JOURNAL
SYNTAX IDEA p�ISSN:
2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 6, No. 03, March 2024 |
Implikasi Hierarki Hukum Dalam Pembentukan Undang-Undang:
Pengaruhnya Terhadap Penafsiran Dan Penegakan Hukum
Miftaful Murachim Budy
Kushadianto1,
Marsudi Dedi Putra2*
1,2Universitas Wisnuwardhana Malang, Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penafsiran hukum yang beragam oleh lembaga yudikatif,
eksekutif, dan legislatif dapat mengakibatkan ketidak konsistenan dalam
penegakan hukum di Indonesia. Variasi dalam interpretasi hukum antara
lembaga-lembaga ini sering kali menghasilkan kebingungan hukum, ketidakpastian,
dan bahkan potensi ketidakadilan. Hukum normatif menjadi jenis penelitian ini,
sedangkan pendekatan menggunakan perundang-undangan dan konseptual, serta
dokumen sebagai analisisnya. Penelitian ini menghasilkan: (1) Implikasinya
adalah penegakan hukum yang tidak konsisten dan terkadang tidak merata, yang
dapat mengancam kestabilan dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. (2)
Penyelesaian yang efektif membutuhkan kerja sama yang lebih baik antara
lembaga-lembaga tersebut, serta peningkatan pemahaman atas prinsip-prinsip
hukum yang diterapkan. Peningkatan koordinasi dan komunikasi antara
lembaga-lembaga tersebut serta pendekatan yang lebih holistik dalam penegakan
hukum dapat membantu memastikan konsistensi dan keadilan dalam sistem hukum
Indonesia. Dengan menggunakan kombinasi metode ini, penelitian dapat
memberikan pemahaman yang holistik tentang implikasi hierarki hukum dalam
konteks pembentukan undang-undang serta penafsiran dan penegakan hukum di
Indonesia.
Kata kunci: hierarki hukum, pembentukan undang-undang,
penafsiran dan penegakan hukum
Abstract
Diverse legal interpretations by
the judiciary, executive and legislative institutions can result in
inconsistencies in law enforcement in Indonesia. Variations in legal
interpretation between these institutions often result in legal confusion,
uncertainty, and even potential injustice. Normative law is this type of research,
while the approach uses legislation and concepts, as well as documents, as
analysis. This research produces: (1) The implication is that law enforcement
is inconsistent and sometimes uneven, which can threaten the stability and
trust of society in the legal system. (2) Effective resolution requires better
cooperation between these institutions, as well as an increased understanding
of the legal principles applied. Improved coordination and communication
between these institutions, as well as a more holistic approach to law
enforcement, can help ensure consistency and fairness in the Indonesian legal
system. By using this
combination of methods, research can provide a holistic understanding of the
implications of legal hierarchy in the context of law formation as well as law
interpretation and enforcement in Indonesia.
Keywords: legal hierarchy, law formation, interpretation and law enforcement
ENDAHULUAN
Tatanan ideal dalam implikasi hierarki hukum
dalam pembentukan undang-undang adalah memastikan bahwa proses legislatif
mencerminkan prinsip-prinsip yang melindungi hak asasi, keadilan, dan
keseimbangan kekuasaan. Hierarki hukum menetapkan tingkatan berbagai peraturan
hukum dalam suatu sistem hukum, dengan konstitusi sebagai sumber hukum tertulis
tertinggi dan menjadi landasan hukum tertinggi yang mengikat dalam pembentukan
undang-undang.
Penegakan hukum menjadi ideal manakala konsisten
dengan hierarki hukum yang telah ditetapkan, dengan mengutamakan kepatuhan pada
konstitusi dan prinsip-prinsip hukum yang universal (Surasa & Suryani, 2021).\ Ini mencakup proses
penafsiran yang cermat terhadap undang-undang yang telah dibentuk, serta
penegakan hukum yang adil dan transparan yang menghormati prinsip-prinsip
keadilan dan persamaan di hadapan hukum. Tatanan ideal juga memperhatikan
perlunya dialog antara lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif dalam
menafsirkan dan mengimplementasikan undang-undang. Hal ini memastikan bahwa
keputusan yang diambil memperhitungkan perspektif hukum yang komprehensif dan
menghormati prinsip-prinsip demokrasi serta supremasi hukum (Khalid, 2014).
