JOURNAL SYNTAX IDEA

p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 3, March 2024

 

 

�Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit Terkait Kebocoran Data Pribadi Pasien Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan�

 

Erwin Tumpal Ferdinand Tampubolon1, Andika Persada Putera2,

M. Khoirul Huda3

1,2,3Universitas Hang Tuah, Surabaya, Indonesia

Email: 1erwintumpal@gmail.com,2 [email protected],3 [email protected]

 

Abstrak

Isu kebocoran data pribadi di Indonesia, termasuk di sektor kesehatan, semakin mengkhawatirkan. Rumah Sakit, sebagai korporasi, memikul tanggung jawab besar dalam menjaga data pribadi pasien dan potensi konsekuensi hukum yang timbul dari setiap pelanggaran data. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan akuntabilitas rumah sakit terhadap kebocoran data pribadi pasien berdasarkan peraturan hukum. Untuk menjamin perlindungan informasi pribadi pasien di rumah sakit, pemerintah harus menyediakan kerangka legislatif yang sesuai dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, pasien dapat memiliki kepastian hukum dan kepercayaan bahwa data pribadi atau informasi kesehatannya tidak akan dikompromikan selama prosedur medis di rumah sakit. Sebagai korporasi, rumah sakit tidak dapat menghindari kewajiban hukumnya. Kewajiban ini mencakup semua tanggung jawab hukum perdata, pidana, dan administratif sehubungan dengan pengungkapan informasi pasien. Dengan memahami dan menerapkan ketentuan ini, rumah sakit dapat secara efektif menjaga keamanan data pribadi pasien dan menghindari konsekuensi hukum yang merugikan.

 

Kata Kunci: Rumah Sakit, Kebocoran Data Pribadi, Akuntabilitas Hukum, Peraturan Perundang-Undangan.

 

Abstract

The issue of personal data leakage in Indonesia, including in the health sector, is increasingly worrying. Hospitals, as corporations, bear a huge responsibility in safeguarding patients' personal data and the potential legal consequences arising from any data breach. This study aims to explain the accountability of hospitals for the leakage of patients' personal data based on legal regulations. To ensure the protection of patients' personal information in hospitals, the government must provide an appropriate legislative framework and comply with applicable laws and regulations. Thus, patients can have legal certainty and confidence that their personal data or health information will not be compromised during medical procedures in hospitals. As a corporation, hospitals cannot evade their legal obligations. This obligation includes all civil, criminal, and administrative legal liability with respect to the disclosure of patient information. By understanding and implementing these provisions, hospitals can effectively keep patients' personal data safe and avoid adverse legal consequences.

 

Keywords: Hospital, Personal Data Leakage, Legal Accountability, Laws And Regulations.

 

PENDAHULUAN

Tanggung jawab atas semua yang terjadi dan kebutuhan untuk mengganti kerugian berasal dari sebuah perbuatan, itulah yang dimaksud dengan tanggung jawab. Kewajiban untuk memegang segala sesuatu apabila terjadi sesuatu yang dapat digugat, ataupun disalahkan, merupakan suatu hak yang berfungsi menerima beban akibat sikap seseorang dari pihak lain merupakan salah satu cara memandang tanggung jawab dalam arti yang paling mendasar. Istilah �kewajiban� menggambarkan keadaan dalam hukum perdata. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 (selanjutnya disebut Persetujuan PMK Tata Cara Medis) juga memberikan acuan normatif pada istilah tanggung jawab. Tanggung jawab hukum masih tetap ada bahkan setelah operasi medis telah mendapat izin, menurut Pasal 6. Kegagalan profesional medis untuk melakukan kehati-hatian selama prosedur pasien yang mengakibatkan cedera (Astuti, 2011).

Rumah Sakit istilah dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan perseorangan secara paripurna melalui Pelayanan Kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/ atau paliatif dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan Gawat Darurat. Rumah Sakit dapat menelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan dalam bentuk spesialistik dan / atau subspesialistik. Selain Pelayanan Kesehatan perseorangan dalam bentuk spesialistik atau subspesialistik. Rumah Sakit dapat memberikan Pelayanan Kesehatan dasar. Selain menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan perseorangan sebagaimana dimaksud pada Rumah Sakit dapat menyelenggarakan fungsi pendidikan dan penelitian di bidang Kesehatan (Indonesia n.d.).

Rekam medis adalah dokumen yang berisikan data identitas Pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada Pasien yang dibuat dengan menggunakan sistem elektronik yang diperuntukkan penyelenggaraan rekam medis. Dalam hal Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat menyelenggarakan rekam medis secara elektronik karena hambatan teknis, dapat digunakan rekam medis nonelektronik sampai dengan hambatan selesai, serta dilakukan penginputan ulang data rekam medis pada sistem rekam medis elektronik (Siarif, 2023). Information technology has continuously advanced and has been integrated with medical technology to produce superb medical technology. As different technologies depend on the exchange and application of data, the most important concerns of medical records in the medical field include data privacy, data correctness, and data security (Lee, Lee, Hsu, Kung, & Chiu, 2022).

Pasien merupakan setiap orang yang mendapatkan perawatan medis dari dokter, perawat, atau penyedia layanan kesehatan lainnya. Siapapun yang tidak mampu merawat dirinya sendiri, baik fisik maupun mental, namun mampu menerima terapi di fasilitas kesehatan dan mematuhi rencana pengobatan dianggap sebagai pasien (Hadi, 2022). Complex data sharing agreements, governance rules, and technical barriers to accommodating legal provisions for patient data security have been considered barriers to interoperability (Shrivastava, Song, Han, & Dietzman, 2021).

Perlindungan hukum bagi pasien semakin terkikis, dan hal ini sangat disayangkan karena pasien membutuhkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan hak asasinya. Namun, ada sejumlah alasan mengapa hak-hak pasien terkadang diabaikan. Perlindungan hukum, menurut Satijipto Raharjo, diberi pada rakyat supaya mereka bisa menikmatii seluruhnya hak yang diperbolehkan (Sartijipto Raharjo, 2002).

Hak untuk mengetahui siapa yang memiliki akses terhadap data pribadi seseorang dan bagaimana data tersebut digunakan merupakan komponen privasi lainnya. The relationship between privacy protection and personal data protection is not only a legal problem significantly impacting on civil rights and social developments, but also gives rise to considerable conflict in academic research (Guo, Hao, & Kennedy, 2024). Individu harus memiliki otonomi untuk memutuskan apakah akan membagikan atau mengungkapkan informasi pribadinya, sesuai dengan gagasan perlindungan data dengan demikian pentingnya melindungi data pribadi, karena perolehan dan pengungkapannya merupakan pelanggaran privasi (Wahyudi Djafar dan Asep Komarudin, 2014). Although transparency helps people understand how their data are being used, it cannot mitigate the key issue of data privacy, which is the fairness of receiving benefits from data (Wu, 2024).

Jerman menjadi negara pertama yang melindungi informasi pribadi, disusul Swedia, Amerika Serikat, dan Inggris, sebagai konsekuensi maraknya kasus kebocoran data di negara lain. Negara-negara tersebut telah menetapkan pengaturan khusus untuk mengatur perlindungan data pribadi secara spesifik dan komprehensif. serta di Indonesia, dimana presiden telah menandatangani Undang Undang data pribadi masyarakat, pelanggaran data yang melibatkan informasi sensitif masih sering terjadi (Makarim, 2015).

Ketika informasi pribadi tanpa sengaja dipublikasikan hal ini dikenal sebagai kebocoran data. Komputer, email, hard drive, dan laptop merupakan titik masuk potensial bahaya ini. Istilah pelanggaran data dan kebocoran data tidak dapat dipertukarkan. Izinkan saya menjelaskannya untuk Anda: Meskipun pelanggaran data mencakup upaya yang disengaja untuk mendapatkan akses tidak sah ke informasi sensitif, kebocoran data dapat terjadi karena kecerobohan atau tindakan perlindungan data yang tidak memadai. pengguna secara mandiri (NKD, 2020). Moving toward widespread health information exchange has important cybersecurity implications that can significantly impact both patients and healthcare organizations (Choi, Chen, & Tan, 2023).

Terdapat 94 kasus kebocoran data di Republik Indonesia sejak tahun 2019, dan 35 di antaranya terjadi pada tahun 2023, menurut Semuel Abrijani Pangerapan, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (CNN Indonesia, 2023). Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang tidak dapat dicabut untuk menjaga keamanan informasi pribadinya, dan penting untuk diingat bahwasanya komponen dari HAM adalah sebuah hak dan bukan tambahan bersifat opsional. mereka berhak atas penjelasan dan pembelaan jika timbul masalah dengan data pribadinya.

Fasilitas dan staf kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling penting untuk upaya ini. To realize immersive healthcare experiences, the metaverse infrastructure requires extensive accessibility to monitor and mediate sensitive aspects of human lives (Letafati & Otoum, 2023). Sebagai penyedia layanan kesehatan, rumah sakit harus mengelola pelayanan klinis dengan baik. Pasien dan keluarga mereka harus menyetujui semua prosedur rumah sakit. Selain itu, profesional kesehatan diharapkan memberikan layanan yang berkualitas tinggi, optimal, dan berkelanjutan. Sebagai penyedia layanan kesehatan, rumah sakit mempunyai tanggung jawab langsung untuk memenuhi permintaan pasien terhadap akses terhadap rekam medis mereka guna memfasilitasi promosi kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi. Security approaches, like detection of malware, cyber-attack detection, unusual activity tracking, detection of breaches, and cyberattack detection, have used computational intelligence techniques (Kuliha & Verma, 2024). Riwayat kesehatan, riwayat kesehatan mental, dan/atau catatan kesehatan disebut sebagai �data dan informasi kesehatan� pada bagian penjelasan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Data Pribadi. Perlindungan. Bagian undang-undang ini mengklasifikasikan rekam medis pasien sebagai �informasi kesehatan�, adalah bagian dari data pribadi (Bahtiyar, Anwar, & Aziz, 2023).

� Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 berisi daftar dokumen yang dapat digunakan untuk mencatat nama pasien, hasil tes, terapi, prosedur, dan pelayanan lainnya. Rekam medis awal dibuat untuk setiap pasien yang menerima layanan kesehatan. Lebih dari sekedar catatan dan kertas. Diantaranya file data identitas pasien. Dokumentasi dan catatan harus merinci bagaimana penyakit pasien memburuk, tes apa yang dilakukan, rencana penatalaksanaan, observasi klinis dan hasil pengobatan, prosedur yang disetujui atau ditolak, ringkasan pemulangan, nama dan tanda tangan penyedia layanan kesehatan, dan banyak lagi. Tertib, tepat waktu, tepat (Hamama, 2023).

Perlu diketahui bahwa rumah sakit wajib menyimpan rekam medis. Walaupun telah diatur didalam undang-undang tetapi harus diakui bahwa potensi kebocoran data pribadi rekam medis pasien ini juga dapat terjadi, maka hal ini harus menjadi perhatian serius bagi rumah sakit dan pemerintah didalam memberikan perlindungan atas data pribadi pasien sebab kebocoran data kesehatan pasien dapat berdampak kecemasan dan ketidakpuasan masyarakat terhadap layanan kesehatan, karena masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap rumah sakit akibat pelanggaran privasi pasien atau pengungkapan informasi sensitif.

Rumah Sakit memiliki pertanggungjawaban dalam permasalahan bocornya informasi pasien dan keberadaan informasi itu sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan (selanjutnya disebut �UU Kesehatan�), khususnya Ayat 6 Rekam Medis pada Pasal 296, 297, 298. Kegiatan yang dilakukan Satu-satunya tugas fasilitas kesehatan untuk menjaga informasi yang terkandung dalam rekam medis pasien adalah memastikan bahwa catatan tersebut aman, utuh, rahasia, dan tersedia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2023).

Kasus-kasus kebocoran data pribadi pasien rekam medis dapat terjadi disebabkan faktor internal dan eksternal. Faktor Internal diakibatkan kurangnya sumber daya manusia yang memadai di rumah sakit dan juga karena faktor kelalaian tenaga medis dalam menjaga data pribadi rekam medis pasien , faktor� kesengajaan dengan sadar membocorkan data pribadi pasien� untuk kepentingan pribadi yakni� mengambil keuntungan dari tindakan tersebut dan faktor ketidakpahaman yang dilakukan para tenaga medis bahwa rahasia rekam medis itu adalah sebuah kerahasian yang harus dijaga� dan hanya pihak-pihak tertentu yang dapat mengaksesnya sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang barada diluar rumah sakit misalnya pihak keluarga yang mungkin memposting atau meyebarkan� keberadaan pasien di media sosial tanpa seijin atau sepengetahuan pasien sendiri dan hal ini semua diatur dalam PMK� tentang Rekam Medis. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pengaturan Data Pribadi Pasien yang diatur berdasarkan Perundang-Undangan sehingga tidak terjadinya penyalahgunaan data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan adanya keamanan dari pengguna data pribadi itu sendiri dan memberikan gambaran pertanggung jawaban hukum Rumah Sakit sebagai korporasi terhadap terjadinya kebocoran data pribadi pasien di rumah sakit� ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan yang bertujuan untuk� mewujudkan kepastian hukum.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini disusun dengan menggunaka tipe penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang undangan (statute approach) biasanya di gunakan untuk meneliti peraturan yang dalam penormaannya masih terdapat kekurangan atau malah menyuburkan praktik penyimpangan baik dalam tataran teknis atau dalam pelaksanaannya di lapangan. Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan yang bersangkutan dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mempelajari kesesuaian antara Undang Undang Dasar dengan Undang Undang, atau antara Undang Undang yang satu dengan Undang Undang yang lain.

�Pendekatan perbandingan (comparative approach) merupakan yaitu pendekatan yang dilakukan untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan perbandingan hukum antara Indonesia dengan Amerika Serikat dan Australia. Hal ini dikarenakan kedua negara tersebut memakai sistem Common Law, berbeda dengan Indonesia yang menggunakan sistem Civil Law.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan, yang bersifat mengikat dan mutlak. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari sumber-sumber lain dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, diantaranya buku-buku yang ditulis oleh para ahli hukum/pendapat hukum/doktrin, jurnal-jurnal hukum, kasus-kasus hukum, teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel ilmiah, maupun laman internet, dan lain-lain yang berkaitan dengan penelitian.

Proses pengumpulan dan pengolahan bahan hukum yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode studi dokumen kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan dan melakukan penelusuran bahan hukum kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundangan-undangan, buku buku hukum, jurnal-jurnal hukum, dokumen resmi, publikasi, kamus hukum, kamus Besar Bahasa Indonesia, dan hasil penelitian terdahulu yang memuat tentang penelitian ini. Langkah-langkah pengumpulan bahan hukum kepustakaan seperti : membaca, mempelajari, mengutip, menghubungkan bahan-bahan hukum dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder hingga menjadi satu kesatuan sehingga mudah dalam memberikan pengertian yang ingin disampaikan.

Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif berdasarkan norma/kaidah hukum. Norma hukum yang diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclusion) terhadap permasalahannya.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penting untuk menetapkan pedoman hukum mengenai pengaturan data pribadi pasien untuk melindungi hak-hak pasien dan mencegah akses, pengungkapan, atau penyalahgunaan informasi mereka yang tidak sah. Hal ini akan memastikan bahwa semua pemrosesan pemrosesan informasi pribadi dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga melindungi privasi dan kesejahteraan pemilik data. Manfaat, jaminan, dan keseimbangan hak dan kewajiban harus dijamin oleh kerangka hukum yang diatur. Kategori data pribadi spesifik dan umum didefinisikan oleh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai milik pasien. Menurut Undang-Undang Kesehatan, pasien mempunyai hak untuk mengakses catatan kesehatannya sendiri, dan penyedia layanan kesehatan serta profesional kesehatan lainnya mempunyai kewajiban untuk melindungi privasi pasien ketika menangani informasi pribadi mereka. Menjaga kerahasiaan informasi pribadi pasien merupakan prioritas utama bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah juga bertanggung jawab mengelola data pribadi pasien dan memastikan catatan kesehatan aman dari paparan.

Rumah sakit sebagai suatu entitas maupun individu atau entitas yang bertanggung jawab menangani informasi pribadi pasien mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada hukum atas setiap kecelakaan yang mungkin terjadi di lingkungan rumah sakit. Pertanggungjawaaban administrasi, perdata, serta pidana semuanya termasuk dalam kategori ini, dan masing-masing cabang hukum ini mempunyai seperangkat peraturan dan ketentuannya sendiri. Konsekuensi hukum administrasi mencakup peringatan lisan dan tertulis, denda, dan pencabutan izin rumah sakit; konsekuensi hukum perdata termasuk kompensasi; konsekuensi hukum pidana termasuk denda dan hukuman lainnya.

Temuan penelitian menunjukkan bahwa syarat rekam medis meliputi kegiatan penyimpanan data tentang riwayat pasien harus di jakan kerahasiaannya agar tidak disalah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Ruma sakit wajib memiliki tanggungjawab atas kerahasiaan rekam medis pasien.

Pembahasan

Setiap pasien mempunyai hak yang melekat atas kerahasiaan dan privasi informasi kesehatan mereka, terlepas dari tingkat keparahan penyakit mereka. Dengan demikian pemerintah bertanggung jawab untuk membuat landasan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan sehingga setiap pasien mendapat kepastian hukum atas data pribadi pada saat melakukan pengobatan di rumah sakit. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Salah satu hak asasi manusia yang menjamin hak warga negara atas perlindungan pribadi adalah perlindungan data pribadi. Oleh karena itu, pengaturan perlindungan data pribadi harus berdasarkan undang-undang Menurut Pasal 28 Huruf G Ayat (1), "Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dikuasainya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman perbuatan atau perbuatan yang dilakukannya tidak melakukan sesuatu yang salah." Artinya stiap warga negara dijamin secara hukum keselamatan dan keamanan untuk melindungi dirinya, keluarganya, kehormatannya, harkat dan martabatnya, serta harta benda yang dimilikinya, serta hak untuk merasa terlindungi dari rasa takut untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Setiap warga negara berhak agar data pribadinya dihormati dan dilindungi oleh negara. Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, yaitu :

1.    Asas Perlindungan

Perlindungan, yang berarti "melindungi" atau "dilindungi", "melindungi suatu sistem", atau "menjadi orang atau benda yang melindungi", adalah padanannya dalam kamus bahasa Inggris. Juga, jagalah dalam bentuk lisannya. Berbagai benda dan tempat dapat dianggap dilindungi menurut KBBI. Persamaan bahasa antara kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa ada tiga komponen perlindungan, yaitu tindakan melindungi diri sendiri, keberadaan orang yang melindungi, dan cara dalam melindungi. yang harus dilindungi berhubungan erat. Data pribadi dapat dilindungi melalui 2 alternatif: 1). dengan memastikan keamanan fisik data; sera 2). dengan memberlakukan undang-undang yang berupaya menjamin privasi sehubungan dengan penggunaan data (Siti Yuniarti, 2019). Dalam konteks ini, Prinsip Perlindungan berarti itu melindungi privasi pemilik data saat memproses data pribadi dan mencegah datanya digunakan dengan cara yang merugikan kepentingan mereka.

2.    Asas kepastian hukum

Di antara prinsip-prinsip dasar hukum adalah gagasan kepastian hukum, yang diidentifikasi oleh Gustav Radbruch. Harapan dan persyaratan mendasar dari prinsip ini adalah bahwa undang-undang harus dibuat secara tertulis. Karena menjamin produk hukum yang positif sudah ada, kehadiran asas ini menjadi sangat penting (Mario Julyano dan Aditya Yuli Sulistyawan, 2019). Dasar hukum, juga dikenal sebagai kepastian hukum, memberikan kepastian dalam penanganan data pribadi yang sah. untuk melindungi subjek data dan semua pihak yang terlibat, dan bahwa undang-undang ini akan diakui dalam/luar pengadilan.

3.    Asas Kepentingan Umum

Kekuasaan negara untuk menjaga dan mengendalikan kepentingan publik merupakan landasan premis kepentingan publik. Dua persyaratan utama agar suatu tindakan dapat dipertimbangkan demi kepentingan publik adalah tujuan yang dimaksudkan dan potensi keuntungan sosial yang dapat diperoleh dari tindakan tersebut� (Supriyanto, 2015). Penerapan, penegakan, dan pelaksanaan tindakan perlindungan data pribadi perlu mempertimbangkan kepentingan umum atau masyarakat secara keseluruhan, yang meliputi kepentingan penyelenggara negara, pertahanan, dan keamanan nasional, sesuai dengan asas kepentingan umum.

4.    Asas Kemanfaatan

Tujuan undang-undang memaksimalkan manfaat bagi masyarakat sangat penting untuk selalu dipertimbangkan dalam pembuatan produk hukum apa pun, termasuk undang-undang. Sesuai dengan asas kemaslahatan yang dimaksudkan dalam landasan hukum ini, maka persyaratan aturan perlindungan Kepentingan nasional harus membenarkan penggunaan data pribadi, terkhusus dalam mencapai tujuan kesejahteraan umum bagi seluruh lapisan masyarakat.

5.    Asas Kehati-hatian

Data Pribadi adalah hak privasi yang sudah dilindungi oleh lembaga atau badan hukum internasional, regional dan nasional maka dari itu� perlu semua orang atau organisasi yang mengelola data pribadi hendaknya memperhatikan seluruh aspek secara hati-hati yang memungkin terjadinya potensi yang mengakibatkan kerugiaan bagi subjek data pribadi.

6.    Asas Kesimbangan

Salah satu pengertian keseimbangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah �Suatu keadaan di mana kekuatan-kekuatan yang sama kuatnya namun berlawanan menyeimbangkan atau menghentikan semua kekuatan dan kecenderungan.� Definisi lainnya adalah �keadaan seimbang�, yang dapat berarti kesamaan atau kesetaraan dalam kekuatan atau bobot (W.J.S. Purwadarminta, 2007).

7.    Asas Pertanggungjawaban

Sepenuhnya seseorang harus mempertanggungjawabkaan suatu kesalahan yang diperbuatnya; apabila terjadi kesalahan, Anda berisiko digugat, dituduh, dan digugat lagi. Seseorang harus bertanggung jawab jika ingin memenuhi kewajibannya, sesuai definisi hukum (Andi Hamzah, 2008). Semua pihak yang terlibat dalam pemrosesan, penyebaran, pengelolaan, atau pemantauan data pribadi bertanggung jawab untuk bertindak secara bertanggung jawab sesuai dengan Prinsip Akuntabilitas untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannya, serta subjek data.

8.    Asas Kerahasiaan

Untuk mencegah akses tidak sah ke data penting, langkah-langkah kerahasiaan harus diterapkan. Contoh menjaga privasi pengguna adalah kebijakan yang melarang administrator mengakses atau membaca email pengguna. Informasi pribadi (nama, alamat, tanggal lahir, tempat, nomor kartu kredit, penyakit yang diderita, dll) yang perlu diamankan untuk digunakan dan disebarluaskan oleh pengelola dan pengguna juga harus dijamin kerahasiaannya (Siregar, Kurniawan, 2020). �

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan menjelaskan tetang Kode Etik Kesehatan yang dijabarkan pada bagian penjelasan secara spesifik ada pada Pasal 2 :

a.    Asas Etika dan Profesionalitas; Berdasarkan etika dan perilaku profesional, semua penyedia layanan kesehatan mempunyai kewajiban terhadap pasien untuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi mereka saat mereka menerima perawatan.

b.    Asas Penghormatan terhadap hak dan kewajiban; Kemampuan setiap fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan tenaga medis untuk memahami dan menghormati hak dan tanggung jawab setiap masyarakat secara setara di mata hukum sangat menentukan tercapainya pembangunan kesehatan yang prima.

c.    Asas Kesadaran Hukum; Pengetahuan masyarakat dan kepatuhan individu dan kolektif diperlukan agar pembangunan kesehatan berhasil mencapai tujuannya dalam meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menjalani kehidupan yang sehat secara fisik, psikologis, dan sosial.

d.    Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum; Institusi pelayanan kesehatan dan penyelenggara inisiatif kesehatan lainnya mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan sistem pelayanan yang dapat mewujudkan kepastian sosial dan hukum; Hal ini karena kepastian pada hakikatnya adalah persoalan ketertiban. Terwujudnya ketertiban memungkinkan individu untuk hidup dalam keadaan pasti, sehingga memungkinkan mereka berpartisipasi dalam kehidupan sosial sebagaimana diwajibkan oleh undang-undang.

Rumah sakit sebagai korporsi setidaknya memiliki tanggung jawab dalam bidang hukum dan yang menjadi pertanggungjawaban rumah sakit terhadap terjadinya kebocoran data pribadi pasien yaitu :

1.    Pertanggungjawaban Rumah Sakit dalam Hukum Perdata

Dalam bahasa Indonesia, �tanggung jawab� berarti �menanggung segala sesuatu� (yakni dituntut, disalahkan, ditaksir, dsb) apabila terjadi sesuatu yang tidak beres). Seseorang wajib melaksanakan tugasnya menurut pengertian tugas menurut kamus hukum. Pada prinsipnya, menurut hukum perdata yang pada dasarnya adalah hukum privat siapa pun yang melukai orang lain wajib memberikan kompensasi kepada orang tersebut, artinya dalam konsep hukum perdata maka seorang pasien yang melakukan pengobatan di rumah sakit dan merasa dirugikan oleh pihak rumah sakit dalam hal data pribadinya maka bisa minta ganti rugi.

Rumah Sakit sebagai korporasi yang merupakan subyek hukum penyandang hak dan kewajiban, memiliki kewenangan untuk bertindak dalam arti melakukan perbuatan hukum dalam lingkup hukum keperdataan, seperti melakukan hubungan hukum baik dengan pasien, orang perorangan (bukan pasien), korporasi lain atau non badan hukum, serta Pemerintah atau Negara. Bahkan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya rumah sakit juga memungkinkan melakukan perbuatan melawan hukum (Andriano, 2020).

2.    Jaminan Kerahasiaan Rekam Medis

Undang Undang Nomor 17 tahun 2023 tantang Kesehatan mewajibkan rumah sakit untuk menjamin keamanan pelayanan kesehatan dengan tetap mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, tidak diskriminatif, efektif, dan bermutu. kepada setiap klien. Hal ini termasuk memberikan layanan yang tidak diskriminatif, efektif, aman, dan berkualitas tinggi. benar, hal ini dapat dianggap sebagai tindak pidana; kelima, pasien tidak diberitahu sebelum rekam medisnya dimusnahkan.

Isi Rekam medis merupakan milik pasien sehingga pada saat rekam medis pasien hendak dimusnahkan maka rumah sakit berkewajiban untuk memberitahukan kepada pasien tersebut, pada saat rumah sakit tidak menyampaikan informasi tentang pemusnahan rekam medis kepada pasien maka pihak rumah sakit melakukan perbuatan melanggar hukum ; Keenam Mengabaikan Kebutuhan Pasien Terlebih Dahulu Apa pun yang terjadi, pasien harus selalu didahulukan saat menerima perawatan medis dari rumah sakit dan tenaga medis profesional lainnya. Hal ini sejalan dengan UU Kesehatan yang menyatakan bahwa rumah sakit harus mengutamakan kepentingan pasien dalam memenuhi standar pelayanan (Pasal 189 Ayat 1 Huruf b). Ketika rumah sakit gagal mematuhi standar layanan mereka sendiri ketika memberikan perawatan medis, hal ini dianggap sebagai pelanggaran kontrak. Dalam ranah hukum perdata terdapat berbagai bentuk tanggung jawab hukum (Ricardo Goncalves Klau ,Muhammad Saiful Fahmi, Gusti Ayu Utami, 2022) antara lain :

a)         Contractual liability, khususnya, tanggung jawab ini timbul karena kegagalan memenuhi tujuan tawar-menawar, seperti kegagalan mencapai suatu tujuan atau melaksanakan hak yang dimiliki pihak lain dalam kontrak.

b)        Liability in tort, Seseorang bertanggung jawab karena karena kesalahannya sendiri ia melakukan perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 BW), sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain.

c)         Strict liability, Salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan tanggung jawab berdasarkan rezim tanggung jawab ketat sistem hukum perdata adalah adanya unsur kesalahan. Hal ini diperlukan agar dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum atas akibat dari kegiatan yang melanggar hukum. Dalam teori ini beban pembuktian bergeser dari pihak korban ke pihak pelaku.

d)        Vicarious liability, Tanggung jawab semacam ini berkembang ketika karyawan tingkat bawah melakukan kesalahan. Sebagai pemberi kerja, rumah sakit bertanggung jawab atas kesalahan perawatan pasien oleh dokter bawahannya. Ketika dokter merupakan mitra setara dengan rumah sakit baik sebagai dokter jaga atau kontraktor independen situasinya berubah. Hal ini sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam pasal 1367 BW mewajibkan orang perseorangan membayar kerugian yang ditimbulkannya, juga tanggungan tanggungannya, atau oleh barang miliknya. tindakan kelalaian atau kecerobohan karyawan dikenal sebagai tanggung jawab sipil dalam sistem hukum.

 

KESIMPULAN

Penting untuk menetapkan pedoman hukum mengenai pengaturan data pribadi pasien untuk melindungi hak-hak pasien dan mencegah akses, pengungkapan, atau penyalahgunaan informasi mereka yang tidak sah. Hal ini akan memastikan bahwa semua pemrosesan pemrosesan informasi pribadi dilakukan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku, sehingga melindungi privasi dan kesejahteraan pemilik data. Manfaat, jaminan, dan keseimbangan hak dan kewajiban harus dijamin oleh kerangka hukum yang diatur. Kategori data pribadi spesifik dan umum didefinisikan oleh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sebagai milik pasien. Menurut Undang-Undang Kesehatan, pasien mempunyai hak untuk mengakses catatan kesehatannya sendiri, dan penyedia layanan kesehatan serta profesional kesehatan lainnya mempunyai kewajiban untuk melindungi privasi pasien ketika menangani informasi pribadi mereka. Menjaga kerahasiaan informasi pribadi pasien merupakan prioritas utama bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah juga bertanggung jawab mengelola data pribadi pasien dan memastikan catatan kesehatan aman dari paparan. Pemerintah sebagai fungsi pembina dan pengawas harus dapat memastikan bahwa rumah sakit sudah memahami, mematuhi� dan melaksanakan� setiap aturan hukum tentang pengaturan data pribadi yang telah berlaku dengan benar dan memastikan� serta memberikan akibat atau sanksi hukum kepada rumah sakit yang melanggar aturan tersebut sesuai regulasi, dengan demikian bisa memberi hukum yang pasti yaitu keamanan data pribadi bagi pasien pada saat melakukan tindakan pengobatan di rumah sakit. Rumah sakit sebagai suatu entitas maupun individu atau entitas yang bertanggung jawab menangani informasi pribadi pasien mempunyai kewajiban untuk bertanggung jawab kepada hukum atas setiap kecelakaan yang mungkin terjadi di lingkungan rumah sakit. Pertanggungjawaaban administrasi, perdata, serta pidana semuanya termasuk dalam kategori ini, dan masing-masing cabang hukum ini mempunyai seperangkat peraturan dan ketentuannya sendiri. Konsekuensi hukum administrasi mencakup peringatan lisan dan tertulis, denda, dan pencabutan izin rumah sakit; konsekuensi hukum perdata termasuk kompensasi; konsekuensi hukum pidana termasuk denda dan hukuman lainnya. Kewajiban sebuah lembaga kesehatan ialah menjalankan fungsinya untuk menjaga, melindungi dan bertanggungjawab secara perdata, pidana dan administrasi terhadap kebocoran data pribadi pasien oleh para pihak yang melakukan pelanggaran. Rumah sakit harus menjalankan kewajiban serta pertanggungjawabaan seperti yang tertuan dalam aturan yang masih aktif sehingga pasien sebagai subjek data pribadi dapat memperoleh haknya yaitu perlindungan data pribadinya, serta secara terbuka siap untuk menerima konekuensi akibat hukum perdata, pidana maupun admintrasi akibat terjadinya kebocoran data pribadi pasien dalam melakukan tindakan medis.

 

BIBLIOGRAFI

Astuti, E. K. (2011). Tanggung gugat dokter dan rumah sakit kepada pasien pada kegagalan pelayanan medis di rumah sakit. Masalah-Masalah Hukum, 40(2), 164�171.

 

Bahtiyar, A., Anwar, I., & Aziz, M. F. (2023). Implikasi Hukum Pidana Dalam Perlindungan Data Pribadi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.

 

Choi, S. J., Chen, M., & Tan, X. (2023). Assessing the impact of health information exchange on hospital data breach risk. International Journal of Medical Informatics, 177, 105149. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2023.105149

 

CNN Indonesia. (2023). 4 Kasus Kebocoran Data SI Semester I 2023 ,Mayoritas Dibantah.

 

Guo, Z., Hao, J., & Kennedy, L. (2024). Protection path of personal data and privacy in China: Moving from monism to dualism in civil law and then in criminal law. Computer Law & Security Review, 52, 105928. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.clsr.2023.105928

 

Hadi, S. (2022). Implementasi Metode End User Development Pada Aplikasi Rekam Medis Pasien. Implementasi Metode End Development Pada Aplikasi Rekam Medis Pasien.

 

Hamama, L. (2023). Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis di RSUP M. Djamil Padang: Keamanan dan Perlindungan Data Rekam Medis Elektronik. Abstract of Undergraduate Research, Faculty of Law, Bung Hatta University, 11(1), 8�10.

 

Indonesia, F. O. H. A. (n.d.). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 Tentang.

 

Kuliha, M., & Verma, S. (2024). Secure internet of medical things based electronic health records scheme in trust decentralized loop federated learning consensus blockchain. International Journal of Intelligent Networks. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijin.2024.03.001

 

Lee, Y.-L., Lee, H.-A., Hsu, C.-Y., Kung, H.-H., & Chiu, H.-W. (2022). SEMRES - A Triple Security Protected Blockchain Based Medical Record Exchange Structure. Computer Methods and Programs in Biomedicine, 215, 106595. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.cmpb.2021.106595

 

Letafati, M., & Otoum, S. (2023). On the privacy and security for e-health services in the metaverse: An overview. Ad Hoc Networks, 150, 103262. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.adhoc.2023.103262

 

Makarim, E. (2015). Keautentikan Dokumen Publik Elektronik Dalam Administrasi Pemerintahan Dan Pelayanan Publik. Jurnal Hukum & Pembangunan, 45(4), 508�570.

 

NKD, F. (2020). Mengenal Apa Yang Dimaksdu Dengan Kebocoran Data ( Data Leakage)? Retrieved September 25, 2023, from logique website: https://www.logique.co.id/blog/2020/10/22/kebocoran-data/

 

Shrivastava, U., Song, J., Han, B. T., & Dietzman, D. (2021). Do data security measures, privacy regulations, and communication standards impact the interoperability of patient health information? A cross-country investigation. International Journal of Medical Informatics, 148, 104401. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ijmedinf.2021.104401

 

Siarif, T. (2023). Kendala Rekam Medis Elektronik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Retrieved December 31, 2023, from kompasiana website: https://www.kompasiana.com/tammysiarif/65913611c57afb35fa1dad02/kendala-rekam-medis-elektronik-di-fasilitas-pelayanan-kesehatan

 

Sinaga, T. R., Pardede, J. A., & Purba, S. D. (2022). Tinjauan Pelaksanaan Penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Puskesmas Buhit Kabupaten Samosir. Jurnal Tekesnos, Vol. 4, pp. 225�232.

 

Siregar, Kurniawan, R. (2020). Keamanan Informasi. Retrieved December 13, 2023, from kementrian keuangan republik Indonesia website: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-rsk/baca-artikel/13120/

 

Supriyanto, J. (2015). Pengertian asas keperntingan umum. Retrieved December 13, 2023, from temukan pengertian website: https://www.temukanpengertian.com/2015/04/

 

Wijaya, D. N. (2016). Kontrak Sosial Menurut Thomas Hobbes Dan John Locke Daya Negri Wijaya Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Malang Email: Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 1(2), 183�193.

 

Wu, C. (2024). Data privacy: From transparency to fairness. Technology in Society, 76, 102457. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2024.102457

 

 

 

Copyright holder:

Erwin Tumpal Ferdinand Tampubolon1, Andika Persada Putera2, M. Khoirul Huda3(2024)

 

First publication right:

Syntax Idea

 

This article is licensed under: