JOURNAL SYNTAX IDEA p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN: 2548-1398 |
Vol. 6, No. 3, March 2024 |
Pengaruh Komunikasi Persuasif Terhadap Pengetahuan Pasien
Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran Tahun 2023
Silfy Adelia1*, Lolita Sary2, Dina Dwi Nuryani3
1,2,3 Universitas Malahayati, Bandar Lampung, Indonesia
Email: [email protected]1
Abstrak
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Tingginya insiden TB Paru disebabkan oleh kurangnya
pemahaman pasien tentang penyakit ini dan cara penularannya. Hal ini terlihat
dari peningkatan kasus TB Paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran dari
tahun ke tahun, yaitu 51 kasus pada tahun 2020, 58 kasus pada tahun 2021, dan
61 kasus pada tahun 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi dampak dari komunikasi linier, komunikasi interaksional, dan
komunikasi transaksional terhadap pengetahuan pasien TB Paru. Penelitian
kuantitatif ini dilakukan antara bulan September 2023 hingga Januari 2024 di
Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran dengan desain quasi-eksperimental.
Populasi yang diteliti adalah pasien TB Paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten
Pesawaran pada tahun 2023, dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah kuesioner, dan analisis data dilakukan
menggunakan uji Kruskal-Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan pasien TB Paru sebelum dan setelah
penerapan komunikasi linier sebesar 5,26 (p-value 0,023), komunikasi
interaksional sebesar 11,9 (p-value 0,010), dan komunikasi transaksional
sebesar 15,84 (p-value 0,007). Temuan ini menunjukkan bahwa intervensi
komunikasi yang paling berpengaruh terhadap pengetahuan pasien TB Paru adalah
melalui komunikasi transaksional. Oleh karena itu, tenaga medis yang menangani
TB Paru perlu mempertimbangkan penggunaan metode komunikasi transaksional
sebagai strategi promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan pasien.
Kata kunci: Interaksional, komunikasi persuasif, linier, pengetahuan, TB Paru,
transaksional
Abstract
Pulmonary
tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. The
high incidence of Pulmonary TB is due to the lack of understanding of patients
about this disease and how it is transmitted. This can be seen from the
increase in Pulmonary TB cases at the Kalirejo Health Center, Pesawaran Regency,
from year to year, namely 51 cases in 2020, 58 cases in 2021, and 61 cases in
2022. The purpose of this study was to identify the impact of linear
communication, interactional communication, and transactional communication on
the knowledge of Pulmonary TB patients. This quantitative research was
conducted between September 2023 and January 2024 at the Kalirejo Health
Center, Pesawaran Regency, with a quasi-experimental design. The population
studied is Pulmonary TB patients at the Kalirejo Health Center, Pesawaran
Regency in 2023, with a total sample of 40 people. The research instrument used
was a questionnaire, and data analysis was carried out using the Kruskal-Wallis
test. The results showed that there was a significant difference in the
knowledge of Pulmonary TB patients before and after the application of linear
communication of 5.26 (p-value 0.023), interactional communication of 11.9
(p-value 0.010), and transactional communication of 15.84 (p-value 0.007).
These findings show that the most influential communication intervention on the
knowledge of Pulmonary TB patients is through transactional communication.
Therefore, medical personnel who treat Pulmonary TB need to consider using
transactional communication methods as a health promotion strategy to increase
patient knowledge.
Keywords: Interactional, Persuasive Communication,
Linear, Knowledge, Pulmonary TB, Transactional
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit
menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB merupakan
salah satu dari sepuluh penyebab kematian utama di dunia dan menjadi penyebab
utama kematian akibat infeksi. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
secara global, diperkirakan ada sekitar 10,6 juta orang yang terdiagnosis
menderita TB (Hasnanisa et
al., 2022). Indonesia menempati peringkat
kedua setelah India dalam jumlah kasus TB pada tahun 2021, dengan perkiraan
jumlah kasus mencapai 969.000, yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2020
hingga 2021 (Tuntun et
al., 2023). Menurut data Profil Kesehatan
Provinsi Lampung tahun 2022, Bandar Lampung memiliki jumlah kasus TB tertinggi
di Provinsi Lampung, yaitu sebanyak 4.715 kasus, sementara Pesisir Barat
memiliki jumlah kasus terendah, hanya 245 kasus. Kabupaten Pesawaran menempati
peringkat kesepuluh dari lima belas Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan
jumlah kasus TB mencapai 718 kasus (Tuntun et
al., 2023).
Kasus TB Paru yang
tinggi di Indonesia disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang TB
Paru. Meskipun telah dilakukan upaya edukasi di lapangan untuk meningkatkan
pemahaman tentang TB Paru, namun tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat
masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode komunikasi khusus yang efektif
agar informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat
untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien TB Paru adalah dengan menerapkan model
komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif merupakan teknik yang bertujuan
untuk memengaruhi pemikiran individu dengan memanfaatkan data dan fakta
psikologis atau sosiologis, sehingga diharapkan penerima pesan dapat secara
sadar mengubah perilakunya sesuai dengan pesan yang disampaikan (Devito, 2010). Tujuan utama dari komunikasi persuasif
adalah untuk memberikan motivasi dan mengubah pandangan, sikap, pendapat, atau
perilaku seseorang (Soemirat, 2014).
Pengetahuan merupakan salah satu
elemen yang berperan dalam pembentukan tingkat efikasi diri individu dalam
mengatur sikap dan tindakan mereka. Tingkat efikasi diri yang tinggi umumnya
diamati pada pasien yang konsisten dalam mengikuti program pengobatan selama
periode enam hingga sembilan bulan (Herawati
& Purwanti, 2018). Selain itu, pemahaman yang
dimiliki tentang penyakit TB paru juga berpengaruh terhadap tingkat
penularannya, karena pengetahuan yang diperoleh oleh pasien mendorong mereka
untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan, sehingga berpotensi
memengaruhi perilaku mereka dalam rangka memutus rantai penyebaran penyakit TB
paru (Utaminingrum et al., 2018).
Berdasarkan
penelitian pendahuluan terkait program promosi kesehatan yang telah
dilaksanakan di Puskesmas Kalirejo Pesawaran, Puskesmas tersebut telah
menerapkan metode ceramah sebagai bagian dari pendekatan terhadap pasien-pasien
TB Paru. Namun, efektivitas penerapan metode tersebut masih diragukan,
sebagaimana tercermin dari peningkatan angka kejadian TB Paru di Puskesmas
Kalirejo setiap tahunnya. Kejadian kasus TB Paru di Puskesmas Kalirejo terus
meningkat dari tahun ke tahun selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2020,
terdapat 51 kasus TB Paru, meningkat menjadi 58 kasus pada tahun 2021, dan
mencapai 61 kasus pada tahun 2022 (Ambarwati, 2021).
Pada tahun 2022, cakupan penemuan
kasus TB di Lampung masih menunjukkan tingkat yang rendah, yakni sebesar
49,63%. Angka tertinggi cakupan penemuan kasus TB di Provinsi Lampung pada
tahun tersebut tercatat di Kabupaten Pringsewu (79%), sementara yang terendah
terdapat di Kabupaten Lampung Barat (38%). Kabupaten Pesawaran, pada urutan
kesembilan dari total 15 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, memiliki angka
persentase sebesar 42,0%. Tingkat cakupan penemuan kasus yang rendah menandakan
masih adanya banyak kasus TB yang belum terdeteksi, menunjukkan potensi
penularan TB yang tinggi di daerah (Tuntun et
al., 2023).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain quasi experimental. Objek penelitian
adalah pasien TB Paru yang sedang menjalani pengobatan. Sumber data penelitian
adalah data yang diperoleh langsung dari pasien melalui kuesioner yang telah
divalidasi dan direliabilitasi. Populasi yang diteliti adalah seluruh pasien TB
Paru yang sedang menjalani pengobatan, dengan rata-rata 40 pasien per bulan.
Penelitian ini memilih seluruh populasi sebagai subjek penelitian, dengan
menggunakan metode pemilihan sampel quota sampling. Teknik dan alat penelitian
yang digunakan adalah pengumpulan data melalui kuesioner yang telah disetujui
oleh komite etik dari Universitas Malahayati. Analisis data dilakukan
menggunakan beberapa teknik, yaitu analisis univariat untuk menjelaskan
karakteristik sampel, analisis bivariat menggunakan Uji T Dependen untuk
mengidentifikasi hubungan antara variabel yang diteliti, dan analisis
multivariat menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengevaluasi perbedaan antara
kelompok yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN������������������
Tabel 1. Analisis Univariat
N |
Mean |
Median |
Std Dev |
Min-Maks |
95% CI |
||
Komunikasi
Linier |
|
||||||
Pre-test |
10 |
38.94 |
39.60 |
7.263 |
26.40-46.20 |
33.74-44.13 |
|
Post-test |
10 |
44.20 |
42.90 |
10.324 |
26.40-66 |
36.81-51.58 |
|
Komunikasi
Interaksional |
|
||||||
Pre-test |
10 |
46.84 |
46.20 |
4.843 |
39.60-52.80 |
43.37-50.30 |
|
Post-test |
10 |
58.74 |
59.40 |
7.901 |
46.20-72.60 |
53.08 � 64.39 |
|
Komunikasi
Transaksional |
|
||||||
Pre-test |
10 |
46.20 |
46.20 |
4.400 |
39.60-52.80 |
43.05-49.34 |
|
Post-test |
10 |
62.04 |
62.70 |
7.094 |
46.20-72.60 |
56.96 � 67.11 |
|
Kontrol |
|
||||||
Pre-test |
10 |
42.26 |
46.90 |
9.975 |
26.40 � 59.60 |
35.12-49.39 |
|
Post-test |
10 |
43.58 |
46.20 |
9.47 |
26.40-59.60 |
36.80 � 50.35 |
|
Berdasarkan
data yang tercantum dalam Tabel 1, diperoleh hasil penelitian tentang
pengetahuan pasien sebelum dan sesudah penerapan komunikasi linier dari 10 responden. Sebelum intervensi
dilakukan, rata-rata nilai pengetahuan pasien adalah 38,94, dengan nilai median
sebesar 39,60 dan standar deviasi sebesar 7,263, dimana nilai minimal sebesar
26.40 dengan nilai maksimal sebesar 46.20. Sementara pada tahap post-test
setelah intervensi, didapatkan nilai rata-rata sebesar 44,20 dengan nilai
median sebesar 42,90 dan standar deviasi sebesar 10,324. Rentang nilai antara
26,40 hingga 66 mencerminkan variasi pengetahuan pasien. Hasil ini
mengindikasikan peningkatan nilai rata-rata pada tahap post-test setelah
penerapan intervensi. Selain itu pada selang kepercayaan (95% CI) sebelum
dilakukan intervensi sebesar 33.74 - 44.13, sedangkan sesudah diberikan
intervensi sebesar 36.81 � 51.58.
Sementara itu, didapatkan hasil penelitian
mengenai pengetahuan pasien pre-test dan post-test pada perlakuan pada
perlakuan komunikasi interaksional dari 10 responden, dengan nilai rata-rata
pre-test atau sebelum dilakukan intervensi sebesar 46.84 dengan nilai median
sebesar 46.20 dan standar deviasi sebesar 4.843, Dimana nilai minimal sebesar
39.60 dengan nilai maksimal sebesar 52.80. Sedangkan pada nilai post-test atau
setelah adanya intervensi diperoleh nilai rata-rata sebesar 58.74 dengan nilai
median sebesar 59.40 dan standar deviasi sebesar 7.901, Dimana nilai minimal
sebesar 46.20 dengan nilai maksimal sebesar 72.60 Perolehan data tersebut
menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai rata-rata post-test setelah
diberikan intervensi. Selain itu pada selang kepercayaan (95% CI) sebelum dilakukan
intervensi sebesar 43.37-50.30, sedangkan sesudah diberikan intervensi sebesar
53.08 � 64.39.
Lalu, didapatkan hasil penelitian
mengenai pengetahuan pasien pre-test dan post-test pada perlakuan komunikasi
transaksional dari 10 responden, dengan nilai rata-rata sebelum dilakukan
intervensi sebesar 46.20 dengan nilai median sebesar 46.20 dan standar deviasi
sebesar 4.400, Dimana nilai minimal sebesar 39.60 dengan nilai maksimal sebesar
52.80. Sedangkan pada setelah adanya intervensi diperoleh nilai rata-rata
sebesar 62.04 dengan nilai median sebesar 62.70 dan standar deviasi sebesar
7.094, Dimana nilai minimal sebesar 46.20 dengan nilai maksimal sebesar 72.60
Perolehan data tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai rata-rata
setelah diberikan intervensi. Selain itu pada selang kepercayaan (95% CI)
sebelum dilakukan intervensi sebesar 43.05-49.34, sedangkan sesudah diberikan
intervensi sebesar 56.96 � 67.11.
Berikutnya, hasil penelitian
tentang pengetahuan pasien sebelum dan setelah uji tanpa pendekatan komunikasi
(kelompok kontrol) dari 10 responden, menunjukkan nilai rata-rata sebelum
intervensi sebesar 42,26, dengan median sebesar 46,90, dan standar deviasi
sebesar 9,975, dimana nilai minimal sebesar 26.40 dengan nilai maksimal sebesar
59.60. Sedangkan pada setelah adanya intervensi diperoleh rata-rata hasil
adalah 43.58, dengan median 46.20, dan standar deviasi 9.47, dimana nilai
minimal sebesar 26.40 dengan nilai maksimal sebesar 59.60. Perolehan data
tersebut menunjukkan bahwa adanya peningkatan nilai rata-rata setelah diberikan
intervensi. Selain itu pada selang kepercayaan (95% CI) sebelum dilakukan
intervensi sebesar 35.12 - 49.39, sedangkan sesudah diberikan intervensi
sebesar 36.80 � 50.35.
Tabel 2. Analisis Bivariat
Mean |
Selisih |
Std Deviasi |
P-Value |
|
Komunikasi
Linier |
||||
Pre-test |
38.94 |
5.26 |
7.263 |
0.023 |
Post-test |
44.20 |
10.324 |
||
Komunikasi
Interaksional |
||||
Pre-test |
46.84 |
11,9 |
4.84 |
0.010 |
Post-test |
58.74 |
7.90 |
||
Komunikasi
Transaksional |
||||
Pre-test |
46.20 |
15.84 |
4.40 |
0.007 |
Post-test |
62.04 |
7.094 |
||
Kelompok
Kontrol |
||||
Pre-test |
42.26 |
1.32 |
9.975 |
0.168 |
Post-test |
43.58 |
9.474 |
Berdasarkan tabel 2 di atas,
terlihat bahwa nilai rata-rata sebelum penerapan komunikasi linier adalah
38.94, sedangkan setelah penerapan komunikasi linier meningkat menjadi 44.20.
Nilai p yang dihasilkan adalah 0.023, yang lebih kecil dari 0.05, sehingga
hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dalam
pengetahuan pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran
antara sebelum dan sesudah pemberian komunikasi linier.
Selanjutnya, hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata sebelum penerapan komunikasi interaksional
adalah 46.84, sementara setelah penerapan komunikasi interaksional meningkat
menjadi 58.74. Nilai p yang dihasilkan adalah 0.010, yang lebih kecil dari
0.05, mengindikasikan penolakan hipotesis nol (H0) dan penerimaan hipotesis
alternatif (H1). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan dalam pengetahuan pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Kalirejo Kabupaten Pesawaran antara sebelum dan sesudah pemberian komunikasi
interaksional.
Sementara itu, informasi yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai rata-rata sebelum penerapan komunikasi transaksional
adalah 46.20, sedangkan setelah penerapan komunikasi transaksional meningkat
menjadi 62.04. Hasil p-value yang diperoleh adalah 0.007, yang lebih kecil dari
0.05, menunjukkan penolakan terhadap hipotesis nol (H0) dan penerimaan
hipotesis alternatif (H1). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan pasien Tuberkulosis Paru di
Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran antara sebelum dan setelah diberikan
komunikasi transaksional.
Selanjutnya, data menunjukkan
bahwa nilai rata-rata untuk kelompok kontrol sebelum intervensi adalah 42.26,
sementara setelah intervensi meningkat menjadi 43.58. Hasil p-value yang
diperoleh adalah 0.168, melebihi 0.05, yang berarti bahwa hipotesis nol (H0)
diterima sementara hipotesis alternatif (H1) ditolak. Berdasarkan hasil ini,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan
pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran antara
sebelum dan setelah adanya intervensi kontrol.
Berdasarkan uraian diatas,
diperoleh informasi bahwa selisih nilai rata-rata sebelum dan sesudah pada
kelompok linier sebesar 5.26, pada kelompok interaksional sebesar 11.9, pada kelompok
transaksional sebesar 15.84, dan pada kontrol sebesar 1.32. Dari keempat
kelompok tersebut, kelompok transaksional memiliki nilai selisih paling besar
yaitu sebesar 15.84, dengan demikian maka dapat diputuskan bahwa komunikasi
transaksional merupakan variabel yang memiliki pengaruh komunikasi persuasif
paling besar terhadap pengetahuan Pasien Tuberkolosis Paru di Puskesmas
Kalirejo Kabupaten Pesawaran tahun 2023.
Tabel 3. Analisis Multivariat Kruskal Wallis
Pengetahuan pasien tuberkolosis paru |
Kelompok Intervensi |
n |
Mean Rank |
Sig. |
Linier |
10 |
16.15 |
0.000 |
|
Interaksional |
10 |
25.60 |
||
Transaksional |
10 |
29.95 |
||
Kontrol |
10 |
10.30 |
Berdasarkan data yang tercantum
dalam tabel 3, perbedaan skor pengetahuan pasien tuberkulosis paru sebelum dan
setelah penerapan komunikasi menunjukkan variasi yang signifikan antara
kelompok-kelompok yang berbeda. Nilai perbedaan skor terbesar tercatat pada
kelompok komunikasi transaksional, dengan selisih skor mencapai 29.95, sedangkan
perbedaan skor terkecil terdapat pada kelompok kontrol, hanya sebesar 10.30.
Hasil uji signifikansi menunjukkan nilai 0.000, yang berada di bawah 0.05,
sehingga hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (H1) diterima. Hal
ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dalam pengetahuan
pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran tahun 2023
antara berbagai kelompok sebelum adanya intervensi komunikasi.
Dengan hasil tersebut maka dapat
diputuskan bahwa dari keempat kelompok tersebut yang signifikan untuk
meningkatkan pengetahuan pasien Tuberkolosis Paru di Puskesmas Kalirejo
Kabupaten Pesawaran tahun 2023 adalah kelompok transaksional dengan peningkatan skor sebelum dan sesudah intervensi
memiliki nilai tingkatan rata-rata pengetahuan sebesar 29.95.
Berdasarkan hasil analisis,
diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.023 < 0.05 yang artinya H1 diterima
dan dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pasien tuberkolosis
paru di puskesmas kalirejo kabupaten pesawaran tahun 2023 sebelum dan sesudah
diberikan komunikasi linier.
Model komunikasi linear merupakan
suatu konsep yang simpel yang menggambarkan aliran pesan secara satu arah.
Dalam model ini, pesan dikirim secara langsung dari pengirim kepada penerima tanpa
adanya mekanisme umpan balik, dan penerima pesan dianggap sebagai pihak yang
pasif. Sentralitas komunikasi dalam model ini ditekankan pada komunikator.
Untuk memastikan keberhasilan komunikasi, komunikator harus memiliki tiga unsur
utama yang disebut sebagai ethos (kredibilitas / kepercayaan), logos
(rasionalitas), dan pathos (emosionalitas) (Ruliana,
2014).
Dalam keseluruhan penelitian, (Zaidayati et
al., 2022) menemukan bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah intervensi
komunikasi linier, dengan p-value sebesar 0,019 yang lebih kecil dari 0,05.
Temuan ini menunjukkan bahwa efektivitas penerapan komunikasi linier
dipengaruhi oleh tiga aspek utama, yaitu input, proses, dan output. (Ismail et
al., 2023) juga menunjukkan hasil bahwa pola
komunikasi linier terbukti dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit
TBC. Pola komunikasi linear dapat memberikan kemudahan terhadap pola berfikir
ketika komunikator dan komunikan saling berkomunikasi tentang kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai pengetahuan pasien TB paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran,
terdapat perbedaan signifikan antara tingkat pengetahuan sebelum dan setelah
diberikan intervensi komunikasi linier. Komunikasi linier memungkinkan fokus
responden hanya pada satu sumber informasi, yaitu komunikator, sehingga mereka
dapat menerima informasi tanpa gangguan atau distraksi dari pihak lain. Namun,
kekurangan dari pendekatan ini adalah kemungkinan terganggunya pesan asli
karena kebisingan, seperti saat pendengar berada di lingkungan yang ramai, di
mana sebagian orang mungkin tidak mampu menangkap semua informasi yang
disampaikan oleh pembicara, dan mereka juga mungkin tidak bisa merespons secara
langsung atau merasa sungkan untuk bertanya (Sary et al.,
2023).
Selanjutnya, berdasarkan hasil
analisis, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0.010 < 0.05 yang artinya H2
diterima dan dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pasien
tuberkolosis paru di puskesmas kalirejo kabupaten pesawaran tahun 2023 sebelum
dan sesudah diberikan komunikasi interaksional.
Komunikasi interpersonal adalah
proses komunikasi yang terjadi antara individu secara langsung, memungkinkan
setiap peserta untuk menafsirkan respons orang lain secara langsung, baik
melalui kata-kata maupun ekspresi nonverbal. Effendy juga menjelaskan bahwa
komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan interaksi antara pengirim
pesan dan penerima pesan, yang dianggap paling efektif dalam mempengaruhi
sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis,
melibatkan percakapan, dan adanya umpan balik langsung yang memungkinkan
pengirim pesan untuk segera mengetahui tanggapan dari penerima pesan (Effendy,
2011).
Ini sejalan dengan temuan
penelitian (Verawati et
al., 2020) yang menunjukkan bahwa komunikasi
interaksional memiliki dampak signifikan terhadap tingkat pengetahuan. Dalam
penelitiannya didapatkan hasil bahwa pengetahuan remaja dalam upaya pencegahan
pernikahan dini meningkat setelah dilakukan intervensi komunikasi
interaksional, dimana semakin tinggi/efektif komunikasi interaksional yang
diberikan, maka semakin tinggi/baik pula pengetahuan remaja. (Olateju et
al., 2021) dalam penelitiannya juga
menunjukkan hal serupa yaitu adanya pengaruh komunikasi interaksional terhadap
peningkatan pengetahuan siswa terkait penyakit tuberculosis (p-value = 0,000
< 0,005).
Berdasarkan hasil penelitian tentang
pengetahuan pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran,
ditemukan bahwa terdapat perbedaan dalam tingkat pengetahuan sebelum dan
setelah intervensi komunikasi interaksional. Komunikasi yang interaktif
terbukti efektif karena menonjolkan sikap terbuka, empati, dukungan,
positivitas, dan prinsip kesetaraan antara pasien tuberkulosis. Efektivitas
komunikasi ini telah meningkatkan pemahaman pasien. Menurut (Verawati et al., 2020), kesetaraan dalam
komunikasi bisa terwujud ketika kedua belah pihak, baik komunikator maupun
komunikan, saling memberikan kontribusi dan menerima perbedaan dalam interaksi
interpersonal. Lebih lanjut, perbedaan dalam kesetaraan hendaknya dipahami
sebagai bagian dari proses, bukan sebagai sumber perselisihan.
Lalu, diketahui
bahwa nilai p-value sebesar 0.007 < 0.05 yang artinya H3 diterima dan dapat
diartikan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan pasien tuberkolosis paru di puskesmas
kalirejo kabupaten pesawaran tahun 2023 sebelum dan sesudah diberikan
komunikasi transaksional.
Model
komunikasi transaksional menekankan pertukaran dan penerimaan pesan secara
terus-menerus dalam suatu episode komunikasi. Model transaksional mengasumsikan
bahwa saat seseorang terus-menerus mengirim dan menerima pesan, kita berurusan
dengan elemen verbal dan nonverbal. Komunikasi bersifat transaksional berarti
bahwa proses tersebut bersifat kooperatif. Pengirim dan penerima sama-sama
bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi (Liliweri, 2022).
Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zaidayati et al., 2022) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan
sebelum dan sesudah intervensi komunikasi transaksional dengan p-value (0,019)
< 0,05. Pada penelitiannya menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi pada
metode intervensi komunikasi transaksional memberikan pengaruh yang lebih besar
dibandingkan pola komunikasi lainnya. (Wang et al., 2021) juga menunjukkan hasil penelitian bahwa pemberian
intervensi komunikasi kesehatan dengan pola transaksional memberikan pengaruh
terhadap peningkatan pengetahuan tentang TB pada lansia.
Hasil penelitian tentang pengetahuan pasien
tuberkulosis paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten Pesawaran menunjukkan adanya
perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi menggunakan
pendekatan komunikasi transaksional. Pendekatan komunikasi transaksional
menggambarkan suatu proses kooperatif di antara pengirim dan penerima pesan
yang saling bertanggung jawab terhadap dampak dan efektivitas komunikasi. Model
transaksional menyiratkan bahwa dalam setiap interaksi, baik verbal maupun
nonverbal, terjadi pertukaran pesan yang kontinu. Ini memungkinkan penerima
pesan tidak hanya untuk mendengarkan tetapi juga untuk berpartisipasi dalam
diskusi dan akhirnya memahami informasi sesuai dengan kapasitas mereka. (Zaidayati et
al., 2022) �menjelaskan
bahwa model ini menekankan bahwa komunikasi adalah proses yang terus menerus
dan selalu berubah, dan model komunikasi transaksional adalah salah satu model
yang mencerminkan proses berkesinambungan tersebut, di mana pengiriman dan
penerimaan pesan berlangsung secara terus menerus dalam setiap episode
komunikasi.
Sementara itu, diketahui bahwa
nilai p-value sebesar 0.168 > 0.05 yang artinya H4 ditolak dan dapat
diartikan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan pasien tuberkolosis paru
pada kelompok kontrol di puskesmas kalirejo kabupaten pesawaran tahun 2023
sebelum dan sesudah tes pengetahuan.
Ini sesuai dengan temuan
penelitian yang dilakukan oleh (Wasalamah et
al., 2022) yang menegaskan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan sebelum dan sesudah uji coba
pada kelompok kontrol (tanpa intervensi). Temuan ini didukung oleh hasil
p-value sebesar 0,295 yang lebih besar dari 0,05, menunjukkan ketidaksignifikan
perbedaan skor pengetahuan antara kelompok kontrol sebelum dan sesudah
intervensi. Penelitian (Moonsarn et
al., 2023) juga menghasilkan temuan serupa,
di mana tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol terkait
pengetahuan tentang TB (p-value > 0,05).
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai pengetahuan pasien tuberkolosis paru di Puskesmas Kalirejo Kabupaten
Pesawaran, peneliti berpendapat bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat
pengetahuan sebelum dan sesudah test pada kelompok kontrol. Hal ini disebabkan
karena pada kelompok kontrol tidak diberikan intervensi berupa komunikasi
sehingga responden tidak mendapat informasi.
Selanjutnya, berdasarkan hasil
penelitian mengenai pengetahuan pasien tuberkolosis paru di Puskesmas Kalirejo
Kabupaten Pesawaran pada empat kelompok perlakuan yaitu kelompok komunikasi
linier, kelompok komunikasi interaksional, kelompok komunikasi transaksional,
dan kelompok tanpa perlakuan (kontrol) terdapat perbedaan yang signifikan pada
pengetahuan pasien. Intervensi kelompok yang paling berpengaruh terhadap
pengetahuan pasien tuberculosis paru adalah kelompok transaksional dengan nilai
mean rank 29,65.
Komunikasi memegang peranan
penting dalam kesuksesan pelayanan kesehatan, dan komunikasi transaksional
merupakan bentuk komunikasi yang berlangsung secara berkelanjutan. Model ini
melibatkan individu yang memahami masalah, menyampaikan informasi secara berulang
kepada pasien, dan memberikan pengingat tentang hal-hal yang penting, sehingga
pengetahuan dapat terus diperbaharui dan ditingkatkan. Proses ini berfungsi
untuk mengubah pengetahuan seseorang menjadi lebih baik. Dalam konteks
komunikasi transaksional, terjadi pertukaran informasi di mana setiap individu
terlibat memberikan sesuatu kepada yang lain. Karakteristik ini menunjukkan
bahwa komunikasi transaksional melibatkan interaksi di mana setiap pihak
memiliki sesuatu yang akan disampaikan. Hal ini tercermin dalam pendekatan yang
kontinu dan berkesinambungan dalam pertukaran pesan antara individu, sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Zaidayati et
al., 2022).
Komunikasi transaksional
melibatkan interpretasi pesan antara individu. Setiap pesan dianggap sebagai
kelanjutan dari pesan sebelumnya, yang menghasilkan ketergantungan saling antar
komponen komunikasi. Perubahan dalam satu aspek dapat mempengaruhi aspek lainnya
dalam proses komunikasi. Model transaksi juga mengasumsikan bahwa pengirim dan
penerima pesan berpartisipasi secara aktif, di mana komunikator bekerja sama
untuk menegosiasikan makna. Berbeda dengan model interaksional, di mana makna
diturunkan melalui umpan balik dari kedua belah pihak, dalam model komunikasi
transaksional, makna dibangun secara bersama-sama. Selain itu, apa yang
dikomunikasikan selama interaksi juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu
individu yang terlibat, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Siahaan &
Sihotang, 2021).
Menurut
peneliti, pengaruh yang signifikan dari intervensi transaksional terhadap
peningkatan pengetahuan pasien tuberculosis disebabkan oleh interaksi langsung
antara dua individu yang bertindak sebagai pengirim dan penerima pesan dalam
percakapan. Walaupun ini menyerupai komunikasi interaktif, namun tidak ada jeda
dalam percakapan karena berlangsung secara langsung, memungkinkan responden
untuk lebih mudah memahami dan menyerap informasi yang disampaikan. Oleh karena
itu, mereka dapat dengan mudah mengajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi
pemahaman mereka terkait penyakit tuberculosis. Pertanyaan yang sering diajukan
cenderung berkaitan dengan pengalaman pribadi mereka, sehingga informasi yang
diterima lebih mudah diingat dalam jangka waktu yang lebih lama.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah
disajikan, dapat disimpulkan bahwa intervensi melalui berbagai pendekatan
komunikasi, terutama model komunikasi transaksional, secara signifikan
meningkatkan pengetahuan pasien Tuberkolosis Paru di Puskesmas Kalirejo
Kabupaten Pesawaran. Temuan ini menunjukkan pentingnya peran komunikasi dalam
menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien, dengan model komunikasi
transaksional menonjol sebagai pendekatan yang paling efektif dalam
memfasilitasi proses belajar yang lebih baik dan membangun makna bersama antara
pengirim dan penerima pesan. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah bahwa
penerapan strategi komunikasi yang efektif dapat menjadi kunci dalam
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan pasien terkait kondisi kesehatan mereka
di lingkungan pelayanan kesehatan.
BIBLIOGRAFI
Ambarwati, D. F.
(2021). Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dan Pengetahuan Rumah Sehat Dengan
Kejadian Tb Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalirejo Kecamatan Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2021. Poltekkes Tanjungkarang.
Devito, J. (2010). Komunikasi Antarmanusia. (Karisma
Publishing Group. (ed.)).
Effendy, O. U. (2011). Ilmu komunikasi teori dan praktek.
Hasnanisa, N., Prasetyo, S., & Burhanudin, A. (2022).
Evaluasi Sistem Surveilans Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, Dan
Informatika Kesehatan, 2(3), 167�184.
Herawati, E., & Purwanti, O. S. (2018). Hubungan Antara
Pengetahuan Dengan Efikasi Diri Penderita Tuberkulosis Paru. Jurnal Berita
Ilmu Keperawatan, 11(1), 1�9.
Ismail, M. I., Stiawati, T., & Jumiati, I. E. (2023).
Pola Komunikasi Pelayanan Dan Pemberian Informasi Kesehatan Pada Puskesmas
Kaduhejo Kabupaten Pandeglang. Jurnal Ilmiah Tata Sejuta STIA Mataram, 9(1),
218�227.
Liliweri, A. (2022). Dasar-dasar komunikasi kesehatan.
Moonsarn, S., Kasetjaroen, Y., Bettex-Baars, A.-M., &
Phanumartwiwath, A. (2023). A Communication-Based Intervention Study for
Reducing Stigma and Discrimination against Tuberculosis among Thai High-School
Students. International Journal of Environmental Research and Public Health,
20(5), 4136.
Olateju, I. V, Ogwu, D., Owolabi, M. O., Azode, U., Osula,
F., Okeke, R., & Akabalu, I. (2021). Role of behavioral interventions in
the management of obesity. Cureus, 13(9).
Ruliana, P. (2014). Komunikasi organisasi: teori dan studi
kasus. Jakarta: Rajawali Pers.
Sary, L., Yanti, D. E., Hermawan, D., & Aryastuti, N.
(2023). Intervensi Komunikasi Terhadap Minat Untuk Melakukan Skrining Iva Di
Desa Maringgai Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Jurnal Endurance,
8(3), 632�644.
Siahaan, C., & Sihotang, H. (2021). Effectiveness of
Transactional Communication in the Implementation of Collegiate Curriculum (A
Case Study at the Christian University of Indonesia). Advances in Social
Sciences Research Journal, 8(2), 225�237.
Soemirat, S. (2014). Falsafah dan Konsep-konsep Dasar
Komunikasi Persuasif. Komunikasi Persuasif, 1�41.
Tuntun, M., Aminah, S., & Yusrizal, C. H. (2023).
Distribution pattern and spatial analysis of factors for tuberculosis (TB)
cases in Bandar Lampung City in 2022. Bali Medical Journal, 12(1),
50�58.
Utaminingrum, W., Muzakki, N., & Wibowo, M. I. N. (2018).
Efektivitas Media Booklet Untuk Meningkatkan Pengetahuan Pasien Tuberkulosis
Paru. Kongres Xx & Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia
2018.
Verawati, V., Bahfiarti, T., Farid, M., & Syikir, M.
(2020). Pengaruh Komunikasi Interpersonal terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja
dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Dini di Kabupaten Mamuju. Bina Generasi:
Jurnal Kesehatan, 12(1), 1�7.
Wang, Y., Gan, Y., Zhang, J., Mei, J., Feng, J., Lu, Z.,
Shen, X., Zhao, M., Guo, Y., & Yuan, Q. (2021). Analysis of the current
status and associated factors of tuberculosis knowledge, attitudes, and
practices among elderly people in Shenzhen: a cross-sectional study. BMC
Public Health, 21(1), 1163.
Wasalamah, B., Dianti, F. E., & Hasymi, Y. (2022).
Pengaruh Edukasi terhadap Pengetahuan Pengawasan Menelan Obat Pasien
Tuberculosis. Jurnal Ilmu Kesehatan Immanuel, 16(2), 84�92.
Zaidayati, Z., Sary, L., & Febrianti, C. A. (2022).
Mendorong perubahan sikap perokok aktif melalui komunikasi kesehatan yang
efektif. Holistik Jurnal Kesehatan, 16(4), 333�345.
Silfy Adelia1*, Lolita Sary2, Dina Dwi Nuryani3 (2024) |
First publication right: |
This article is licensed under: |