Hierarki hukum memainkan peran krusial dalam
pembentukan undang-undang dan penegakan hukum di Indonesia. Faktanya konstitusi
negara Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya disingkat UUD NRI Tahun 1945), ditempatkan sebagai hukum tertinggi
yang mengikat semua pihak (Sumadi, 2015). Penempatan UUD NRI Tahun 1945 sebagai sumber hukum tertulis
tertinggi menunjukkan bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang lahir di
Republik Indonesia mengharuskan sejalan dan senapas dengan konstitusi.
Namun demikian, realitasnya seringkali
kompleks, terutama karena beragamnya tingkat hukum di bawahnya, seperti
peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan hukum adat. Terdapat
tantangan dalam mencapai tataran ideal ini seringkali melibatkan pertentangan
kepentingan politik, tekanan lobi, dan interpretasi hukum yang beragam. Isu
krusialnya penafsiran hukum seringkali menjadi subjek perselisihan di antara
lembaga-lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Terkadang, interpretasi
undang-undang bisa berbeda-beda, tergantung pada kepentingan politik atau
kebutuhan yang bersifat praktis. Selain itu, penegakan hukum terkadang
terkendala oleh rendahnya kapasitas institusi, korupsi, dan intervensi politik.
Pengaruh hierarki hukum dalam pembentukan
undang-undang dan penegakan hukum di Indonesia mencerminkan tantangan dan
kompleksitas dalam mewujudkan keadilan dan supremasi hukum secara konsisten.
Diperlukan upaya yang berkelanjutan untuk memperkuat lembaga hukum,
meningkatkan transparansi, dan memastikan kepatuhan pada prinsip-prinsip hukum
yang mendasar untuk mencapai penegakan hukum yang efektif dan adil (Al-Fatih,
Safaat, Widiarto, Al Uyun, & Nur, 2023).
Salah satu isu hukum terkait hierarki hukum
dalam pembentukan undang-undang di Indonesia adalah konsistensi penafsiran dan
penegakan hukum. Seringkali, terjadi ketidaksesuaian antara interpretasi
undang-undang oleh lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif. Akibat yang
ditimbulkan adalah adanya ketidakpastian hukum. Selain itu, rendahnya kapasitas
institusi, intervensi politik, dan korupsi dapat mempengaruhi penegakan hukum
yang adil. Kebaruan penelitian ini mengeksplanasi langkah untuk meningkatkan
harmonisasi interpretasi hukum, memperkuat independensi lembaga penegak hukum,
dan menegakkan prinsip-prinsip keadilan di hadapan hukum.
Berdasarkan latar belakang di atas setidaknya
ada 2 (dua) persoalan yang dirumuskan, yaitu: (1) Bagaimana hierarki hukum
memengaruhi proses pembentukan undang-undang di Indonesia, dan apakah ada
ketidaksesuaian antara undang-undang yang dibuat dengan prinsip-prinsip yang
tercantum dalam konstitusi (2) Bagaimana perbedaan penafsiran hukum oleh
lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif mempengaruhi konsistensi dalam
penegakan hukum di Indonesia, dan apa dampaknya terhadap keadilan dan supremasi
hukum. Metode penelitian yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi
implikasi hierarki hukum dalam pembentukan undang-undang serta pengaruhnya
terhadap penafsiran dan penegakan ialah yuridis normatif, (Amin & Achmad, 2020) dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan kasus. Analisis
dilakukan dengan analisis dokumen, yakni mengumpulkan dan menganalisis dokumen
hukum, termasuk undang-undang, dan dokumen kebijakan untuk mengevaluasi bagaimana
hierarki hukum mempengaruhi penafsiran dan penegakan hukum. Dengan menggunakan
kombinasi metode ini, penelitian dapat memberikan pemahaman yang holistik
tentang implikasi hierarki hukum dalam konteks pembentukan undang-undang serta
penafsiran dan penegakan hukum di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
normatif yang bertujuan untuk mengkaji implikasi hierarki hukum terhadap
pembentukan undang-undang serta dampaknya terhadap penafsiran dan penegakan
hukum. Objek penelitian meliputi peraturan hukum yang relevan dengan hierarki
hukum dalam sistem hukum yang bersangkutan, seperti konstitusi, undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan pengadilan, dan dokumen-dokumen hukum terkait.
Sumber data penelitian berasal dari teks-teks hukum dan dokumen-dokumen resmi
yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang.
Populasi penelitian adalah semua peraturan
hukum yang relevan dengan hierarki hukum dalam sistem hukum yang dipelajari.
Sampel yang diambil adalah sebagian dari peraturan hukum yang dianggap
representatif dan signifikan dalam mewakili hierarki hukum yang ada.
Teknik dan alat penelitian yang digunakan
meliputi identifikasi peraturan hukum, analisis mendalam terhadap teks-teks
hukum, interpretasi hasil analisis, dan evaluasi implikasi dari hierarki hukum
terhadap pembentukan undang-undang, penafsiran, dan penegakan hukum. Teknik
analisis yang diterapkan termasuk memahami isi, tujuan, dan konteks pembentukan
undang-undang serta hubungannya dengan prinsip-prinsip hierarki hukum yang
berlaku.
Dengan menggunakan metode penelitian normatif
ini, diharapkan akan tercapai pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana
hierarki hukum memengaruhi proses pembentukan undang-undang serta praktek
penafsiran dan penegakan hukum dalam sistem hukum yang bersangkutan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hierarki Hukum Dalam Proses
Pembentukan Undang-Undang di Indonesia dan Relevansi Antara Undang-Undang Yang
Dibuat Dengan Prinsip-Prinsip Dalam Konstitusi
Pembentukan
undang-undang merupakan salah satu fondasi utama dalam menjaga ketertiban dan
keadilan dalam suatu negara. Namun, proses pembentukan undang-undang tidak
terlepas dari pengaruh hierarki hukum, terutama dalam negara yang menganut
sistem hukum yang berdasarkan konstitusi, seperti Indonesia (Aditya & Winata, 2018). Dalam konteks ini, hierarki hukum menempatkan
konstitusi sebagai landasan tertinggi yang harus dihormati dalam setiap tahap
pembentukan undang-undang. Penelitian ini akan mengkaji bagaimana hierarki
hukum memengaruhi proses pembentukan undang-undang di Indonesia, dan apakah
terdapat ketidaksesuaian antara undang-undang yang dibuat dengan
prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi.
Mengenai
hierarki hukum di Indonesia terdapat konsepsi yang dipedomani bahwa Indonesia
mengadopsi sistem hukum yang berlandaskan konstitusi (Wicaksono, 2013). Hierarki hukum di Indonesia mencakup beberapa tingkatan,
dimulai dari konstitusi sebagai hukum tertinggi, diikuti oleh undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan daerah, dan peraturan lainnya. Konstitusi di
Indonesia, yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), menjadi landasan utama dalam hierarki hukum, dengan
peraturan perundang-undangan yang harus sejalan dengan ketentuan-ketentuan
dalam konstitusi.
Proses
pembentukan undang-undang di Indonesia diatur dalam UUD NRI Tahun 1945 serta
peraturan perundang-undangan yang berkaitan. Proses ini melibatkan beberapa
tahapan, termasuk inisiatif, pembahasan di lembaga legislatif,
persetujuan, dan pengesahan (Febriani & Wasti, 2023).
Setiap tahapan harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum dan ketentuan
konstitusi. Namun, dalam prakteknya, proses pembentukan undang-undang sering
kali memunculkan berbagai dinamika politik dan kepentingan yang dapat
memengaruhi kesesuaian undang-undang dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Pengaruh hierarki hukum dalam
pembentukan undang-undang, pada prinsipnya ada 2 (dua) hal penting, yaitu: Pertama, konsistensi dengan konstitusi.
Dalam hal ini hierarki hukum memastikan bahwa setiap undang-undang yang
dibentuk harus konsisten dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam
konstitusi. Namun, terdapat beberapa kasus-kasus di mana undang-undang yang
dibuat tidak sepenuhnya sesuai dengan konstitusi, baik dalam substansi maupun
proses pembentukannya
(Irham, 2016). Contoh kasus seperti ini dapat ditemukan dalam
undang-undang yang bertentangan dengan hak asasi manusia atau prinsip-prinsip
demokrasi yang tercantum dalam konstitusi. Misalnya, Pasal 2 UU Nomor 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, Pasal 28
UU Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Peraturan Bersama Menteri (PBM)
Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.� Peraturan-peraturan tersebut dianggap
bertentangan dengan HAM karena mereka menganggarkan atau melanggar
prinsip-prinsip HAM, seperti hak kehidupan, hak kebebasan berkebangsaan, hak
kebebasan beragama, hak kebebasan berkebangsaan, hak kebebasan berkebangsaan,
dan hak kebebasan berkebangsaan.
Kedua, interpretasi konstitusi dalam pembentukan undang-undang.
Pengaruh hierarki hukum juga terlihat dalam interpretasi konstitusi selama
proses pembentukan undang-undang. Pembuat undang-undang dan lembaga terkait
harus memastikan bahwa setiap ketentuan yang diatur dalam undang-undang sejalan
dengan interpretasi konstitusi yang sah. Namun, terdapat tantangan dalam
memahami dan menginterpretasikan konstitusi secara konsisten, yang dapat
memengaruhi kesesuaian undang-undang dengan prinsip-prinsip konstitusi (Sugitanata, 2023).
Dalam beberapa studi kasus telah pula
terjadi ketidaksesuaian antara undang-undang dengan konstitusi. Pada masa
lampau pada Pasal 35 huruf d UU PPTKI: Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa
Pasal 35 huruf d UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri berhentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Terbaru, UU No. 20 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja: Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa penetapan UU Cipta Kerja tidak sesuai
dengan Konstitusi
(Nomor, 11AD).
Ketidaksesuaian antara
undang-undang yang dibentuk dengan prinsip dasar konstitusi berdampak terhadap
penegakan hukum dan kestabilan hukum. Ketidaksesuaian ini memiliki dampak yang
signifikan, yang meliputi ketidakpastian hukum, konflik antara lembaga-lembaga
hukum, dan penyalahgunaan kekuasaan (Siregar, 2022). Lebih dari itu, dapat berdampak apada tidak
terjaganya kesesuaian antara undang-undang dan konstitusi dalam menjaga
keadilan dan kestabilan dalam sistem hukum.
Perbedaan Penafsiran Hukum oleh Lembaga
Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif Dalam Penegakan Hukum di Indonesia, dan
Dampaknya Terhadap Keadilan dan Supremasi Hukum
Penafsiran
hukum oleh lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif merupakan hal yang
krusial dalam sistem hukum suatu negara. Di negara Indonesia, ketiga lembaga
tersebut memiliki peran masing-masing dalam menafsirkan dan menegakkan hukum.
Namun, perbedaan dalam penafsiran hukum antara lembaga-lembaga tersebut sering
kali menyebabkan ketidak konsistenan dalam penegakan hukum (Khalid, 2014).
Peran
lembaga yudikatif, ekeskutif, dan yudikatif dalam penafsiran hukum, dapat
digambarkan sebagai berikut: (1) Lembaga yudikatif. Lembaga yudikatif, yang
terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan lembaga peradilan lainnya, memiliki tugas
utama dalam menafsirkan hukum dan menegakkan keadilan. Penafsiran hukum oleh
lembaga yudikatif didasarkan pada prinsip-prinsip hukum yang telah ditetapkan
dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan (Weruin & Andayani, 2016). (2) Lembaga eksekutif. Lembaga eksekutif,
yang dipimpin oleh Presiden, memiliki peran dalam menerapkan hukum dan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Namun, lembaga
eksekutif juga dapat memiliki peran dalam menafsirkan hukum melalui
interpretasi kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan. (3) Lembaga legislatif.
Lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bertanggung jawab
untuk membuat undang-undang dan peraturan lainnya. Penafsiran hukum oleh
lembaga legislatif tercermin dalam proses pembentukan undang-undang dan
interpretasi terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang ada (Suparto, 2021).
Penafsiran
hukum oleh lembaga yudikatif, melahirkan 2 hal penting, yaitu: (1) Konsistensi
penegakan hukum. Lembaga yudikatif memiliki peran penting dalam memastikan
konsistensi dalam penegakan hukum. Melalui putusan-putusan yang dibuat, lembaga
yudikatif mencoba untuk menjaga kesesuaian antara penafsiran hukum dengan
prinsip-prinsip hukum yang berlaku. (2) Pengaruh preceden. Penafsiran hukum
oleh lembaga yudikatif sering kali mengacu pada preseden atau putusan-putusan
sebelumnya sebagai panduan dalam mengambil keputusan (Aditya & Winata, 2018). Hal ini dapat membantu dalam menciptakan
konsistensi dalam penegakan hukum.
Sedangkan
penafsiran hukum oleh lembaga eksekutif, menimbulkan: (1) Implementasi
kebijakan. Lembaga eksekutif memiliki kewenangan untuk menafsirkan hukum
melalui implementasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Namun, terkadang
interpretasi kebijakan tersebut dapat berbeda dengan penafsiran yang dilakukan
oleh lembaga yudikatif, yang dapat menyebabkan ketidak konsistenan dalam
penegakan hukum. (2) Otoritas penafsiran. Tergantung pada struktur kekuasaan
yang ada, lembaga eksekutif dapat memiliki otoritas dalam menafsirkan hukum,
terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Lain
lagi penafsiran hukum oleh lembaga legislatif, menghasilkan: (1) Pembentukan
undang-undang. Penafsiran hukum oleh lembaga legislatif tercermin dalam proses
pembentukan undang-undang. Ketika membuat undang-undang, DPR harus memastikan
bahwa isi undang-undang tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang ada.
(2) Interpretasi terhadap undang-undang. Selain pembentukan undang-undang,
lembaga legislatif juga dapat melakukan interpretasi terhadap undang-undang
yang telah ada melalui proses perubahan atau revisi.
Implikasi
atau dampak dari penafsiran hukum yang berbeda-beda dari lembaga yudikatif,
eksekutif, dan legislatif, telah berakibat pada 3 (tiga) hal yang cukup
mendasar, yaitu: (1) Ketidakkonsistenan dalam penegakan hukum. Perbedaan dalam
penafsiran hukum antara lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif dapat
menyebabkan ketidak konsistenan dalam penegakan hukum (Sumirat, 2020). Kasus-kasus yang diputuskan oleh lembaga yudikatif mungkin
tidak selalu diikuti atau dijalankan oleh lembaga eksekutif. (2) Ketidakpastian
hukum. Ketidak konsistenan dalam penegakan hukum dapat menciptakan ketidak
pastian hukum, yang dapat merugikan masyarakat dan pihak-pihak yang terlibat
dalam sistem hukum (Hartati, 2022). (3) Keragaman putusan. Perbedaan dalam penafsiran hukum
juga dapat menghasilkan keragaman putusan, terutama dalam kasus-kasus yang
kompleks atau kontroversial.
Implikasi
lain dari penafsiran yang berbeda dari ketiga cabang kekuasaan, yakni
berpengaruh terhadap keadilan dan supremasi hukum. Akibatnya: (1) Penurunan
kepercayaan publik. Ketidak konsistenan dalam penegakan hukum dan ketidak
pastian hukum dapat menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap sistem
hukum dan lembaga-lembaga negara. (2) Ancaman terhadap keadilan. Ketidak
konsistenan dalam penegakan hukum juga dapat mengancam keadilan, terutama bagi
pihak-pihak yang kurang berdaya atau terdiskriminasi. (3) Melemahkan supremasi
hukum. Perbedaan dalam penafsiran hukum antara lembaga-lembaga negara dapat
melemahkan supremasi hukum, yang merupakan prinsip dasar negara hukum.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di
atas dapat ditarik kesimpulan, (1) Hierarki hukum memainkan peran penting dalam
proses pembentukan undang-undang di Indonesia. Namun, terdapat tantangan dalam
menjaga kesesuaian antara undang-undang dan konstitusi, yang memengaruhi
penegakan hukum dan kestabilan hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu,
penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan undang-undang untuk
mengutamakan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip konstitusi dan hierarki hukum
dalam setiap langkah pembentukan undang-undang. (2) Penafsiran hukum yang
berbeda oleh lembaga yudikatif, eksekutif, dan legislatif dapat mengganggu
konsistensi dalam penegakan hukum. Variasi dalam penafsiran dapat menciptakan
kebingungan hukum, ketidakpastian, dan potensi ketidakadilan. Untuk memastikan
konsistensi dan keadilan dalam penegakan hukum, diperlukan koordinasi yang
lebih baik antara lembaga-lembaga negara. Rekomendasi bagi pihak-pihak yang
terlibat dalam pembentukan undang-undang di Indonesia, termasuk pemerintah,
lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif, untuk meningkatkan kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip konstitusi dan memastikan bahwa setiap undang-undang
yang dibuat sesuai dengan hierarki hukum yang ada.
BIBLIOGRAFI
Aditya, Zaka Firma, & Winata, Muhammad Reza. (2018).
Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia (Reconstruction
Of The Hierarchy Of Legislation In Indonesia). Negara Hukum: Membangun Hukum
Untuk Keadilan Dan Kesejahteraan, 9(1), 79�100.
Al-Fatih, Sholahuddin,
Safaat, Muchamad Ali, Widiarto, Aan Eko, Al Uyun, Dhia, & Nur, Muhammad.
(2023). The Hierarchical Model of Delegated Legislation in Indonesia. Lex
Scientia Law Review, 7(2), 629�658.
Amin, Rizal Irvan,
& Achmad, Achmad. (2020). Mengurai permasalahan peraturan
perundang-undangan di indonesia. Res Publica: Jurnal Hukum Kebijakan Publik,
4(2), 205�220.
Febriani, Nadia Ayu,
& Wasti, Ryan Muthiara. (2023). Politik Hukum Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan Pasca Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Ajudikasi:
Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 35�58.
Hartati, Sri. (2022).
Keadilan Hukum Bagi Orang Miskin. Mahkamah Agung, June.
Irham, Muhammad Aqil.
(2016). Demokrasi Muka Dua. Kepustakaan Populer Gramedia.
Khalid, Afif. (2014).
Penafsiran hukum oleh hakim dalam sistem peradilan di Indonesia. Al-Adl:
Jurnal Hukum, 6(11).
Nomor, Undang Undang.
(11AD). tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Siregar, Dedi Martua.
(2022). Ketidaksesuaian Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 Dengan
Undang-undang Badan Usaha Milik Negara Mengenai Harta Kekayaan. Universitas
17 Agustus 1945 Surabaya.
Sugitanata, Arif.
(2023). Dinamika Keputusan Mahkamah Konstitusi Terkait Batas Usia Calon
Presiden Dan Wakil Presiden. Qaumiyyah: Jurnal Hukum Tata Negara, 4(2),
127�146.
Sumadi, Ahmad Fadlil.
(2015). Hukum dan Keadilan Sosial dalam perspektif hukum ketatanegaraan. Jurnal
Konstitusi, 12(4), 849�871.
Sumirat, Iin Ratna.
(2020). Penegakan Hukum Dan Keadilan Dalam Bingkai Moralitas Hukum. Al
Qisthas Jurnal Hukum Dan Politik, 11(2), 86�100.
Suparto, Suparto.
(2021). The Position and Function of the Regional Representative Council in
Constitutional System of Indonesia According to the Regional Autonomy Laws: A
Shift from Legislative to Regional Executive. UNIFIKASI: Jurnal Ilmu Hukum,
8(1), 53�69.
Surasa, Ais, &
Suryani, Santi. (2021). Idealitas Penegakan Hukum yang Baik (Ideal) Menurut
Gaya Moral di Indonesia. Al-Mawarid Jurnal Syariah Dan Hukum (JSYH), 3(2),
105�118.
Weruin, Urbanus Ura,
& Andayani, Dwi. (2016). Hermeneutika hukum: prinsip dan kaidah
interpretasi hukum. Jurnal Konstitusi, 13(1), 95�123.
Wicaksono, Dian Agung.
(2013). Implikasi re-eksistensi Tap Mpr dalam hierarki peraturan
perundang-undangan terhadap jaminan atas kepastian hukum yang adil di
Indonesia. Jurnal Konstitusi, 10(1), 143�178.
�Miftaful Murachim
Budy Kushadianto1, Marsudi Dedi Putra2* (2024) |
First publication
right: |
This article
is licensed under: |