p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 6, No. 3, March 2024 |
Peran
dan Kontribusi Mediator dalam Mediasi Sengketa Perceraian
di
Pengadilan Agama Sungai Penuh
Agustini Andriani1, Susi Susanti2
1,2Institut Agama Islam Negeri Kerinci, Jambi, Indonesia
Email: [email protected]1,[email protected]2
Abstrak
Peneltian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas peran dan kontribusi
mediator dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Sungai
Penuh. Di dalam penelitian ini juga, peneliti menguraikan gambaran umum proses
mediasi di Pengadilan Agama Sungai Penuh serta faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat keberhasilan proses mediasi di Pengadilan Agama Sungai
Penuh. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif- empiris yaitu suatu
metode yang menggabungkan atau mengkombinasikan antara metode pendekatan
normatif dan pendekatan empiris. Peneliti berusaha membedah permasalahan proses
mediasi serta peranan mediator di Peradilan Agama secara umum sebagaimana data-
data kepustakaan dan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Kemudian
peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan narasumber secara langsung ke
lapangan yaitu Mediator Pengadilan Agama Sungai Penuh sebagai objek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan kontribusi mediator di Pengadilan
Agama Sungai Penuh dalam keberhasilan mediasi perkara perceraian belum
maksimal. Hal ini dikarenakan masih minimnya jumlah perkara perceraian yang
berhasil dimediasi setiap tahunnya. Faktor keberadaan mediator menjadi salah
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses mediasi disamping faktor
lainnya. Keterbatasan jumlah mediator di Pengadilan Agama Sungai Penuh menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan mediasi. Pengadilan Agama
Sungai Penuh hanya memiliki 3 (tiga) orang mediator yang kesemuanya adalah
mediator hakim. Ketiadaan mediator non hakim di Pengadilan Agama Sungai Penuh
menjadikan proses mediasi hanya mengandalkan mediator hakim yang juga harus
membagi waktu dengan tugasnya sebagai hakim di persidangan.
Kata Kunci: Peran, Kontribusi, Mediator,
Mediasi, Perceraian
PENDAHULUAN
Hukum itu berada dan lahir di tengah- tengah masyarakat tentunya tidak lepas dari tujuan hukum sendiri. Pada dasarnya tujuan hukum itu diberlakukan dan dibuat untuk dipatuhi, sehingga terbentuk kedamaian dan keraturan di dalam masyarakat. Sebagaimana pendapat beberapa ahli hukum, salah satunya L.J. Van Apeldroon yang mengemukakan yaitu tujuan dari hukum adalah suatu cara untuk mengatur kehidupan masyarakat dengan adil dan damai dengan cara membentuk keseimbangan antara hak dan kewajiban (Tutik, 2020)
Kehidupan masyarakat yang adil dan damai tentunya juga tidak lepas dari adanya sistem hukum yang baik, Lawrence M. Friedman mengemukakan pendapatnya yaitu suatu sistem hukum dapat berjalan dengan baik apabila di dalam sistem tersebut terdapat elemen atau komponen sistem hukum yang saling mendukung. Penegak hukum merupakan salah satu elemen hukum yang penting selain elemen aturan hukum dan budaya hukum (Saifullah, 2015).
Lembaga Yudikatif atau dikenal dengan Lembaga Peradilan merupakan salah satu elemen penegak hukum yang berperan serta dalam pembentukan sistem hukum yang baik. Di Indonesia, kedudukan lembaga peradilan sebagai pengemban amanah kekuasan kehakiman mempunyai fungsi yang penting dan utama karena merupakan muara yang mampu menekan terjadinya pelanggaran hukum dan terciptanya ketertiban dalam masyarakat, sehingga lembaga peradilan saat ini masih dibutuhkan sebagai lembaga yang berfungsi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan (Rahmah, 2019).
Peradilan agama merupakan salah satu dari keempat lingkungan peradilan yang memiliki kewenangan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman di Indonesia (Republik Indonesia, 2004). Hanya Peradilan Agama yang berwenang dalam penyelesaian sengketa perkara perdata islam tertentu bagi pemeluk islam di Indonesia (Rasyid, 2020).
Keberadaan Peradilan Agama mempunyai wewenang dalam menerima , menangani, memeriksa, mengadili , menyelesaikan sengketa perkara perdata islam yang diajukan (Saifullah, 2015). Ruang lingkup pelayanan dan wewenang peradilan agama itu antara lain meliputi, perkara perkawinan, perkara kewarisan, masalah wasiat, masalah hibah, ,masalah wakaf, masalah zakat, masalah infak dan shodaqoh, serta masalah ekonomi syariah (Sunarsi et al., 2018).
Dalam penyelesaian sengketa di peradilan, Pengadilan sebagai alat dalam penegakkan hukum telah mulai mengadopsi pemberlakuan mediasi mulai tahun 2008. Sehingga sebagaimana telah diatur dalam Undang- Undang, tiap permasalahan perdata yang akan dibawa ke pengadilan wajib melewati tahapan proses mediasi terlebih dahulu (Sunarsi et al., 2018). Mediasi ini juga tentunya berlaku di lingkungan Peradilan Agama.
Dalam lingkungan Pengadilan Agama jalannya prosedur mediasi dilakukan oleh seorang mediator yang terlebih dahulu dipilih oleh kedua belah pihak untuk berperan sebagai penengah dalam perkara yang disengketakan oleh kedua belah pihak. Para pihak yang berperkara dalam penunjukkan mediator diperbolehkan memilih hakim lain yang berbeda dari hakim yang memeriksa perkara (Putri dkk, 2020). Hal ini sebagaimana diatur di dalam ketentuan PERMA Nomor.1 tahun 2016 pasal 8 yang menyatakan proses mediasi dapat dilakukan oleh hakim mediator yang merupakan pegawai pengadilan atau juga mediator non hakim yang bukan pegawai pengadilan dengan catatan wajib memiliki sertifikat selaku mediator. (Saraswati et al., 2020).
Fungsi mediator di peradilan agama sangat dominan sebagai penengah bagi pihak yang sedang bersengketa. Dalam proses mediasi, maka mediator berperan memanggil para pihak yang berperkara untuk bisa duduk bersama dalam upaya menyelesaikan permasalahan atau sengketa. Sehingga dapat diperoleh kesepakatan bersama sebagaimana asas itikad baik sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 1 PERMA No. 1 tahun 2016 (Putri dkk, 2020).
Konsep mediator di lingkup peradilan agama juga selaras dengan konsep mediasi di dalam Islam. Di dalam hukum Islam dikenal istilah Tahkim yaitu proses pengambilan hukum yang dilakukan oleh pihak netral (hakam) yang cakap hukum, Muslim, dan sudah dewasa, bukan sebagai kuasa Q�dhi, untuk memberi keputusan bagi para pihak yang bersengketa dalam hal sengketanya. Dapat diartikan bahwa Tahkim adalah bentuk penyelesaian hukum di luar jalur peradilan formal dengan cara mengangkat seorang hakam/ muhakkam, di luar hukum pidana. Tahk�m kedudukannya lebih rendah dari pengadilan, karena keputusan yang dihasilkan forum ini hanya mengikat para pihak yang mengajukan dan hanya pada permasalahan yang di sengketakan saja (Amin, 2013).
Adapun dalil disyariatkannya Tahkim di dalam Al- Quran adalah sebagai berikut:
وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (9) إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (10) �
Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.� (Q.S.Al-Hujurat 9-10)
Selaras dengan konsep tahkim di dalam islam, keberadaan mediator di Peradilan Agama dalam penyelesaian sengketa juga bertujuan menemukan suatu kesepakatan perdamaian dari antara pihak yang berperkara agar para pihak memperoleh solusi dari permasalahannya dan tidak lagi perlu melakukan upaya hukum litigasi lagi (Putri dkk, 2020). Dengan kata lain, berlanjut atau tidaknya pemeriksaan suatu perkara di pengadilan agama, sangat bergantung dari keberhasilan dari proses mediasi.
Namun pada kenyataan di lapangan , terutama di sekitar lingkungan domisili peneliti (Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci) masih ditemukan tingginya jumlah angka sengketa perkara di Pengadilan Agama terutama jumlah angka sengketa perceraian yang sangat tinggi. Dari penelusuran awal peneliti di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Sungai Penuh pertanggal 1 September 2022 terdapat 3.256 perkara yang sedang diproses di Pengadilan Agama Sungai Penuh. Banyaknya register perkara yang masuk di pengadilan, sebagian besar didominasi oleh perkara perceraian. Sehingga peneliti mulai mempertanyakan efektivitas fungsi dan kontribusi mediator dalam proses mediasi sengketa perceraian di Pengadilan Agama.
Dari uraian singkat yang telah diuraikan di atas, masih terdapat gap antara hukum yang dicita-citakan (das sollen) dan penerapan hukum dalam kenyataan (das sein) terkait fungsi dan kontribusi mediator dalam mediasi perkara khususnya perkara dalam perkara perceraian. Oleh karena itu, peneltian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas peran dan kontribusi mediator dalam penyelesaian sengketa perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan normatif- empiris yaitu suatu metode yang menggabungkan atau
mengkombinasikan antara metode pendekatan normatif dan pendekatan empiris (Muhaimin, 2020). Peneliti berusaha membedah permasalahan proses mediasi serta
peranan mediator di Peradilan Agama secara umum sebagaimana data- data
kepustakaan dan ketentuan perundang- undangan yang berlaku. Kemudian peneliti
melakukan observasi dan wawancara dengan narasumber secara langsung ke lapangan
yaitu Mediator Pengadilan Agama Sungai Penuh sebagai objek penelitian. Objek kajian penelitian yang menjadi fokus
penelitian adalah mediator yang berperan pada mediasi sengketa perceraian di
Pengadilan Agama Sungai Penuh. Mediator yang menjadi objek penelitian mencakup
mediator hakim maupun mediator non hakim yang terdapat di Pengadilan Agama Sungai
Penuh. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2022 sampai dengan
Agustus 2023 di Pengadilan Agama Sungai Penuh.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan dalam
Proses Mediasi di Pengadilan Agama Sungai Penuh.
Secara Administrartif, Pengadilan
Agama Sungai Penuh mempunyai 2 (dua) wilayah yurisdiksi, yaitu Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Kabupaten
Kerinci meliputi 18 kecamatan dan Kota Sungai Penuh meliputi 8 kecamatan. Sehingga
jika dijumlahkan secara keseluruhan ada 26 kecamatan yang berada di bawah
yurisdiksi Pengadilan Agama Sungai Penuh.
Dengan luasnya cakupan yurisdikasi Pengadilan Agama Sungai Penuh tersebut maka jumlah perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Sungai Penuh juga cukup banyak setiap tahunnya. Tidak dapat dipungkiri jumlah perkara yang tinggi sebagian besar adalah perkara Perceraian. Dalam hal ini proses mediasi juga sangat berperan penting dalam penanganan perkara perceraian tersebut.
Sebelum menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh, maka peneliti perlu terlebih dahulu mengetahui data jumlah perkara perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh . Adapun data jumlah perkara perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh serta jumlah perkara yang berhasil di mediasi dalam rentang waktu 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada gambar grafik sebagai berikut:
Gambar 1.
Statistik jumlah perkara perceraian yang berhasil dimediasi
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Pengadilan Agama Sungai Penuh, Peneliti memperoleh data jumlah perkara perceraian selama 3 (tiga) tahun terakhir yaitu dari rentang tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, Diketahui bahwa pada di tahun 2020, perkara cerai gugat menyentuh angka 296 perkara dan perkara cerai talak sebanyak 120 perkara dan yang mediasinya berhasil sebanyak 11 perkara. Kemudian, di tahun 2021, terdapat kenaikan angka perkara cerai gugat yaitu sebanyak 332 perkara dan perkara cerai talak justru sedikit mengalami penurunan yaitu sebanyak 105 perkara serta yang berhasil dimediasi sebanyak 2 perkara . Di tahun 2022 jumlah perkara cerai gugat ada 302 perkara dan cerai talak 97 perkara serta yang mediasinya berhasil ada 13 perkara.
Dari data yang telah diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa tingkat keberhasilan mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Sungai Penuh masih sangat minim sekali.Tingkat keberhasilan mediasi perkara perceraian tersebut tentunya tidak lepas dari pengaruh beberapa faktor. Menurut keterangan Bapak M. Khusnul Khuluq, S.Sy.,M.H. yang merupakan salah satu mediator hakim di Pengadilan Agama Sungai Penuh terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Sungai Penuh :
1. Keterampilan Komunikasi: Mediator harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik untuk dapat memfasilitasi percakapan terbuka dan efektif antara pihak-pihak yang berselisih. Kemampuan mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan yang relevan, dan mengatasi hambatan komunikasi penting untuk menghindari salah paham.
2. Empati dan Kepekaan: Mediator perlu memiliki kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran yang mungkin dirasakan oleh pihak-pihak yang berselisih. Kemampuan ini membantu mediator menciptakan lingkungan yang mendukung dan mengurangi ketegangan.
3. Netralitas: Keberhasilan mediasi bergantung pada netralitas mediator. Mediator harus tetap tidak berpihak dan tidak memihak kepada salah satu pihak, sehingga pihak-pihak merasa bahwa mediasi dilakukan secara adil.(Wawancara Pribadi dengan Mediator Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh , Senin 21 Agustus 2023 Pukul 09.00 WIB, n.d.)
Selain itu menurut Bapak M.Khusnul Khuluq. S.Sy.M.H. terdapat pula beberapa faktor yang menjadi kendala dalam proses mediasi antara lain :
1. Ketidaksetujuan Pihak-Pihak: Jika salah satu atau kedua pihak tidak sepakat untuk berpartisipasi dalam mediasi atau tidak bersedia untuk mencapai kesepakatan, proses mediasi dapat terhambat.
2. Ketidaknetralan Mediator: Jika mediator tidak mampu mempertahankan netralitas atau terlihat berpihak, pihak-pihak yang berselisih mungkin merasa tidak percaya dan menaruh keraguan terhadap proses mediasi.
3. Ketidakmampuan Mengatasi Emosi: Masalah perceraian sering kali melibatkan emosi yang kuat. Jika pihak-pihak atau mediator tidak mampu mengelola emosi dengan baik, hal ini dapat mengganggu komunikasi dan menghambat pencapaian kesepakatan.
4. Ketidakcukupan Informasi: Jika salah satu atau kedua pihak tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang situasi atau hak-hak hukum mereka, mediasi mungkin tidak dapat berjalan efektif karena kurangnya informasi yang akurat.(Wawancara Pribadi dengan Mediator Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh , Senin 21 Agustus 2023 Pukul 09.00 WIB, n.d.)
Dari uraian diatas, dari hasil wawancara dan hasil observasi peneliti di lapangan, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses mediasi perkara perceraian secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
1. Faktor Mediator
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pelaksanaan mediasi adalah keberadaan mediator. Masih terbatasnya jumlah mediator di Pengadilan Agama Sungai Penuh saat ini sangat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan proses mediasi. Saat ini Pengadilan Agama Sungai Penuh hanya memiliki 3 (tiga) orang mediator yang kesemuanya adalah hakim di Pengadilan Agama Sungai Penuh. Sementara itu ketiadaan mediator non hakim di Pengadilan Agama Sungai Penuh tentunya menyebabkan semua perkara yang harus melalui proses mediasi hanya dapat diakomodir oleh mediator hakim.
Banyaknya jumlah perkara yang masuk dan harus melaui proses mediasi tidaklah sebanding dengan jumlah mediator yang ada. Apalagi mediator di Pengadilan Sungai Penuh yang kesemuanya berstatus hakim juga harus membagi waktu dengan tugasnya sebagai hakim di persidangan.
2. Faktor dari Pihak yang berperkara (Prinsipal)
Faktor lain yang juga mempengaruhi keberhasilan proses pelaksanaan mediasi perkara perceraian adalah dari pihak yang berperkara itu sendiri. Dalam beberapa kasus perkara perceraian, salah satu pihak sudah tidak ingin berdamai dan mempertahankan perkawinan sehingga memilih untuk tidak hadir di persidangan. Dalam hal ini tentunya proses mediasi sudah pasti tidak dapat dilaksanakan. Hal ini dikarenakan yang bersengketa terkadang sudah tidak memiliki motivasi dan keinginan untuk mencari penyelesaian perkara secara damai melalui mediasi di pengadilan.
Mediasi juga sering mengalami kegagalan walaupun kedua belah pihak hadir dalam mediasi namun sudah teguh dengan pendiriannya untuk tetap melanjutkan perkara di persidangan. Sekuat apapun mediator berusaha menjadi mediator yang baik apabila dari awal para pihak tidak memiliki niat untuk berdamai maka kecil kemungkinan keberhasilan suatu mediasi.
Selain faktor para pihak sendiri, dalam beberapa kasus perceraian pengaruh pihak keluarga juga mempengaruhi tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama. karena sering kali pengambilan keputusan para pihak yang bersengketa juga dipengaruhi oleh pendapat keluarga mereka. Dalam beberapa kasus perceraian pihak keluarga dari yang bersengketa ikut campur dalam mengambil keputusan sehingga menyulitkan dalam proses mediasi di pengadilan
3. Faktor Pola Pikir dan Budaya Masyarakat.
Faktor pola pikir dan budaya di masyarakat juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama Sungai Penuh. Masih kentalnya budaya adat istiadat masyarakat di wilayah Kerinci dan Sungai Penuh juga mempengaruhi pola penyelesaian sengketa di dalam masyarakat. Pada umumnya masyarakat di Kerinci dan Sungai Penuh lebih memilih menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan maupun melalui pemangku adat atau yang disebut niniek mamak. Sehingga banyak perkara peceraian yang masuk dan diproses di pengadilan adalah memang perkara yang sebelumnya sudah melalui mediasi kekeluargaan atau melalui mediasi secara adat. Hal ini membentuk pola pikir dan anggapan di masyarakat Kerinci dan Sungai Penuh apabila perkara perceraian tersebut masuk ke pengadilan agama maka memang sudah tidak ada lagi jalan damai dan tidak perlu lagi dilakukan mediasi di Pengadilan. Kalaupun ada mediasi di pengadilan, sebagian besar masyarakat yang berperkara beranggapan hal itu hanya bersifat formalitas dari pengadilan dan tidak menjadi sarana untuk mencari solusi permasalahan.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses mediasi di Pengadilan Agama
Sungai Penuh telah sesuai dengan ketentuan PERMA No.1 tahun 2016, meskipun
masih terdapat kekurangan dalam efektivitas peran mediator dalam mediasi
perkara perceraian yang belum optimal. Salah satu faktor yang memengaruhi
keberhasilan mediasi adalah keterbatasan jumlah mediator, terutama karena hanya
ada tiga mediator hakim yang juga harus membagi waktu dengan tugas mereka
sebagai hakim di persidangan. Oleh karena itu, disarankan agar Pengadilan Agama
Sungai Penuh menambah jumlah mediator, baik hakim maupun non hakim, untuk
meningkatkan efektivitas mediasi, terutama mengingat luasnya cakupan yurisdiksi
dan jumlah perkara yang masuk setiap tahunnya.
BIBLIOGRAFI
Abbas, Syahrizal. Dalam Perspektif
Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009.
Adi Nugroho, Susanti. Manfaat Mediasi Sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Kencana, 2019.
Ali, M.Hatta. Peradilan Sederhana Cepat & Biaya
Ringan Menuju Keadilan Restoratif. Bandung: PT. Alumni, 2012.
Amin, Ahmed Shoim El. �Konsep Mediasi Dalam Hukum
Islam.� Al Munqidz: Jurnal Kajian dan Keislaman 2, no. 2 (2013): 21�30.
www.badilag.net,.
Amriani, Nurnaningsih. Mediasi Alternatif Penyelesaian
Sengketa Perdata Di Pengadilan,. Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2008.
Dr. Dwi Rezki Sri Astarini. Mediasi Pengadilan Salah
Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Asas Pengadilan Cepat, Sederhana,
Biaya Ringan. Cetakan Ke. Bandung: PT. Alumni, 2020.
Muhaimin. Metode Penelitian Hukum. Cetakan Pe.
Mataram: Mataram University press, 2020.
Muhammad, Bushar. Pokok-Pokok Hukum Adat.
Jakarta: Pradnya Paramitha, 1995.
Putri dkk, Febry Andika. �Peranan Hakim Sebagai
Mediator Dalam Proses Mediasi Untuk Menangani Perkara Perceraian (Studi Di Pengadilan
Agama Kisaran Nomor : 1414/Pdt.G/2019/PA.Kis.).� Jurnal Tectum LPPM
Universitas Asahan 1, no. 2 (2020): 268�273.
Rahardjo, Satjipto. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di
Indonesia. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2003.
Rahmah, Dian Maris. �Optimalisasi Penyelesaian
Sengketa Melalui Mediasi Di Pengadilan.� Jurnal Bina Mulia Hukum 4, no.
1 (2019): 1.
Rasyid, Roihan.A. Hukum Acara Peradilan Agama.
Cetakan ke. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2020.
Rizky, Rizky Kurniyana, and Muchamad Coirun Nizar.
�Tingkat Keberhasilan Mediasi Oleh Hakim Dan Non-Hakim Di Pengadilan Agama
Purwodadi Tahun 2019.� ADHKI: Journal of Islamic Family Law 3, no. 1
(2021): 69�82.
Ronald S. Lumbun. PERMA RI Wujud Keracuan Antara
Praktik Pembagian Dan Pemisahan Kekuasaan. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.
Saifullah, Muhammad. �Efektivitas Mediasi Dalam
Penyelesaian Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jawa Tengah.� Al-Ahkam
25, no. 2 (2015): 181.
Salamah, Yayah Yarotul, Jl Balai Rakyat, Utan Kayu,
and Jakarta Timur. �Yayah Yarotul Salamah: Urgensi Mediasi Dalam Perkara
Perceraian.� AHKAM: Jurnal Ilmu Syariah XIII, no. No.1 (2013):
hlm.81-88. www.badilag.net,.
Saraswati, Rika, V Hadiyono, Yuni Kusniati, and
Emanuel Boputra. �Peranan Mediator Hakim Dan Mediator Non Hakim Melindungi
Hak-Hak Anak Dalam Penyelesaian Sengketa Perceraian.� Justitia et Pax
36, no. 2 (2020): 159�179.
Soemarno, Gatot. Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Sunarsi, Dessy, Yuherman Yuherman, and Sumiyati
Sumiyati. �Efektifitas Peran Mediator Non Hakim Dalam Penyelesaian Perkara
Perceraian Di Pengadilan Agama Kelas 1a Pulau Jawa.� Jurnal Hukum Media
Bhakti 2, no. 2 (2018): 138�151.
Sutiarso, Cicut. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam
Sengketa Bisnis. Jakarta: Obor Indonesia, 2011.
Swantoro, Herri. Strategi & Taktik Mediasi
Berdasarkan Perma No.1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Cetakan I. Jakarta: PT.Kharisma Putra Utama, 2016.
Tutik, Titik Triwulan. Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2020.
Usman, Rachmadi. Mediasi Di Pengadilan Dalam Teori
Dan Praktik,. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Agustini Andriani1, Susi Susanti2 �(2024) |
First publication
right: |
This
article is licensed under: |