How to cite:
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher Andrew Winata (tahun
terbit) Perlindungan Hukum Konsumen (Lessee) atas Penarikan Paksa Kendaraan, (06) 04,
https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN (LESSEE) ATAS PENARIKAN
PAKSA KENDARAAN
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher
Andrew Winata
Universitas Tarumanagara, Indonesia
Abstrak
Kehadiran leasing sebagai alternatif pendanaan kendaraan bermotor telah
menjadikannya kebutuhan primer bagi banyak individu dan perusahaan. Tujuan
penelitian ini adalah mengulas peran leasing dalam skema pembiayaan kendaraan
bermotor serta tantangan yang dihadapi, terutama terkait penarikan paksa oleh debt
collector. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan
kualitatif untuk menggambarkan fenomena yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan
perlindungan hukum represif bagi konsumen (lessee) diperlukan untuk memberikan rasa
aman dan kepastian hukum terhadap kendaraan yang dibiayai. Peraturan-peraturan
seperti Peraturan KAPOLRI No. 8 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor 130/PMK 010/2012 telah diterbitkan untuk melindungi konsumen dalam skema
leasing. Namun, penarikan paksa oleh debt collector masih menjadi permasalahan serius
yang memerlukan penanganan yang tepat. Pengaturan hukum yang jelas terkait jaminan
fidusia dan tindakan debt collector diperlukan untuk menghindari pelanggaran hukum
dan memastikan perlindungan hak konsumen. Leasing perlu memastikan bahwa
prosedur penarikan paksa dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan jika terjadi
sengketa, penyelesaiannya harus melalui jalur hukum yang sesuai. Kesimpulannya,
perlindungan hukum yang efektif bagi konsumen dalam skema leasing kendaraan
bermotor merupakan hal yang penting untuk menjamin keadilan dan keamanan dalam
transaksi bisnis ini
Kata kunci: Leasing;Penarikan Paksa;Perlindungan Hukum;Konsumen;Kendaraan
Bermotor
Abstract
The presence of leasing as an alternative to motor vehicle funding has made it a
primary need for many individuals and companies. The purpose of this study is to
review the role of leasing in motor vehicle financing schemes and the challenges faced,
especially related to forced withdrawals by debt collectors. This research uses
normative legal methods with a qualitative approach to describe the phenomenon under
study. The results showed that repressive legal protection for consumers (lessee) is
needed to provide a sense of security and legal certainty for financed vehicles.
Regulations such as KAPOLRI Regulation No. 8 of 2011 and Minister of Finance
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 04, April 2024
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher Andrew
Winata
1662 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Regulation No. 130/PMK 010/2012 have been issued to protect consumers in leasing
schemes. However, forced withdrawals by debt collectors are still a serious problem
that requires proper handling. Clear legal arrangements regarding fiduciary
guarantees and debt collector actions are necessary to avoid violations of the law and
ensure the protection of consumer rights. Leasing needs to ensure that the forced
withdrawal procedure is carried out in accordance with applicable regulations, and in
the event of a dispute, its resolution must go through appropriate legal channels. In
conclusion, effective legal protection for consumers in motor vehicle leasing schemes is
important to ensure fairness and security in these business transactions
Keywords: Leasing;Forced Withdrawal;Legal Protection;Consumers;Motorized
Vehicles
PENDAHULUAN
Kendaraan bermotor bukan lagi menjadi kebutuhan tersier, melainkan sudah
menjadi kebutuhan primer. Banyak cara ditempuh leasing untuk mengupayakan
kesinambungan usahanya Pratiwi, (2018), diantaranya memberikan kemudahan dalam
proses juga persyaratan kepada calon konsumen yang ingin melakukan kredit atau
membeli barang secara diangsur , beragam kemudahan yang ditempuh tergantung pada
pilihan yang ditentukan oleh pimpinan tertinggi suatu perusahaan yang
implementasinya dipengaruhi oleh pemahaman dan posisi tawar pelanggan.
Ada empat pihak yang berperan dalam skema leasing, yaitu lessor sebagai leasing
yang menyediakan jasa pendanaan, lessee yaitu individu atau perusahaan yang
menggunakan jasa leasing baik secara hak opsi maupun tanpa hak opsi, supplier seperti
dealer dimana pihak yang menyediakan unit, bank atau kreditor, bank tidak ikut serta
dalam kontrak leasing, bank yang menyediakan dana kepada lessor untuk mendanai
kebutuhan lessee, pendanaan lessor yang sumber dana dari kredit bank (Luthfi, Zakiah,
& Korneliya, 2022).
Lessor memberikan kemudahan dalam persyaratan dan proses pengajuan
pembiayaan . Dengan adanya kemudahan administrasi, proses cepat untuk mendapatkan
unit atau dana, bahkan minimal dp, promo menarik seperti undian karena kemudahan
tersebut masyarakat lebih memilih perusahaan leasing didanai baik untuk pengusaha
dan individu untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan usaha mereka. Sejak tahun
1974 leasing sudah ada di Indonesia melalui Surat Ketetapan No. Kep-
122/MK/IV/2/1974, No. 32/M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974 Tanggal 7 Februari
1974, leasing adalah kegiataan pendanaan yang menyediakan barang dan dana dalam
waktu yang telah ditentukan yang pembayarannya dibayar secara diangsur oleh lessee,
disertai hak opsi atau tanpa hak opsi. hak opsi seperti pendanaan mobil sedangkan tanpa
hak opsi seperti alat-alat berat, kontraktor, mesin-mesin dan hak opsi ini pihak lessor
yang bertanggung jawab atas perawatan alat-alat atau mesinmesin tersebut. Dalam hal
ini ada persyaratan penggunaan asuransi bagi lessee (Husen, 2020; Istiarto & Sudana,
2016).
Leasing bekerja sama dengan dealer, dealer memanfaatkan penawaran leasing
untuk menjual unitnya secara di angsur dengan DP ringan yang telah ditentukan .
Perlindungan Hukum Konsumen (Lessee) atas Penarikan Paksa Kendaraan
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1663
Pastinya disini pihak leasing juga harus memilih calon lessee yang memenuhi syarat
administratif dan memenuhi 5C. Pada proses ini adanya suatu perjanjian bahwa jika
lessee menyetujui perjanjian tersebut biasanya hanya dengan tanda tangan di form serta
membayar uang muka (DP) namun jika lessee (pembeli) tidak menyetujui klausula
dimaksud dapat mengurungkan niatnya. Jika menyetujui lessor akan membayar secara
tunai di dealer.
Pada realitanya tidak semua lessee dapat membayar angsuran yang sudah jatuh
tempo dengan lancer (Prayoga, 2023). Beragam alasan kebutuhan bahkan dana terpakai.
Lessor tidak mau rugi, dengan menghindari adanya penggelapan, dari denda , surat sp,
dalam hal ini jika lessee tidak mampu membayar lagi maka lessor berupaya
mengeksekusi, dalam hal ini debt collector yang akan mengeksekusi unit tersebut, kerap
kali proses eksekusi tersebut adanya penarikan paksa atau cekcok antara lessee dan debt
collector.
Salah satu kasus penarikan paksa debt collector, yaitu kejadian di Jalan Tole
Iskandar, Sukmajaya, Depok, Jumat 4 Maret 2022, dimana lima orang debt collector
menarik paksa mobil dari lessee yang tidak membayar cicilan 3 bulan. Tidak ada kontak
fisik tapi hanya kata-kata kasar yang dikeluarkan oleh debt collector. Akibat beradu
argumen ke lima debt collector diamankan di Polres Metro Depok. Tarik Paksa Mobil di
Jalanan.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kasus tindakan debt collector
meningkat sangat drastis dari tahun ke tahun. Aduan masyarakat meningkat 22 kali lipat
dari 2017-2021. Pada 2018 aduan sebanyak 8.771 kasus. Sementara, pada Tahun 2020
aduan ke OJK naik hingga 245.083 kasus, dan pada 2021 aduan mencapai 595.521
aduan. Debt collector adalah pekerja untuk pihak PUJK, sehingga dengan ini PUJK
bertanggung jawab atas tindakan debt collector yang berakibat terhadap hukum (Ferry
Saputra, 2923). Tujuan penelitian ini adalah mengulas peran leasing dalam skema
pembiayaan kendaraan bermotor serta tantangan yang dihadapi, terutama terkait
penarikan paksa oleh debt collector.
METODE PENELITIAN
Penulisan artikel ini menggunakan penelitian hukum normatif, dengan data
sekunder sumber utama ada (bahan hukum primer, sekunder, dan tersier) (Jonaedi
Efendi, Johnny Ibrahim, & Se, 2018). Melalui pendekatan kualitatif untuk memahami
gejala-gejala, bersifat deskriptif dengan menggambarkan berbagai fenomena yang
diteliti. Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan yang selanjutnya diolah
dan dianalisis secara kualitatif, dengan menggunakan logika deduktif melalui tahapan
seleksi, klasifikasi, dan interpretasi atas dasar analisis isi (Diantha & Sh, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Sebagaimana diketahui bersama bahwa secara konseptual kata perlindungan
hukum mengandung makna memberikan rasa aman kepada korban dalam bentuk
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher Andrew
Winata
1664 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
pelayanan, memberikan pengayoman, jaminan kepastian hak. Perlindungan hukum
tersebut bisa bersifat preventif juga represif.
Berkenaan dengan topik pembahasan artikel ini maka yang lebih dibutuhkan
adalah perlindungan hukum yang bersifat represif berupa pelayanan yang memberikan
rasa aman kepada korban karena adanya jaminan kepastian hak atas perkara/kasus
tertentu, dalam hal ini penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector akibat
wanprestasi yang dilakukan oleh debitur atas kewajibannya membayar cicilan.
Atas kejadian penarikan secara paksa oleh debt collector diterbitkan peraturan
KAPOLRI Nomor 8 tahun 2011, disusul dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan
RI Nomor 130/PMK 010/2012 sebagai upaya untuk mewujudkan perlindungan hukum
kepada warga masyarakat melakukan pembiayaan kendaraan bermotor dengan skema
leasing.
Lembaga pembiayaan membuat suatu perjanjian yang terdapat klausula-klausula
dibuat secara sepihak guna melindungi usaha kepentingan pelaku usaha tersebut
meskipun tidak di larang tapi harus mengacu pada UU 8/1999 Pasal 6 dimana hak
pelaku usaha menerima pembayaran, mendapatkan perlindungan konsumen yang
beritikad baik, mendapatkan pembelaan dalam permasalahan lessee, hak perbaikan
nama baik, hak-hak lainnya yang terdapat pada undang-undang (Ruslan, 2016).
Lessee yang tidak lancar membayar angsuran, akan berdampak dan membawa
kerugian terhadap leasing. Jaminan fidusia memberikan hak eksekusi kepada leasing
untuk megamankan asetnya jika terjadi wanprestasi oleh lessee (Yuliawati, Septarina
Budiwati, & Darsono, 2015). Selama angsuran dibayar lessee tetap dapat menggunakan
kendaraan meskipun ada jaminan fidusia. Kontrak standar yang dibuat leasing, tetap
menjamin hak-hak Lessee yang terdapat di Pasal 4 UU 8/1999 tentang perlindungan
konsumen.
Hak hak ini seharusnya diketahui lessee sebelum mengajukan kredit , guna
adanya keselarasan perjanjian yang di buat secara sepihak oleh leasing .Tindakan
leasing yang melibatkan debt collector merampas kendaraan yang merupakan tindakan
yang menyalahi hukum meskipun konsumen itu mengalami gagal bayar atau
wanprestasi.
Seperti diketahui bersama bahwa sebagai seorang lessee, warga masyarakat yang
terikat dalam kontrak leasing kendaraan bermotor telah dijamin kepentingannya oleh
berbagai macam peraturan perundang-undangan maupun peraturan kebijakan seperti
UUPK, UUJF No. 42 Tahun 1999, Peraturan KAPOLRI No. 8 Tahun 2011,
No.130/PMK. 010/2012, Keputusan MK 18/2019 dan sebagainya. Namun demikian
berbagai peraturan perundangan-undangan kebijakan tersebut diatas masih merupakan
aturan yang pelaksanaannya memerlukan keterlibatan aparatur pemerintah agar aturan-
aturan tersebut dapat diimplementasikan. Secara teoritik, norma-norma yang memuat
aturan yang memberikan perlindungan kepada pihak lessee relatif sudah cukup
memadai dan berbagai peraturan tersebut dalam literatur dikategorikan sebagai
perlindungan hukum preventif sementara realitanya pihak lessee juga sangat
memerlukan perlindungan hukum yang sangat represif yang implementasinya dilakukan
oleh aparatur pemerintah seperti aparat polisi (Damara, 2022)v.
Pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh pihak debt collector yang mewakili
perusahaan leasing dapat dikategorikan sebagai kesewenang-wenangan pihak
pengusaha kepada customer nya yang dalam dunia bisnis seharusnya pihak pengusaha
tetap menjaga hubungan baik sedemikan rupa dengan customer sehingga lessee
memiliki loyalitas kepada perusahaan yang bersangkutan karena telah diperlakukan
Perlindungan Hukum Konsumen (Lessee) atas Penarikan Paksa Kendaraan
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1665
secara manusiawi walapun yang bersangkutan terindikasi wanprestasi membayar cicilan
tak kala terjadi situasi financial yang kurang menguntukan kepada yang bersangkutan .
Dalam konteks bisnis, seorang pengusaha leasing tidak hanya berusaha memberikan
kepuasan kepada pelanggan tapi arus berusaha semaksimal mungkin membangun
loyalitas lessee sebagai pelanggan yang dengan itu kemudian bisa memberikan
informasi yang baik kepada teman, rekan, dan saudara untuk mau melakukan hubungan
bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan (Burhanuddin, 2020).
Kesewenang-wenangan dalam wujud penggunaan kekerasan oleh pihak debt
collector semata-mata berdasarkan pada pertimbangan praktis (jangka pendek) tapi
tidak mementingkan kepentingan perusaahaan dalam jangka panjang. Ada banyak kasus
yang bisa diceritakan tentang pentingnya loyalitas pihak debitur atau kreditur dalam
suatu kegiatan bisnis dimana seorang debitur yang menderita sakit sehingga yang
bersangkutan melakukan wanprestasi karena situasi yang sulit. Berkenaan dengan itu
pihak debitur memberikan semacam kebijakan penundaan pembayaran kepada debitur
sampai yang bersangkutan boleh kembali dan bisa melakukan usahanya sehingga
mampu melunasi pinjamannya kepada kreditur.
Bagaimanapun statusnya seorang pengusaha termasuk diantaranya pengusaha
leasing harus mengedepankan long life relationship sehinggga terbangun rasa saling
percaya antara kreditur dengan debitur maka itu akan menghasilkan benefit mutualisme.
Sebuah keniscayaan, kalaupun pihak perusahaan leasing tetap memanfaatkan debt
collector dalam upaya pelunasan cicilan kendaraan bermotor kepada mereka perlu
diberikan pembekalan agar senantiasa bertindak secara manusiawi tidak
mengedepankan kekerasan namun mengutamakan tindak-tindakan yang bersifat
persuasif yang diwarnai oleh empati yang mendalam. Jika tidak fakta-fakta sudah
menunjukkan bagaimana kemudian masyarakat main hakim sendiri kepada debt
collector yang melakukan tindakan kekerasan dalam pengambilan paksa kendaraan
bermotor. Setidaknya kasus amuk massa di Kembangan, Jakarta Barat tahun 2021 ,
maupun ditempat-tempat lain perlu menjadi pertimbangan yang serius bagi pengusaha
leasing yang menggunakan jasa debt collector dengan pola-pola pendekatan yang
represif karena pada akhirnya tindakan-tindakan tersebut dianggap oleh masyarakat
telah melampaui batas toleransi sehingga secara spontan anggota masyaraakat
melakukan pengadilan jalanan.
Tidak dipungkuri bahwa ada saja pihak lessee yang nakal atau culas dimana dia
mengadaikan atau menjual kendaraan bermotor yang dikuasai secara leasing kepada
mereka tentunya bisa dikenakan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Pengaturan hukum atas leasing dan debt collector yang melakukan penarikan
paksa.
Dalam kontrak, antara perjanjian pokok wajib ada kontrak jaminan fidusia,
sebagai jaminan tambahan hal ini mengacu pada pengaturan No. 1169/KMK.01/1991.
Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang atau jaminan antara (lessee dan
lessor) dalam hal ini lessor tidak perlu kuatir ketika lessee mengalami wanprestas.
Wanprestasi dimana lessee terlambat atau menunggak pembayaran angsuran
sesuai jatuh tempo (Ratumbanua, 2017). Biasanya dalam hal ini lessor memerintahkan
debt collector untuk menagih, jika lessee tidak mampu membayar angsuran maka upaya
paksa harus dilakukan debt collector. Penagihan Debt collector dianggap meresahkan
lessee. Sehingga dalam penagihan maupun proses eksekusi sering terjadi keributan
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher Andrew
Winata
1666 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
(Sushanty, 2020). Debt collector harus bertindak sesuai prosedur tahapan eksekusi, dari
menunjukkan identitas, menunjukkan history payment, menunjukan sertifikat.
Mengacu pada peraturan PMK No 130/PMK.010/2012 dimana lessee harus tahu
bahwa dalam hal eksekusi jaminan fidusia sudah harus diaktakan oleh notaris dan
terdaftar di kantor pendaftran fidusia jika belum maka fidusia tersebut tidak memiliki
kekuatan hukum dan tidak memiliki hak eksekutorial dianggap penarikan secara paksa
melanggar Pasal 368,369 ayat 1, 365KUHP, jika hal ini tetap terjadi lessee bisa
melapor ke OJK dengan disertakan bukti, selain itu juga bisa melalui BPSK, melapor ke
Kepolisian, mengajukan gugatan ke PN atas penarikan paksa. Leasing yang tidak
mendaftarkan jaminan fidusia tidak akan memiliki hak preferent. Leasing juga di
kenakan peringatan, hingga pencabutan izin usaha (Bakar & No, 2022).
Mengacu pada Pasal 4 UUPK dimana konsumen (lessee) mengenai hak konsumen
salah satu nya hak atas kenyamanan, keamanan, keselamatan, hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, KAPOLRI mengeluarkan
No.8 Tahun 2011 yang berlaku sejak 22 Juni 2011, tujuannya untuk menciptakan rasa
aman , tertib, dapat dipertanggungjawabkan melindungi lessee dan leasing atau debt
collector, dan atau masyarakat dari hal hal yang merugikan baik harta dan jiwa.
Akan tetapi jika lessee tidak mau menyerahkan unit, upaya yang ditempuh leasing
wajib mengajukan permohonan eksekusi melalui persidangan di pengadilan negeri hal
ini mengacu pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII-2019. Setelah eksekusi unit
kemudian pelelangan. Pelelangan ini melalui pelelangan umum dan adapula melalui
penjualan di bawah tangan yang hasilkan akan menutupi hutang lessee, jika ada
kelebihan maka sisa uang tersebut di kembalikan kepada lessee
KESIMPULAN
Konsumen (lessee) membutuhkan perlindungan hukum yang bersifat represif
yang berupa pelayanan yang memberikan lessee rasa aman karena adanya jaminan
kepastian hal atas kasus/perkara tersebut. Menurut UUPK No. 8 Tahun 1999 yang
menjamin kepentingan-kepentingan konsumen (lessee) dan pada Pasal 2 memberikan
rasa aman bagi konsumen (lessee).
Upaya leasing untuk menarik keandraan haruslah sesuai prosedur dan ketentuan
yang ditetapkan, debt collector harus menujukkan sertifikat fidusia, menunjukan
payment schedule, identitas, dan ketentuan lainnya. Guna menghindari bentrok antara
lessee dan debt collector harus didampingi kepolisian. Sertifikat juga harus di daftarkan
karena kalau tidak diaktakan dan di daftarkan maka pihak sertifikat fidusia tidak
memiliki kekuatan eksekutorial.
BIBLIOGRAFI
Bakar, Umar Syeh Abu, & No, Jl Karimata. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap
Lessee Terkait Penarikan Kendaraan Bermotor Oleh Debt Collector. Tesis.
Jember: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah.
Burhanuddin, Harni Eka Putri. (2020). Eksekusi Benda Jaminan Fidusia Secara Sepihak
Oleh Perusahaan Pembiayaan. Universitas Hasanuddin.
Damara, Immaculata. (2022). Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Pembiayaan
Terkait Objek Leasing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/Puu-
Xvii/2019. Uns (Sebelas Maret University).
Diantha, I. Made Pasek, & Sh, M. S. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif
Dalam Justifikasi Teori Hukum. Prenada Media.
Perlindungan Hukum Konsumen (Lessee) atas Penarikan Paksa Kendaraan
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024 1667
Ferry Saputra. (2923). Ojk Menyebut Permasalahan Debt Collector Jadi Yang Paling
Sering Diadukan Masyarakat. Retrieved From
Https://Keuangan.Kontan.Co.Id/News/Ojk-Menyebut-Permasalahan-Debt-
Collector-Jadi-Yang-Paling-Sering-Diadukan-Masyarakat
Husen, Fathurrohman. (2020). Leasing Dalam Perspektif Fatwa Dewan Pengawas
Syariah Majelis Ulama Indonesia. Lisyabab: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 1(1),
110.
Istiarto, Istiarto, & Sudana, I. Made. (2016). Alternatif Pembiayaan Barang Modal
Dengan Leasing. Valid: Jurnal Ilmiah, 13(4), 390395.
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian
Hukum: Normatif Dan Empiris. Prenada Media.
Luthfi, Ahmad, Zakiah, Nur, & Korneliya, Arbainah Vina. (2022). Analisis Mengenai
Kredit Motor Melalui Leasing (Studi Kasus Di Kota Kuala Tungkal). Al-A’mal:
Jurnal Manajemen Bisnis Syariah, 2(1).
Pratiwi, Risda. (2018). Strategi Pengembangan Usaha Rengginang Pulut Dengan
Metode Analisis Swot (Studi Kasus Usaha Rengginang Pulut Cv. Uul Jaya Di
Desa Kebun Lada Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat). Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara Meddan.
Prayoga, Teddy. (2023). Rekonstruksi Perlindungan Hukum Bagi Perbankan Dan
Pembeli Rumah Susun Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Susun Yang
Berbasis Nilai Keadilan. Universitas Islam Sultan Agung.
Ratumbanua, Marco I. (2017). Penyelesaian Sengketa Perjanjian Leasing Dalam Hal
Terjadinya Ingkar Janji (Wanprestasi). Lex Privatum, 5(1).
Ruslan, Milawartati T. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam
Perjanjian Pembiayaan Kendaraan Bermotor Roda Dua Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Katalogis, 4(10).
Sushanty, Vera Rimbawani. (2020). Tinjauan Yuridis Terhadap Debt Collector Dan
Leasing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/Puu-Xvii/2019.
Gorontalo Law Review, 3(1), 5975.
Yuliawati, Yuli, Septarina Budiwati, S. H., & Darsono, S. H. (2015). Aspek Hukum
Pendaftaran Fidusia Dalam Perjanjian Pembiayaan Mobil Perspesktif Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Dan Peraturan Menteri
Hukum Dan Ham N0 10 Tahun 2013 (Studi Pada Pt. First Indonesia Amerika
Leasing Solo). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Copyright holder:
Yuwono Prianto, Nadya Faradiba, Cevin Christian Alexsander, Christopher Andrew
Winata (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: