JOURNAL SYNTAX IDEA

p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 3, March 2024

 

 

 

Analisis Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Peserta JKN Dengan Diagnosa Tuberculosis Paru di DKI Jakarta Tahun 2019: Analisis Data Sampel BPJS Kesehatan Tahun 2022

 

Reza Rahman1, Budi Hidayat2

1,2Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Email: [email protected]1

 


Abstrak

Jumlah kasus penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan data Badan Pusat Statistik di DKI Jakarta pada tahun 2020-2021 mengalami peningkatan. Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang sampai saat ini menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tuberkulosis paru merupakan jenis penyakit yang dijamin dan dapat dituntaskan pada pelayanan FKTP. Penelitian ini menggunakan data tersier BPJS Kesehatan dengan pemodelan regresi Poisson dan regresi Binomial Negatif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kunjungan penderita tuberkulosis peserta JKN pada pelayanan rawat jalan di DKI Jakarta. Subjek dari penelitian adalah seluruh pasien dengan diagnosa TB Paru yang menjalani rawat jalan berdasarkan data sampel kontekstual tuberkulosis BPJS Kesehatan. Hasil penelitian ini, terdapat 625 peserta dengan diagnosa TB Paru mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan kategori umur dewasa, dan segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dari pemodelan yang dilakukan didapatkan 8 (delapan) variabel yang signifikan mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan rawat jalan di DKI Jakarta dengan variabel usia pada kelompok lansia (>55 tahun) paling dominan berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan rawat jalan. Alur layanan serta upaya promotif dan preventif pada populasi target dengan melibatkan lintas sektoral berperan penting dalam penanganan tuberkulosis paru. Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan penderita tuberkulosis peserta JKN di DKI Jakarta.

 

Kata kunci: Pemanfaatan Pelayanan; Tuberkulosis Paru; Peserta JKN

 

Abstract

The number of cases of pulmonary tuberculosis based on data from the Central Statistics Agency in DKI Jakarta in 2020-2021 has increased. Pulmonary tuberculosis is an infectious disease that currently causes a high mortality rate. In the implementation of National Health Insurance (JKN), pulmonary tuberculosis is a type of disease that is guaranteed and can be treated with FKTP services. This study uses BPJS Health tertiary data with Poisson regression modeling and Negative Binomial regression which aims to determine the description of visits by JKN participant tuberculosis sufferers to outpatient services in DKI Jakarta. The subjects of the research were all patients diagnosed with pulmonary TB who were undergoing outpatient treatment based on BPJS Health contextual tuberculosis sample data. The results of this study showed that there were 625 participants diagnosed with pulmonary TB, the majority of whom were male, in the adult age category, and in the Contribution Assistance Recipient (PBI) segment. From the modeling carried out, it was found that 8 (eight) variables significantly influenced the utilization of outpatient health services in DKI Jakarta with the age variable in the elderly group (>55 years) being most dominantly related to the utilization of outpatient services. Service flow as well as promotive and preventive efforts in the target population involving cross-sectors play an important role in treating pulmonary tuberculosis. Based on the description above, research was conducted with the aim of finding out what factors influence the utilization of health services for tuberculosis sufferers of JKN participants in DKI Jakarta.

 

Keywords : Utilization of Services; pulmonary tuberculosis; JKN Participants


 

PENDAHULUAN

Tuberkulosis salah satu penyebab utama kematian akibat infeksi di dunia. Menurut WHO dalam Global TB Report tahun 2022, jumlah penderita TBC di dunia pada tahun 2021 berjumlah 10,6 juta jiwa, angka ini meningkat dibandingkan tahun 2020, proporsi penderita terbesar pada kelompok pria dewasa. Dari perkiraan jumlah tersebut sebanyak 60,3% telah mendapat pengobatan dan sisanya 39,6% tidak dilaporkan (Organization, 2020). Indonesia berada pada posisi kedua terbesar kasus tuberculosis di dunia setelah India, diperkirakan terdapat 969.000 kasus tuberculosis di Indonesia. Sebagai ibukota negara yang memiliki karakteristik tersendiri dengan jumlah penduduk yang besar (pencatatan kependudukan data tahun 2021 jumlah penduduk DKI Jakarta sebanyak 11.261.595 jiwa angka tuberkulosis di DKI Jakarta pada tahun 2021 ditemukan 105.173 terduga tuberkulosis, 11.179 dintaranya merupakan kasus tuberkulosis paru, dari angka keberhasilan pengobatan, tingkat kesembuhan pada tahun 2021 menurun jika dibandingkan dengan tingkat kesembuhan tahun 2020 (Zainuddin et al., 2014).

Sejak 1 Januari 2014 program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan telah berjalan. Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan (Sekretaris Negara, 2004) melalui FKTP sebagai akses pelayanan pertama peserta JKN, ketersediaan FKTP yang tersebar merata merupakan upaya mendekatkan pelayanan kesehatan pertama bagi masyarakat untuk mencegah dan mengobati penyakit. FKTP dalam program JKN berperan sebagai gatekeeper serta mampu menangani 144 diagnosis penyakit sesuai ketentuan Panduan Praktik Klinis pada pelayanan kesehatan primer sesuai dengan Permenkes Nomor 5 tahun 2014, sehingga tuberculosis paru merupakan salah satu penyakit yang dapat tuntas di FKTP. Tuberkulosis paru masuk dalam manfaat JKN yang dapat ditangani di FKTP (Zainuddin et al., 2014). Berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan kontekstual tuberkulosis tahun 2022, sebanyak 94.966 sampel Peserta Tuberkulosis (Budi, Suparti, & Widiyanto, 2022). Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan penderita tuberkulosis peserta JKN di DKI Jakarta.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode tersier sampling dengan menggunakan data BPJS Kesehatan tahun 2022. Objek penelitian adalah data kontekstual Tuberkulosis yang melibatkan peserta JKN yang pernah didiagnosis Tuberkulosis di FKTP atau FKRTL saat menggunakan layanan BPJS Kesehatan pada tahun 2019. Metode sampling yang digunakan adalah stratified random sampling, di mana semua data pasien dengan diagnosis Tuberkulosis yang mengakses pelayanan rawat jalan di Provinsi DKI Jakarta dipergunakan dalam penelitian ini. Sumber data berasal dari BPJS Kesehatan dan dapat diakses dengan mengajukan surat permohonan penggunaan data. Populasi dalam penelitian ini mencakup semua pasien dengan diagnosis Tuberkulosis di Provinsi DKI Jakarta, sementara sampel terdiri dari 625 peserta dengan diagnosis Tuberkulosis Paru dari total 38.039 peserta dengan diagnosis Tuberkulosis.

Teknik analisis yang digunakan adalah regresi Poisson, sebuah model yang banyak digunakan untuk menganalisis data count atau diskrit. Regresi Poisson diasumsikan bahwa data berasal dari distribusi Poisson dengan nilai mean yang sama dengan variansinya, sehingga memenuhi sifat equidispersi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik STATA�, dengan melakukan pembobotan sampel dan penggabungan data pelayanan dengan data kepesertaan sebelum dilakukan analisis. Tahapan analisis meliputi deskripsi kunjungan peserta JKN dengan diagnosis Tuberkulosis Paru di fasilitas kesehatan DKI Jakarta, pengujian multikolinieritas, analisis regresi Poisson, pengujian overdispersi, analisis regresi negative binomial, serta pemilihan model terbaik berdasarkan nilai Akaike Information Criterion (AIC). Data statistik ditampilkan dalam bentuk tabel setelah dilakukan pengolahan menggunakan software STATA�.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif

Pasien dengan diagnosa tuberkulosis paru yang terdaftar di FKTP DKI Jakarta setelah mempertimbangkan kriteria inklusi sebanyak 625 peserta dan tersebar pada 6 Kabupaten/kota di DKI Jakarta, dengan proporsi terbesar adalah Kota Jakarta Selatan 18,88% dan proporsi terkecil pada Wilayah Kepulauan Seribu 11,84%.

Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Wilayah

KabKota

Freq.

Percent

Kepulauan Seribu

74

11.84

Jakarta Barat

111

17.76

Jakarta Pusat

109

17.44

Jakarta Selatan

118

18.88

Jakarta Timur

116

18.56

Jakarta Utara

97

15.52

Total

625

100

 

Tabel 2. Gambaran Pemanfaatan Pelayanan

Variable

Obs

Mean

Min

Max

Visit

625

4.976

0

212

Dari tabel 2 diatas rata-rata terdapat 4,97 kali kunjungan peserta dengan diagnosa TB Paru ke Fasilitas Kesehatan Rawat Jalan dengan jumlah kunjungan tertinggi 211 kali pada tahun 2019.

Tabel 3. Gambaran Karakteristik Peserta

Variable

Freq.

Percent

Jenis Peserta

 

 

PBI

356

56.96

Non PBI

269

43.04

Umur

 

 

Anak

113

18.08

Dewasa

358

57.28

Lansia

154

24.64

Jenis Kelamin

 

 

Laki-Laki

333

53.28

Perempuan

292

46.72

Status Kawin

 

 

Belum Kawin

279

44.64

Kawin

346

55.36

Kelas Iuran

 

 

Kelas I

172

27.52

Kelas II

43

6.88

Kelas III

410

65.6

Berdasarkan karakteristik peserta proporsi PBI (56,96%) lebih besar dibandingkan dengan Non PBI (43,04%), rentang umur peserta terbesar pada kategori umur dewasa (18-59 tahun) dengan persentase 57,28%, dengan jenis kelamin laki-laki 53,28% dan perempuan 46,72%, mayoritas terdaftar di kelas rawat III (65,6%). Melihat pada status pernikahan, peserta JKN dengan diagnosa tuberkulosis mayoritas sudah menikah (55,36%).

Tabel 4. Gambaran Pemanfaatan Pelayanan

Variable

Freq.

Percent

Jenis Fasilitas Kesehatan

FKTP

283

45.28

FKRTL

20

3.2

FKTP & FKRTL

199

31.84

Tidak Berkunjung

123

19.68

Status Pulang FKTP

Tidak Dirujuk

273

43.68

Dirujuk

209

33.44

Pemanfaatan pelayanan paling banyak memanfaatkan pelayanan rawat jalan di FKTP 45,28% dengan status pulang 33,44% dirujuk. Pemanfaatan pelayanan rawat jalan di FKRTL 3,2% dan memanfaatakan pelayanan keduanya sebesar 31,84%, sebanyak 19,68% tidak mengakses pelayanan pada tahun 2019.

Pemeriksaan Multikolinieritas

Salah satu yang dilakukan untuk mendeteksi adanya adanya hubungan linier yang sempurna, atau tepat, di antara beberapa atau semua variabel penjelas model regresi adalah dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) [16], sebagai berikut :

Tabel 4. Deteksi Multikolinieritas

Variable

VIF

1/VIF

Jenis Peserta

 

 

PBI

Reff

 

Non PBI

3.43

0.291961

Umur

 

 

Anak

Reff

 

Dewasa

2.17

0.459992

Lansia

2.55

0.39256

Jenis Kelamin

 

 

Laki-Laki

Reff

 

Perempuan

1.02

0.978367

Status Kawin

 

 

Belum Kawin

Reff

 

Kawin

1.45

0.691711

Kelas Iuran

 

 

Kelas I

Reff

 

Kelas II

1.19

0.838208

Kelas III

3.50

0.285919

Jenis Fasilitas Kesehatan

 

 

FKTP

Reff

 

FKRTL

1.06

0.94296

FKTP & FKRTL

5.31

0.188209

Tidak Berkunjung

1.18

0.850771

Kabupaten/Kota

 

 

Kepulauan Seribu

Reff

 

Jakarta Barat

2.14

0.466313

Jakarta Pusat

2.1

0.476662

Jakarta Selatan

2.23

0.449383

Jakarta Timur

2.19

0.455911

Jakarta Utara

2.06

0.485163

Status Pulang FKTP

 

 

Tidak Dirujuk

Reff

 

Dirujuk

5.43

0.18417

Mean VIF

2.44

 

Dari tabel diatas dapat disimpulkan masing-masing variabel prediktor memiliki nilai VIF <10 sehingga disimpulkan tidak terjadi adanya multikolinieritas.

Regresi Poisson

Berikutnya dilakukan estimasi parameter regresi Poisson

Tabel 5. Estimasi Parameter Model Regresi Poisson

Variable

Coeff.

Std. err.

z

P>IzI

Jenis Peserta

 

 

 

 

PBI

Reff

 

 

 

Non PBI

-0.056

0.073

-0.770

0.439

Umur

 

 

 

 

Anak

Reff

 

 

 

Dewasa

0.484

0.063

7.670

0.000

Lansia

0.381

0.074

5.160

0.000

Jenis Kelamin

 

 

 

 

Laki-Laki

Reff

 

 

 

Perempuan

0.072

0.037

1.970

0.048

Status Kawin

 

 

 

 

Belum Kawin

Reff

 

 

 

Kawin

0.139

0.045

3.100

0.002

Kelas Iuran

 

 

 

 

Kelas I

Reff

 

 

 

Kelas II

-0.509

0.089

-5.710

0.000

Kelas III

-0.422

0.073

-5.780

0.000

Jenis Fasilitas Kesehatan

 

 

 

 

FKTP

Reff

 

 

 

FKRTL

-0.645

0.140

-4.610

0.000

FKTP & FKRTL

2.009

0.066

30.530

0.000

Tidak Berkunjung

-19.688

761.141

-0.030

0.979

Kabupaten/Kota

 

 

 

 

Kepulauan Seribu

Reff

 

 

 

Jakarta Barat

0.304

0.073

4.140

0.000

Jakarta Pusat

0.581

0.072

8.130

0.000

Jakarta Selatan

0.158

0.073

2.160

0.031

Jakarta Timur

0.530

0.068

7.790

0.000

Jakarta Utara

0.117

0.079

1.480

0.139

Status Pulang FKTP

 

 

 

 

Tidak Dirujuk

Reff

 

 

 

Dirujuk

-1.602

0.066

-24.130

0.000

_cons

1.091

0.105

10.400

0.000

Prob > chi2�� = 0.0000

 

 

 

 

Pseudo R2 = 0.3418

 

 

 

 

*)Taraf signifikansi α=0,05

Berdasarkan estimasi model Poisson diatas didapatkan bahwa secara keseluruhan menggunakan Uji F (Prob>F = 0.0000) variabel X secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi pada variabel Y, dari nilai estimasi model tersebut variabel prediktor yang berpengaruh signifikan adalah variabel Umur Kategori Dewasa dan Anak, Jenis Kelamin Perempuan, Status Kawin, Kelas Iuran II dan III, Pemanfaatan Pelayanan FKRTL, FKTP & FKRTL, Wilayah Kabupaten Kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Status Pulang FKTP di Rujuk.

Pengujian Overdispersi

Salah satu syarat untuk model regresi Poisson adalah sifat equidispersi, maka dilakukan uji dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 6. Uji Overdispersi

ystar

Coeff.

Std. err.

t

P>t

muhat

1.9331

0.5194

3.720

0.000

 

Dengan hipotesis H0 : var (Y) = i dari uji overdispersi diatas didapatkan p-value 0.000 lebih kecil dari 0,05 sehingga H0 ditolak, dengan demikian syarat equidispersi tidak terpenuhi, maka analisis dilanjutkan dengan pemodelan Regresi Binomial Negatif

Regresi Binomial Negatif

Tabel 7. Estimasi Parameter Model Regresi Binomial Negatif

Variable

Coeff.

Std. err.

z

P>IzI

Jenis Peserta

 

 

 

 

PBI

Reff

 

 

 

Non PBI

-0.098

0.163

-0.600

0.547

Umur

 

 

 

 

Anak

Reff

 

 

 

Dewasa

0.374

0.135

2.760

0.006

Lansia

0.450

0.165

2.730

0.006

Jenis Kelamin

 

 

 

 

Laki-Laki

Reff

 

 

 

Perempuan

0.012

0.088

0.140

0.890

Status Kawin

 

 

 

 

Belum Kawin

Reff

 

 

 

Kawin

0.006

0.109

0.050

0.956

Kelas Iuran

 

 

 

 

Kelas I

Reff

 

 

 

Kelas II

-0.507

0.198

-2.570

0.010

Kelas III

-0.379

0.170

-2.230

0.026

Jenis Fasilitas Kesehatan

 

 

 

 

FKTP

Reff

 

 

 

FKRTL

-0.593

0.245

-2.420

0.015

FKTP & FKRTL

1.719

0.207

8.310

0.000

Tidak Berkunjung

-19.586

734.881

-0.030

0.979

Kabupaten/Kota

 

 

 

 

Kepulauan Seribu

Reff

 

 

 

Jakarta Barat

0.266

0.168

1.580

0.114

Jakarta Pusat

0.488

0.164

2.970

0.003

Jakarta Selatan

0.126

0.164

0.770

0.442

Jakarta Timur

0.279

0.163

1.710

0.087

Jakarta Utara

-0.004

0.172

-0.020

0.981

Status Pulang FKTP

 

 

 

 

Tidak Dirujuk

Reff

 

 

 

Dirujuk

-1.221

0.207

-5.910

0.000

_cons

1.310

0.225

5.830

0.000

Prob > chi2�� = 0.0000

 

 

 

 

Pseudo R2 = 0.1671

 

 

 

 

*)Taraf signifikansi α=0,05

Dari estimasi model regresi binomial negatif didapatkan bahwa secara keseluruhan menggunakan Uji F (Prob>F = 0.0000) variabel X secara bersama-sama dapat menjelaskan variasi pada variabel Y, dari estimasi model didapatkan 8 (delapan) variabel prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu variabel Umur Dewasa, Umur Lansia, Kelas Iuran II, Kelas Iuran III, Jenis Fasilitas Kesehatan FKRTL, FKTP & FKRTL, Wilayah Jakarta Pusat, Status Pulang Dirujuk.

Pemilihan Model Terbaik

Kriteria informasi Akaike (AIC) adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan dalam pemodelan statistik [15]. Model terbaik ditentukan dengan memperhatikan nilai AIC terkecil dari model Poisson dan Regresi Binomial Negatif. Nilai AIC dari kedua model regresi sebagai berikut :

Tabel 8. Nilai AIC Model Regresi

Model

N

AIC

Poisson

625

4973.832

Binomial Negatif

625

2800.339

Data di atas menunjukkan bahwa model regresi dengan nilai paling kecil adalah model regresi binomial negatif. Oleh karena itu disimpulkan model terbaik untuk memodelkan kunjungan pelayanan rawat jalan peserta tuberkulosis paru di DKI Jakarta adalah model regresi binomial negatif.

Berdasarkan analisis menggunakan model Regresi Binomial Negatif diperoleh sebagai berikut :

� = exp (1.310 + 0.374UD + 0.450UL � 0.507K2-0.379K3 � 0.593FL + 1.719FF + 0.488JP � 1.221DR)

Dari model Binomial Negatif yang terbentuk tersebut maka dapat diinterpretasikan bahwa variable Jenis Peserta, Jenis Kelamin, Status Kawin tidak signifikan terhadap kunjungan pelayanan rawat jalan peserta dengan diagnose TB Paru di DKI Jakarta. Kelompok umur dewasa lebih tinggi 37% pemanfaatan kunjungan rawat jalan dibandingkan dengan kelompok umur anak, sedangkan pada kelompok umur lansia pemanfaatan pelayanan rawat jalan lebih tinggi 45% dibandingkan dengan kelompok umur anak. Kelompok umur lansia lebih tinggi dalam memanfaatakan pelayanan rawat jalan pasien dengan TB Paru. Konde, dkk (2020) [4] di Kota Manado, menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada usia produktif dengan terjadinya tuberkulosis paru, banyaknya kasus yang didominasi pada usia produktif dimana lebih banyak melakukan interaksi dengan luar dan aktivitas kerja. Pendapat lainnya disampaikan dalam penelitian Ahmad, dkk (2014) di DKI Jakarta mengenai pengetahuan tuberkulosis yang menyatakan bahwa pada usia >50 tahun merupakan faktor protektif untuk memiliki pengetahuan tentang tuberkulosis yang baik, lebih tinggi dibandingkan pada usia <20 tahun dan 20-40 tahun [5]. Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan akan tuberculosis bagi individu peserta JKN-KIS dengan diagnose TB Paru maka kecenderungan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur sesuai dengan ketentuan pengobatan TB Paru akan semakin meningkat.

Peserta dengan kelas iuran II lebih rendah 50% dalam dalam memanfaatkan pelayanan rawat jalan dibandingkan dengan peserta dengan kelas iuran I sedangkan peserta pada kelas rawat iuran III lebih rendah 37% dalam memanfaatkan pelayanan rawat jalan dibandingkan dengan peserta dengan kelas iuran I, dapat dikatakan peserta dengan kelas iuran I lebih tinggi dalam memanfaatkan pelayanan rawat jalan pasien dengan TB Paru.

Pemanfaatan kedua pelayanan FKTP & FKRTL peserta dengan diagnose TB Paru lebih tinggi dibandingkan dengan dengan pemanfaatan pelayanan hanya pada FKTP ataupun FKRTL saja, pada status pulang FKTP peserta dengan status pulang dirujuk lebih rendah dalam memanfaatkan pelayanan dibandingkan dengan peserta yang tidak dirujuk, sejalan dengan strategi nasional eliminasi TBC di Indonesia, diperlukan penguatan komitmen pemerintah baik pusat dan daerah dalam peningkatan akses layanan TB yang bermutu serta intensifikasi upaya layanan kesehatan [10].

Merujuk pada PNPK Tata Laksana Tuberkulosis, Kemenkes 2020 [8] peserta dengan diagnosa TB Paru diberikan pengobatan awal selama 2 (dua)bulan dan dilanjutkan pengobatan tahap berikutnya selama 4 (empat) bulan, jika diasumsikan denganminimal 1 (satu) kali kunjungan ke FKTP selama pengobatan idealnya mengakses layanan kesehatan untuk kontrol sebanyak 6 (enam) kali dalam periode 1 (satu) tahun. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang sebagian besar mengenai parenkim paru (Tuberkulosis Paru), namun bakteri penyebab ini juga dapat menginfeksi organ lain (Tuberkulosis Ekstra Paru), beberapa kelompok orang memiliki resiko yang tinggi terkena penyakit tuberkulosis paru. Pada pasien tuberkulosis paru yang tidak menuntaskan riwayat pengobatan sebelumnya maka hal ini dapat menyebabkan kondisi resisten terhadap pengobatan (Tuberkulosis Resisten Obat) [8] yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya biaya pelayanan kesehatan. Pelayanan Tuberkulosis paru masuk dalam Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Layanan Primer sesuai dengan PMK Nomor 5 tahun 2014 yang dapat dituntaskan di FKTP yang ditanggung dalam Program JKN dalam pembiayaan kapitasi dengan mekanisme pembiayaan obat masuk dalam program tersendiri [9]. Pada alur rujukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Pelayanan Tuberkulosis Bagi Peserta JKN, alur rujukan parsial dilakukan antar FKTP, FKTP satelit yakni DPM, klinik swasta dan puskesmas satelit yang sudah terlatih TB yang tidak memiliki fasilitas mikroskopis wajib merujuk pasien terduga TB tanpa penyulit baik pasiennya sendiri, spesimen atau fiksasi spesimen ke FKTP mikroskopis untuk penegakan diagnosisnya. Rujukan juga dapat dilakukan dari FKTP ke Rumah Sakit dengan kondisi khusus, dan dalam kondisi FKTP dan rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas untuk mendiganosis pasien TB resistan obat maka wajib merujuk pasien ke pusat rujukan atau sub rujukan TB resistan obat [13]

 

KESIMPULAN

Proporsi terbesar peserta dengan tuberkulosis paru di FKTP Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2019 berdasarkan jenis kepesertaannya adalah Peserta PBI 56,96% PBI. Jenis kelamin laki-laki dan atau pada kategori umur dewasa adalah kelompok terbesar penderita�� tuberkulosis paru. Rata-rata pemanfaatan pelayanan rawat jalan bagi peserta dengan diagnosa TB Paru di DKI jakarta4,9 kali pada periode tahun 2019. Tidak ada hubungan signifikan antara Jenis Peserta, Jenis Kelamin, Status Kawin pada pemanfaatan pelayanan rawat jalan peserta dengan diagnosa TB Paru di DKI Jakarta. Berdasarkan hasil pemodelan Negatif Binomial, didapatkan 8 (delapan) variabel yang signifikan mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan rawat jalan dengan variabel usia pada kelompok lansia (>55 tahun) paling dominan berdampak pada jumlah pemanfaatan pelayanan rawat jalan. Masalah keterbatasan data yang tersedia serta interpretasi dari model yang terbentuk tidak sesuai dengan teori mengenai TB Paru, sehingga interpretasi tersebut tidak dapat dilihat sebagai hubungan sebab akibat terjadinya penyakit TB Paru, terdapat faktor lain yang juga memiliki pengaruh namun tidak dibahas pada penelitian ini.Tuberkulosis paru dalam penatalaksanannya memerlukan penanganan secara medis dan juga dari sisi faktor sosial, pada system jaminan kesehatan nasional penatalaksanaan yang tidak tepat akan berpotensi meningkatkan biaya layanan kesehatan, untuk itu perlu adanya evaluasi jejaring layanan, alur rujukan tuberkulosis serta keterlibatan lintas sektoral agar penanganan tuberkulosis paru lebih efektif dan efisien. Strategi penting lainya adalah pada upaya promotif dan preventif tuberkulosis untuk meningkatkan pemahaman Masyarakat dengan menargetkan pada kelompok populasi beresiko. Pada penelitian berikutnya agar dapat melihat dari sisi layanan rujukan terutama pada profilling ketersediaan sarana prasarana untuk penatalaksanaan tuberkulosis di tingkat lanjut.

 

BIBLIOGRAFI

World Health Organization. (2022). Annual Report of Tuberculosis. Annual Global TB Report of WHO (Vol. 8, pp. 1�68).

Jakarta, D. K. P. D. (2022). Profil Kesehatan DKI Jakarta Tahun 2021 (p. 86).

DEPKES. (2017). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, (c), 162, 364.

Konde, C. P., Asrifuddin, A., & Lang, F. L. F. G. (2020). Hubungan antara Umur, Status Gizi dan Kepadatan Hunian dengan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tuminting Kota Manado. Jurnal Kesmas, 9(1), 106�113.

Fuady, A., Pakasi, T. A., & Mansyur, M. (2014). The social determinants of knowledge and perception on pulmonary tuberculosis among females in Jakarta, Indonesia. Medical Journal of Indonesia, 23(2), 93�105. https://doi.org/10.13181/mji.v23i2.651

Kesehatan, B. (2015). DATA SAMPEL.

Sekretaris Negara RI. (2004). UU RI No.40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jdih BPK RI, 1�45.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan Tuberkulosis Tatalaksana Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 4(1), 1�126.

Kemenkes RI. (2022). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Retrieved from https://www.kemkes.go.id/article/view/19093000001/penyakit-jantung-penyebab-kematian-terbanyak-ke-2-di-indonesia.html

Presiden Republik Indonesia. (2021). Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Re, 67(069394), 107.

Kristy. (2021). ANALISIS REGRESI COUNT DATA UNTUK PEMODELAN JUMLAH KASUS PENYAKIT TUBERKULOSIS DI KABUPATEN BANYUMAS Jajang Jurusan Matematika , Universitas Jenderal Soedirman Nunung Nurhayati Jurusan Matematika , Universitas Jenderal Soedirman Tuberkulosis merupakan sal, 13(2), 57�70.

Regression Analysis of Count Data. (1998). Regression Analysis of Count Data. Cambridge University Press. https://doi.org/10.1017/ccol0521632013

Kemenkes RI. (2019). Petunjuk Teknis Pelayanan Tuberkulosis Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Anatomica Medical Journal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2(1), 22�32.

Boyd, R. (2020). PART 3 Advanced Topics. In Tolerance Analysis of Electronic Circuits Using MATHCAD (pp. 127�128). CRC Press. https://doi.org/10.1201/9781315215402-43

Cavanaugh, J. E., & Neath, A. A. (2019, May 1). The Akaike information criterion: Background, derivation, properties, application, interpretation, and refinements. Wiley Interdisciplinary Reviews: Computational Statistics. Wiley-Blackwell. https://doi.org/10.1002/wics.1460

GD01_Gujarati_2004_Basic_Econometrics.pdf. (n.d.).

 

Copyright holder:

Reza Rahman1, Budi Hidayat2(2024)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: