How to cite:
Alvin Kurniawan (2024) Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap
Totalitas Kerja generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup, (06) 05, https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
PERAN PERSON-ORGANIZATION FIT DAN PEMBERDAYAAN
PSIKOLOGIS TERHADAP TOTALITAS KERJA GENERASI Z YANG
BEKERJA DI JAKARTA SELATAN MELALUI VARIABEL MODERATOR
KESEIMBANGAN KERJA DAN HIDUP
Alvin Kurniawan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia
Abstrak
Pada era ini, tantangan seperti AI akan merubah dinamika kerja kedepan agar dapat
diselesaikan secara efektif dan efisien. Fungsional manusia dalam pekerjaan menjadi
ramping tapi tidak dengan objektivitasnya meningkat, kini pekerja gen Z mengeluhkan
beberapa distraksi pekerjaannya seperti kesehatan mentalnya terganggu karena
lingkungan bekerja yang tidak sehat karena terganggu deadline pekerjaan dadakan/ suka
menunda pekerjaannya menjadikan kurangnya totalitas pada pekerjaan. Metode yang
digunakan pada peneltian ini adalah analisis regresi berganda dan menggunakan
adaptasi paten alat ukur pendahulu, dengan subjek gen Z yang bekerja dikawasan
Jakarta selatan melalui teknik sampling non-probability sejumlah 208 responden.
Berdasarkan hasil uji hipotesis bahwa H1, H2 dan H3 ditolak. Artinya peran person-
organization fit dan pemberdayaan psikologis melalui keseimbangan kerja dan hidup
tidak mempunyai pengaruh signifikan memoderatori ataupun secara simultan terhadap
totalitas kerja. Sedangkan, H4 dan H5 diterima artinya peran person-organization fit dan
pemberdayaan psikologis masing-masing memiliki pengaruh signifikan secara langsung
terhadap totalitas kerja. Terkait saran penelitian selanjutnya, perlu adanya peninjauan
kembali pada karakteristik demografis yang akan dilakukan dengan konstruk teori yang
akan digunakan, sehingga penggambaran hasil dapat memuaskan dan objektif.
Selanjutnya, memperbanyak referensi sehingga penelitian terkait demografis khususnya
generasi Z dalam penelitian ini juga ikut berkembang dalam mengatasi berbagai
persoalan mendatang. Terakhir, percobaan generasi Z dengan background pekerjaan
yang seragam sehingga mengurangi anomali.
Kata kunci: Person-Organization Fit, Pemberdayaan Psikologis, Keseimbangan Kerja
dan Hidup, Totalitas Kerja, Generasi Z.
Abstract
In this era, challenges such as AI will change the dynamics of work in the future so that
they can be solved effectively and efficiently. Human functionality in work becomes lean
but not with increased objectivity, now gen Z workers complain about some of their
work distractions such as their mental health is disturbed due to an unhealthy work
environment because they are disturbed by impromptu work deadlines / like to delay
their work making the lack of totality in work. The method used in this study is multiple
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2017
regression analysis and uses patent adaptations of predecessor measuring instruments,
with gen Z subjects working in the south Jakarta area through non-probability sampling
techniques totaling 208 respondents. Based on the results of the hypothesis test that H1,
H2 and H3 are rejected. This means that the role of person-organization fit and
psychological empowerment through work-life balance does not have a significant
moderating or simultaneous influence on the totality of work. Meanwhile, H4 and H5
are accepted, meaning that the roles of person-organization fit and psychological
empowerment each have a significant influence directly on the totality of work.
Regarding further research suggestions, there needs to be a review of demographic
characteristics that will be carried out with the theoretical construct to be used, so that
the depiction of results can be satisfactory and objective. Furthermore, increasing
references so that research related to demographics, especially generation Z in this
study also develops in overcoming various future problems. Finally, generation Z
experiments with uniform work backgrounds that reduce anomalies
Keywords: Person-Organization Fit, Psychological Empowerment, Work-Life Balance,
Work Totality, Generation Z
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) pada era revolusi industri yang mutakhir adalah
aset yang terpenting yang dimiliki perusahaan. Karena SDM adalah modal bagi
perusahaan untuk bersaing dengan kompetitif (Drucker, 1993). Pada zaman ini terkait
SDM mempunyai tantangan tersendiri, seperti yang dirilis dalam website resmi
International Labour Organization (ILO) Gilbert F. Houngbo di Jepang pada pertemuan
Pertemuan Menteri Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan G7 2023, dikutip dari ILO “Dan
perubahan struktural seperti perubahan iklim, penuaan populasi, dan kemajuan
teknologi juga semakin berdampak. Seperti yang kita diskusikan kemarin, kondisi
perempuan dan generasi muda jauh lebih buruk di pasar tenaga kerja. Hal ini
menunjukkan banyaknya kesenjangan yang besar di dunia kerja. Khususnya, distribusi
pendapatan riil menjadi semakin tidak merata; dan tingkat inflasi yang tinggi
memperdalam kesenjangan antar negara”. Dalam pertemuan itu Direktur Jenderal ILO
menyampaikan setidaknya ada lima aspek untuk meningkatkan work engagement: 1)
Mencegah dan mengurangi kesenjangan; 2) Upah dan remunerasi yang memadai; 3)
Lingkungan kerja yang aman dan sehat, termasuk yang berkaitan dengan kesehatan
mental; 4) Keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan; 5) Keberagaman dan inklusi
(Graça et al., 2021). Negara-negara menyadari betapa kesenjangan pada perempuan dan
generasi muda jauh lebih buruk di pasar tenaga kerja menjadi fokus untuk
mengupayakan persemakmuran bersama dalam menopang ekonomi negara masing-
masing. Generasi yang paling muda dalam dunia kerja dimasa ini adalah generasi Z
(gen Z).
Generasi Z awal diperkenalkan oleh seorang presenter bernama Bruce Horovitz
tahun 2012 tapi tidak dijelaskan detil terkait rentang usianya, lalu pada tahun 2014
istilah ini mulai sering digunakan untuk presentasi dari agen pemasaran Sparks and
Alvin Kurniawan
2018 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Honey, rentang umur untuk mendeskripsikan Generasi Z ialah anak-anak yang lahir
tahun 1995 sampai tahun 2010. Salah seorang ahli generasi Australia yaitu (McCrindle
& Wolfinger, 2010) menjelaskan “kami mendefinisikan generasi sebagai kelompok
manusia yang lahir di era yang sama, dibentuk oleh rentang waktu yang sama dan di
pengaruhi penanda sosial yang sama, dengan kata lain- suatu kelompok orang yang
disatukan oleh umur dan tahap kehidupan, kondisi, teknologi, peristiwa serta
pengalaman. ”Penting sebagai catatan bahwa batas akhir dan awal generasi tidak baku
dan dapat berbeda antara sumber.
Label generasi hanya konstruksi sosial dan bukan ilmu pasti (Purfitasari, 2014).
Hal ini seringkali merupakan generalisasi yang digunakan untuk memahami tren dan
pola perilaku dalam kelompok orang dalam jangka waktu tertentu. Merefleksikan di
Indonesia Generasi Z dimulai 1997-2012, karena tahun 1997 di Indonesia terjadi mulai
mengalami perkembangan teknologi dan internet yang signifikan (Putri & Muslim,
2023). Generasi Z umumnya dianggap tumbuh dalam era digital, di mana teknologi
informasi dan internet menjadi lebih mudah diakses dan lebih terintegrasi dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan kenapa diakhiri pada tahun 2012 karena terjadi
perubahan besar dalam tren teknologi dan budaya (Gaol & Hutasoit, 2021). Pada saat
itu, generasi Z telah mengalami pergeseran dari dominasi perangkat keras tradisional
seperti komputer desktop ke penggunaan yang lebih luas dari perangkat mobile seperti
smartphone dan tablet. Sementara itu, mengacu dari data Badan Pusat Statistika (BPS)
di Indonesia sendiri berdasarkan hasil dari sensus penduduk 2020, yang dilakukan oleh
BPS pada Februari-September 2020, total jumlah gen Z mencapai 75,49 juta jiwa
ataupun setara dengan 27,94 persen dari seluruh penduduk berjumlah 270,2 juta jiwa
(Statistik, 2022).
Gen Z adalah angkatan kerja baru yang dimaksud oleh ILO terkait persoalan work
engagement. Pilihan istilah ini dimaksudkan untuk menghindari kebingungan dengan
istilah lain kerlibatan/keterikatan kerja (job involment) yang lebih berkait erat dengan
tugas-tugas dan prosedur kerja, sementara totalitas kerja berkait erat dengan kondisi
yang bergairah, dalam mencapai tujuan organisasi, mencakup keterlibatan
(involvement), komitmen, passion, antiasme, ketekunan kerja, dan penuh energi. Tetapi
totalitas kerja juga sering dicampur adukan dengan employee engagement, padahal
pernah diterangkan oleh Schaufeli, (2013) bahwasannya “meskipun biasanya Employee
Engagement (keterlibatan karyawan) dan Work Engagement (Totalitas kerja) digunakan
secara bergantian, bab ini lebih memilih yang terakhir karena lebih spesifik. Totalitas
kerja mengacu pada pekerjaan dengan hubungan karyawannya, sedangkan keterlibatan
karyawan dapat mencakup hubungan dengan organisasi.” Pernyataan tersebut cukup
menjelaskan kedudukan antar konstruk, dan totalitas kerja sedang menjadi tren hangat
belakangan ini, dibuktikan dengan adanya riset pada gambar berikut :
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2019
Gambar 1. Engagement worldwide
Sumber : (Statista, 2022)
Signifikansi dalam pencarian di Google mengalami peningkatan tajam khususnya
pada saat angkatan kerja generasi baru mulai memasuki perusahaan, hal ini merupakan
dibuktikan dengan trend di dunia dalam lima tahun terakhir dan sekarang sedang
mencapai puncaknya. Selain itu, Peneliti melakukan pengambilan data sekunder dengan
cara wawancara pada sepuluh orang Gen Z yang bekerja di kawasan Jakarta Selatan
berbeda tempat (Sudirman, Kuningan, Tebet & Gandaria-Pondok Indah).
Pertanyaan yang diberikan berjumlah enam pertanyaan yang poinnya sama setiap
individunya tetapi ada yang menarik ketika dari jawaban subjek jika dibuat garis besar
kesimpulan dari kesepuluh orang yang diwawancarai merasa setengah hati dalam
menjalaninya karena adanya distraksi yang menjadi keresahan sebagian subjek hal
tersebut sehingga disengaged, seperti merasa ada yang tidak sesuai dengan keilmuan
yang dulu dipelajari, ada karena hanya memenuhi tuntutan kebutuhan hidup saja, ada
yang karena tidak sesuai keilmuan dan ada juga yang bekerja hanya ingin memuaskan
ego untuk membeli sesuatu dan hal serupa lainnya. Hal ini sejalan dengan pemberitaan
yang di lansir melalui laman Bogor-kita.com bahwa “generasi memiliki partially-
engaged terlihat dari kinerja individu yang berfokus penyelesaian tugas-tugas (asal bisa
beres), tidak lagi pada kualitas akhirnya. Generasi ini cenderung sungkan mau
menerima kritik, serta berorientasi oleh pendapatan. Berpegang teguh do it, get paid, go
home. Dan bagian menyedihkannya ialah kelompok disengaged dikarena membuat aura
negatif, sehingga memperlihatkan saling tidak percaya dan konflik, menjadi tidak ragu
mendestruksi lingkup kerja lebih parahnya kemajuan organisasi. Engagement ini
menjadi berdampak besar pada peforma dan hasil di organisasi” (Dami, FoEh, &
Manafe, 2022).
Trend totalitas kerja sudah diprediksi oleh dengan cermat oleh (Bakker &
Albrecht, 2018) bahwa “kedepan penelitian masa depan yang bisa bermanfaat untuk
memahami secara sistematis apa yang memengaruhi keterlibatan dalam kelompok
demografis tertentu (misal: penyandang disabilitas; milenial; pekerja golongan tua)”.
Alvin Kurniawan
2020 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Totalitas kerja dalam dinamika kerja sekarang memiliki ukuran yang berbeda.
Beberapa tahun terakhir, pekerja lepas dan wiraswasta semakin meluas. Kini tidak
sedikit karyawan mulai meninggalkan pekerjaannya untuk mencari pekerjaan dengan
jadwal pekerjaan yang fleksibel dengan sistem kontrak. Hal ini juga dikenal sebagai gig
economy. Gig economy telah menawarkan manfaat yang didambakan oleh tenaga kerja
pada saat ini. Hal ini memungkinkan mereka untuk menyesuaikan jadwal kerja mereka,
bekerja sambil bepergian, serta memiliki kebebasan untuk memilih perusahaan yang
diinginkan (myrobin.id, 2023). Berdasarkan penelusuran penulis, tetap dengan mengacu
UU 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang bekerja selama 40 jam dalam seminggu,
menjadikan ukuran totalitas kerja juga ikut dalam penyesuaian dalam key performance
indicator (KPI) sehingga kedisiplinan hadir dikantor bukan lagi faktor karena adanya
fleksibelitas dalam bekerja, tapi upaya memberikan dampak dalam produktivitas
perusahaan dan juga ukuran dampak ini dapat berbeda tergantung jenis usaha fokusnya.
Pada era setelah new normal yaitu Work From Anywhere (WFA) membawa tantangan
baru yang dimana deadline pekerjaan, benarnya dan ketepatatn pekerjaan yang
dilakukan, minim kesalahan dari prosedur adalah yang paling banyak disebutkan dalam
data sekunder untuk menjadikan acuan totalitas dalam pekerjaan seseorang.
Di zaman yang telah mengalami kemajuan ini tuntutan pekerjaan dan sumber daya
pekerjann/sumber daya pribadi banyak dituntut untuk bisa menyesuaikannya oleh setiap
era-nya. Salah satunya yang dilansir (detik.com, 2023) bahwa “Masalah psikososial tak
boleh diabaikan di lingkup kerja. Berdasarkan data survei dari ILO (International
Labour Organization) pada 2020-2022 tentang kekerasan dan perundungan kepada
pekerja di Indonesia, 71% di antaranya pernah merasakan atau mengalami kekerasan
serta perundungan. Sementara, 77% di antaranya ialah kekerasan dan perundungan
psikologis. Hal tersebut diperkuat dengan fakta bahwasannya 63% pekerja alami
gangguan kesehatan mental sehingga merasa sedih dan tidak nyaman di lingkup kerja.”
Lingkungan kerja menjadi hal yang penting dibahas juga dalam ILO pada tahun
ini serta sejalan juga dengan pengambilan data sekunder yang dimana sepuluh
responden gen Z sepakat lingkungan kerja adalah hal utama mempertimbangkan
pekerjaan, dalam konstruk psikologi yang dapat mewakilinya person-organization fit
(PO Fit).
Pandangan yang kurang baik terlimpah lebih banyak pada gen Z membuat
kesehatan mental mereka yang terganggu dalam dunia kerja, konstruk psikologi yang
dapat menggambarkan permasalahan ialah psychological empowerment. Psychological
empowerment menurut Spreitzer, (2008) adalah kondisi di mana individu merasakan
peningkatan motivasi intrinsik melalui empat dimensi kognitif: meaning, competence,
self-determination dan impact. Singkatnya, psychological empowerment adalah
pemberdayaan psikologis atau mental secara motivasional, sehingga dengan
terbentuknya pemberdayaan psikologis yang baik akan dapat meningkatkan
produktivitas suatu organisasi. Seperti yang dikutip dari The Sydney Morning Herald
bahwa “Sebagian besar tempat kerja merupakan perpaduan antara pemberdayaan dan
kontrol, namun mengenali apakah Anda berada dalam sangkar kaca atau terhambat
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2021
dalam pengambilan keputusan dapat membantu dalam memahami potensi sumber
frustrasi dan stres ini. Manajer yang mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan
pemberdayaan di tempat kerja dapat meningkatkan kesejahteraan dan motivasi
karyawan secara signifikan. Dan secara paradoks, hal ini berarti menerapkan
mekanisme struktural untuk memastikan pemberdayaan dan otonomi, serta
akuntabilitas, di tempat kerja” (SMH.com.au, 2020).
Hal diatas dibuktikan juga yang dilansir oleh Waspada Online (2023) bahwa
“Mengacu pada penelitian terkini Mercer Marsh Benefits berjudul Health on Demand
2023 mereka melaksanakan penelitian pada >17.500 karyawan di 16 pasar penjuru
belahan bumi tidak terkecuali di Indonesia, temuan 26% pekerja di Indonesia mengakui
mendapat tekanan stres pada keseharian. Selanjutnya, menurut studi Champion Health
UK disimpulkan pada The Workplace Health Report 2023 diterangkan sebab stres di
lingkup kerja ialah dampak terbebani pekerjaan yang cenderung banyak, lelah, serta
WFH, bagi pekerja wanita cenderung reaktif mendapati kecemasan serta depresi
dibandingkan pekerja laki-laki. Dilansir Corporate Wellness Magazine, work-life
balance atau keseimbangan kerja atau hidup berperan untuk kesejahteraan serta
kebahagiaan pekerja dikarenakan tak hanya menekan rendah tingkat stres, mendorong
kesehatan fisik serta mental, mendorong produktivitas, serta memperkuat dalam
komunikasi sesama”. Hal tersebut mempertegas bahwa work life balance adalah faktor
dalam mensukseskan dilingkungan kerja dan kesehatan mental karyawan dalam
mencapai totalitas kerja.
Work life balance atau (keseimbangan kerja dan kehidupan) pada akhirnya juga
yang paling fenomenal isu melekat dengan totalitas kerja gen Z. Konstruk psikologi
yang menggambarkan hal tersebut keseimbangan kerja dan kehidupan. Menurut Hudson
(2005) keseimbangan kerja dan kehidupan adalah bentuk kepuasan individu dalam
mencapai keseimbangan kehidupan dalam pekerjaannya. Hudson mengartikan
keseimbangan kerja dan hidup sebagai kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan
antara waktu yang dihabiskan untuk bekerja dengan waktu yang dihabiskan untuk
kehidupan pribadi, termasuk waktu bersama keluarga, aktivitas rekreasi, dan
pemenuhan kebutuhan pribadi lainnya. Ini menekankan pentingnya mencapai
keseimbangan yang memuaskan antara aspek pekerjaan dan kehidupan pribadi agar
individu dapat mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Khalayak umum berpendapat
pekerjaan dapat dengan mudah mengambil alih kehidupan seseorang dan ketika hal itu
terjadi, maka akan berdampak pada kinerja secara keseluruhan, kelelahan di tempat
kerja, dan memburuknya hubungan keluarga. Dengan generasi muda yang terus-
menerus terhubung dengan teknologi, batas antara pekerjaan dan kehidupan menjadi
kabur. Salah satu pendekatannya adalah perpaduan antara pekerjaan dan kehidupan,
yaitu tempat kerja di mana karyawan bebas untuk mengatasi masalah kehidupan selama
jam kerja dengan memberikan fleksibelitas yang dibutuhkan. Hanya dengan
menunjukkan bahwa kepemimpinan mengakui adanya sisi lain dari seorang karyawan -
kehidupan mereka - merupakan langkah besar ke depan. Seperti yang dilansir dalam
portal kerja talentics (2021) bahwa diterangkang “Dalam sebuah penelitian oleh Forbes,
Alvin Kurniawan
2022 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
77% peserta Gen Z mengatakan bahwasannya komitmen perusahaan terhadap diversity
akan menjadi faktor krusial dalam keputusan mereka melamar kerja di suatu
organisasi/perusahaan. Penelitian lain oleh Dynamic Signal menbuat kesimpulan bahwa
mereka lebih peduli keseimbangan kehidupan kerja dan kesejahteraan pribadi”.
Berdasarkan pemaparan masalah diatas, fleksibelitas berhubungan dengan
workflow yang tidak kaku, di era ini key performance indicator (KPI) disesuaikan
dengan budaya kerja yang baru tapi tidak mengubah target awal organisasi atau
perusahaan, ditambah tantangan beberapa kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi
(IPTEK) seperti artificial intelligence (AI) akan merubah dinamika kerja kedepan agar
dapat diselesaikan dengan cepat, efisien dan tepat waktu. Fungsional manusia dalam
pekerjaan mungkin menjadi ramping tapi tidak dengan objektivitasnya meningkat,
permasalahan terkini pekerja gen Z mengeluhkan beberapa distraksi dalam
pekerjaannya seperti kesehatan mentalnya yang terganggu karena lingkungan bekerja
yang tidak sehat karena seringnya terganggu deadline pekerjaan dadakan atau memang
suka menunda pekerjaannya sehingga keseimbangan hidup dan bekerja mereka
terganggu serta hal tersebut menambah beban mereka yang menjadikan kurangnya
totalitas pada pekerjaan yang mereka lakukan. Padahal fleksibelitas sudah cukup
membantu tapi mungkin sebagian perusahaan atau orang yang menjadi atasan atau
rekan kerja gen z mengaggap hal tersebut sebuah keuntungan membuat pekerjaan dapat
dilakukan kapanpun. Maka dari itu, peneliti memfokuskan untuk meneliti Peran Person-
Organization Fit dan pemberdayaan psikologis terhadap totalitas kerja Z yang bekerja di
Jakarta Selatan dengan keseimbangan kerja dan hidup sebagai moderator (Haya,
Indrawati, & Djasuli, 2022).
Utamanya penelitian ini agar dapat mengetahui besaran masing masing peran
person organization fit, pemberdayaan psikologis dan keseimbangan kerja & hidup
dalam mempengaruhi totalitas kerja sehingga dikemudian hari secara teoritis dan praktis
dapat diaplikasikan dan di kembangkan secara sempurna tanpa celah demi kemajuan
dibidang psikologi industri organisasi (PIO).
METODE PENELITIAN
Populasi yang diambil adalah Generasi Z dengan rentan kelahiran 1997-2010, tapi
karena di Indonesia yang sudah bekerja yang dimana mengacu pada UU 6 tahun 2023
tentang Cipta Kerja bahwa yang bekerja minimal 18 tahun maka dalam penelitian yang
dipergunakan kelahiran 1997-2005. Adapun yang dapat dihimpun data pekerja dijakarta
yang berusia diatas 15 tahun menurut data BPS bulan Februari 2023 sebanyak
4.857.619 jiwa. Metode dalam pengambilan sampel menggunakan teknik sampling non-
probability yaitu purposive sampling dikarenakan tidak diperolehnya jumlah detil yang
bekerja pada kawasan Jakarta Selatan terutama pada gen Z, Adapun kriteria yang telah
di tentukan adalah pada kelahiran 1997-2005 yang bekerja (usia 18 sampai 26 tahun) &
bekerja di kawasan Jakarta Selatan. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan Gform
(Sugiono, 2019).
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2023
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data akan dilaksanakan
awal bulan Januari hingga Februari akhir dikarenakan biasanya dalam budaya kerja di
Indonesia setiap akhir tahun banyaknya yang resign dari pekerjaannya dan mencoba
mencari kesempatan baru di tempat baru, langkah ini diyakini dapat membuat gambaran
besar yang objektif terkait permasalahan serupa kedepanya (Bungin, 2013). Adapun jika
dalam bentuk langkah-langkah sebagai berikut;
1. Dimulai melakukan pemetaan riset berupa mengumpulkan jurnal, data sekunder dan
pemberitaan tentang Gen Z, menghasilkan judul, rumusan masalah dan independent
variabel (IV) yang ingin diteliti.
2. Menentukan alat ukur apa yang sesuai dengan penelitian untuk disebarkan pada
responden, yaitu; Skala UWES-17 milik (Wilmar B. Schaufeli & Bakker, 2004) yang
diadaptasi oleh (Shaleh, 2016), Skala WLBS milik Fisher, Bulger, & Smith (2009)
yang diadaptasi oleh (Gunawan et al, (2019), skala PEQ milik (Spreitzer, 1995) yang
diadaptasi oleh (Armelia, 2012) dan Skala POFS milik Cable & Derue (2002) yang
dikembangkan oleh (Johan & Yusuf, 2022).
3. Menentukan sampel penelitian, yaitu; Gen Z yang bekerja (2005-1997) di kawasan
Jakarta Selatan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
4. Menyebarkan kuisioner dan e-kuesioner serta mengolah data hingga Januari/Februari
2024
5. Mengolah data dan merangkumnya dalam penelitian ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Kategori Deskriptif
Tabel 1 Hasil Analisis Kategori Deskriptif
Kategorisasi
Norma
Rendah
X < M 1SD
Sedang
M 1SD ≤ X M + 1SD
Tinggi
M + 1SD ≤ X
Setelah mengelompokkan norma-norma, akan diuraikan nilai persentase kategori
untuk variabel penelitian ini. Variabel yang tercakup dalam penelitian mencakup ke
person-organization fit, pemberdayaan psikologis, totalitas pekerjaan, serta
keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Informasi lebih lanjut dapat ditemukan
di Tabel berikut :
Table 2 (Kategorisasi Nilai Variabel Penelitian)
Variabel
Rendah
Tinggi
Person-Organization Fit
-
-
Pemberdayaan Psikologis
-
-
Totalitas Kerja
74 (35,6%)
2 (1%)
Keseimbangan Kerja dan Hidup
-
-
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa pada pekerja dari Genereasi Z di Jakarta
Selatan memiliki nilai person-organization fit 100% atau 208 responden dalam kategori
sedang. Begitu juga dengan pemberdayaan psikologis serta keseimbangan kerja dan
Alvin Kurniawan
2024 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
hidup. Dapat diartikan variabel person-organization fit, pemberdayaan psikologis serta
keseimbangan kerja dan hidup berada dalam kategori sedang. Akan tetapi, dapat
diperhatikan terdapat variasi pada variabel totalitas kerja sebanyak 74 responden
memiliki nilai (35%) kategori rendah, 132 responden atau (63%) kategori sedang dan 2
responden (1%) kategori tinggi.
Uji Model (Goodnes Of Fit)
Evaluasi model dilakukan menggunakan beberapa indikator statistik, termasuk
Standardized Root Mean Square Residual (SRMR), Normalized Fit Index (NFI), dan
nilai rms Theta yang mendekati nol. Untuk menghasilkan model yang tepat, indikator
tersebut harus memenuhi nilai tertentu, yaitu SRMR < 0,08; NFI > 0,90, dan RMS
Theta mendekati nol.
Table 3 (Goodnes Of Fit)
Saturated Model
Estimated Model
SRMR
0,079
0,079
d_ULS
2,047
2,044
d_G
0,710
0,710
Chi-Square
817,546
817,053
NFI
0,665
0,665
RMS Theta
0,147
Berdasarkan hasil output, didapati bahwa SRMR memiliki nilai 0,079 yang berada
dibawah ambang batas 0,08. Selain itu, NFI memiliki nilai sebesar 0,665. Nilai RMS
Theta yang dihasilkan adalah 0,147, yang mendekati nol. Dari evaluasi ketiga indikator
ini, dapat disimpulkan bahwa model yang dibentuk memenuhi kriteria kesesuaian,
sehingga model tersebut dapat digunakan secara efektif untuk menggambarkan
hubungan antar variabel.
Uji F
Table 4 (Uji F)
Totalitas kerja (Y)
Moderating Effect 1
0,000
Moderating Effect 2
0,002
Pemberdayaan Psikologis (X2)
0,044
Person-Organization Fit (X1)
0,051
Totalitas Kerja (Y)
Keseimbangan Kerja dan Hidup (Z)
0,000
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2025
Jika dilihat dari nilai F-Square pada tabel diatas variabel moderating (POF-
WLB>WE) memiliki nilai = 0,000. Artinya tidak ada pengaruh efek (moderating effect)
terhadap totalitas kerja. Variabel (PE-WLB-WE) memiliki nilai hanya 0,002. Artinya
hanya 0,02% sumbangsih yang dimoderatori oleh keseimbangan kerja dan hidup
terhadap totalitas kerja. Variabel (PE-WE) memiliki nilai 0,044. Artinya sumbangsih
pemberdayaan psikologis 0,04% terhadap totalitas kerja. Variabel (POF-WE) memiliki
nilai 0,051. Artinya sumbangsih person-organization fit hanya 0,05% terhadap totalitas
kerja. Variabel WLB-WE memiliki nilai 0,000. Artinya tidak ada sumbangsih
keseimbangan kerja dan hidup terhadap totalitas kerja.
R-Square
Table 5 (R Square)
R Square
R Square Adjusted
Totalitas Kerja
0,141
0,119
Dari table diatas hasil dari smart PLS 3.0 tentang peran person-organization fit dan
pemberdayaan psikologis terhadap totalitas kerja pada generasi Z yang bekerja di
Jakarta Selatan dengan keseimbangan kerja dan kehidupan sebagai moderator nilai R-
Square adjusted sebesar 0,119 artinya sumbangsih peran person-organization fit dan
pemberdayaan psikologis terhadap totalitas kerja pada generasi Z yang bekerja di
Jakarta Selatan dengan keseimbangan kerja dan hidup sebagai moderator hanya 11,9%
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Hasil Uji Hipotesis
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesisi penelitian dengan menggunakan path
analysis yang dibantu software SEM PLS versi 3. Model ini disesuaikan berdasarkan
hipotesis awal penelitian sebagai dasar dari pembuatan kerangka berpikir. Pengujian
hipotesis dilakukan berdasarkan hasil pengujian Inner Model (Model Struktural) yang
mencakup output r-square, koefisien parameter dan t-statistik. Untuk melihat apakah
suatu hipotesis itu dapat diterima atau ditolak. Untuk mempertimbangkan nilai
signifikansi antar konstruk, t-statistik, dan nilai-p, nilai-nilai ini dapat ditemukan dari
hasil botstrapping. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah t-statistik > 1,96
dengan signifikansi p < 0,05 dan koefisien beta yang positif. Hasil pengujian hipotesis
pada penelitian ini terdapat dalam gambar 2 dan tabel 6 dibawah ini
Alvin Kurniawan
2026 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
Gambar 2 (path analysis)
Table 6 Hasil Path Analysis
Original Sample (O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation
(STDEV)
T Statistics
(|O/STDEV|)
P Values
Moderating Effect 1 ->
Work Engagement
-0,010
-0,006
0,066
0,150
0,881
Moderating Effect 2 ->
Work Engagement
-0,005
-0,022
0,077
0,067
0,946
POF (X1) ->
Work Life Balance (M)
-0,064
-0,020
0,153
0,419
0,675
PE (X2) ->
Work Life Balance (M)
0,132
0,079
0,156
0,846
0,398
POF (X1) ->
Work Engagement (Y)
-0,280
-0,283
0,077
3,633
0,000
PE (X2) ->
Work Engagement (Y)
0,189
0,211
0,080
2,352
0,019
Untuk membuktikan hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai T statistik
dan P-Value. Apablia nilai T statistik > 1,96 dengan level signifikan 0,05% dan P-Value
< 0,05 maka hasil hipotesis diterima atau ada pengaruh signifikan antara variabel.
Hipotesis pertama menguji apakah person-organization fit (X1) dan
pemberdayaan psikologis (X2) yang dimoderasi keseimbangan kerja dan hidup (Z)
terhadap totalitas kerja (Y). Dari hasil yang dinyatakan karena T-statistik < 1,96 (0,150)
dan P-value dinyatakan > 0,05 (0,881) dan (0,946) bahwa hipotesis pertama tidak
dapat diterima/ditolak. Hal tersebut menunjukan bahwa person-organization fit (X1)
dan pemberdayaan psikologis (X2) yang dimoderatori keseimbangan kerja dan hidup
(Z) tidak memiliki pengaruh terhadap totalitas kerja (Y).
Hipotesis kedua menguji apakah person-organization fit (X1) berpengaruh
terhadap keseimbangan kerja dan hidup (Z). Dari hasil dinyatakan karena T-statistik <
1,96 (0,067) dan P > 0,05 (0,675), oleh karena itu hipotesis kedua tidak dapat
diterima/ditolak. Ini menunjukan bahwa person-organization fit (X1) tidak
berpengaruh terhadap keseimbangan kerja dan hidup (Z).
Peran Person-Organization Fit dan Pemberdayaan Psikologis terhadap Totalitas Kerja
generasi Z yang bekerja di Jakarta Selatan melalui variabel moderator Keseimbangan
Kerja dan Hidup
Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024 2027
Hipotesis ketiga menguji apakah pemberdayaan psikologis (X2) berpengaruh
terhadap keseimbangan kerja dan hidup (Z). Hasil analisis menunjukan bahwa
meskipun nilai T-statistik > 1,96 (0,419) tetapi P > 0,05 (0,398) sehingga hipotesis
ketiga tidak dapat diterima/ditolak. Ini menunjukkan bahwa pemberdayaan
psikologis (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap keseimbangan kerja dan hidup
(Z).
Hipotesis keempat menguji apakah person-organization fit (X1) berpengaruh
terhadap totalitas kerja (Y). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai T-statistik > 1,96
(3,633) dan P <0,05 (0,000) oleh karena itu hipotesis keempat dapat diterima. Ini
menunjukan bahwa person-organization fit (X1) memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap totalitas kerja (Y).
Hipotesis kelima menguji apakah pemberdayaan psikologis (X2) berpengaruh
terhadap totalitas kerja (Y). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai T-statistik > 1,96
(2,352) dan nilai P < 0,05 (0,019) oleh karena itu hipotesis kelima dapat diterima. Ini
menunjukkan bahwa pemberdayaan psikologis (X2) memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap totalitas kerja (Y)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji hipotesis untuk menjawab rumusan permasalahan awal
bahwa H1, H2 dan H3 ditolak. Hal tersebut mengartikan peran person-organization fit
dan pemberdayaan psikologis tidak mempunyai pengaruh terhadap keseimbangan kerja
dan hidup serta peran person-organization fit dan pemberdayaan psikologis secara
simultan melalui moderator keseimbangan kerja dan hidup terhadap totalitas kerja.
Sedangkan, H4 dan H5 diterima yang mengartikan peran person-organization fit
dan pemberdayaan psikologis masing-masing memiliki pengaruh signifikan secara
langsung terhadap totalitas kerja.
BIBLIOGRAFI
Bakker, Arnold B., & Albrecht, Simon. (2018). Work engagement: current trends.
Career Development International, 23(1), 411.
Bungin, Burhan. (2013). Metodologi Penelitian Sosial & ekonomi: Format-format
kuantitatif dan Kualitatif untuk studi sosiologi, kebijakan publik, komunikasi,
manajemen, dan pemasaran.
Dami, Welhelmus Daniel, FoEh, John E. H. J., & Manafe, Henny A. (2022). Pengaruh
Employee Engagement, Komitmen Organisasi, dan Budaya Organisasi Terhadap
Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi (Suatu
Kajian Studi Literatur Manajemen Sumberdaya Manusia). Jurnal Ilmu
Multidisplin, 1(2), 514526.
Drucker, Peter F. (1993). The rise of the knowledge society. The Wilson Quarterly,
17(2), 5272.
Gaol, Rumondang Lumban, & Hutasoit, Resmi. (2021). Media Sosial Sebagai Ruang
Sakral: Gereja Yang Bertransformasi Bagi Perkembangan Spiritualitas Generasi Z
Dalam Era Digital. KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi, 7(1), 146172.
Graça, Marta, Pais, Leonor, Mónico, Lisete, Santos, Nuno Rebelo Dos, Ferraro, Tânia,
& Berger, Rita. (2021). Decent work and work engagement: A profile study with
Alvin Kurniawan
2028 Syntax Idea, Vol. 6, No. 05, Mei 2024
academic personnel. Applied Research in Quality of Life, 16(3), 917939.
Haya, Anindhita Fadia, Indrawati, Santi, & Djasuli, Mohamad. (2022). Analisis Islamic
Corporate Governance Dalam Meningkatkan Kualitas Kinerja Karyawan
Perbankan Syariah. Jurnal Ekonomika Dan Bisnis, 2(1), 879882.
McCrindle, Mark, & Wolfinger, Emily. (2010). Generations defined. Ethos, 18(1), 8
13.
Purfitasari, Septi. (2014). Prostitusi Keling (Konstruksi Sosial Masyarakat dan
Stigmatisasi). JESS (Journal of Educational Social Studies), 3(2).
Putri, Hanifah Hertanti, & Muslim, Aziz. (2023). Internalisasi Sifat Wara’dalam
Konsumsi Makanan Halal (Telaah Teori Konstruksi Sosial Peter L. Berger).
Jurnal Riset Agama, 3(1), 209222.
Schaufeli, Wilmar. (2013). Work engagement. Handbook of Positive Psychology
Assessment, 273295.
Schaufeli, Wilmar B., & Bakker, Arnold B. (2004). Job demands, job resources, and
their relationship with burnout and engagement: A multi‐sample study. Journal of
Organizational Behavior: The International Journal of Industrial, Occupational
and Organizational Psychology and Behavior, 25(3), 293315.
Spreitzer, Gretchen M. (2008). Taking stock: A review of more than twenty years of
research on empowerment at work. Handbook of Organizational Behavior, 1, 54
72.
Statistik, Badan Pusat. (2022). Statistik Telekomunikasi Indonesia 2022. Retrieved from
https://www.scribd.com/document/678298123/Statistik-Telekomunikasi-
Indonesia-2022
Sugiono. (2019). Metode penelitian kuantitatif kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Copyright holder:
Alvin Kurniawan (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: