang penting dalam menentukan
distribusi warisan dan potensi pertumbuhan ketimpangan ekonomi sebagai hasilnya
(Asyathri, Sukesi, & Yuliati, 2014). Menurut Pasal 1 ayat 10 dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
alternatif penyelesaian konflik adalah salah satu cara penyelesaian sengketa di luar
proses pengadilan, yang dapat mencakup diskusi, mediasi, perundingan, konsiliasi, atau
evaluasi oleh pakar. Pasal 6(2) dalam Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa
perundingan adalah proses penyelesaian konflik di mana pihak-pihak yang terlibat
bertemu langsung dalam waktu 14 hari untuk mencoba mencapai kesepakatan tertulis
melalui negosiasi (Kholifah & Marpaung, 2022).
Hukum kewarisan adalah bagian penting dari hukum keluarga yang memiliki
peran sentral dalam regulasi kehidupan keluarga. Hukum waris ini sangat penting
karena berkaitan langsung dengan aspek-aspek fundamental kehidupan. Pada dasarnya,
setiap individu akan menghadapi kematian dan meninggalkan harta benda yang perlu
diwariskan kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan syariat yang berlaku (Tarmizi,
2024). Ilmu waris adalah studi yang mengenai proses dan metode transfer harta dari
pewaris (almarhum) kepada ahli warisnya, serta penentuan bagian masing-masing ahli
waris. Seperti yang diketahui, harta warisan merupakan harta yang dibagi setelah
kematian pemiliknya. Pembagian harta warisan memerlukan keberadaan pewaris, ahli
waris, dan harta warisan itu sendiri. Pembagian harta warisan bisa dilakukan melalui
musyawarah di antara ahli waris, di mana bagian yang sudah ditetapkan sebelumnya
dapat diubah dengan persetujuan semua ahli waris, asalkan setiap ahli waris mengetahui
bagian yang akan diterimanya .(Rizqy, 2022)
Hukum waris merupakan bagian dari hukum perdata yang merupakan bagian dari
hukum keluarga secara umum. Ini adalah bagian integral dalam kehidupan manusia,
karena setiap individu akan mengalami peristiwa hukum yang dikenal sebagai kematian,
yang memunculkan pertanyaan tentang penyelesaian hak dan kewajiban. Konsep ini
diatur dalam Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan hukum benda, serta dalam
hukum waris dalam Islam dan adat. Secara esensial, hukum waris adalah rangkaian
proses untuk meneruskan dan mengatur pengelolaan harta warisan, baik yang berwujud
maupun tidak, dari individu yang telah meninggal kepada ahli warisnya (Prabowo,
Sudirman, & Tondy, 2023).