JOURNAL SYNTAX IDEA p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 6, No. 3, March 2024 |
Penegakan Hukum Pemilu Di Indonesia
Perspektif Fikih Siyasah
1Akhmad Zaki Yamani, 2Muhibin,
3Hasani Zakiri
1,3Sekolah Tinggi Agama Islam Darul
Ulum Kandangan Kalimantan Selatan, Indonesia
2Universitas Islam Malang, Jawa
Timur, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Pemilihan
umum merupakan salah satu mekanisme penting dalam proses demokrasi di
Indonesia. Namun, masih terjadi praktik rasuah yang merugikan, yang merupakan
pelanggaran serius terhadap demokrasi. Untuk mengatasi masalah ini, UU No. 7
Tahun Pemilu 2017 serta peraturan terkait KPU dan Bawaslu diperkenalkan dengan
harapan dapat mengurangi pelanggaran dalam pemilu. Selain itu, hukum positif
dan pandangan siyasah fiqh Islam juga mengambil peran dalam mengatasi tantangan
ini. Studi kepustakaan, yang mencakup kitab-kitab, peraturan
perundang-undangan, Al-Qur'an, Hadits, dan literatur relevan lainnya, digunakan
sebagai sumber informasi utama untuk memahami dan mengatasi isu-isu terkait
penegakan hukum dalam pemilu.
Kata
kunci: Penegakan Hukum, Pemilihan Umum, Fikih Siyasah
Abstract
General elections are one of the important mechanisms in
the democratic process in Indonesia. However, there are still harmful corrupt
practices, which are serious violations of democracy. To address this problem,
Law No. 7 of the 2017 Election Year, as well as regulations related to the KPU
and Bawaslu, were introduced in the hope of reducing violations in elections.
In addition, positive law and Islamic fiqh views also play a role in overcoming
this challenge. The study of literature, which includes books, laws and
regulations, the Qur'an, Hadith, and other relevant literature, is used as the
primary source of information to understand and address issues related to law
enforcement in elections.
Keywords: Law Enforcement, General Elections, Siyasah Fiqh
PENDAHULUAN
Sebagai sebuah negara republik, pemerintahan
Indonesia senantiasa berada di bawah pengawasan masyarakat (Hariyanto, 2020). Dalam ranah politik dan
pemerintahan, demokrasi adalah prinsip yang mendasar (Sommaliagustina,
2019). Demokrasi merujuk pada sistem
politik di mana pembentukan pemerintahan sangat terkait dengan kehendak dan
aspirasi rakyat (Dedi, 2022). Prinsip ini menegaskan bahwa
segala kekuasaan dalam demokrasi dijalankan oleh rakyat dan untuk kepentingan
rakyat (Syofyan et al.,
2022). Penghargaan terhadap hak asasi
manusia memungkinkan setiap individu memiliki suara dalam menentukan arah yang
dianggap benar dan baik, yang merupakan fondasi penting bagi eksistensi
demokrasi (Renggong &
Ruslan, 2021).
Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi
demokrasi, mengemban ideologi Pancasila sebagai landasan kesatuan sosial dan
politik bagi masyarakatnya (Hartanto, 2017). Salah satu ciri utama dan simbol
dari demokrasi adalah penyelenggaraan pemilihan umum, atau Pemilu. Melalui
Pemilu, masyarakat dapat menentukan arah politik utama yang diinginkan.
Landasan filosofis negara, yang tertuang dalam UUD 1945, serta prinsip-prinsip
kenegaraan, diwujudkan melalui Pemilu sebagai sarana untuk memilih wakil-wakil
yang mencerminkan aspirasi rakyat, terutama dalam lembaga legislatif (ahl al
-halli wal'aqdi) (Rosidin et al.,
2021).
Al-Mawardi, dalam pandangannya, menyatakan bahwa
cita-cita syariah muncul saat suatu komunitas atau individu membentuk negara
dan memilih seorang pemimpin untuk memimpin mereka. Oleh karena itu, setiap
negara memerlukan seorang kepala negara yang dipilih oleh warganya melalui
proses demokrasi (Masse et al., 2022). Sistem demokrasi bergantung pada
Pemilu untuk memilih anggota legislatif dan eksekutif dari kalangan penduduknya
(Solihah, 2018). Penyelenggaraan Pemilu yang
independen dan sesuai dengan hukum di Indonesia diharapkan dapat menghasilkan
pemimpin dan wakil yang sah serta diakui oleh masyarakat (Millah & Dewi,
2021).
Di sisi lain, prinsip siyasah fiqh, yaitu pandangan
Islam terhadap politik dan pemerintahan, sering menjadi pertimbangan dalam
masyarakat Muslim ketika membicarakan penerapan undang-undang pemilu (Bella, 2020). Prosedur politik Islam, seperti
Pemilu, didasarkan pada kerangka moral dan etika yang ditetapkan oleh fiqh
siyasa (Fikriana &
Rezki, 2024).
Menurut yurisprudensi siyasah, Pemilu bukan sekadar
alat untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan merupakan bagian dari tanggung
jawab manusia yang diamanatkan oleh Tuhan untuk menjalankan pemerintahan yang
adil dan bijaksana di dunia ini. Nilai-nilai seperti keadilan, keterbukaan,
akuntabilitas, dan keterlibatan aktif masyarakat menjadi sangat relevan dalam
konteks penerapan undang-undang pemilu. "Penegakan hukum" dalam
kerangka siyasah fiqh merujuk pada penerapan prinsip-prinsip hukum Islam dalam
konteks sistem pemerintahan dan politik. Penegakan hukum dipandang sebagai alat
penting dalam yurisprudensi Siyasa untuk menegakkan kesejahteraan sosial, keadilan,
dan ketertiban.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
kepustakaan, dalam konteks ini, mengacu pada metode penelitian yang terfokus
dan terbatas pada pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis, sebagai
alternatif dari penelitian lapangan. Metode ini digunakan dalam penelitian
kualitatif ini sebagai cara untuk mengumpulkan informasi yang relevan. Kegiatan
ini melibatkan membaca buku, artikel, catatan, dan laporan yang memiliki
relevansi dengan topik yang diteliti. Penemuan literatur, termasuk
undang-undang, kitab, Al-Qur'an, dan hadis yang relevan, memungkinkan peneliti
untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian ini.
Dengan
menggunakan pendekatan dokumenter, pengumpulan data dilakukan melalui analisis
dokumen tertulis. Istilah "dokumenter" berasal dari kata
"dokumen", yang mengacu pada isi tertulis dari berbagai sumber. Buku,
jurnal ilmiah, serta sumber tekstual lainnya dikonsultasikan oleh penulis
menggunakan teknik dokumenter untuk memperoleh data yang relevan dan mendukung
dalam penelitian ini.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Pandangan
fiqh siyasa sangat penting dalam menjaga kedaulatan hukum Indonesia dalam
pelaksanaan peraturan perundang-undangan pemilu. Penegakan hukum pemilu
berfungsi sebagai alat untuk menjamin proses demokrasi yang terbuka dan jujur
dengan berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan, keabsahan, kepentingan umum,
dan keterlibatan masyarakat. Untuk memastikan keberhasilan pemilu yang mewakili
kehendak rakyat dan menghasilkan pemimpin yang akuntabel dan bermoral, penting
untuk mematuhi undang-undang pemilu dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip
Islam.
Kita
memerlukan sebuah organisasi keadilan pemilu khusus yang terpadu untuk
menyederhanakan dan menstandardisasi proses penegakan undang-undang pemilu. Hal
ini disebabkan karena pembagian penegakan hukum pemilu ke dalam berbagai
lembaga berdasarkan UU Pemilu dinilai tidak mampu memberikan jaminan mengikat
secara hukum dan menegakkan keadilan pemilu dalam kerangka pemilu yang
demokratis dan adil. Hal ini disebabkan masih adanya duplikasi kewenangan
pengambilan keputusan antar lembaga peradilan, sehingga memberikan ruang bagi
ambiguitas dan ketidakpastian dalam prosedur penegakan hukum pemilu di
Indonesia. Sebagai wujud prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat yang
dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19451,
pemilihan umum (Pemilu) berfungsi sebagai check and balance. Materi ini
memberikan landasan kuat bagi gagasan bahwa Indonesia adalah negara demokrasi
konstitusional, yang pada hakekatnya terikat pada penyelenggaraan pemilu untuk
mengekspresikan kedaulatan rakyat. (Fauzi & Wahyono, 2021)
Karena
pemilu sering kali mencakup banyak tahapan, maka masuk akal jika ada peluang
munculnya pelanggaran dan perselisihan di setiap tahapan tersebut. Kemungkinan
penyebabnya mencakup "strategi pemenangan pemilu",
"penipuan", atau "kesalahan"�yang semuanya belum tentu
melanggar hukum namun merusak kepercayaan publik (perilaku buruk yang bukan
merupakan penipuan). Kini saatnya melakukan perampingan lembaga penegak hukum
sekaligus menata ulang gagasan penegakan hukum pemilu untuk memberikan
kepastian hukum dalam konteks pemilu yang demokratis dan adil.
Gagasan
penegakan hukum pemilu terbagi menjadi beberapa kategori dengan proses
penyelesaian dan organisasi penegakan hukum yang berbeda, sesuai dengan
kerangka peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 7 tahun. 2017 tentang
Pemilu (UU Pemilu). Gagasan mengenai penegakan hukum pemilu dalam konteks
pemilu yang demokratis dan adil, yang seharusnya mampu menjamin kepastian hukum
dan menjunjung tinggi keadilan pemilu, jelas bertentangan dengan keadaan
tersebut, yang seringkali hanya berujung pada tumpang tindih kewenangan dan
pengambilan keputusan antar lembaga, kelemahan. perundang-undangan yang jelas,
dan bahkan ketidakpastian hukum.
Menurut
UU Pemilu, ada dua jenis permasalahan hukum terkait pemilu: pelanggaran dan
perselisihan. Rincian segmentasinya disajikan dalam enam kategori sebagai
berikut: (1) Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu��tindak pidana pelanggaran
dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur
dalam undang-undang� (2) Sengketa Proses Pemilu��sengketa yang terjadi
antar-pemilihan perselisihan peserta dan peserta dengan penyelenggara Pemilu
akibat keluarnya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota" (3)
Pelanggaran Administratif Pemilu�"pelanggaran terhadap tata cara,
mekanisme, atau proses yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu pelaksanaan
pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu di luar tindak pidana pemilu dan
pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu� (2) Korban Tindak Pidana Pemilu��
(4) Perselisihan Terkait Tata Usaha Negara Pemilu, khususnya �perselisihan yang
timbul di bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, atau partai politik peserta pemilu, atau calon
pasangan calon di KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berdasarkan
keputusan KPU , KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota."(*) (5) Pelanggaran
Kode Etik Penyelenggara Pemilu, termasuk "pelanggaran etika penyelenggara
Pemilu berdasarkan sumpah dan/atau komitmen sebelum menjalankan tanggung
jawabnya sebagai penyelenggara Pemilu." penyelenggara dan Hasil Pemilu (6)
Khususnya yang dimaksud dengan �perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu
mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional, dalam hal
penetapan perolehan suara hasil pemilu� Para anggota DPR, DPD, dan DPRD
mempunyai kewenangan untuk mempengaruhi pembelian kursi calon presiden dan
wakil presiden mendatang, serta hasil pemilu tersebut. Setiap lembaga penegak
hukum mempunyai sistem tersendiri dalam menegakkan hukum pemilu. [3] �Pertama,
pelanggaran administrasi pemilu ditangani oleh pejabat yang berwenang di
tingkat kecamatan, kabupaten, kota, kabupaten, luar negeri, dan kecamatan/desa
serta oleh pengawas TPS.� Pelanggaran administratif pemilu diterima, diperiksa,
ditinjau, dan diputuskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu
Kabupaten/Kota.Bawaslu menerima, mengkaji, dan merekomendasikan pelanggaran administrasi
Pemilu dalam jangka waktu paling lama empat belas (empat belas) hari kerja
apabila terjadi pelanggaran yang terorganisir, sistematis, dan besar.
Kedua,
Pusat Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) merupakan tempat Bawaslu, Kepolisian,
dan Kejaksaan bekerja sama menuntaskan pelanggaran pemilu. berkoordinasi dengan
Kepolisian Gakkumdu dan Kejaksaan, mengumumkan perbuatan yang diduga merupakan
tindak pidana pemilu tersebut.4 Setelah penyidikan dan penyidikan selesai dan
berkas perkara sudah siap maka Jaksa Penuntut Umum akan mengirimkannya ke
Pengadilan Negeri untuk peninjauan lebih lanjut, persidangan, dan pengambilan
keputusan.Poin ketiga, mereka yang akan memilih atau sudah memberikan suara,
dapat mendatangi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/Kota yang
bersangkutan untuk menyampaikan keprihatinannya terhadap pemilu. proses
terselesaikan.18 Langkah-langkah yang diambil oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul selama
proses pemilu adalah sebagai berikut: (a) penerimaan dan peninjauan kembali
permohonan penyelesaian tersebut; dan (b) berkumpulnya para pihak yang
bersengketa untuk mencapai penyelesaian melalui mediasi, musyawarah, atau
mufakat. Apabila pihak-pihak yang berselisih dalam suatu proses pemilu tidak
dapat mencapai kesepakatan, maka perkara tersebut diputuskan oleh Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Bawaslu Kota. [5]
Keempat,
�Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu� (TUN) adalah perselisihan yang timbul antara
kelompok: (a) KPU dengan partai politik yang tidak lolos verifikasi setelah
Keputusan KPU menetapkan partai peserta pemilu (Pasal 173 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum), atau (b) KPU dan pasangan calon yang tidak
lolos verifikasi setelah Keputusan KPU menetapkan pasangan mana yang akan
mencalonkan diri (Pasal 235 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Umum
Pemilu) [6] sesuai dengan ketentuan Pasal 256 dan 266 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan (c) KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota yang memiliki calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota yang namanya dihapus dari daftar calon tetap dengan Keputusan
KPU. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota merupakan lokasi administratif
yang pertama kali membawa perselisihan mengenai penyelenggaraan pemilu ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kelima,
�Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Bawaslu
Provinsi/Kota dapat melaporkan anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
dan Bawaslu kepada DKPP apabila melanggar kode etik penyelenggara Pemilu.
�Siapapun yang terkait dengan pemilu, baik peserta, tim kampanye, masyarakat
umum, dan pemilih, dapat mengajukan pengaduan resmi kepada Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang merinci dugaan pelanggaran kode etik
penyelenggara pemilu.
Keenam,
dalam hal terdapat perbedaan pendapat mengenai penghitungan suara anggota DPR,
DPD, dan DPRD secara nasional, maka pihak yang ikut serta dalam pemilu partai
tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk
membatalkan penghitungan suara yang dilakukan KPU. Sementara itu, apabila
terdapat perbedaan pendapat mengenai penghitungan perolehan suara presiden dan
wakil presiden, Pasangan Calon mempunyai waktu paling lama tiga hari setelah
KPU mengumumkan hasil tersebut untuk mengajukan keberatan ke Mahkamah
Konstitusi. Berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, tanggung jawab penyelesaian perselisihan hasil pemilu ada
pada Mahkamah Konstitusi (MK). (Muni, 2022)
Sistem
demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang pemerintahannya dibentuk
berdasarkan permintaan masyarakat dan berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Istilah demokrasi berasal dari kata Yunani demos yang berarti
�rakyat� dan kratos yang berarti �kekuasaan� atau �pemerintahan�, sehingga arti
�rakyat berkuasa� atau �pemerintahan� dan �pemerintahan oleh rakyat� saling
melengkapi. . 6 Semua kekuasaan dalam demokrasi yang baru terbentuk dijalankan
oleh rakyat, untuk rakyat. Pemilu, atau pemilihan umum, merupakan tanda
sekaligus lambang pemerintahan perwakilan.
�� Dengan memberikan suara pada pemilu, warga
negara mempunyai hak untuk bersuara dalam pemerintahan dan mencerminkan harapan
dan impian masyarakat. Dari pemilu kali ini, diyakini akan dipilih wakil-wakil
yang mampu memahami harapan dan impian konstituennya. Pemilihan umum merupakan
perkembangan langsung dari prinsip demokrasi, yang menurut pemikir seperti John
Locke dan Jean-Jacques Rousseau, merupakan jaminan kebebasan universal,
perlakuan adil terhadap semua orang, dan kesetaraan di hadapan hukum. Warga
negara dan perangkat negara di tingkat legislatif, yudikatif, dan eksekutif wajib
menjunjung tinggi dan melaksanakan cita-cita partisipatif dan berdaulat dalam
masyarakat demokratis. Istilah �kedaulatan rakyat� menjadi penting ketika
membahas kedaulatan rakyat atas pemerintah. Oleh karena itu, esensi kedaulatan
rakyat tidak dapat disangkal tercermin dalam reputasi demokrasi. Schumpeter
memandang demokrasi tidak lebih dari sebuah proses politik, sebuah cara untuk
memilih pemimpin politik.
Tujuan
diadakannya pemilihan umum adalah untuk memilih wakil-wakil baru untuk bertugas
di berbagai lembaga legislatif. Jika suatu negara benar-benar demokratis dan
menghormati kedaulatan warga negaranya, maka pemilu yang diselenggarakannya
akan menjadi simbol demokrasi. [8] Dalam skala global, pemilu berfungsi sebagai
wahana ekspresi keinginan dan kepentingan rakyat, pembentukan pemerintahan yang
sah, dan aktualisasi kedaulatan rakyat. Tentu saja terdapat beragam sistem
pemilihan umum karena semuanya merupakan metode untuk memilih anggota yang akan
bertugas di badan legislatif. Interaksi yang rumit antara faktor-faktor hukum,
politik, dan sosial dalam konteks demokrasi pluralistik di Indonesia terlihat
jelas dalam penegakan hukum pemilu di negara ini. Komponen penting dari sistem
demokrasi yang diperjuangkan Indonesia dalam beberapa dekade terakhir adalah
seringnya menyelenggarakan pemilu.
Perkembangan
Peraturan Pemilu Ada beberapa revisi terhadap undang-undang pemilu di Indonesia
sejak reformasi tahun 1998. Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mengatur
beberapa aspek pemilu, mulai dari pendaftaran partai politik, pencalonan,
kampanye, penghitungan suara, dan penetapan hasil pemilu. [9]
Penyelenggara
Pemilu: Dua organisasi penting di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Entitas-entitas ini bertugas menyelenggarakan
dan mengawasi proses pemilu. KPU bertanggung jawab merencanakan dan
melaksanakan pemilu, sedangkan Bawaslu bertugas mengawasi proses dan mengatasi
pelanggaran yang mungkin timbul.
Kesulitan
dalam Penegakan UU Pemilu. Masih terdapat sejumlah kendala, meskipun ada upaya
besar untuk meningkatkan penegakan hukum pemilu di Indonesia. Salah satunya
adalah penyebaran informasi yang menyesatkan atau hoax pada saat pemilu, serta
aktivitas politik lain yang kurang fair dan berkeadilan termasuk politik identitas
dan politik uang.
Fungsi Bawaslu dalam
mengawasi penyelenggaraan pemilu dan menangani pelanggaran-pelanggaran yang
mungkin timbul sangatlah penting. Untuk menjaga pemilu yang bebas dan adil,
Bawaslu menerapkan prosedur pengaduan, penyelidikan, dan hukuman [10].
Keterlibatan
Masyarakat, Untuk memastikan penegakan hukum pemilu yang efisien, penting untuk
memiliki organisasi resmi seperti KPU dan Bawaslu serta keterlibatan masyarakat
yang kuat. Setiap orang mempunyai peran dalam mewaspadai dan melaporkan kecurangan
dalam pemilu, serta dalam memilih wakil yang dapat membela kebenaran.
Untuk menjaga proses
demokrasi berjalan lancar dan memastikan bahwa hasil pemilu mewakili keinginan
rakyat, undang-undang pemilu harus ditegakkan di Indonesia. Sekalipun keadaannya
mungkin lebih baik, tindakan yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan bahwa
pemerintah serius dalam memperkuat demokrasi dan hukum.
Penegakan hukum fiqih
siyasa meliputi:
KESIMPULAN
Menurut yurisprudensi
siyasah, penegakan hukum pemilu di Indonesia sangat penting untuk menjaga
kesejahteraan sosial, keadilan, dan kedaulatan hukum. Penegakan hukum pemilu
membantu menjaga proses demokrasi yang terbuka dan jujur dengan mengedepankan
keadilan, menaati hukum, melayani kepentingan publik, dan mendorong
keterlibatan masyarakat. Komitmen untuk menggunakan prinsip-prinsip Islam dalam
melaksanakan undang-undang pemilu di Indonesia merupakan langkah penting untuk
memastikan bahwa hasil pemilu secara akurat mewakili keinginan masyarakat,
meskipun terdapat hambatan dalam implementasinya. Rekomendasi tambahan untuk
meningkatkan pemantauan independen adalah sebagai berikut: Untuk memastikan
penegakan hukum pemilu berjalan efisien dan transparan, organisasi pengawas
seperti Bawaslu perlu diperkuat. Mempertahankan kredibilitas pemilu memerlukan
keterlibatan masyarakat dalam mengawasi dan melaporkan setiap pelanggaran
undang-undang pemilu, serta inisiatif sosialisasi dan pendidikan yang
menekankan pentingnya mengetahui aturan mainnya. Semua pemain politik, termasuk
mereka yang terlibat dalam taktik tidak adil atau pelanggaran peraturan, harus
dikenakan tuntutan hukum yang ketat dan tidak diskriminatif terhadap
pelanggaran pemilu. Jika KPU, Bawaslu, kepolisian, dan organisasi terkait
lainnya serius dalam menegakkan undang-undang pemilu dan meningkatkan
pengawasan, maka mereka harus bekerja sama secara erat. Menginspirasi para
pemilih dan pemimpin masa depan untuk mengadopsi budaya politik yang didasarkan
pada prinsip-prinsip kepemimpinan Islam dan tingkat literasi politik yang
tinggi untuk menghasilkan pemimpin yang bermoral dan dapat dipercaya.
Pemilu
yang adil dan transparan di Indonesia yang mematuhi ajaran Islam dan cita-cita
demokrasi dapat dicapai dengan menegakkan undang-undang pemilu secara ketat.
Bagja, Rahmat dan Dayanto. (2020). Hukum Acara
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu; . Konsep, Prosedur, dan Teknis
Pelaksanaan,.
B�wering,
Gerhard. (2015). Islamic Political Thought: An Introduction. Princeton
University Press.
Fahmi, Khairul,. (2017). �Pembatalan Partai Politik Sebagai
Peserta Pemilu (Studi Kasus Pembatalan Partai Politik Peserta Pemilu 2009 di
Kabupaten Kepulauan Mentawai)�. Jurnal Konstitusi.
Gaffar, Janedjri M. (2013). Politik Hukum Pemilu. Konstitusi
Press.
Hallaq, Wael B. (2005). The Origins and Evolution of
Islamic Law. Cambridge University Press.
HERYANA. (2010). Prinsip Kedaulatan Rakyat dalam Penentuan
Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif. Jurnal Konstitusi.
Nyazee, Imran
Ahsan Khan. (1994). Fiqh al-Siyasah. A Comparative Study. IIIT.
Peters,
Rudolph. (1996). Islamic Law and Society. Oxford University Press.
Santoso,
Topo, dkk. (2006). Penegakan Hukum Pemilu. Perludem.
Siregar,
Fritz Edward,. (2019). Menuju Peradilan Pemilu. themis publishing.
Zulfiqar,
Adnan. (2017). Law and Society in Islam. Oxford University Press.
Bella, S. (2020). Implementasi Tugas dan Kewenangan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Parepare pada Pilkada Tahun 2018 (Persfektif
Fiqih Siyasah). IAIN Parepare.
Dedi, A. (2022).
Politik Dinasti Dalam Perspektif Demokrasi. Moderat: Jurnal Ilmiah Ilmu
Pemerintahan, 8(1), 92�101.
Fauzi, M. S. F., &
Wahyono, E. (2021). Peran badan pengawas pemilihan umum dalam Penegakan hukum
pelaksanaan pemilihan umum dprd Kota probolinggo. IUS, 8(2).
https://doi.org/10.51747/ius.v8i2.687
Fikriana, A., &
Rezki, M. K. (2024). Etika Politik dan Kualifikasi Calon Legislatif Dalam
Pemilu: Perspektif Fiqih Siyasah. Aladalah: Jurnal Politik, Sosial, Hukum
Dan Humaniora, 2(1), 235�248.
Hariyanto, H.
(2020). Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Berdasarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Volksgeist: Jurnal Ilmu
Hukum Dan Konstitusi, 3(2), 99�115.
Hartanto, D. A.
(2017). Implementasi nilai filosofis Pancasila dan agama Islam dalam
menangkal paham radikalisme di Indonesia. FIKRI: Jurnal Kajian Agama,
Sosial Dan Budaya, 2(2), 307�344.
Iswandi, I. (2022).
Konsep Suaka Politik dalam Perspektif Fikih Siyasah. Tanfidziy: Jurnal
Hukum Tata Negara �, 1(2).
Masse, R. A., Kara,
M., & Makarma, R. (2022). State Financial Management According to
al-Mawardi and al-Ghazali. Media Syari�ah: Wahana Kajian Hukum Islam Dan
Pranata Sosial, 24(2).
Millah, N. S., &
Dewi, D. A. (2021). Skpp Bawaslu Sebagai Sarana Pendidikan Politik Dalam
Upaya Meningkatkan Partisipasi Politik Warga Negara. Jurnal
Kewarganegaraan, 5(2), 355�363.
Muni, A. (2022).
Desain Lembaga Peradilan Khusus dalam Mewujudkan Penegakan Hukum Pemilu
Berkeadilan di Indonesia. Journal of Constitutional Law and Governance,
2(2).
Renggong, R., &
Ruslan, D. A. R. (2021). Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Hukum Nasional.
Kencana.
Rosidin, U., Huda,
U. N., & Burhanuddin, B. (2021). Penanganan Tindak Lanjut Temuan Dan
Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu Oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Dalam
Mewujudkan Pemilu Yang Berintegritas.
Solihah, R. (2018).
Peluang dan tantangan pemilu serentak 2019 dalam perspektif politik. JIIP:
Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, 3(1), 73�88.
Sommaliagustina, D.
(2019). Implementasi Otonomi Daerah dan Korupsi Kepala Daerah. Journal of
Governance Innovation, 1(1), 44�58.
https://doi.org/10.36636/jogiv.v1i1.290
Syofyan, Y., Gusman,
D., & Alsyam, A. (2022). Keterkaitan Paham Demokrasi Terhadap Sistem
Hukum Indonesia Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. UNES Law
Review, 5(2), 497�508.
Copyright holder: 1Akhmad
Zaki Yamani, 2Muhibin,3Hasani Zakiri (2024) |
First publication right: |
This article is licensed under: |