p�ISSN: 2723-4339 e-ISSN:
2548-1398 |
Vol. 6, No. 3, Maret 2024 |
Peran Ustadzah Dalam Melatih Santri Mengelola Emosi (Studi Kasus Di
Tpa Madrasatul Qur'an Banda Aceh)
Barlinty Isbaaniyaa Baruza1, Salami Mahmud2
1,2,Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia
Email: 1[email protected], 3[email protected].
Abstrak
Emosi merupakan fenomena psikofisiologis yang mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan manusia, seperti persepsi, sikap, dan perilaku. Penelitian ini
bertujuan untuk mengeksplorasi peran ustadzah dalam melatih santri untuk
mengelola emosi mereka di TPA Madrasatul Qur�an Banda Aceh. Melalui pendekatan
kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan
dokumentasi, penelitian ini menyoroti pentingnya mengelola emosi sebagai
kebutuhan dasar untuk menjalani kehidupan yang normal. Penelitian ini didorong
oleh kebutuhan untuk memahami bagaimana ustadzah sebagai pengajar dan
pembimbing mampu menjadi model serta melatih santri dalam mengelola emosi
secara efektif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa ustadzah memiliki peran
penting dalam membantu santri mengenali, memahami, dan mengelola emosi mereka
melalui berbagai strategi, seperti memberikan dukungan, motivasi, menjelaskan
konsekuensi dari emosi, dan berperan sebagai pendengar yang baik. Melalui
penelitian ini, diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang
pentingnya pengelolaan emosi dalam konteks pendidikan Islam dan membantu
meningkatkan kualitas pembelajaran di TPA Madrasatul Qur�an.
Kata Kunci: Mengelola;
Emosi; Ustadzah; Santri.
Abstract
Emotions
are psychophysiological phenomena influencing various aspects of human life,
such as perception, attitudes and behaviour. This research aims to explore the
role of ustadzah in training students to manage their emotions at TPA
Madrasatul Qur'an Banda Aceh. Through a qualitative approach with data
collection techniques in the form of interviews, observation and documentation,
this research highlights the importance of managing emotions as a basic need
for everyday life. This research was driven by the need to understand how
ustadzah, as teachers and mentors, can become models and train students to
manage emotions effectively. Research findings show that ustadzah has a vital
role in helping students recognize, understand, and manage their emotions
through various strategies, such as providing support and motivation, explaining
the consequences of emotions, and acting as a good listener. This research is
hoped to provide deeper insight into the importance of managing emotions in the
context of Islamic education and help improve the quality of learning at TPA
Madrasatul Qur'an.
Keywords: Managing; Emotions; Ustadzah; Santri
PENDAHULUAN
Emosi adalah
fenomena psikofisiologis yang mempengaruhi persepsi, sikap, perilaku, dan
diekspresikan melalui berbagai cara (Rahman, 2021). Emosi dirasakan secara psikofisik karena terhubung erat dengan aspek
mental dan fisik (Adhariani, 2023). Ketika seseorang merasakan kebahagiaan yang memuncak, hal itu bisa
memberikan kepuasan secara mental, namun secara fisik juga bisa membuat jantung
berdebar kencang atau membuat langkah terasa ringan (Akbar & Pd, 2018). Begitu juga dengan teriakan kegirangan, meskipun bisa jadi tidak terasa
saat melakukannya. Namun, reaksi seperti ini tidak selalu terjadi pada semua
orang dalam setiap situasi. Terkadang seseorang merasa bahagia namun meneteskan
air mata, atau merasa sedih tanpa mengalami kesedihan yang mendalam (Suwenten & Dewanto, 2024).
Djaali mengutip
beberapa definisi emosi. Menurut L. Crow & A. Crow (1998), emosi adalah pengalaman emosional yang menyertai penyesuaian mental
secara umum, dengan kondisi mental dan fisik yang intens, yang juga dapat
tercermin dalam tindakan yang jelas. Kaplan dan Saddock (2021) mendefinisikan emosi sebagai keadaan suasana hati yang
kompleks, dengan komponen psikologis, fisik, dan perilaku yang terkait dengan
affect dan mood. Affect adalah ekspresi yang tampak oleh orang lain, yang
bervariasi sebagai respons terhadap perubahan emosi, sedangkan mood adalah
suasana hati yang meresap, meluas, dan berkelanjutan, yang bisa dirasakan atau
diungkapkan subjektif oleh individu, serta bisa dilihat oleh orang lain.
Goleman menjelaskan emosi sebagai pengalaman dan pemikiran umum, keadaan
biologis dan psikologis, serta berbagai kecenderungan bertindak. Kamus The
American College Dictionary mendefinisikan emosi sebagai keadaan afektif yang
disadari, di mana perasaan seperti kegembiraan, kesedihan, ketakutan,
kebencian, dan cinta dirasakan (Djaali et al., 2019).
Sebagai sosok yang
hidup berdampingan dengan orang lain, manusia sering kali mengalami berbagai
emosi saat berinteraksi dengan lingkungannya. Ada saat-saat di mana seseorang
merasa sangat marah, jengkel, atau muak terhadap perlakuan yang dianggap tidak
adil, tidak pantas, atau tidak semestinya. Di lain waktu, manusia bisa merasa
senang, tenteram, atau puas karena dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tak jarang
pula, peristiwa-peristiwa tertentu membuat seseorang menangis, muka pucat atau
memerah, bicara terputus-putus, tubuh bergetar, melompat kegirangan, berteriak,
membanting pintu, atau menunjukkan ekspresi lain yang mencolok. Bahkan, ada
yang mudah pingsan dalam merespons situasi tertentu, seperti mendengar berita
kematian anggota keluarga tercinta, atau saat bertemu dengan anggota keluarga
yang telah lama berpisah tanpa kabar. Reaksi ini dipicu oleh intensitas emosi
yang sangat dalam dan meluap-luap (Badriyah, 2016).
Terdapat beberapa
macam emosi yang dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti: takut,
khawatir, cemburu dan iri, gembira dan marah (Suteja & Yusriah, 2017). Emosi pada umumnya terdiri dari dua bentuk emosi, yakni
emosi positif dan emosi yang negatif (Puspita, 2019). Emosi yang positif tentu sangat baik bagi dirinya dan lingkungan. Sedangkan
emosi yang negatif akan menimbulkan dampak yang negatif pula. Maka oleh sebab
itu emosi yang negatif harus dikelola agar dapat mengarah kepada yang positif (Muali & Fatmawati, 2022).
Pentingnya mengelola
emosi dalam kehidupan manusia tidak dapat dipandang remeh, bahkan merupakan
kebutuhan dasar untuk menjalani kehidupan yang normal. Cara kita merespons
faktor-faktor yang memicu emosi menunjukkan tingkat kecerdasan dan stabilitas
emosi kita. Oleh karena itu, proses pengelolaan emosi memiliki peran yang
sangat penting, dan para psikolog memberikan perhatian yang serius terhadap hal
ini (Alwina, 2023).
Mengelola emosi berarti mengarahkan emosi
ke arah yang bermanfaat dan dapat diterima oleh lingkungan sosial. Cara
seseorang mengelola emosi dapat memengaruhi perilakunya. Ketika seseorang tidak
mampu mengontrol emosinya, ia cenderung menunjukkan emosi atau perilaku
negatif. Keterampilan mengelola emosi harus dipelajari dan dijadikan kebiasaan
agar dapat mengarahkan sikap dan perilaku ke arah yang positif. Mengelola emosi
merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena ketika seseorang kehilangan kendali atas emosinya, ia juga dapat kehilangan
kendali atas pikiran dan tindakannya, yang dapat mengarah pada perilaku yang
tidak baik (Ayesha et al., 2022).
Emosi perlu dikelola karena memiliki
peran dalam menyampaikan pesan kepada orang lain. Kemampuan mengelola emosi
akan tercermin pada kemampuan seseorang dalam mengendalikan komunikasi yang
efektif dengan orang lain. Ketika seseorang memiliki pola pikir yang positif,
ia dapat mengelola emosinya dengan baik dan mampu menjalin hubungan yang
harmonis dengan orang lain. Untuk menjalani kehidupan yang baik, lancar, dan
penuh kedamaian, seseorang tidak hanya perlu mengelola emosinya, tetapi juga
harus mampu menyesuaikan emosi sesuai dengan situasi, waktu, dan tempat yang
tepat (Diwyarthi et al., 2023).
Menurut Jones,
Bouffard & Weissbourd dalam jurnal Muthmainah mengatakan bahwa ada beberapa
kemampuan dalam mengelola emosi individu antara lain: (1) mengidentifikasi dan
sadar akan emosi diri sendiri dan juga orang lain, (2) memahami pengalaman
emosional diri sendiri, apa penyebab dari emosi, dan konsekuensi yang mungkin
timbul setelah emosi, (3) mengatur emosi agar dapat beradaptasi secara efektif
dalam setiap situasi dan kondisi (4) mengekspresikan emosi dengan efektif (Muthmainah, 2022).
Penelitian ini memusatkan perhatian pada
pelatihan santri dalam mengelola emosinya di TPA Madrasatul Qur�an Banda Aceh.
Pemilihan santri sebagai subjek penelitian didasarkan pada fakta bahwa mereka
merupakan peserta didik yang sedang mengikuti pembelajaran di lembaga
pendidikan formal maupun non-formal. TPA Madrasatul Qur�an dipilih sebagai lokasi
penelitian karena menampung santri dari beragam usia, mulai dari jenjang TK
hingga SMA, yang ditempatkan dalam kelas-kelas sesuai dengan kemampuan mereka
dalam membaca Al-Qur�an dan bidang ilmu lainnya. Kehadiran berbagai usia santri
di TPA ini menciptakan beragam situasi emosional di mana kemampuan mengelola
emosi menjadi indikator kedewasaan. Namun demikian, peran ustadzah sebagai
pengajar di TPA tersebut tidak hanya terbatas pada memberikan pelajaran, tetapi
juga harus berperan sebagai contoh dan pembimbing bagi santri untuk
mengembangkan good habits dan good attitude.
Penelitian ini memiliki urgensi yang
penting dilakukan saat ini karena mengatasi tantangan dalam pengelolaan emosi
merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter dan kesejahteraan mental
individu, terutama di lingkungan pendidikan. Dengan semakin kompleksnya
tuntutan kehidupan modern, keterampilan mengelola emosi menjadi semakin krusial
untuk kesuksesan dan kesejahteraan individu. Oleh karena itu, penelitian ini
relevan dan diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara
efektif melatih santri dalam mengelola emosi mereka di lingkungan pendidikan
Islam. Urgensi penelitian ini juga diperkuat oleh kebutuhan untuk meningkatkan
peran ustadzah dalam membimbing santri secara holistik, termasuk dalam aspek
pengelolaan emosi, untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih mendukung
dan produktif. Meskipun penelitian ini mungkin tidak menghadirkan konsep baru
(novelty), namun penting untuk memahami praktik terbaik dalam melatih
pengelolaan emosi di kalangan santri yang mungkin dapat diadopsi oleh lembaga
pendidikan serupa di masa depan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, yang
menghasilkan data berupa kata-kata yang ditulis atau diucapkan oleh orang,
serta perilaku yang dapat diamati (Hidayat et al., 2021). Subjek penelitian ini adalah para
ustadzah. Peneliti sendiri menjadi instrumen utama dalam pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas santri terkait dengan emosi,
sedangkan wawancara dilakukan dengan pengajar dan pendiri TPA Madrasatul Qur'an
yang memiliki pengetahuan dalam melatih santri mengelola emosi anak.
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan gambar kegiatan pembelajaran yang
melatih keterampilan mengelola emosi anak. Analisis data menggunakan teknik
analisis model interaktif Miles dan Huberman. Proses analisis data kualitatif
dilakukan secara berkelanjutan hingga data mencapai kejenuhan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran �ustadzah dalam melatih anak mengelola emosi
yaitu: 1) Memberikan sentuhan, dimana ustadzah mencoba merangkul, memeluk
santri, menyeka air matanya ketika santri dalam rasa takut maupun sedih lalu
meyakinkan santri agar mau bercerita kepadanya�
lalu memberikan solusi untuknya. 2) Memberikan motivasi, pada bagian ini
ustadzah memberikan motivasi kepada santrinya agar harus berani dan percaya
diri seperti percaya akan kemampuannya sndiri, memotivasi santri agar tidak perlu
takut karena sedang belajar untuk bisa. 3) Mencari tahu penyebab, dalam hal ini
ustadzah memahami santri dengan cara mencari tau terlebih dahulu apa penyebab
santri merasa sedih lalu mendengarkan curahan hati santrinya. 4) Membangun
persaudraan, pada bagian ini ustadzah mengajak santri untuk saling menghibur
satu sama lainnya ketika teman santri sedang merasa sedih 5) Menjelaskan
akibat, pada bagian ini santri dijelaskan sambil diajak berpikir perihal yg
akan menjadi kendala bagi santri jika berbuat sesuatu. 6) Mengalihkan perhatian
ke arah positif, disini para ustadzah mengambil alih perhatian santri kemudian
memerintahkan santri untuk mengatur pernafasannya lalu beristighfar, ketika
santri mulai tenang dari amarahnya kemudian ustadzah mengajaknya berbicara untuk
mengetahui apa yang menjadi penyebab kemarahan santri tersebut lalu yang
terakhir memberikan nya nasehat agar santri dapat mengontrol emosinya. 7) Memberikan
stimulus, dalam hal ini ustazah memberikan stimulus agar santri mau bercerita
dan bertanya kepada ustadzanya. 8) Menjadi pengajar yang adil, pada bagian ini
ustadzah mencoba memberi penjelasan dan tetap berlaku adil pada setiap santri
ketika santri merasa cemburu maupun tidak. 9) menciptakan suasana belajar yang
baik, pada bagian ini ustadzah menciptakan suasana yang aman dan nyaman agar
santri tidak merasa takut yaitu dengan berbicara dengan lembut serta memberikan
dukungan pada anak, tidak membiarkan anak dalam rasa takut karena hal tersebut
akan membuat anak memendam perasaannya terus menerus dan tidak dapat berterus terang
hingga berdampak buruk hingga ia dewasa. 10) Menjadi pendengar yang baik,
ustadzah menjadikan santri merasa dihargai dengan cara mendengarkan pendapat
atau ceritanya. 11) Tidak menuntut santri dengan memaksa kehendak, artinya bahwa
ustadzah memberikan kelapangan kepada santri sesuai kemampuannya agar santri
tidak merasa tertekan dan takut. 12) Memberikan pujian, di sini para ustadzah
memuji santrinya di saat mereka dapat mengatasi rasa takutnya, meski yang dia
lakukan hanyalah langkah kecil, yang terpenting dia sudah mau berusaha. 13) Memberikan
contoh yang baik, di sini ustadzah mengajari bagaimana cara menenangkan diri,
menghindari kekerasan, mengajari anak tentang sebuah perasaan yang ada pada
diri manusia, memperlakukan semua anak secara sama, tidak pernah memandingkan
anak dengan memfavoritkan salah satu anak dan tetap bersikap adil.
Gambar
1
Santri
dan lingkungan belajar di TPA Madrasatul Qur'an
������������� Kegiatan TPA
dilaksanakan setiap sore antara jam 15.00 - 16.00 WIB, yang diajar oleh
orang-orang yang pandai dalam ilmu agama yang berasal dari lingkungan
masing-masing. Dari sisi manajeman kelambagaan, TPA dikelola oleh pengurus
takmir masjid dan mushalla di wilayah masing-masing. Dengan kata lain lembaga pendidikan
ini merupakan lembaga di bawah kepengurusan masjid dan mushalla. Tetapi ada
juga lembaga TPA yang dikelola oleh perseorangan (Faqih, 2020). Pengajar atau
guru yang mengajar di TPA dikenal dengan sebutan ustadz bagi laki-laki dan
ustadzah bagi perempuan.
TPA Madrastul
Qur�an merupakan lembaga pendidikan non formal yang berada di Banda Aceh, pada
lembaga ini terdapat santri dari usia 5 tahun hingga 15 tahun, dimana jadwal
mengaji sore dan malam hari, pembelajaran dilaksanakan dengan metode
berkelompok, dimana masing-masing kelompok terdapat santri dan ustadzahnya.
Santri ditetapkan dalam kelompok sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan
pada suatu kelompok memiliki usia yang beragam, sehingga emosi yang muncul
dalam sebuah kelompok juga berbeda-beda karena faktor usia dan kematangan yang
ada pada santri tersebut. Ustadzah atau pengajar berperan sebagai orang yang
bertanggung jawab terhadap santrinya, karena santri merupakan anak didiknya di
lingkungan tersebut. Ketika santri memunculkan emosinya dalam berbagai macam
bentuknya, ustadzah berperan melatih santri agar mampu mengelola emosinya
dengan baik.
Setiap orang pernah merasakan takut, sedih, cinta, iri, dan marah. Jika
sedang mengalami emosi-emosi seperti itu maka yang harus
dilakukan adalah dengan cara mengendalikan dan mengarahkannya ke arah yang
positif (Kumala et al., 2017).
Berdasarkan sumber yang diperoleh dari Riana Mashar dalam jurnal Yahdinil
Firda Nadhiroh mengungkapkan bahwa secara ringkas emosi positif dan emosi
negatif. Dimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Nadhiroh, 2015):
Tabel
1. Emosi Positif dan Emosi Negatif
Emosi Positif |
Emosi Negatif |
1.
Eagerness (rela) 2.
Humor (lucu) 3.
Love (cinta sayang) 4.
Happiness (kebahagiaan)� 5.
Joy (Kegembiraan/ keceriaan) 6.
Pleasure (senang/kenyamanan) 7.
Delight (kesukaan) � 8.
Curiosity (rasa ingin tahu) 9.
Excitement (ketertarikan) |
1.
Anger (rasa marah) 2.
Impatience (tidak sabaran) 3.
Uncertainty (Kebimbangan) 4.
Suspicion (kecurigaan) 5.
Guilt (rasa bersalah) 6.
Anxiety (rasa cemas) 7.
Jealous (cemburu) 8.
Depression (depresi) 9.
Annoyance (jengkel) 10.
Fear (takut) 11.
Hate (rasa benci) 12.
Sadness (kesedihan) |
Sumber : �Riana Mashar
Berikut ini
terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan dan mengarahkan
emosi secara positif, antara lain:
1.
Setiap tindakan yang
ingin dilakukan sebelumnya harus didasari dengan akal sehat.
2.
Berusaha berpikir
tentang akibat negatif yang mungkin akan terjadi jika melakukan sutau tindakan.
3.
Selalu berusaha
untuk memberi maaf atas kesalahan orang lain yang diperbuat (Firdaus, 2020).
����������� Santri TPA Madrasatul Quran berusaha mengendalikan emosi dengan cara dilatih
oleh ustadzah di kelompoknya masing-masing agar dapat mengarahkan emosinya
menuju positif dengan cara ustadzah memberikan nasehat kepada para santri akan
dampak yang muncul jika sering marah dan sakit hati. Ustadzah TPA Madrasatul
Qur�an juga membiasakan perilaku santri untuk saling memaafkan satu sama lain
sesuai dengan ajaran Islam dengan cara menyelipkan kisah-kisah islami yang
terkait dengan memaafkan.
����������� Sebagian insan ketika mampu
menyadari emosionalnya sendiri, maka ia akan lebih mudah dalam mengontrol atau
mengendalikan emosinya. Adapun kesadaran diri emosional meliputi:
1.
Menyadari dan mengenali dengan pasti
emosinya sendiri.
2.
Mampu memahami faktor perasaan yang
timbul dalam diri.
3.
Menyadari perbedaan
antara perasaan dan tindakan (A. Susanto & Fatullah, 2018).
����������� Santri TPA Madrasatul Qur�an sebagian besarnya telah mampu mengenali
emosinya sendiri, hal ini ditandai dengan ketika sedang tantrum dia sadar untuk
mengucapkan istigfar dan ingin menenangkan diri dengan caranya sendiri meskipun
ustadzah juga ikut mendampinginya dalam mengendalikan emosinya. Setelah emosinya
stabil, anak tersebut kembali mengikuti pembelajaran dengan normal.
����������� Membaca emosi,
meliputi:
1.
Mampu menerima pendapat orang lain.
2.
Memperbaiki empati dan kepekaan terhadap
perasaan orang lain.
3.
Lebih sering dalam mendengarkan pendapat
orang orang lain (A. Susanto, 2019).
����������� Ustadzah-Ustadzah yang ada di TPA madrasatul Qur�an sudah mengenali watak
santrinya di kelompoknya masing-masing, hal tersebut diperoleh dari hasil
wawancara dengan ustadzah yang berinial A dan NZ yang mengatakan bahwa sebagian
santri meskipun usianya masi sangat kecil namun sudah menunjukkan sikap
dewasanya dengan cara menerima pendapat temannya dan ustadzahnya.
����������� Adapun Cara mengelola emosi, meliputi:
1.
Menanamkam sifat toleransi yang lebih
terhadap frustrasi dan pengelolaan amarah.
2.
Mengurangi mengejek, berkelahi serta
gangguan lainnya di kelas.
3.
Mampu berterus terang kenapa marah tanpa
harus berkelahi.
4.
Mengurangi larangan masuk sementara dan
skorsing.
5.
Mengurangi perilaku agresif atau yang
dapat merusak diri sendiri.
6.
Menanamkan perasaan yang positif tentang
diri sendiri, sekolah, dan keluarga.
7.
Mampu menanggani ketegangan jiwa secara
lebih baik.
8.
Mengurangi kesepian dan kecemasan dalam
lingkungan pergaulan (A. H. Susanto, 2018).
����������� Para Ustadzah di TPA Madrasatul
Qur�an Banda Aceh sangat berperan dalam melatih santri mengelola emosi mereka.
Hal tersbut berdasarkan hasil wawancara dengan ustadzah yang berinisial NZ dan
dan LT dimana mereka mengungkapkan bahwa santri telah ditanamkan sifat toleran
dengan cara mengatakan bahwa ketika sudah berada di lingkungan belajar semua
yang ada di tempat tersebut merupakan anak dari ustadzah tidak ada perbedaan
antara satu sama lain, agar untuk saling berbagi, tidak saling mengejek, semua
manusia adalah ciptaan Allah yang kedudukannya sama baik yang kaya maupun
miskin, yang hitam maupun putih semuanya sama menurut Allah, hanyalah yang
membedakannya adalah iman dan taqwa.
����������� Pengelolaan emosi berupa menenangkan
santri juga telah dilakukan oleh para ustadzah TPA Madrasatul Qur�an yakni
dengan cara memberikan stimulus yakni dengan: memotivasi, menanamkan keberanian,
tidak menghukum dan menghakimi jika santri belum bisa namun tetap
membimbingnya, memberikan hadiah-hadiah kecil dalam mengapresiasi santri, serta
menanamkan nilai persaudaraan yang tinggi sehingga santri dapat mengasihi satu
sama lain dan merasa semuanya adalah saudaranya dengan ibunya adalah ustadzah
yang mengajarinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa para ustadzah di TPA Madrasatul Qur�an sangat
berperan dalam melatih para santri mengelola emosi mereka. Adapun yang ustadzah
lakukan yaitu dengan cara: memberikan sentuhan, mencari tahu penyebab,
membangun persaudaraan, mengalihkan perhatian ke arah positif, memberikan
stimulus, menjadi pengajar yang adil, menciptakan suasana belajar yang baik,
menjadi pendengar yang baik, tidak memaksa santri, memberikan pujian dan
memberikan contoh yang baik. Santri TPA madrasatul Qur�an sebagian besar telah
mampu mengendalikan dan mengelola emosinya dengan baik, dan dari mereka sudah
ada yang mampu mengenali emosinya sendiri dengan baik, sehingga ketika emosinya
meluap dapat dengan mudah dalam mengelolanya kembali menuju ke arah yang lebih
positif atau lebih baik.
BIBLIOGRAFI
Adhariani,
D. E. (2023). Pengelolaan Kecerdasan Emosi Pendidik TK Azhari Islamic School
Jakarta. Institut PTIQ Jakarta.
Akbar, M. A., & Pd, M. (2018). Kontribusi Zikir:
Solusi Mengantisipasi Kecemasan Dalam Konteks Kehidupan Modern. FITRA, 2(1).
Alwina, S. (2023). Peran Bimbingan Konseling dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal
Sintaksis, 5(1), 18�25.
Ayesha, I., Pratama, I. W. A., Hasan, S., Effendi, N.
I., Yusnanto, T., Diwyarthi, N. D. M. S., Utami, R. D., Firdaus, A., Mulyana,
M., & Egim, A. S. (2022). Digital Marketing. Global Eksekutif
Teknologi.
Badriyah, G. (2016). Dinamika Konflik Sosok Doktor
Subekti dalam Novel Pupus Kang P�p�s Karya Suharmono Kasiyun (Suatu Tinjauan
Strukturalisme Genetik).
Boland, R., Verdiun, M., & Ruiz, P. (2021). Kaplan
& Sadock�s synopsis of psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins.
Crow, T. J., Crow, L. R., Done, D. J., & Leask, S.
(1998). Relative hand skill predicts academic ability: global deficits at the
point of hemispheric indecision. Neuropsychologia, 36(12), 1275�1282.
Diwyarthi, N. D. M. S., Pratama, I. W. A., & Eddy,
I. W. T. (2023). Tourist perspective towards glamping accomodation in the era
of industry 4.0 and society 5.0. Jurnal Syntax Transformation, 4(1),
59�76.
Djaali, N. A., Wijayanti, W., Widodo, Y. B., &
Simaibang, F. H. (2019). Pembentukan Duta Cilik Anti Pelecehan Seksual Melalui
Pendidikan Reproduksi Dini di SDN Bambu Apus 01 Jakarta Timur. Jurnal
Pemberdayaan Komunitas MH Thamrin, 1(2), 76�86.
Faqih, A. (2020). Sosiologi Dakwah Perkotaan:
Perspektif Teoritik dan Studi Kasus. Fatawa Publishing.
Firdaus, F. (2020). Esensi Reward dan Punishment dalam
Diskursus Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah,
5(1), 19�29.
Hidayat, A. R., Hanipah, H., Nurjanah, A., &
Farizki, R. (2021). Upaya untuk Mencegah Penyakit Diabetes pada Usia Dini. Jurnal
Forum Kesehatan: Media Publikasi Kesehatan Ilmiah, 11(2), 63�69.
Kumala, O. D., Kusprayogi, Y., & Nashori, F. (2017).
Efektivitas pelatihan dzikir dalam meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia penderita
hipertensi. Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 4(1), 55�66.
Muali, C., & Fatmawati, S. (2022). Peran Orang Tua
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak; Analisis Faktor dan Strategi dalam
Perspektif Islam. Fitrah: Journal of Islamic Education, 3(2),
85�100.
Muthmainah, M. (2022). Dukungan Sosial dan Resiliensi
pada Anak di Wilayah Perbukitan Gunung Kidul Yogyakarta. Diklus: Jurnal
Pendidikan Luar Sekolah, 6(1), 78�88.
Nadhiroh, Y. F. (2015). Pengendalian emosi: Kajian
Religio-psikologis tentang Psikologi Manusia. SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal
Kajian Keislaman, 2(01), 53�62.
Puspita, S. M. (2019). Kemampuan Mengelola Emosi
Sebagai Dasar Kesehatan Mental Anak Usia Dini. SELING: Jurnal Program Studi
PGRA, 5(1), 85�92.
Rahman, N. S. A. (2021). Pemaparan Elemen Emosi
Berbentuk Kinesik sebagai Komunikasi Bukan Lisan Watak dalam Hikayat Putera
Jayapati dan Hikayat Si Miskin. Malay Literature, 34(1), 43�68.
Susanto, A. (2019). The effect of parental guidance
and emotional intelligence on learning achievement in social science. Journal
of Family Sciences, 4(2), 120�129.
Susanto, A., & Fatullah, A. (2018). Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Gaya. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, 1(1).
Susanto, A. H. (2018). Hubungan kepribadian ihsan
dan tekanan akademik dengan perilaku kecurangan akademik pada mahasiswa di
Universitas X di Surabaya (Undergraduate, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Suteja, J., & Yusriah, Y. (2017). Dampak pola asuh
orang tua terhadap perkembangan sosial-emosional anak. AWLADY: Jurnal
Pendidikan Anak, 3(1).
Suwenten, M., & Dewanto, I. (2024). Sebuah Seni
untuk Damai dan Bahagia di Hati. Penerbit Andi.
Barlinty
Isbaaniyaa Baruza1, Salami Mahmud2 (2024) |
First publication right: |
This article is licensed under: |