How to cite:
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu (2024) Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana
Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, (06) 04,
https://doi.org/10.36418/syntax-idea.v3i6.1227
E-ISSN:
2684-883X
Published by:
Ridwan Institute
ANALISIS HUKUM KASUS SALAH TRANSFER DANA DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG NO.3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana penanganan masalah yang terjadi
karena kesalahan dalam melakukan transfer dana. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian hukum normatif. Data yang dipergunakan akan data sekunder, dalam hal ini
Undang-Undang No.3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (UU No.3/2011). Hasil dan
analisis penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan hukum yang terjadi dari suatu
kesalahan transfer merupakan hubungan keperdataan sehingga menimbulkan hak dan
kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat. Proses penyelesaian salah transfer dapat
dilakukan melalui proses mediasi dan kordinasi antara para pihak yang terkait. Bank
merupakan pihak yang diberikan kewajiban untuk menyelesaikan salah transfer,
sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 56 ayat (1) UU No.3/2011yang
menyatakan bahwa “Dalam hal penyelenggara pengirim melakukan kekeliruan dalam
pelaksanaan transfer dana, penyelenggara pengirim harus segera memperbaiki
kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan atau perubahan.
Kata kunci: Hubungan Hukum, Hak dan Kewajiban, Transfer Dana
Abstract
This study aims to examine how to handle problems that occur due to errors in
transferring funds. This study used normative legal research methods. The data used
will be secondary data, in this case Law No.3 of 2011 concerning Fund Transfer (Law
No.3/2011). The results and analysis of this study show that the legal relationship that
occurs from a transfer error is a civil relationship that gives rise to the rights and
obligations of the parties involved. The process of resolving false transfers can be
carried out through a process of mediation and coordination between the parties
concerned. The Bank is a party that is given the obligation to resolve the wrong
transfer, as mandated in the provisions of Article 56 paragraph (1) of Law No.3/2011
which states that "In the event that the sending operator makes a mistake in the
implementation of the fund transfer, the sending operator must immediately correct the
error by canceling or changing it.
Keywords: Legal Relations, Rights and Obligations, Fund Transfer
JOURNAL SYNTAX IDEA
pISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, No. 04, April 2024
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1604 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
PENDAHULUAN
Pada masa kini aktifitas dan kegiatan perbankan mengalami perkembangan yang
begitu pesat, hal tersebut selaras dengan perkembangan dunia teknologi (Mutiasari,
2020). Pertama kali Bank didirikan di Inggris dalam bentuk seperti sebuah Firma
Asikin, (2015), Pada saat itu Inggris ingin membangun kembali kekuatan angkatan
lautnya untuk bersaing dengan Prancis. Namun, pemerintah Inggris tidak memiliki
cukup uang untuk mendanai proyek tersebut. Lalu William Peterson dan Charles
Montagu mengusulkan pembentukan lembaga keuangan yang dapat menyediakan dana
yang dibutuhkan. Lembaga tersebut dibuat dalam bentuk firma yang dikenal sebagai
Bank of England, Bank of England merupakan Bank pertama yang dibentuk.
Kemudian bank juga digunakan oleh para pedagang untuk melakukan pertukaran
mata uang saja. Sejarah juga bahwa mencatat dikenalnya kegiatan perbankan pada
zaman kerajaan di daratan Eropa yang digunakan oleh para pedagang-pedagang dalam
melakukan pertukaran uang saja. Kemudian usaha perbankan berkembang ke Asia Barat
melalui para Pedagang. Seiring dengan perkembangannya, Bank kini dijadikan sebagai
wadah bagi nasabah untuk melakukan penyimpanan dana miliknya baik yang berstatus
deposito maupun tabungan, pinjaman dalam bentuk kredit dan lain-lain (CRP, 2021).
Dengan menyediakan kredit pinjaman dan berbagai layanan, bank membantu individu
dan perusahaan dalam mendapatkan dana yang mereka butuhkan dan mempermudah
proses pembayaran di berbagai sektor ekonomi (Hermansyah, 2020). Sebelumnya
kegiatan perbankan hanya dapat dilakukan secara face to face, berbeda dengan Zaman
sekarang yang menggunakan teknologi sebagai media untuk melakukan transaksi tanpa
harus bertemu dengan pengguna lainnya.
Dalam melakukan usaha perbankan, tentunya negara berkewajiban memberikan
perlindungan pada usaha tersebut. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan proteksi
bagi para pengguna agar dapat terhindar dari berbagai bentuk pelanggaran hukum baik
bagi nasabah maupun Bank itu sendiri. Menurut Rani & Wirasila, (2015) Perlindungan
hukum artinya memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Melakukan transaksi melalui perbankan
yang memanfaatkan teknologi sudah menjadi hak bagi setiap warga negara dan diakui
keberadaannya. Semangat memberikan perlindungan bagi para nasabah diwujudkan
dalam pembentukan beberapa undang-undang yang berkaitan dengan dunia perbankan,
misalnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (UU
No.3/2011), Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1998 tentang Perbankan (UU No.7/1998) dan berbagai peraturan perundang-undangan
lainnya (Nomor, 10AD).
Meskipun telah mendapat perlindungan hukum, tentunya seorang nasabah mesti
hati-hati dalam bertransaksi apalagi yang dilakukan secara online melalui sistem cyber.
Kemampuan suatu peraturan mungkin terus tertinggal akibat perkembangan dunia
teknologi yang sangat masif. Kejahatan perbankan juga masih sering terjadi, para
pelaku yang menyasar korban-korban yang masih kurang update atau kurang paham
terhadap teknologi zaman sekarang (Meliana & Hartono, 2019). Salah satu usaha yang
dilakukan oleh masyarakat dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan menggunakan
hukum pidana dengan sanksinya berupa pidana (Nawawi, 2010). Selain itu masyarakat
juga harus memahami modus-modus apa saja yang harus dihindari ketika berhadapan
dengan pelaku kejahatan perbankan dan agar tidak terkait dengan tindak pidana yang
dilakukan orang lain. Misalnya pada kasus salah transfer yang di angkat oleh penulis.
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1605
Salah seorang nasabah dari Bank X mendapatkan dana melalui transfer rekening dari
orang lain (salah transfer) dari rekening yang ada pada bank lain (Bank Y). Dalam hal
yang demikian, maka nasabah penerima transfer dana dihadapkan pada dilema uang
yang masuk ke rekeningnya. Ini berarti nasabah tersebut harus memahami apa saja
langkah-langkah yang dilakukan ketika ia menerima dana tersebut. Karena bisa saja
dana tersebut merupakan hasil tindak pidana, sehingga dapat mengaitkan penerima
ketika salah mengambil langkah. Semakin majunya teknologi, kehidupan dunia pun
berubah. Namun, bukan berarti bebas dari masalah, seperti kasus salah transfer. Kasus
ini masih menjadi polemik, terutama karena adanya pasal pidana yang ditujukan kepada
nasabah penerima salah transfer. Pasal tersebut yaitu Pasal 85 UU No.3 Tahun 2011
tentang Transfer Dana yang kemudian diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana (Silalah & Miharja, 2022).
Terdapat contoh kasus yang angkat oleh penulis yang berkaitan dengan Salah
Transfer. Pada tanggal 19 Februari 2024 Jam 11:45 WIB datang seseorang yang
mengaku dari Bank X datang ke rumah Nasabah W merupakan nasabah dari Bank X
dari unit Jakarta Tanjung Priok. Dalam kedatangannya orang tersebut yang mengaku
dari Bank X dan kemudian memperkenalkan diri dengan nama A lalu menyampaikan
bahwa telah terjadi salah transfer dari Bank Y atas nama V ke rekening Nasabah W
sebesar Rp 15.000.000,- Kemudian A langsung menunjukkan dua buah surat yaitu
Pertama, surat pada tanggal 12 Februari 2024 Perihal Permohonan refund Dana Salah
Transfer Bank Lain pada Rekening (Milik Nasabah W). Surat permohonan refund
tersebut ditujukan kepada Pimpinan Kantor Bank X cabang Jakarta Priok, dan surat
tersebut berisi permohonan agar kepala Bank X Kantor Cabang Jakarta Tanjung Priok
segera melakukan beberapa hal sebagaimana yang disebutkan di dalam surat tersebut
yakni segera menginfokan kepada nasabah penerima (Nasabah W) bahwa telah terjadi
salah transfer yang dilakukan oleh nasabah Bank Y menggunakan jaringan BI Fast pada
tanggal 30 Januari 2024 dan meminta kesediaan nasabah W untuk dilakukan pendebetan
rekening sebesar Rp 15.000.000,- untuk dikembalikan kepada pengirim yakni Nasabah
V. Kedua, Sebuah surat yang berupa isi Laporan Transaksi (statmens of finansial) dari
rekening milik Nasabah W dengan periode transaksi 27 Januari 2024 sampai dengan 31
Januari 2024. Pada surat tersebut A menunjukkan bahwa adanya transaksi tanggal 30
Januari 2024 Jam 06.56 WIB sebesar RP. 15.000.000,- dari pengirim V.
Kemudian, setelah A menyampaikan hal tersebut kepada Nasabah W yang saat itu
bersama dengan suaminya S sepakat untuk mengembalikan uang (salah transfer)
tersebut kepada pengirim. Namun sebelum mengembalikan Nasabah W dan Suaminya S
Perlu melakukan klarifikasi kepada pihak bank X tempat dimana Nasabah W membuka
buku tabungan tersebut dan untuk melakukan print terhadap mutasi rekening milik hal
ini dikarenakan Nasabah W jarang sekali menggunakan rekening tersebut untuk
bertransaksi. Nasabah W dan S merasa perlu melakukan klarifikasi kepada pihak
pengirim terutama kepada pihak Bank karena maraknya kejahatan perbankan saat ini
contohnya seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan transaksi-transaksi ilegal
yang lainnya serta untuk mengantisipasi penyalahgunaan Surat kuasa pendebetan dari
rekening milik W.
Setelah menyampaikan hal tersebut kepada A, lalu A membalas dengan
argumentasi seolah-olah W dan S tidak bersedia untuk mengembalikan uang tersebut,
sedangkan dari awal W dan S sudah sampaikan kesepakatan untuk mengembalikan.
Meskipun W dan S telah menyampaikan berkali-kali, tidak keberatan untuk
mengembalikan asalkan bisa mengkonfirmasi kepada pihak Bank X dan kepada pihak
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1606 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
pengirim. Lalu pada akhir percontoh tersebut, A meminta izin untuk membuat laporan
kepada pihak Bank X selaku tempatnya bekerja bahwa telah melakukan kunjungan dan
menemukan nasabah yang dicarinya dan mencantumkan kesediaan W untuk
mengembalikan dengan catatan bahwa W mengkonfirmasi dahulu kepada pihak X
dengan melakukan kunjungan terlebih dahulu dan pembuatan laporan tersebut
disepakati oleh keduanya. Dari uraian kasus diatas, penerima X dari dana salah transfer
tersebut perlu melakukan tindakan-tindakan agar terhindar dari adanya keterkaitan
dengan perbuatan pidana. Proses penyelesaian harus sesuai dengan prosedur yang
berlaku dan diatur secara rinci dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 2011 tentang
Transfer Dana.
Dari uraian kasus pada latar belakang di atas dilakukanlah penelitian ini untuk
mengetahui hubungan hukum antara Penerima dana salah Transfer Dan Bank, serta cara
penyelesaian dalam hal terjadinya salah transfer tersebut antara nasabah penerima
dengan pengirim ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer
Dana
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan studi atau penelaahan
dokumen-dokumen hukum dari kepustakaan. Oleh karena bertumpu pada kekuatan data
sekunder melalui telaah kepustakaan, penelitian ini juga sering disebut dengan
penelitian kepustakaan (library research) (Nasution, 2017). Data yang dipergunakan
adalah data sekunder, yang merupakan data yang sudah tersedia untuk umum.
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
konseptual, dengan menggunakan teori-teori hukum yang dihubungkan dengan
peraturan perundang-undangan, dan regulasi yang berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi. Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan untuk menemukan visi hukum yang sesuai dan menggabungkannya dengan
pendekatan konseptual untuk menemukan sumber hukum berdasarkan prinsip-prinsip
keadilan yang ada. Studi kasus menjadi bagian pelengkap penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Hukum Nasabah Dan Bank
Saat ini, lembaga perbankan sudah menjadi lembaga kepercayaan masyarakat
secara luas. Apalagi Perbankan sangat berperan penting dalam suatu negara khususnya
dalam sektor ekonomi dan menjadi asal kehidupan dari bidang keuangan. Suatu Bank
Dalam menjalankan kewajibannya, bank memfasilitasi arus barang dan jasa dari
produsen ke konsumen dan melakukan berbagai kegiatan keuangan untuk kepentingan
pemerintah Adrian Sutedi, (2023) Sehingga perbankan menjadi jantung kehidupan dari
berjalannya suatu negara.
Pengertian Bank telah di disebutkan secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 UU
No.10/1998 bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Dalam melaksanakan tugasnya, Bank bertugas untuk menghimpun dana dari masyarakat
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1607
sebanyak-banyaknya kemudian menyalurkan dana tersebut hal ini juga menjadi
pendukung dari tujuan di dirikan suatu Bank.
Pada dasarnya hubungan antar bank dan nasabah merupakan hubungan
keperdataan. Hubungan hukum yang melalui proses perikatan yakni Perjanjian yang
dibuat secara tertulis di antara Nasabah dengan Bank. Pengertian Perjanjian secara
formil dimuat pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
tepatnya Pasal 1313 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih”. Pengertian tersebut masih belum menemukan Pengertian
yang sebenarnya, mengingat begitu banyak perbedaan cara berpikir dan kejadian-
kejadian di lapangan. Menurut Muljadi & Widjaja, 2003; Subekti, (2005) bahwa
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau
dimana dua orang orang itu saling berjanji melakukan suatu hal. Sehingga melalui
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum antara nasabah dengan bank
merupakan hubungan yang timbul akibat adanya kemauan untuk mengikatkan dirinya
satu dengan lainnya.
Dalam dunia perbankan terdapat beberapa prinsip yang penting antara nasabah
dengan bank. Dengan adanya prinsip tersebut, perbankan dapat menjalankan
aktivitasnya seperti menghimpun dana, menyalurkan dana dalam bentuk kredit yang
besaran pinjaman dan rencana pembayaran diatur lagi dalam suatu perjanjian. Dalam
menjalankan kegiatan perbankan, terdapat setidaknya 4 prinsip yang sangat penting
diantaranya:
a. Prinsip kepercayaan
Salah satu prinsip dalam perbankan yaitu Prinsip Kepercayaan. Prinsip
kepercayaan adalah prinsip bahwa kegiatan usaha bank dilandasi oleh hubungan
saling percaya antara bank dan nasabah (Pandiangan & Jayadi, 2018). Prinsip
kepercayaan juga diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No.10/1998 menyebutkan
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang
dilakukan melalui bank”. Setiap bank dalam tujuan usahanya adalah untuk
menghimpun dana masyarakat baik dalam bentuk tabungan, ataupun deposit. Untuk
melaksanakan hal tersebut, bank perlu memasarkan atau menawarkan jasa bank
kepada masyarakat dan berusaha membuat calon nasabah tersebut memberi
kepercayaan kepada Bank unutk menyimpan dana yang dimilikinya. Hal ini
dikarenakan bank dalam menjalankan operasionalnya membutuhkan kepercayaan
masyarakat sebagai salah satu faktor yang menjaga keseimbangan antara kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional (Anshori, 2008). Sebab jika terjadi penuruna
kepercayaan terhadap kinerja suatu bank, maka dapat terjadi rush sehingga
mengakibatkan dampak buruk bagi Bank.
b. Prinsip kehati-hatian
Secara umum, prinsip kehati-hatian dimuat dalam Pasal 29 ayat (2) UU
No.10/1998 menyebutkan “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1608 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Hal ini berarti
bahwa ketika bank memberikan pinjaman kepada nasabah debitur, diperlukan
penilaian yang cermat dan menerapkan kehati-hatian karena dana yang diberikan
melalui pinjaman tersebut adalah dana masyarakat misalnya, Bank wajib melakukan
studi kelayakan sebelum memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Hal tersebut
secara langsung menjaga kepercayaan dari nasabah terhadap bank serta
meningkatkan kesehatan bank itu sendiri.
c. Prinsip Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan dalam dunia perbankan sudah dikenal lama dan menjadi
salah satu prinsip yang sangat penting. Pada pertengahan abad ke-19, semua
pemerintah Eropa Barat telah menerima gagasan kerahasiaan keuangan dan telah
mengesahkan undang-undang yang sama di setiap negara yang menginginkan sistem
perbankan yang stabil (Ifham, 2016). Misalnya dalam praktek perdangan kerahasiaan
data pribadi merupakan persyaratan yang tidak dapat dinegosiasikan seperti
mengakses informasi keuangan dan pribadi pelanggan. Tujuan dari Prinsip
kerahasiaan bank adalah untuk melindungi kepentingan nasabah bank dengan
menjaga privasi informasi keuangan dan informasi pribadi mereka. Secara umum
pengertian Rahasia Bank telah diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU No.10/1998 bahwa
“Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan
mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya.”
d. Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles)
Prinsip Mengenali Nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk
mengenali dan memahami identitas nasabahnya serta memantau aktivitas transaksi
mereka, termasuk melaporkan transaksi yang mencurigakan. Penerapan Prinsip
mengenal nasabah perwujudan dari Pasal 2 UU No.10/1998. Hal tersebut juga sudah
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 Tahun 2003 jo.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah. Prinsip ini merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan
oleh Bank, karena hal tersebut sangat mempengaruhi kesehatan suatu bank.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bank dan
nasabah merupakan hubungan keperdataan yang timbul karena keduanya sepakat
untuk mengikatkan dirinya pada suatu Perjanjian tertulis. Hubungan hukum tersebut
timbul sebab kedua belah pihak bersepakat dan memuat hal-hal (klausul) secara
tertulis serta di tandatangi. Tentunya perjanjian dibuat harus sejalan dengan
ketentuan yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata bahwa syarat sah suatu
perjanjian yaitu adanya kesepakatan, para pihak cakap hukum, yang disepakati
merupakan suatu hal tertentu dan yang diperjanjikan halal. Sehingga perjanjian
tersebut menjadi mengikat kedua pihak. Maka dengan adanya hubungan hukum
tersebut telah mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban antara keduanya.
Perjanjian anatara keduanya yang sudah mengikat meninmbulkan beberapa
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1609
ketentuan penting yang masing-masing pihak harus jalankan yaitu Hak dan
Kewajiban Nasabah, Hak dan Kewajiban Bank. Dalam rangka memberikan
perlindungan hukum baik bagi nasabah maupun bank, pengaturan perundang-
undangan telah mengatur apasaja hak dan kewajiban yang dimiliki kedua belah
pihak.
Hak dan Kewajiban Nasabah (Konsumen)
Dalam praktiknya, nasabah dalam menyetorkan dana miliknya ke bank bukan
dilakukan secara bebas. Perlu dipahami bahwa Hak dan kewajiban nasabah dan bank
dapat berbeda-beda tergantung pada jenis produk dan layanan yang digunakan seperti
tertera dalam surat perjanjian yang dibuat. Misalnya pada layanan produk tabungan
deposit, seorang nasabah berhak mendapatkan bunga dari dana yang disetor, Besarnya
bunga ini tergantung pada peraturan yang berlaku pada masing-masing bank, tergantung
pada produk perbankan yang ada. Kemudian nasabah wajib menyimpan dana tersebut
dalam waktu tertentu dan tidak dapat menarik sebelum waktu yang ditentukan selesai.
Setelah memahami pengertian Bank yang diatur dalam UU No.10/1998 bahwa
bank merupakan badan usaha yang melakukan pengimpunan masyarakat bertindak
sebagai pelaku usaha dalam sektor perbankan. Perbankan dalam melakukan kegiatan
usaha seperti Menghimpun dana dari masyarakat, Menyediakan layanan kredit, layanan
pembayaran dan Melakukan kegiatan investasi. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam
hal ini nasabah disebut sebagai konsumen dalam bidang perbankan. Merujuk pada hal
ini, pengaturan tentang hak dan kewajiban konsumen dimuat dalam Pasal 4 dan Pasal 5
Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen (UUPK) juga
menjadi pengaturan tentang hak dan kewajiban nasabah perbankan.
Namun dalam perkembangannya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatur tentang
Perlindungan hukum bagi konsumen sektor keuangan. Dalam Peraturan tersebut dimuat
mengenai hal-hal apa saja yang menjadi hak dan kewajiban seorang konsumen di
bidang keuangan. Pengaturan tersebut diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan (POJK
1/07/2013) sebagai berikut:
a) Hak Konsumen (Nasabah)
Nasabah sebagai konsumen lembaga jasa keuangan memiliki hak yang harus
diberikan oleh Pelaku usaha (Bank). Ketentuan pada Pasal 2 POJK 1/07/2013
mengatur setidaknya ada 5 prinsip/hak yang penting dan harus di dapatkan oleh
soerang Konsumen LJK yaitu:
1. Tranparansi
Hak Transparansi merupakan hak untuk mendapatkan informasi yang sangat
jelas mengenai produk keuangan yang ditawarkan bank kepada Konsumen LJK
misalnya mengajukan layanan pinjaman kepada bank dalam bentuk kredit, maka
konsumen LJK berhak untuk mengetahui apa yang menjadi syarat pengajuan,
hitungan bunga cicilan dan lain-lain. Pemberian informasi yang jelas dan akurat
tersebut merupakan kewajiban dari Bank sebagai pelaku usaha lembaga jasa
keuangan (LJK).
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1610 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
2. Perlakuan yang adil
Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil tanpa diskriminasi. Artinya
sebagai konsumen LJK memiliki hak yang sama dengan konsumen lainnya untuk
mendapatkan akses setara terhadap produk keuangan, tentunya hal tersebut
berdasarkan klasifikasi yang sudah dibuat oleh Pelaku usaha LJK. Misalnya
konsumen LJK mau menggunakan suatu Produk Keuangan tertentu, namun Bank
(Pelaku Usaha) telah menentukan syarat minimal penghasilan 10 juta perbulan
dan Konsumen tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan namun dinyatakan
kegiatan transaksi tidak dapat dilanjutkan maka sebagai konsumen LJK berhak
untuk mendapatkan penjelasan mengenai hal tersebut.
3. Keandalan
Artinya setiap konsumen LJK berhak untuk mendapatkan pelayanan yang
andal. Hak yang dimaksud adalah sebagai konsumen LJK berhap mendapatkan
pelayanan yang akurat, sesuai Prosedur (SOP), Infrastruktur dan Sumber daya
Manusia (SDM) yang mumpuni/profesional.
4. Kerahasiaan dan Keamanan data/Informasi Konsumen
Merupakan hak untuk mendapatkan perlindungan keamanan data. Dalam
hak ini OJK melarang Pelaku Usaha LJK untuk men-share data nasabahnya
kepada pihak lain (pihak ketiga). Sebab data yang diberikan oleh konsumen hanya
digunakan sesuai dengan peruntukan yang telah disetujui.
5. Hak untuk mengajukan aduan bila ada masalah serta penanganan pengaduan dan
penyelesaian sengketa Konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Setiap Konsumen LJK berhak untuk mendapatkan layanan khusus untuk
mengajukan pengaduan. Secara umum penyelesaian sengketa konsumen LJK
mengedepankan proses mediasi (non-litigasi) dibandingkan jalur pengadilan
(litigasi).
b) Kewajiban Konsumen (Nasabah)
Sebagai seorang Konsumen LJK tentunya memiliki beberapa kewajiban yang
harus dilaksanakan agar mendapatkan pelayanan maksimal dari Bank serta mendapat
perlindungan Hukum. Berikut beberapa kewajiban seorang nasabah bank yaitu :
1. Beritikad Baik, artinya nasabah tidak memiliki niat lain atau menyalahgunakan
produk keuangan yang diajukan oleh nasabah. Hal tersebut setara dengan yang
sudah diatur dalam Pasal 3 POJK 1/07/2013 bahwa “Pelaku Usaha Jasa Keuangan
berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan
informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan
tidak menyesatkan”
2. Mengisi data diri pada formulir dengan benar
3. Menandatangani formulir yang disediakan oleh bank dan sesuai dengan produk
bank yang diajukan oleh Nasabah
4. Setiap nasabah wajib melampirkan dokumen-dokumen persyaratan yang
ditentukan oleh bank
5. Menyetorkan dana sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh bank.
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1611
Selain beberapa uraian kewajiban Konsumen LJK diatas, maka sebagai
konsumen perlu untuk memahami apa yang menjadi kewajiban konsumen yang di
atur dalam pasal 5 UUPK misalnya membaca, mengikuti petunjuk serta Prosedur,
beritikad baik, mebayar biaya admin yang dikenakan perbulannya dan mengikuti
upaya Penyelesaian sengketa sesuai dengan kesepakatan.
Hak dan Kewajiban Bank (Pelaku Usaha)
Beberapa ketentuan hak dan kewajiban UU No.10/1998, Secara umum, dalam
menjalankan tugas dan kegiatannya, Bank berpedoman pada asas-asas perbankan yang
sehat, mematuhi ketentuan yang berlaku dan menghindari praktik-praktik yang dapat
membahayakan eksistensi Bank atau merugikan kepentingan umum. Namun secara
lengkap kewajiban Bank telah diatur dalam POJK 1/07/2013 yaitu sebagai berikut:
a) Kewajiban Bank (Pelaku Usaha)
Secara umum, kewajiban Pelaku Usaha LJK sama halnya dengan isi Pasal 7
UUPK yang mengatur tentang Kewajiban Pelaku Usaha. Hak pelaku usaha diberikan
sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada bank sebagai
pelaku usaha. Pemeberian perlindungan hukum dapat menjadi motivasi bagi Bank
agar dapar meningkatkan Inovasi Produknya yang akan digunakan oleh Nasabah.
Pengaturan tentang kewajiban Bank sebagai pelaku usaha dimuat dalam
beberapa pasal pada POJK 1/07/2013 yaitu Pada BAB II mengenai ketentuan
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan dimulai dari Pasal 4 hingga Pasal 39.
Salah satunya dalam pasal 4 ayat 1 POJK 1/07/2013 bahwa “Pelaku Usaha Jasa
Keuangan wajib menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk
dan/atau layanan
yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan”. Jika diperhatikan lebih
lanjut, hubungan kewajiban dan hak Nasabah dengan Bank merupakan hubungan
timbal balik, dimana bank harus menunaikan kewajibannya untuk mendapatkan
haknya, bergitu juga sebaliknya bagi nasabah. Bank sebagai lembaga moneter yang
paling penting di Indonesia dituntut untuk menjalankan tugasnya sebagai spesialis
untuk mendukung kemajuan nasional, berdasarkan aturan kepercayaan. Oleh karena
itu, bank harus dapat memenuhi semua komitmennya kepada nasabah, baik dalam
posisinya sebagai pengelola administrasi keuangan maupun sebagai penyedia
layanan cicilan, untuk menjaga kepercayaan masyarakat, khususnya nasabah.
b) Hak Bank (Pelaku Usaha)
Sebagai pelaku usaha sektor pebankan, tentunya memiliki hak yang harus
didapatnya baik dari konsumen maupun Negara. Hak yang didapatkan dari negara
merupakan perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut tidak didapat secara
bebas, namun agar mendapatkan hak untuk dilindungi perlu bagi bank menaati
aturan hukum yang berlaku dan melaksanakan hak kewajibannya yang diatur melalui
peraturan Perundang-undangan. Hak yang didapat oleh Bank juga sejalan dengan
pengaturan tentang hak pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 6 UUPK yaitu:
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1612 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukumsengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugiankonsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak mendapat kesataraan hukum yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lain.
Selain aturan diaturan diatas, hak bank sebagai pelaku usaha disebut pada Pasal
6 UU No.10/1998 bahwa bank berhak untuk:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu
2. memberikan kredit
3. menerbitkan surat pengakuan hutang
4. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya
5. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah
6. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
7. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
8. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
9. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
11. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1613
Analisis Salah Transfer ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011
Tentang Transfer Dana
Semakin maju inovasi, peningkatan kehidupan dunia juga ikut berubah. Setiap
perubahan tidak lepas dari berbagai masalah, seperti halnya kasus salah transfer. Kasus
salah transfer ini menjadi perhatian serius ditengah-tengah masyarakat yang
menggunakan produk bank untuk bertransaksi. Sebab bagi penerima dana salah transfer
pun bisa membuatnya di Pidana. Sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 14/23/PBI/2012 tentang Transfer Dana Pemidanaan tersebut juga telah diatur
pada Pasal 85 UU No.3/2011 bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan
mengakui sebagai miliknya Dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui
bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Namun pasal tersebut dapat
diterapkan kepada penerima apabila tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan.
Perlu dipahami bahwa untuk menyelesaikan salah transfer, Pasal 3 UU
No.3/2011 telah mengatur prinsip prinsip zero-hour rules. Kemudian dapat disimpulkan
bahwa apabila tidak ada permasalahan dari pengirim atau penyelenggara hingga pukul
00.00 WIB, maka telah terjadi perpindahan hak dari pengirim ke penerima (Heriani,
2021). Maka jika dilihat dari contoh kasus oleh penulis, Laporan Transaksi (statmens of
finansial) dari rekening milik Nasabah W menunjukkan dana salah transfer masuk pada
tanggal 30 Januari 2024 Jam 06:56 WIB kemudian Pengirim mengajukan aduan
sehingga keluar surat yang dibawa saudara A yang berisi bahwa pada tanggal 12
Februari 2024 Perihal Permohonan refund Dana Salah Transfer kepada Nasabah W.
Terdapat rentan waktu 14 hari sejak pengirim salah mentransfer dana tersebut.
Namun sebagai bentuk perlindungan hukum dan hak bagi nasabah pengirim,
terdapat kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan bagi Bank untuk melakukan
penyelidikan hingga menyelesaikan kasus salah transfer. Seperti telah diatur melalui
Pasal 78 UU No.3/2011 bahwa “Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan
Transfer Dana yang menimbulkan kerugian pada Pengirim Asal atau Penerima,
Penyelenggara dan/atau pihak lain yang mengendalikan Sistem Transfer Dana dibebani
kewajiban untuk membuktikan ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan Transfer
Dana tersebut”.
Jika dilihat dari contoh kasus yang diangkat oleh penulis maka bisa disimpulkan
bahwa Pasal 78 UU No.3/2011 telah dilaksanakan oleh Bank yaitu dengan mengirimkan
perwakilan Bank untuk melakukan konfirmasi kepada nasabah penerima, berdasarkan
aturan pada pasal 22 huruf e UU No.3/2011 bahwa untuk melakukan debet secara
sepihak pada rekening milik W tidaklah diperbolehkan terkecuali terdapat pemberian
kuasa oleh nasabah tersebut. Maka permintaan saudara A untuk meminta pemberian
kuasa pendebetan tidaklah salah atau sesuai aturan.
Namun dalam rangka menghindari penyalahgunaan kuasa dan transaksi-transaksi
yang mencurigakan dan dapat melibatkannya dalam kasus pidana lain, nasabah W
beritikad baik untuk mendatangi kantor cabang terdekat agar dapat melakukan
konfirmasi mengingat rekening tersebut jarang sekali digunakan. Sehingga dapat dilihat
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1614 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
bahwa nasabah W memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kasus salah transfer
tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat kasus salah transfer bukanlah
hal yang baru sebab sering kali terjadi salah transfer dan dalam penyelesaiannya yang
membutuhkan energi dan waktu. Maka, pemerintah dalam rangka mencegah hal yang
berkaitan dengan transfer dana dibentuk UU No.3/2011. Berdasarkan ketentuan Pasal 1
butir 1 UU No.3/2011 bahwa “Transfer Dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai
dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada
penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana sampai dengan diterimanya
dana oleh penerima” dan dari pasal tersebut dapat disimpulkan yakni sebelum
mentransfer uang, harus ada perintah dari pengirim kepada bank untuk mentransfer
sejumlah uang kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer uang.
Dengan demikian dari contoh kasus di atas, pihak pengirim dana berhak untuk
meminta kepada penerima dana untuk mengembalikan dana tersebut sesuai dengan
Pasal 1360 KUHPerdata Muljadi, (2008) sebab hasil salah transfer tersebut bukanlah
hak milik penerima. Penyelesaian sengketa perbankan tidaklah selalu melalui
pemidanaan namun dapat dilakukan melalui jalur mediasi berdasarkan asas ultimum
remedium yang dianut dalam penyelesaian sengketa perbankan. Bank memiliki peran
penting untuk menyelesaikan kasus ini, hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 56
ayat (1) UU No.3/2011 bahwa “Dalam hal penyelenggara pengirim melakukan
kekeliruan dalam pelaksanaan transfer dana, penyelenggara pengirim harus segera
memperbaiki kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan atau perubahan”.
Meskipun rentang waktu yang cukup lama, bank dapat meminta penerima untuk
mengembalikan dana tersebut sesuai dengan Pasal 1360 KUHPerdata.
Berdasarkan ketentuan di atas, jelas jika penerima dana wajib untuk
mengembalikan dana yang bukan miliknya dari salah transfer tersebut. Akan tetapi
penerima juga harus melakukan pengecekan secara menyeluruh pada mutasinya dan
konfirmasi kepada bank berkaitan salah transfer serta jumlah dana yang diterima. Dapat
disimpulkan bahwa tindakan dari nasabah W untuk mengunjungi Bank X merupakan
Itikad baik untuk menyelesaikan Kasus tersebut. Selain itu, penerima wajib meminta
kepada bank untuk membuat surat resmi dan meminta laporan dari pengirim sehingga
dapat meminimalisir tindakan-tindakan melawan hukum dari oknum-oknum perbankan
itu sendiri.
Kemudian pihak Bank juga wajib membuktikan bahwa telah terjadi salah transfer
dari pihak pengirim seperti laporan resmi dari pengirim yang dibuat secara tertulis yang
ditujukan kepada penerima. Berdasarkan contoh kasus oleh penulis, bahwa tepat bagi
saudara A untuk mendatangi dan membawa surat-surat yang memberitahukan telah
terjadi salah transfer yang ditujukan kepada nasabah W sebagai penerima. Namun
dalam menghindari penyalahgunaan kuasa pendebetan, sudah tepat nasabah W sebagai
penerima untuk melakukan kunjungan ke Bank dan mengisi formulir pengembalian
dana, dan menunggu proses pengembalian dana selesai.
Analisis Hukum Kasus Salah Transfer Dana Ditinjau dari Undang-Undang No.3 Tahun
2011 Tentang Transfer Dana
Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
1615
KESIMPULAN
Analisis di atas menunjukkan bahwa hubungan antara nasabah dan bank
merupakan hubungan keperdataan. Hubungan hukum yang melalui proses perikatan
yakni perjanjian yang dibuat secara tertulis antara Nasabah dengan Bank dan memiiki
klausul masing-masing tergantung produk perbankan yang di ajukan oleh nasabah.
Maka dengan adanya hubungan hukum tersebut telah mengakibatkan timbulnya hak dan
kewajiban antara keduanya. Perjanjian anatara keduanya yang sudah mengikat
menimbulkan beberapa ketentuan penting yang masing-masing pihak harus jalankan
yaitu Hak dan Kewajiban Nasabah, Hak dan Kewajiban Bank. Dalam rangka
memberikan perlindungan hukum baik bagi nasabah maupun bank, pengaturan
perundang-undangan telah mengatur apasaja hak dan kewajiban yang dimiliki kedua
belah pihak diatur dalam UU No.10/1998, UU No.3/2011, UU No.8/1999, PBI Nomor
14/23/PBI/2012 dan POJK 1/07/2013.
Dalam contoh kasus diatas, dapat dilihat bahwa Nasabah penerima memiliki itikad
baik untuk mengembalikan dana tersebut. Kemudian Bank memiliki peran penting
untuk menyelesaikan kasus tersebut, sejalan dengan Ketentuan pasal 56 ayat 1 UU
No.3/2011 bahwa Dalam hal penyelenggara pengirim melakukan kekeliruan dalam
pelaksanaan transfer dana, penyelenggara pengirim harus segera memperbaiki
kekeliruan tersebut dengan melakukan pembatalan atau perubahan”. Dalam
menyelesaikannya Pihak bank cukup melakukan kunjungan ke pihak penerima dengan
menyampaikan pemberitahuan yang lengkap seperti laporan resmi mengenai salah
transfer lalu nasabah penerima datang ke Kantor Bank tempat pembukaan rekening
sehingga dapat terhindar dari penyalahgunaan dan transaksi-transaksi berkaitan dengan
tindak pidana.
Selanjutnya penulis menyarankan agar pihak bank dapat membentuk satu aturan
atau prosedur penyelesaian yang lebih aman lagi. Dalam rangka mencegah
penyalahgunaan kuasa pendebetan yang diminta secara langsung kepada nasabah, lebih
baik untuk meminta nasabah mendatangi kantor bank terdekat/tempat membuka
rekening miliknya. Sebab semakin banyaknya kasus penyalahgunaan kuasa pendebetan
yang dilakukan oleh oknum-oknum bank.
BIBLIOGRAFI
adrian Sutedi, S. H. (2023). Hukum Perbankan: Suatu Tinjauan Pencucian Uang,
Merger, Likuidasi, Dan Kepailitan. Sinar Grafika.
Anshori, Abdul Ghofur. (2008). Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Keuangan,
Lembaga Pembiayaan, Dan Perusahaan Pembiayaan. Pustaka Pelajar.
Asikin, Zainal. (2015). Pengantar Hukum Perbankan Indonesia.
Crp, Hery S. E. M. S. I. (2021). Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Hermansyah, S. H. (2020). Hukum Perbankan Nasional Indonesia: Edisi 3. Prenada
Media.
Ifham, Ahmad. (2016). Membongkar Rahasia Bank Syariah. Gramedia Pustaka Utama.
Meliana, Meliana, & Hartono, Trie Rundi. (2019). Fraud Perbankan Indonesia: Studi
Eksplorasi. Prosiding Seminar Nasional Pakar, 252.
Muljadi, Kartini. (2008). Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian.
Muljadi, Kartini, & Widjaja, Gunawan. (2003). Perikatan Pada Umumnya. Divisi Buku
Perguruan Tinggi, Rajagrafindo Persada.
Mutiasari, Annisa Indah. (2020). Perkembangan Industri Perbankan Di Era Digital.
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu
1616 Syntax Idea, Vol. 6, No. 04, April 2024
Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Kewirausahaan, 9(2), 3241.
Nasution, Wahyudin Nur. (2017). Strategi Pembelajaran (Asrul Daulay, Ed.). Medan:
Perdana Publishing.
Nawawi, Arief Barda. (2010). Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan
Dengan Pidana Penjara. Yogyakarta: Genta Publishing.
Nomor, Undang Undang. (10ad). Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Pandiangan, L., & Jayadi, Hendri. (2018). Hubungan Hukum Antara Nasabah
Penyimpan Dana Dengan Bank Dalam Prespektif Hukum Perjanjian Di Indonesia.
Jurnal Hukum To-Ra, 4(3), 9397.
Rani, Amalia, & Wirasila, Anak Agung Ngurah. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap
Konsumen Akibat Persaingan Curang. Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum, 4(1).
Silalah, Eka Daniel Raja, & Miharja, Marjan Marjan. (2022). Kajian Yuridis Dan
Hukum Kasus Salah Transfer Di Bri Kck Terhadap Nasabah Dan Bank, Ditinjau
Dari Aspek Prinsip Final Of Settlement Dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2011. Gorontalo Law Review, 5(1), 122149.
Subekti, R. (2005). Hukum Perjanjian, Jakarta: Pt. Intermasa, Cetakan Kesepuluh.
Copyright holder:
Gunawan Widjaja, Adi Rumanto Waruwu (2024)
First publication right:
Syntax Idea
This article is licensed under: