How to cite:
Yogi Gumilar, Prani Sastiono (2024) Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian, (06) 04,
https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
SERTIPIKASI TANAH UNTUK PRODUKSI PERTANIAN
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
Universitas Indonesia, Indonesia
Abstrak
Kebijakan Sertipikasi Lahan secara masif dilakukan pemerintah sejak tahun 2017
hingga saat ini, kebijakan Sertipikasi lahan selain untuk memberikan kepastian hukum
diharapkan mampu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu akses modal
terutama sektor pertanian. Tujuan penelitian ini membahas pengaruh Sertipikasi Lahan
terhadap produksi padi wilayah Indonesia. Riset ini menerapkan analisis regresi data
panel yang menganalisis Kebijakan Sertipikasi lahan pada satuan tingkat
Kabupaten/Kota dengan periode tahun 2017 hingga tahun 2020. Temuan riset
membuktikan jika tidak ditemukan pengaruh yang signifikan oleh Sertipikasi Lahan,
Curah Hujan, maupun Angkatan Kerja sektor pertanian. Variabel yang memiliki
dampak signifikan terhadap produksi padi adalah luas lahan pertanian. Dengan
demikian, riset ini sejalan dengan riset terdahulu dengan pembuktian apabila tidak ada
perbedaan signifikan pada produktivitas usaha tani padi akibat adanya perubahan status
kepemilikan tanah pada rumah tangga usaha tani padi di Indonesia. Namun pemerintah
perlu menaruh perhatian berlebih pada kebijakan yang dapat meningkatkan luas lahan
pertanian, karena secara empiris dan signifikan dapat meningkatkan produksi sektor
pertanian di Indonesia.
Kata kunci: Produksi Padi, Sertipikasi Lahan, Luas Lahan Pertanian, Curah Hujan,
Angkatan Kerja Pertanian
Abstract
The Land Titling policy has been massively carried out by the government since 2017
until now, the land Sertipication policy in addition to providing legal certainty is
expected to be utilized by the community as one of the access to capital, especially the
agricultural sector. This research discusses the effect of land certification on rice
production in Indonesia. This research applies panel data regression analysis that
analyzes the Land Sertipication Policy at the Regency / City level unit with the period
2017 to 2020. The research findings prove that there is no significant influence by land
certification, rainfall, or labor force in the agricultural sector. The variable that has a
significant impact on rice production is the size of agricultural land. Thus, this research
is in line with previous research by proving that there is no significant difference in the
productivity of rice farming due to changes in land ownership status of rice farming
households in Indonesia. However, the government needs to pay more attention to
policies that can increase the size of agricultural land, because empirically and
significantly it can increase the production of the agricultural sector in Indonesia.
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 04, April 2024
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1744 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Keywords: Rice Production, Land Titling, Agricultural Land Area, Rainfall,
Agricultural Workforce
PENDAHULUAN
Swasembada Pangan Indonesia adalah upaya untuk mencapai kemandirian pangan
di Indonesia, yaitu produksi pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Konsep swasembada pangan Indonesia mendorong produksi pertanian yang
tinggi dan berkelanjutan, dengan tujuan mengurangi ketergantungan pada impor pangan
(Husnain, Kasno, & Rochayati, 2016) . Untuk mencapai swasembada pangan, Indonesia
perlu mengembangkan sektor pertanian secara holistik, termasuk pengembangan
infrastruktur pertanian, peningkatan akses petani terhadap sumber daya dan teknologi
pertanian, serta penguatan kelembagaan pertanian. Selain itu, diversifikasi usaha
pertanian dan peningkatan nilai tambah produk pertanian juga menjadi fokus untuk
mencapai swasembada pangan. Upaya untuk mencapai swasembada pangan Indonesia
terus dilakukan oleh pemerintah, petani, dan pemangku kepentingan terkait. Tujuan
jangka panjangnya adalah untuk mencapai keamanan pangan yang berkelanjutan,
mengurangi ketimpangan akses terhadap pangan, dan meningkatkan kualitas pangan
bagi masyarakat Indonesia (Husnain et al., 2016).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan,
mengamanatkan sebisa mungkin pemenuhan konsumsi pangan harus dipenuhi oleh
produksi dalam negeri (Suryana, 2013). Sejak tahun 2019 hingga 2021 Indonesia
memperoleh penghargaan dari International Rice Research Institute yang menyatakan
sistem ketahanan pangan Indonesia yang sangat baik dan mencapai swasembada beras
selama 3 tahun berturut-turut setelah selama hampir 30 tahun Indonesia absen dari
penghargaan tersebut, yang berarti Indonesia masih belum bisa mendapatkan predikat
swasembada pangan. Namun kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan pada tahun
2023, presiden Republik Indonesia kembali membuka keran impor beras sebanyak 2
juta ton yang dilakukan secara berkala. Kondisi tersebut mengartikan Indonesia masih
belum sepenuhnya swasembada beras, karena masih harus melakukan impor dalam
memenuhi kebutuhan beras dalam negerinya.
Bahwa berdasarkan data Badan Pangan Nasional yang diamanahkan oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi
(Saragih, 2017), membentuk peta ketahanan dan kerentanan pangan yang dibagi
berdasarkan satuan provinsi yang dinilai berdasarkan aspek ketersediaan, akses pangan,
dan pemanfaatan pangan. Informasi tersebut disusun dalam upaya menyediakan sumber
informasi ketahanan pangan yang akurat dan komprehensif, sehingga dapat memberikan
arah dan rekomendasi kepada pengambil kebijakan terutama dalam kategori ketahanan
pangan.
Berdasarkan data tersebut masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang
statusnya masuk kedalam rentan terhadap kerawanan pangan, wilayah yang masih
banyak masuk kedalam kategori rentan adalah provinsi Indonesia bagian timur, mulai
dari Papua hingga dan Maluku, bahkan masih ada sebagian kecil di wilayah Kalimantan
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1745
dan Sumatra (Rachmaningsih & Priyarsono, 2012). Kondisi tersebut menunjukan bahwa
walaupun dalam beberapa tahun terakhir Indonesia mendapat kategori swasembada
pangan, namun karena tidak meratanya produksi padi di Indonesia, masih menyebabkan
beberapa daerah rentan terhadap kerawanan pangan.
Gambar 1. Indeks Ketahanan dan Kerentanan Pangan
Sumber : Badan Pangan Nasional, 2023 (Wardana, Rahmawati, Dzunnurain, &
Kartiasih, 2023).
Selain dari faktor dalam negeri, terdapat juga faktor yang berasal dari luar negeri
yang membuat Indonesia harus lincah dalam mengambil kebijakan tentang pangan.
Faktor luar negeri yang dapat berpengaruh adalah kondisi geopolitik yang mulai
memanas belakangan ini. Seperti kondisi perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina
ataupun memanasnya hubungan perdagangan Cina dengan Amerika yang dapat sangat
mempengaruhi perekonomian dunia terutama pangan (Hakim & Sadiyin, 2022). Karena
sebagaimana kita tahu bahwa negara-negara tersebut merupakan negara produsen dan
pengekspor gandum terbesar di dunia. Dengan kondisi geopolitik yang ada dapat
membuat ketersediaan gandum dunia akan terganggu, hal tersebut dapat mengakibatkan
gangguan terhadap ketersediaan beras akibat adanya efek substitusi dan jalur
perdagangan dunia yang terganggu. Seluruh kondisi tersebut semakin meyakinkan
bahwa Indonesia harus berdaulat terhadap kebutuhan pangan secara nasional bahkan
jika dimungkinkan harus surplus dalam mengantisipasi kondisi perubahan iklim yang
dapat mengganggu produksi pertanian padi.
Di Negara Republik Indonesia tanah secara umum memiliki fungsi digunakan
untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pada Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 mengamanatkan agar bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang pada pasal 2 ayat 3
membahas tentang kewenangan negara dengan tujuannya adalah sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat dalam kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan merupakan
nilai manfaat yang harus diperoleh. Selain itu juga pada pasal 6 UUPA disebutkan
bahwa tanah yang sudah dilekati harus memiliki fungsi sosial, hal tersebut berarti tanah
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1746 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
harus memberikan manfaat dengan tujuan menciptakan kesejahteraan masyarakat baik
bagi individu yang memiliki hak atas tanah tersebut maupun kepada negara dan
masyarakat dan negara (Ruslina, 2012).
Apabila dilihat dari gagasan dan tujuan mulia dari para pendiri negara Republik
Indonesia tentang fungsi dan tujuan tanah bagi masyarakat, tentunya kesejahteraan
masyarakat akan dapat terwujud dengan adanya penggunaan, kepemilikan, dan
penggunaan tanah. Namun berdasarkan situasi yang terdapat pada lapangan, banyak
masyarakat yang masih tidak memiliki tanah sebagai sumber penghidupan yang
mencukupi. Selain itu juga masih banyak ditemui di masyarakat kondisi tanah yang
sudah dikuasi namun tidak diketahui alas hak nya, terutama untuk hak milik.
Berdasarkan data sensus pertanian BPS pada tahun 2013, jumlah rumah tangga yang
memiliki profesi sebagai petani sebanyak 26,14 juta, dan dari jumlah tersebut 14,62 juta
(56,12%) sebagai petani dengan kepemilikan lahan dibawah 0,3 Ha (3.000m2).
Banyak program-program pemerintah yang bertujuan untuk mengembalikan
fungsi mulia tanah yaitu sebagai kemakmuran rakyat secara menyeluruh. Kebijakan
Pemerintah berperan dalam mengakomodasi maksud mulia ini yakni reforma agraria.
Sebenaranya reforma agraria di Republik Indonesia sudah dicanangkan semenjak
periode orde baru, namun pada penerapan secara besar-besaran baru diterapkan pada
tahun 2013 melalu program Prona dan Program PTSL pada tahun 2017. Kebijakan
inilah yang dirasa oleh masyarakat sebagai titik balik reformasi agraria di Republik
Indonesia.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang berbagai pokok Agraria
mengamanatkan hal penting yakni tentang terjaminnya kejelasan hukum terkait hak atas
tanah. Kepastian hukum ini sangat dibutuhkan guna keamanan saat individu telah
memiliki tanda bukti kepemilikan terhadap sebidang tanah mampu terpenuhi, maka dari
itu saat kedepannya dilaksanakan aktivitas ekonomi terhadap sebidang tanah ini tanpa
terdapat ketakutan terjadinya kehilangan terhadap investasi yang telah diterbitkan. Oleh
karena itu negara harus menjamin kepastian hukum hak terhadap tanah dari sistem
pendataan tanah yang sistematis.
Ada cara yang dianggap paling efektif untuk memberikan kepastian hukum
terhadap penguasaan dan kepemilikan hak terhadap tanah yakni dengan pendaftaran
tanah. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sedang gencar-
gencarnya untuk memperbaiki sistem manajemen pertanahan melalui database
pertanahan, database pertanahan itu akan dapat dicapai jika semua bagian tanah yang
berada pada wilayah Indonesia seluruhnya telah tercatat. Sebab itu kegiatan pendataan
tanah yang sistematis merupakan prioritas utama Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Presiden Republik Indonesia mematok semua
bagian wilayah Indonesia telah terpetakan seluruhnya ditahun 2025, kebijakan yang
diterapkan pemerintah yakni melalui kebijakan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
yang dilansir ditahun 2016 yang masih berjalan hingga saat ini.
Perselisihan yang berlangsung dalam penduduk belakangan ini sering dipicu oleh
masalah pertanahan, tidak lain tidak bukan adalah terkait hak-hak keperdataan
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1747
seseorang terhadap bidang tanah yang belum terpetakan. Masalah pertanahan akibat
belum terdaftarnya bidang tanah ini bukan hanya terjadi pada cakupan besar saja,
bahkan banyak permasalahan pertanahan terjadi pada lingkup keluarga kandung yang
masih memiliki hubungan darah diantara para pihaknya. Kondisi itulah yang
membuktikan pentingnya bidang tanah yang terdaftar melalui Sertipikat sebagi bukti
hukum yang sah terhadap kepemilikan dan penguasaan bidang tanah yang dimiliki.
Rendahnya laju proses pendataan tanah pada wilayah Indonesia merupakan satu poin
sebagai perhatian pemerintah pada kebijakan pendaftaran tanah, dalam menindaklanjuti
permasalahan tersebut, Pemerincah pada tahun 2016 mencanangkan program
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau yang biasa disingkat PTSL dijalankan
melaui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
PTSL merupakan kebijakan pertama terkait pendaftaran tanah yang dilakukan
sesuai sistematis dan masif terhadap semua bagian tanah tergolong belum terpetakan di
wilayah Indonesia dengan cara mendekat, merapat dan menyeluruh. Oleh karena
kebijakannya dilaksanakan secara masif dan menyeluruh, pelaksanaan kebijakan ini
dilakukan pada satuan tingkat Desa atau Kelurahan. Melalui kebijakan Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap tersebut diingkan penduduk mempunyai kepastian hukum
terhadap bidang tanah kepemilikannya.
Sertipikat sebagai dasar bukti terkuat pada hak dari tanah sebagai tanda
penguasaan dan kepemilikan. Pada kebijakan Pendaftara Tanah Sistematis Lengkap,
pemerintah hanya membebankan biaya administrasi dan biaya turun pengukuran lapang
saja dalam pelaksanaannya, sedangkan untuk biaya lainnya ditanggung oleh pemerintah.
Kondisi tersebut diharapkan masyarakat berperan aktif dalam kebijakan PTSL sehingga
keseluruhan bidang tanah pada wilayah Indonesia tercatat ditahun 2025.
Kebijakan PTSL ini dijalankan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dalam rangka mencukupi keperluan dasar penduduk terkait
sandang, pangan, dan papan. Program PTSL pertama kali diatur oleh Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017
tertakit PTSL. Pada tahun pertamanya, PTSL berhasil melakukan pendataan tanah yang
pertama sebanyak 5,2 juta bidang di seluruh Indonesia. Berdasarkan keseluruhan jumlah
bisang tanah diperkirakan sebanyak 126 Juta yang berada di seluruh Indonesia, baru
sebanyak 51 juta bidang yang terdaftar, sisanya merupakan target objek kebijakan PTSL
ini.
PTSL merupakan wujud hadirnya pemerintah ketika berkontribusi pada ketetapan
hukum pada penguasaan dan kepemilikan bidang tanah yang dimiliki oleh penduduk
Indonesia. Melalui adanya Sertipikat Hak atas tanah, masyarakat diharapkan mampu
memanfaatkannya untuk kepentingan permodalan bagi individu maupun skala besar.
Sertipikat hak atas tanah yang dipeoleh masyarakat ini bisa digunakan untuk jaminan
bagi penambahan modal. Sehingga masyarakat yang sebelumnya memiliki masalah
akibat kurangnya modal dalam perekomian rumah tangganya, kondisi tersebut dapat
teratasi dengan hadirnya Sertipikat Hak atas tanah ini. Sertipikat hak atas tanah ini
mampu dijadikan jaminan bagi perbankan dalam memberikan pinjaman bagi
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1748 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
masyarakat. Denganbertambahnya modal yang dimiliki, maka diharapkan kemungkan
pertumbuhan ekonomi pada skala rumah tangga dapat meningkat.
Berdasarkan riset dengan lokasi peninjauan pada Provinsi Jawa Tengah
memperlihatkan bahwa sertipikasi hak atas tanah tidak secara langsung berdampak
signifikan pada peningkatan produksi pertanian. Meningkatnya produksi pertanian
diperkirakan cenderung dipengaruhi perilaku petani dan teknologi usaha tani. Tujuan
utama dari sertipikasi lahan adalah sebagai kepastian hukum terhadap kepemilikan dan
penguasan bidang tanah yang dimiliki. Walaupun sertipikat hak atas tanah mampu
digunakan jaminan guna memperoleh bantuan modal dari bank, tetapi secara fakta jika
secara keseluruhan petani yang berada pada Provinsi Jawa Tengah merupakan petani
penggarap, sedangkan pemilik lahan berdomisili di luar kabupaten atau berada jauh dari
lokasi lahan pertanian tersebut. Yang mengabkibatkan, usaha dalam mempengaruhi
karakter petani akan cenderung lebih sukar (Agustin, Sinuraya, & Pasaribu, 2011).
Walaupun demikian, Sertipikasi hak atas tanah merupakan prosedur ketika
menangkal terlaksananya pengalih fungsian lahan. Proses tersebut dilaksanakan untuk
bidang tanah dengan lokasi di Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Banyak kecemasan oleh berbagai pihak jika melalui sertipikasi hak atas tanah terhadap
lahan pertanian dapat memunculkan jalur untuk adanya kepentingan yang berujung pada
alih fungsi lahan pertanian ke usaha non-pertanian. Dengan adanya kepastian hukum
hak atas tanah dapat meningkatkan nilai ekonomis dari tanah tersebut, sehingga dapat
menekan laju peralihan tanah kepada pihak-pihak yang ingin mengalihfungsikan
lahannya menjadi non pertanian. meningkatnya produksi pertanian lebih dipengaruhi
oleh input, perilaku petani dan teknologi usaha tani (Agustin et al., 2011).
Aspek produksi seperti tanah diharapkan berperan memutuskan prosedur produksi
yang memberikan pengaruh pada efisiensi penyediaan sumber daya dan distribusi
pendapatan (Iqbal & Rachmah, 2018). Tanah memiliki peran dan fungsi yang cukup
strategis sehingga harus diatur dan dikelola penggunaannya, agar semaksimal mungkin
bermanfaat mendukung kesejahteraan rakyat (Jamaluddin, Nursadrina, Nasrullah,
Darwis, & Salam, 2021). Peningkatan produktivitas pertanian akan memacu
peningkatan hasil produksi pertanian sehingga meningkatkan perekonomian Indonesia
(Dia, Dia, & Hamid, 2023). Data Sakernas BPS (2020) menunjukkan bahwa sektor
pertanian memberikan kontribusi sekitar 30.21% sebanyak 37,99% laki-laki dan 62,01%
perempuan.
Syahyuti, (2004) menyimpulkan bahwa pelaksanaan secara terbatas program
reformasi agraria, yakni dalam wilayah yang penduduk dan konflik terkait pertanahan
dengan golongan ringan, diutamakan wilayah pada luar pulau Jawa merupakan peluang
realistis untu dilakukan. Selain itu juga redistribusi lahan disuatu daerah dapat
beroperasi dengan cara efektif maupun efisien dengan dukungan aspek-aspek lainnya
yang terdiri dari infrasturktur, segala gambaran jenis bisnis yang akan dibuat oleh
masyarakat, teknologi yang masuk ke masyarakat, pasar yang mendukung serta
dukungan permodalan yang disediakan untuk usaha pertanian.
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1749
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu belum mampu menjelaskan perubahan
perilaku yang terjadi akibat adanya kebijakan yang dilakukan. Semua penelitian
mengacu pada output ataupun outcome dari kebijakan tersebut, padahal sebelum
mencapai output ataupun outcom dari kebijakan tersebut banyak faktor yang mungkin
mempengaruhi hasil didalamnya. Oleh karena itu dalam riset ini akan memiliki fokus
pada perilaku (behaviour) yang timbul akibat adanya kebijakan yang dilakukan.
Akibat yang dihasilkan pada riset ini mampu berguna untuk pihak pemerintah
Republik Indonesia secara umum, ataupun Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional untuk mengarahkan kebijakan terkait reforma agraria kedepannya.
Sehingga tujuan mulia dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada pasal 33 ayat 3 dan Undang-Undang Pokok Agraria dapat tercapai, yaitu
penggunaan SDA yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi Bank Perkreditan Masyarakat ataupun lembaga
kreditur lainnya terutama didaerah pedesaan untuk mengambil kebijakan terkait
pengajuan agunan berupa sertipikat tanah yang akan diajukan oleh masyarakat sehingga
dari sisi materi lembaga tersebut telah siap dalam menghadapi perubahan perilaku
masyarakat yang terjadi jika penelitian ini benar membuktikan adanya perubahan
perilaku yang terjadi di masyarakat akibat adanya kebijakan Program Pendaftaran
Tanah Sitematis Lengkap (PTSL).
METODE PENELITIAN
Riset ini menerapkan metode pendekatan kuantitatif berdasarkan data yang
tersedia. Metode penelitian untuk menyelesaikan masalah penelitian membutuhkan cara
perhitungan secara cermat pada variabel yang digunakan sebagai objek riset dalam
rangka menemukan kesimpulan yang mampu digunakan sebagai generalisasi tanpa
mempertimbangankan unsur situasi, kondisi dan waktu. Sesuai kondisi tersebut, mampu
diperoleh kesimpulan jika metode kuantitatif adalah metode yang dilakukan ketika
peneliti akan melakukan pengujian hipotesis melalui cara penggunaan uji data statistik
secara tepat. Didasarkan dari latar belakang maupun rumusan masalah, riset ini
menerapkan pendekatan kuantitatif guna manilai dampak kebijakan program Sertipikasi
Tanah terhadap Pemanfaatan Lahan sebagai Modal serta Peningkatan Sektor Pertanian
(Sugiarto, 2022).
Sesuai kerangka konsep riset, menunjukkan apabila analisis model yang ada
dalam riset ini mampu dijabarkan menjadi 2 bagian, yaitu model 1 yang merupakan
gambaran sertipikasi tanah terhadap akses modal melalui Hak tanggungan Sertipikat,
sedangkan model 2 untuk menggambarkan mengenai pengaruh sertipikasi terhadap
produksi padi. jika dijabarkan secara persamaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Model 1 (OLS) dan Model 2 (Fixed Effect)
ln.Nilai_Agunan
it
= β
0
+ β
1
ln.Sertipikasi
it
+ β
2
ln.Luas_Lahan
it
+ β
2
ln.Angkatan_Kerja
it
+ β
2
ln.Curah_Hujan
it
+ α
i
+ ε
it
Model 3 (OLS) dan Model 4 (Fixed Effect)
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1750 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
ln.Produksi_Padi
it
= β
0
+ β
1
ln.Sertipikasi
it
+ β
2
ln.Luas_Lahan
it
+ β
2
ln.Angkatan_Kerja
it
+ β
2
ln.Curah_Hujan
it
+ α
i
+ ε
it
dimana Nilai_Agunan adalah Jumlah Nilai yang diagunkan terhadap Sertipikat
Lahan Pertanian, Produksi Padi adalah Produksi Usaha Tani Padi GKG, Luas
Lahan adalah Luas Lahan Pertanian,
Angkatan Kerja adalah Angkatan Kerja yang berada pada sektor pertanian,
Curah_Hujan adalah Jumlah Curah Hujan, I adalah Kabupaten/Kota (515 Objek), dan t
adalah tahun (2017-2020, periode tahun)
Tabel 1. Variabel yang digunakan dalam model
Variabel
Satuan
Keterangan
Variabel Dependen
Produksi
Ton
Produksi Usaha Tani Padi berdasarkan
Gabah Kering Giling (GKG), Data BPS
Variabel Independen
Jumlah Sertipikasi Lahan
Buah
Jumlah Sertipikasi Lahan Pertanian, Data
Kementerian ATR/BPN
Nilai Sertipikat
Diagunkan
Jutaan
Jumlah Nilai yang diagunkan terhadap
Sertipikat Lahan Pertanian, Data
Kementerian ATR/BPN
Variabel Kontrol
Luas Lahan Pertanian
Hektare
Dihitung menggunakan kerangka sample
area (KSA), Data Badan Pusat Statistik
Angkatan Kerja Pertanian
Orang
Dihitung menggunakan pembobotan
terhadap data Sakernas
Curah Hujan
mm
Dihitung berdasarkan total curah hujan
selama satu tahun, Data Badan Pusat
Statistik
Riset ini peneliti mengambil data berdasarkan informasi sekunder yang
didapatkan dari aplikasi internal yang dimiliki oleh Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. Untuk data berupa banyaknya sertipikat yang
dihasilkan oleh adanya program Sertipikasi Tanah, Jumlah Sertipikat yang diagunkan
dan Nilai Sertipikat yang diagunkan bersumber dari aplikasi statistik internal
Kementerian ATR/BPN, sedangkan untuk mengenai data variabel kontrol luas lahan
pertanian dan curah hujan datanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik yang berada di
tingkat Pusat maupun daerah. Kemudian untuk data angkatan kerja pertanian, data
diperoleh dari Sakernas periode bulan Agustus yang diperoleh tiap tahunnya. Seluruh
data yang diguinakan merupakan data sekunder. Maka dari itu diharapkan temuan riset
ini tidak menghasilkan data yang bias, karena seluruh data yang dipergunakan dalam
riset ini ini berdasarkan data dalam kondisi yang sesungguhnya.
Penelitian ini tidak menggunakan metode sampel melainkan menggunakan
metode populasi. Dengan diambilnya seluruh sampel yang ada sebagai objek penelitian
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1751
diharapkan penelitian ini lebih menghasilkan data yang andal sehingga pengambil
kebijakan dapat benar-benar memperhitungkan kebijakan yang harus diambil agara
hasil yang diperoleh lebih tepat sasaran. Dengan diambilnya data dari seluruh populasi
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yaitu jika secara kelebihan dapat terlihat
jelas bahwa hasil akan bersifat lebih andal, namun dari sisi kekurangan penelitian
tersebut dapat menghabiskan waktu yang lama, kemudian terutama data-data yang
berasal dari provinsi Timur seperti Papua dan Papua Barat akan memiliki hasil yang
bias karena data-data yang berasal dari Provinsi tersebut dapat dikatakan kurang cepat
dalam melakukan pemutakhiran data, sehingga data yang ada merupakan data dari
beberapa waktu yang lalu.
Untuk periode observasi penelitian yang digunakan adalah diawali di tahun 2017
hingga tahun 2020. Tahun tersebut dipilih dengan tujuan dapet melihat adanya
perubahan perilaku yang terjadi setelah adanya program Sertipikasi Tanah tersebut
dilaksanakan. Program Sertipikasi Tanah tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2017
hingga saat ini masih berlangsung. Periode observasi penelitian dilakukan 4 tahun
setelah kebijakan program tersebut dijalankan. Periode tersebut dianggap mampu
menggambarkan perubahan perilaku yang terjadi akibat adanya kebijakan program
tersebut. Satuan unit analisis penelitian yang digunakan dalam riset ini yakni data di
tiap-tiap Kabupaten/Kota. Jika satuan Unit analisis yang diginakan dalam penelitian ini
semakin kecil maka diharapkan dampak kebijakan yang dihasilkan di masa yang akan
datang akan lebih spesifik dan sesuai sasaran.
Bertambahnya jumlah agunan yang diajukan oleh masyarakat, diharapkan mampu
mendorong masing-masing sektor untuk berkembang lebih pesat. Dengan adanya
sertipikat yang dimiliki oleh para pelaku industri ekonomi produktif baik itu pada sektor
pertanian, nelayan, transmigrasi ataupun UMKM mampu mengurangi masalah yang
terjadi yaitu dari modal. Para pelaku ekonomi pada sektor tersebut memiliki modal yang
lebih besar dalam pengelolaan usahanya yang diharapkan kedepannya akan
meningkatkan hasil produksi, sehingga kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang
tercantum pada UUD 1945 dan UUPA akan lebih cepat tercapai. Namum hal tersebut
masih perlu dukungan dari pemerintah dalam rangka mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi pada sektor tersebut, salah satunya adalah teknologi yang belum mampu
disediakan oleh pasar pedesaan sehingga pemerintah dianggap harus turun tangan dalam
membantu menyelesaikan permasalahan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini menggunakan metode Fixed Effect Model, dalam proses
estimasinya Fixed Effect Model akan menghasilkan intersep yang bervariasi antar
objek, namun variasi tersebut tidak terjadi antar waktu, sedangkan untuk koefisien slope
memiliki sifat yang tetap pada antar waktu maupun antar individu. Estimasi model
seperti ini juga biasa disebut Least Square Dummy Variable (LSDV).
Bahwa berdasarkan hasil statistik deskriptif terhadap data yang diperoleh,
terhadap variabel produksi padi dengan jumlah tertinggi dimiliki oleh Kabupaten
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1752 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Indramayu pada tahun 2017 dengan produksi padi sejumlah 1.414,73 ton per tahunnya,
sedangkan untuk produksi padi terendah berada pada Kotamadya Jakarta Pusat yang
sama sekali tidak ada jumlah produksi padinya. Untuk variabel jumlah Sertipikasi
Tanah pertahunnya paling besar dimiliki oleh Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2019
dengan Jumlah 85.512 Sertipikat, sedangkan untuk jumlah terendah ada pada
Kotamadya Jakarta Pusat.
Variabel Nilai Sertipikat yang diagunkan paling tinggi berada di Kabupaten
Bekasi pada tahun 2017 dengan nilai 6.675,97 milliar rupiah, sementara untuk nilai
terndahnya berada pada Kotamadya Jakarta Pusat yang tidak memiliki lahan pertanian.
Pada variabel angkatan kerja pertanian jumlah paling tinggi dimiliki oleh Kabupaten
Jember pada tahun 2017 dengan jumlah 528.191 orang, sedagkan untuk terendahnya
berada pada Kota Yogyakarta pada tahun 2017 dengan jumlah 371 orang.
Untuk variabel luas lahan pertanian yang memiliki nilai paling tinggi adalah
Kabupaten Singkawang pada tahun 2017 dengan luas lahan pertanian seluas 332.173
Hektare, sedangkan untuk terendahnya berada pada Kotamadya Jakarta Pusat yang tidak
memiliki sama sekali lahan pertanian. Variabel lain yang digunakan adalah curah hujan
dalam satu tahun, yang memiliki curah hujan tertinggi dalam satu tahun adalah
Kabupaten Maluku Tenggara pada Tahun 2017 dengan curah hujan dalam satu tahun
sebanyak 5.041 mm, sedangkan untuk curah hujan terndah ada pada kabupaten Tojo
Una-Una pada tahun 2020 tanpa curah hujan. Jika disarikan kedalam tabel dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Tabel 2 . Nilai Statistik Deskriptif
Maksimum
Minimum
Std. Dev
1.414.731
0
170.606,3
85.512
0
13.155,76
6.675,97
0
3.135,54
528.191
371
79.937,97
332.173
0
31.491,01
5.041
461
877,64
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1753
Tabel 3. Statistik Deskriptif Varibel
Variabel
Terendah
Tertinggi
Produksi padi (Ton)
Jakarta pusat
Kab. Indramayu (2017)
Sertipikasi tanah (buah)
Jakarta pusat
Kab. Bojonegoro (2019)
Nilai sertifikat digunakan
(miliar)
Jakarta pusat
Kab. Bekasi (2017)
Angkatan kerja pertanian
(orang)
Kota Yogyakarta (2017)
Kab. Jember (2017)
Luas lahan pertanian (Ha)
Jakarta pusat
Singkawang (2017)
Curah hujan (mm)
Kab. Tojo Una-Una (2020)
Kab. Maluku Utara ( 2017)
Setelah diperoleh model estimasi yang BLUE, maka proses selanjutnya adalah
melakukan uji statistik terhadap masing-masing model, kemudian diperoleh hasil
sebagaimana berikut :
Tabel 4. Uji Statistik Model 1
Uji Statistik
Hasil Uji
Uji F-Stat
Prob>F = 0,0000 Alpha = 0,05
(Prob>F) < Alpha, H0 ditolak
Model yang dipakai eksis (simultan dan
berpengaruh)
R
2
5,91 %
Uji t-
stat
Sertipikasi
P>ItI = 0,015 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Angkatan
Kerja
Pertanian
P>ItI = 0,001 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Luas Lahan
P>ItI = 0,000 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Curah Hujan
P>ItI = 0,000 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa persamaan model 1 adalah
eksis. Variabel independen berpengaruh dan simultan terhadap variabel dependennya.
Dengan nilai R
2
sebesar 5,91 % berarti variabel independen mempengaruhi variabel
dependennya sebesar 5,91%, kemudian bagian lainnya mendapat pengaruh dari
berbagai aspek diluar riset ini. Seluruh variabel merupakan variabel mempengaruhi dan
signifikan di level kepercayaan 5%.
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1754 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Tabel 5. Uji Statistik Model 2
Uji Statistik
Hasil Uji
Uji F-Stat
Prob>chi2 = 0,0000 Alpha = 0,05 (Prob>F)
< Alpha, H0 ditolak Model yang dipakai eksis
R
2
52,00%
Uji t-stat
Sertipikasi
P>ItI = 0,177 Alpha = 0,05
(P>ItI) > Alpha, H0 diterima, tidak signifikan
Angkatan
Kerja
Pertanian
P>ItI = 0,000 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Curah Hujan
P>ItI = 0,884 Alpha = 0,05
(P>ItI) > Alpha, H0 diterima, tidak signifikan
Luas Lahan
Pertanian
P>ItI = 0,000 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa persamaan model 2 adalah
Variabel independen memberikan pengaruh dan simultan pada variabel dependennya.
Dengan nilai R
2
sebesar 52,00% berarti variabel independen mempengaruhi variabel
dependennya sebesar 52,00%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
diluar pengujian. Nilai P>ItI untuk variabel yang berada dibawah nilai alpha yaitu
sebesar 0,05 adalah variabel angkatan kerja pertanian dan luas lahan pertanian, hal
tersebut menunjukan jika variabel tersebut secara signifikan mempengaruhi variabel
dependennya sedangkan untuk variabel sertipikasi dan curah hujan tidak signifikan
dalam mempengaruhi variabel dependennya.
Tabel 6. Uji Statistik Model 3
Uji Statistik
Hasil Uji
Uji F-Stat
Prob>F = 0,0000 Alpha = 0,05
(Prob>F) < Alpha, H0 ditolak
Model yang dipakai eksis (simultan dan
berpengaruh)
R
2
48,72%
Uji t-stat
Sertipikasi
P>ItI = 0,824 Alpha = 0,05
(P>ItI) > Alpha, H0 diterima, tidak signifikan
Angkatan
Kerja
Pertanian
P>ItI = 0,323 Alpha = 0,05
(P>ItI) > Alpha, H0 diterima, tidak signifikan
Curah Hujan
P>ItI = 0,38 Alpha = 0,05
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1755
Uji Statistik
Hasil Uji
(P>ItI) > Alpha, H0 diterima, tidak signifikan
Luas Lahan
Pertanian
P>ItI = 0,000 Alpha = 0,05
(P>ItI) < Alpha, H0 ditolak, signifikan
Berdasarkan tabel diatas diperoleh informasi bahwa persamaan model 3 adalah
eksis. Variabel independen berpengaruh dan simultan terhadap variabel dependennya.
Dengan nilai R
2
sebesar 48,72% berarti variabel independen mempengaruhi variabel
dependennya sebesar 48,72%, sementara yang lain mendapat pengaruh oleh variabel
eksternal pengujian. Variabel Luas Lahan Pertanian dan sertipikasi merupakan variabel
mempengaruhi dan signifikan di level kepercayaan 5%. Sedangkan untuk variabel
lainnya seperti Angkatan Kerja Pertanian dan Curah Hujan tidak signifikan
mempengaruhi varibel dependennya.
Bahwa sesudah melakukan pengujian pemilihan model, uji asumsi klasik dan uji
statistik, maka terhadap keseluruhan model dapat dijabarkan diantaranya:
Tabel 7. Hasil pengujian keseluruhan model
Model 1
Model 2
Model 3
Variabel
Nilai
Agunan
Produksi
Padi
Produksi
Padi
Sertipikasi
0,055**
(0,022)
0,032
(0,024)
-0,006
(0,030)
Angkatan Kerja
Pertanian
-0,197***
(0,061)
0,353***
(0,045)
0,097
(0,098)
Curah Hujan
0,159***
(0,055)
0,009
(0,067)
0,087
(0,074)
Luas Lahan Pertanian
-0,066***
(0,014)
0,440***
(0,014)
0,420***
(0,027)
Constant
4,954***
(0,785)
2,712***
(0,715)
5,348***
(1,232)
Observations
2.060
2.060
2060
R-squared
5,91%
52,00%
48,72%
Fixed Effect
Yes
No
Yes
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
Bahwa berdasarkan hasil uji statistik tersebut terhadap Model 1 yaitu dalam
menguji pengaruh Sertipikasi terhadap nilai agunan diperoleh hasil bahwa Sertipikasi
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan akses kredit dalam hal ini pembebanan
Sertipikat melalui hak tanggungan. Kondisi ini sejalan dengan apa yang telah diteliti
oleh Hombrados (2015) di Tanzania yang menguji dampak adanya sertipikat tanah
terhadap produksi dan investasi di sektor pertanian, hasil penelitian menunjukan bahwa
sertipikat tanah dapat memberikan peluang dalam akses kredit formal melalui
penggunaan sertipikat sebagai jaminan kredit. Dengan aset berupa tanah yang
terepresentasi dalam bentuk sertipikat, masyarakat dapat mengakses modal dalam
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1756 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
peningkatan investasi di sektor pertanian yang pada akhirnya meningkatkat produksi di
sektor pertanian.
Sertipikasi lahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap akses kredit
ditemukan juga pada penelitian Byamugisha (1999) di Thailand yang meneliti pengaruh
pendafataran tanah atau sertipikasi tanah terhadap peningkatan akses kredit. Pada
penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif antara pendaftaran
tanah atau sertipikasi tanah terhadap peningkatan akses kredit di pedesaan Tahiland.
Penelitian tersebut menunjukan dengan meningkatnya akses kredit melalui sertipikasi
lahan, para petani Thailand mampu meningkatkan nilai investasinya terhadap tanah
dengan peningkatan modal di sektor pertanian dari kredit yang diperolehnya tersebut
sehingga berujung pada meningkatkan produksi tani padi yang mengakibatkan
meningkatnya pendapatan yang dimiliki oleh para petani.
Berdasarkan hasil pengujian estimasi yang dilakukan pada model 2 dan 3,
diperoleh hasil bahwa sertipikat tanah pertanian tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan produksi padi. Hasil tersebut sejalan dengan hasil
penelitian Pender (2004) di Uganda yang meneliti bagaimana strategi untuk
meningkatkan produktifitas sektor agrikultur dan pengurangan lahan pertanian
(Indonesia, 2012). Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa sertipikat tanah tidak
memberikan dampak yang signifikan dikarenakan bukti kepemilikan sebelumnya sudah
dianggap aman dalam memberikan kepastian hukumnya, selain itu juga bukti
kepemilikan sebelumnya sudah dianggap lebih mudah diperjualbelikan, sehingga
sertipikat lahan tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan
produksi sektor pertanian.
Bahwa sertipikasi lahan tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap
produksi pertanian juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Lawin &
Tamini, (2018) di Benin, pada penelitiannya disimpulkan bahwa sertipikasi lahan tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produksi padi dikarenakan
para pemilik sertipikat lahan atau pemilik tanah tersebut secara hukum bukan
merupakan petani penggarap lahan tersebut. Sehingga para pemilik lahan tersebut hanya
menggunakan sertipikat sebagai kepastian hukum dalam meningkatkan perasaan atas
jaminan keamanan aset tanah.
Pada penelitiannya, Mustofa & Bakce, (2023) sertipikat atas tanah dapat
meningkatkan produksi pertanian melalui beberapa jalur, salah satu diantaranya adalah
dengan peningkatan akses terhadap kredit yang selanjutnya akses kredit tersebut dapat
dimanfaatkan oleh para petani dalam meningkatkan investasi pada faktor pendukung
produksi pertanian tersebut seperti mesin pertanian, pupuk dan benih yang berkualitas
serta faktor pendukung lainnya. Namun jika akses terhadap kredit yang berasal dari
sertipikat lahan tersebut tidak dimanfaatkan dalam rangka investasi faktor pendukung
produksi pertanian maka tujuan akhri berupa peningkatan produksi pertanian tidak akan
tercapai.
Bahwa dalam rangka membuat hasil penelitian lebih spesifik agar kebijakan yang
diambil lebih tepat guna, peneliti melakukan klasifikasi terhadap PDRB provinsi yang
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1757
memiliki kategori rendah dan tinggi. Kategori tersebut diambil berdasarkan nilai PDRB
pertanian yang diambil dalam satu tahun, jika PDRB pertanian suatu provinsi lebih dari
30 triliun maka provinsi tersebut diklasifikasikan sebagai provinsi dengan PDRB
pertanian nilai tinggi, sedangkan untuk provinsi yang memiliki nilai PDRB pertanian
dibawah 30 triliun, maka provinsi tersebut dikategorikan sebagai provinsi dengan nilai
PDRB pertanian rendah.
Terhadap klasifikasi tersebut dilakukan pengujian model kembali mengenai
dampak sertipikasi terhadap akses kredit berupa hak tangggungan dan kemudian
menguji dampak sertipikasi terhadap produksi padi secara keseluruhan. Berdasarkan uji
model tersebut dengan kalsifikasi PDRB pertanian tingkat provinsi diperoleh hasil
sebagaimana berikut:
Tabel 8. Hasil Pengujian Model dengan Klasifikasi PDRB
PDRB Pertanian Rendah
PDRB Pertanian Tinggi
Model 1
Model 3
Model 1
Model 3
Variabel
Nilai Agunan
Produksi
Padi
Nilai Agunan
Produksi Padi
Sertipikasi
0,130***
(0,034)
-0,004
(0,058)
-0,012
(0,029)
-0,012
(0,034)
Angkatan Kerja
Pertanian
-0,1397
(0,077)
0,095
(0,109)
-0,266***
(0,100)
0,111
(0,202)
Curah Hujan
0,064
(0,082)
0,064
(0,133)
0,296***
(0,072)
0,092
(0,065)
Luas Lahan Pertanian
-0,007
(0,031)
0,359***
(0,069)
-0,105***
0,012
0,450***
(0,020)
Constant
3.324***
(0,964)
5,227***
(1,541)
6,056***
(1,323)
5,279**
(2,479)
Observations
820
820
1240
1240
R-squared
4,14%
33,75%
8,60%
53,06%
Fixed Effect
Yes
Yes
Yes
Yes
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
KESIMPULAN
Setelah dilakukan pengujian secara agregat, dapat disimpulakan bahwa Sertipikasi
Lahan secara signifikan mempengaruhi akses kredit berupa pengingakatan nilai agunan
melalui sertipikat lahan yang dijadikan sebagai jaminan, namun secara agregat
Sertipikasi Lahan tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap produksi padi.
Dalam rangka mempertajam analisa, penelitian ini juga meneliti pengaruh dari
sertipikasi lahan terhadap akses kredit dan produksi pada daerah yang dikalsifikasi
berdasarkan PDRB Pertanian yang memiliki nilai rendah dan tinggi. Pada daerah yang
memiliki PDRB pertanian rendah, sertipikasi lahan memiliki dampak yang signifikan
terhadap akses kredit berupa nilai agunan, sedangkan untuk produksi padi, sertipikasi
tidak memilki dampak yang signifikan. Pada daerah yang masuk kedalam klasifikasi
nilai PDRB pertanian tinggi, sertipikasi lahan tidak memiliki dampak yang signifikan
terhadap peningkatan akses kredit maupun produksi padi.
Yogi Gumilar, Prani Sastiono
1758 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Berdasarkan kerangka konseptual, tidak signifikannya pengaruh sertipikasi lahan
terhadap produksi padi dapat disebabkan oleh beberapa diantaranya yakni adanya bukti
kepemilikan sebelumnya sudah dianggap aman dalam memberikan kepastian
hukumnya, selain itu juga bukti kepemilikan sebelumnya sudah dianggap lebih mudah
diperjualbelikan. Para pemilik sertipikat lahan atau pemilik tanah tersebut secara hukum
bukan merupakan petani penggarap lahan. Kredit yang berasal dari sertipikat lahan
tersebut tidak dimanfaatkan dalam rangka investasi faktor pendukung produksi
pertanian.
BIBLIOGRAFI
Agustin, Nur K., Sinuraya, Julia F., & Pasaribu, Sahat M. (2011). Sertifikasi Lahan
Pertanian Mendorong Peningkatan Produksi Pangan. Sm Pasaribu, Hp Saliem, H.
Soeparno, E. Pasandaran, & F. Kasryni, Konversi ….
Dia, Halimah S., Dia, Halimah S., & Hamid, Rahmad Solling. (2023). Peran Modal
Kerja, Tenaga Kerja, Dan Luas Lahan Dalam Meningkatkan Pendapatan Petani.
Peran Modal Kerja, Tenaga Kerja, Dan Luas Lahan Dalam Meningkatkan
Pendapatan Petani, 6(1), 479491.
Hakim, Ahmad Burhan, & Sadiyin, Moh. (2022). Pengaruh Perang Rusia-Ukraina
Terhadap Stabilitas Hubungan Politik Indonesia Dan Rusia. Journal Of
International Relations, 2(2), 1421.
Husnain, Husnain, Kasno, Antonius, & Rochayati, Sri. (2016). Pengelolaan Hara Dan
Teknologi Pemupukan Mendukung Swasembada Pangan Di Indonesia. Jurnal
Sumberdaya Lahan, 10(1).
Indonesia, Kementrian Keuangan Republik. (2012). Kajian Nilai Tambah Produk
Pertanian. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro. Badan Kebijakan Fiskal. Jakarta (Id).
Kemenkeu.
Iqbal, Muhammad, & Rachmah, Iqlima. (2018). Konsep Perlindungan Tenaga Kerja
Kontrak Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Jurnal Justisia: Jurnal
Ilmu Hukum, Perundang-Undangan Dan Pranata Sosial, 2(2), 154171.
Jamaluddin, Jamaluddin, Nursadrina, Nursadrina, Nasrullah, Muh Nasrullah Muh,
Darwis, Muh, & Salam, Rudi. (2021). Efektivitas Program Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (Ptsl) Dalam Rangka Percepatan Pendaftaran Tanah Pada
Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Makassar. Jurnal Pallangga Praja (Jpp),
3(2), 1117.
Lawin, Kotchikpa Gabriel, & Tamini, Lota. (2018). Droits De Propriété Foncière Et
Performance Des Petits Producteurs Agricoles Des Pays En Développement: Une
Synthèse De La Littérature Empirique. Cirano Working Papers, (2018s-05).
Mustofa, Riyadi, & Bakce, Riati. (2023). Aspek Sosial Dan Ekonomi Usaha
Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Di Kabupaten Indragiri Hulu. Media Bina
Ilmiah, 17(7), 14871498.
Rachmaningsih, Triana, & Priyarsono, D. S. (2012). Ketahanan Pangan Di Kawasan
Timur Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan Indonesia, 13(1), 1.
Ruslina, Elli. (2012). Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam
Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia. Jurnal Konstitusi, 9(1), 4982.
Saragih, Juli Panglima. (2017). Kelembagaan Urusan Pangan Dari Masa Ke Masa Dan
Kebijakan Ketahanan Pangan. Jurnal Pangan, 26(1), 5780.
Sugiarto, Ir. (2022). Metodologi Penelitian Bisnis. Penerbit Andi.
Suryana, A. (2013). Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
Sertipikasi Tanah Untuk Produksi Pertanian
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1759
Disampaikan Dalam Kuliah Umum Mahasiswa Sarjana Dan Pascasarjana, Jurusan
Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
Syahyuti, Syahyuti. (2004). Kendala Pelaksanaan Landreform Di Indonesia: Analisa
Terhadap Kondisi Dan Perkembangan Berbagai Faktor Prasyarat Pelaksanaan
Reforma Agraria. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 22(2), 89101. Indonesian
Center For Agricultural Socioeconomic And Policy Studies.
Wardana, Ardian Putra, Rahmawati, Iftina Ika, Dzunnurain, Zena Azzahra, & Kartiasih,
Fitri. (2023). Determinan Skor Pola Pangan Harapan Di Indonesia Tahun 2022.
Seminar Nasional Official Statistics, 2023(1), 889898.
Copyright holder:
Yogi Gumilar, Prani Sastiono (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: